Pengaruh Topping Dan Defoliasi Pada Tanaman Jagung [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN PENGARUH TOPPING DAN DEFOLIASI PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L. var.saccharata) COVER



Disusun Oleh: Muhammad Muzaky Mainola Rizki Yanti Dita Novita



185040200111211 185040200111105 185040201111099



Kelas: K Program Studi: Agroekoteknologi Kelompok: Jagung



Asisten Kelas: Helen Puspa Juliasari Asisten Lapang: Adi Suwandono, SP.



UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN MALANG 2019



i



LEMBAR PERSETUJUAN



LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN Pengaruh Topping dan Defoliasi pada Tanaman Jagung (Zea mays L. var.saccharata)



Kelompok : Jagung Kelas : K



Disetujui Oleh :



Asisten Kelas,



Asisten Lapang,



Helen Puspa Juliasari NIM. 165040201111056



Adi Suwandono, SP. NIM. 16604020001010



ii



RINGKASAN Muhammad Muzaky. 185040200111211. Mainola Rizki Yanti. 185040200111105. Dita Novita. 185040201111099. Pengaruh Waktu Topping dan Defoliasi Pada Tanaman Jagung (Zea mays L. var.saccharata). Di bawah bimbingan Helen Puspa Juliasari dan Adi Suwandono, SP. Jagung (Zea mays L. var.saccharata) merupakan salah satu bahan pangan yang penting di Indonesia, karena jagung merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Selain itu, jagung juga merupakan bahan baku industri dan pakan ternak. Kebutuhan jagung di Indonesia selalu meningkat, baik untuk konsumsi, pakan ternak maupun bahan baku industri. Kebutuhaan konsumsi jagung untuk masyarakat meningkat namun produksi jagung lebih sedikit dari kebutuhanya. Permasalahan yang sering dihadapi oleh petani budidaya jagung adalah bobot kering tongkol yang kurang terisi. Hal ini dapat disebabkan oleh kurang maksimalnya translokasi hasil fotosintat ke bagian tongkol. Pada praktikum Teknologi Produksi Tanaman komoditas jagung manis, diberikan perlakuan topping dan defoliasi. Hal ini diharapkan dapat membantu meningkatkan pertumbuhan dan hasil pada tanaman jagung. Pelaksanaan kegiatan pratikum Teknologi Produksi Tanaman (TPT) pada komoditas jagung manis di lahan pertanian Universitas Brawijaya yang terletak di Desa Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang. Alat yang digunakan pada waktu praktikum meliputi cangkul, cetok, tali rafia, meteran jahit, penggaris, ember, papan alvaboard dan gunting. Adapun bahan yang diperlukan ialah benih jagung manis varietas talenta, PGPR, air, pupuk kandang, pupuk KCl 200 kg/ha, pupuk Urea 250 kg/ha dan pupuk SP36 150 kg/ha. Budidaya tanaman jagung manis diawali dengan pengolahan lahan, penanaman benih jagung, perawatan dan pengamatan. Jarak tanam pada lahan jagung yaitu 70x20 cm. Pemupukan jagung dilakukan dengan menggunakan pupuk pupuk SP-36, Urea KCl dan pupuk kandang. Perawatan yang dilakukan pada komoditas jagung manis antara lain penyiraman, penyulaman, penjarangan, aplikasi PGPR, penyiangan gulma, pengambilan hama penyakit, dan pembubunan. Sedangkan parameter pengamatan pada tanaman jagung meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, waktu tumbuhnya malai, diameter tongkol, bobot tongkol jagung dengan kelobot, bobot jagung tanpa kelombot, indeks penyakit (IP) dan keragaman arthropoda. Topping dan defoliasi merupakan pemangkasan atau perompesan bagian tanaman agar translokasi hasil fotosintat maksimal pada tongkol tanaman jagung. Daun merupakan organ penting pada tanaman. Karena daun berperan sebagai tempat terjadinya fotosintesis. Akan tetapi, saat sudah masuk pada fase generatif yaitu masa pembentukan biji, banyaknya daun dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan tongkol jagung. Karena nutrisi yang telah dihasilkan oleh daun selain ditranslokasikan ke tongkol, juga dapat diserap oleh daun bagian bawah tongkol. Selain itu tanaman bagian atas tongkol juga dapat menghambat tongkol dalam menyerap cahaya mahari. Dari berbagai perlakuan yang telah dilaksanakan untuk tanaman jagung, perlakuan topping menghasilkan bobot tongkol paling berat. Hal ini karena perlakuan topping dilaksanakan saat tanaman sudah berumur 60 HST, dimana pada saat umur ini tanaman sudah masuk kedalam stadia 10 yaitu di mana biji telah masak fisiologis.



i



Adapun Arthropoda yang ditemukan pada yellow sticky trap yaitu kumbang kubah spot M, lalat buah, lalat tentara hitam, ulat grayak dan kepik polong. Arthropoda yang paling dominan ditemukan yaitu lalat buah dan arthopoda yang paling sedikit ditemukan yaitu kumbang kubah spot M. Kumbang kubah spot M dan lalat buah ditemukan pada 6 MST. Sedangkan pada lahan jagung arthopoda yang ditemukan yaitu ulat grayak yang ditemukan pada 7 MST. Sedangkan tanaman jagung manis yang terserang penyakit yaitu penyakit hawar daun yang disebabkan cendawan Helminthosporium maydis, dan gosong bengkak oleh cendawan Ustilago maydis.



ii



SUMMARY Muhammad Muzaky. 185040200111211. Mainola Rizki Yanti. 185040200111105. Dita Novita. 185040201111099. Pengaruh Waktu Topping dan Defoliasi Pada Tanaman Jagung (Zea mays L. var.saccharata). Guided by Helen Puspa Juliasari and Adi Suwandono, SP. Corn (Zea mays L. var.saccharata) is one of the important food ingredients in Indonesia, because corn is the second source of carbohydrates after rice. In addition, corn is also an industrial raw material and animal feed. The need for corn in Indonesia is always increasing, both for consumption, animal feed and industrial raw materials. The need for corn consumption for the community has increased but corn production is less than the need for it. The problem often faced by corn cultivation farmers is the dry weight of the unoccupied cob. This can be caused by less than the maximum translocation of photosynthate results to the cob. In the Production Technology practicum of sweet corn commodity, topping and defoliation treatments were given. This is expected to help improve growth and yields on corn. The implementation of the Teknologi Produksi Tanaman (TPT) practicum activities on sweet corn commodity in Universitas Brawijaya agricultural land located in Jatimulyo Village, Lowokwaru District, Malang City. The tools used at the practicum include hoes, pits, raffia, sewing meters, rulers, buckets, alvaboard boards and scissors. The materials needed are sweet corn seed varieties of talent, PGPR, water, manure, KCl 200 kg/ha, Urea 250 kg/ha and SP36 150 kg/ha. Sweet corn cultivation begins with land management, planting corn seeds, care and observation. Spacing on corn land is 70x20 cm. Corn fertilization is done by using SP-36 fertilizer, Krea Urea and manure. Treatments carried out on sweet corn commodities include watering, replanting, thinning, PGPR application, weeding, weeding, taking pests and fertilizing. While the parameters observed in corn plants include plant height, number of leaves, time of panicle growth, ear diameter, weight of corn cobs with kelobot, weight of corn without kelombot, disease index (IP) and arthropod diversity. The parameters used to increase the yield of sweet corn crop production are by applying topping, defoliation, topping + defoliation treatments. Topping and defoliation are pruning or composting of plant parts so that maximum photosynthate translocation results on corncobs. Leaves are important organs of plants. Because the leaves act as a place for photosynthesis. However, when it has entered the generative phase, namely the period of seed formation, the number of leaves can inhibit the growth and development of corn cobs. Because the nutrients that have been produced by the leaves besides being transplanted to the cob, can also be absorbed by the leaves under the cob. In addition, plants on the top of the cob can also inhibit the cob in absorbing mahari light. Of the various treatments that have been carried out for maize plants, topping treatment can produce the heaviest ear weights. This is because the topping treatment is carried out when the plant is 60 HST, where at this age the plant has entered the 10th stage, where the seeds are physiologically ripe. Arthropods found in the yellow sticky trap are M spot dome beetles, fruit flies, black army flies, armyworms and ladybugs pods. The most dominant arthropods found were fruit flies and the least found arthhopods were M spot iii



dome beetles and M spot dome beetles and fruit flies were found at 6 MST. Whereas the arthopoda corn field found was grayak caterpillar found in 7 MST. Whereas the sweet corn plant that was attacked by the disease was the leaf blight caused by the fungus Helminthosporium maydis, and the swollen charred by the fungus Ustilago maydis.



iv



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan akhir Teknologi Produksi Tanaman ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Produksi Tanaman. Terimakasih kami ucapkan kepada Tim Asisten Pratikum Teknologi Produksi Pertanian yang telah membantu dalam menulis laporan akhir ini. Serta ucapan terima kasih kepada koordinator asisten kelas dan lapang mata kuliah Teknologi Produksi Tanaman (Helen Puspa Juliasari dan Adi Suwandono, SP) serta semua pihak yang terkait dalam oembuatan laporan besar ini. Akhir kata kami menyadari bahwa dalam penulisan laporan akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami memohon saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan akhir dan semoga bermanfaat bagi kita semua.



Malang, November 2019



Penulis



v



DAFTAR ISI RINGKASAN ......................................................................................................... i SUMMARY .......................................................................................................... iii KATA PENGANTAR ........................................................................................... v DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix 1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 2



3



4



5



Tujuan ....................................................................................................... 2



TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 3 2.1 Tanaman Jagung ....................................................................................... 3 2.2



Syarat Tumbuh Tanaman Jagung ............................................................. 3



2.3



Fase Pertumbuhan Tanaman Jagung ........................................................ 4



2.4



Pengaruh Topping Terhadap Tanaman Jagung ........................................ 5



2.5



Pengaruh Defoliasi Terhadap Tanaman Jagung ....................................... 6



BAHAN DAN METODE .............................................................................. 7 3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................... 7 3.2



Alat dan Bahan ......................................................................................... 7



3.3



Cara Kerja................................................................................................. 7



HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 13 4.1 Kondisi Umum Lahan ............................................................................ 13 4.2



Parameter Pertumbuhan ......................................................................... 14



4.3



Parameter Hasil ...................................................................................... 22



4.4



Keragaman Arthropoda .......................................................................... 27



4.5



Intensitas Penyakit .................................................................................. 28



4.6



Pembahasan Umum ................................................................................ 33



PENUTUP..................................................................................................... 38 5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 38 5.2



Saran ....................................................................................................... 38



DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 39 LAMPIRAN ......................................................................................................... 44



vi



DAFTAR TABEL Nomor Teks Halaman 1. Perbandingan Persentase Tumbuh Tanaman Jagung Pada Berbagai Perlakuan (%) .................................................................................................................... 14 2. Perbandingan Rata-Rata Tinggi Tanaman Jagung Manis Pada Berbagai Perlakuan (cm) ................................................................................................. 16 3. Perbandingan Rata-Rata Jumlah Daun Tanaman Jagung Manis Pada Berbagai Perlakuan (Helai) .............................................................................................. 18 4. Perbandingan Waktu Muncul Malai Pada Berbagai Perlakuan (HST) ............. 21 5. Perbandingan Rata-Rata Diameter Tongkol Jagung Manis Pada Berbagai Perlakuan (cm) ................................................................................................. 22 6. Perbandingan Rata-Rata Bobot Tongkol Jagung Manis Dengan Kelobot Pada Berbagai Perlakuan (gram) ............................................................................... 24 7. Perbandingan Rata-Rata Bobot Tongkol Jagung Manis Tanpa Kelobot Pada Berbagai Perlakuan (gram) ............................................................................... 26 8. Hasil Pengamatan Arthropoda Komoditas Jagung ........................................... 27 9. Perbandingan Rata-Rata Intensitas Penyakit Metode Skorsing Tanaman Jagung Manis Pada Berbagai Perlakuan (%) ................................................................ 31



vii



DAFTAR GAMBAR Nomor Teks Halaman 1. Fase Pertumbuhan Tanaman Jagung ................................................................... 4 2. Grafik Persentase Tumbuh Tanaman ................................................................ 15 3. Grafik Tinggi Tanaman ..................................................................................... 17 4. Grafik Jumlah Daun .......................................................................................... 20 5. Grafik Waktu Muncul Malai ............................................................................. 22 6. Grafik Diameter Tongkol .................................................................................. 23 7. Grafik Bobot Tongkol Dengan Kelobot ............................................................ 25 8. Grafik Bobot Jagung Tanpa Kelobot ................................................................ 26 9. Grafik Intensitas Penyakit ................................................................................. 32



viii



DAFTAR LAMPIRAN Nomor Teks Halaman 1. Deskripsi Varietas ............................................................................................. 44 2. Denah Lahan (Pengambilan Sampel) ................................................................ 46 3. Perhitungan Pupuk Perlubang Tanam ............................................................... 47 4. Data Pengamatan Semua Parameter + Perhitungan .......................................... 49 5. Logbook Kegiatan + Dokumentasi ................................................................... 69 6. Dokumentasi Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman .............................................. 73 7. Keragaman Arthropoda ..................................................................................... 75 8. Data Kadar Air Komoditas Jagung ................................................................... 76



ix



1



1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang



Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu bahan pangan yang penting di Indonesia karena jagung merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Di samping itu, jagung juga merupakan bahan baku industri dan pakan ternak. Sebagai sumber karbohidrat, jagung digunakan sebagai alternatif makanan pokok di Indonesia. Peluang Indonesia dalam meningkatkan produksi jagung sangat besar, karena kondisi lingkungannya sesuai dengan kebutuhan tanaman jagung. Peningkatan jumlah kebutuhan jagung di Indonesia akan berdampak pada meningkatnya permintaan jagung. Selain untuk meningkatkan hasil produksi jagung juga harus diiringi dengan kualitas jagung yang baik. Kebutuhan jagung di Indonesia untuk konsumsi meningkat sekitar 5,16% per tahun, sedangkan untuk kebutuhan pakan ternak dan bahan baku industri naik sekitar 10,87% per tahun (Roesmarkam dan Yuwono, 2002). Produksi jagung di Indonesia pada tahun 2010 sampai sampai tahun 2014 termasuk fluktuaktif. Pada tahun 2014 produksi jagung di Indonesia mencapai 19.127.409 ton dengan produktivitas 49,29 kuintal/ha (BPS, 2015). Produksi jagung di Indonesia belum mencukupi kebutuhan, pada tahun 2000-2011 kenaikan konsumsi jagung mencapai 8% sementara peningkatan produksi jagung hanya 6% pertahun (Bappepti, 2015). Permasalahan yang sering dihadapi petani dalam budidaya jagung adalah bobot kering tongkol yang kurang terisi. Hal ini disebabkan kurang maksimalnya translokasi hasil fotosintat ke bagian sink (tongkol). Salah satu teknik dalam budidaya untuk mengatasi permasalahan di atas adalah menerapkan perlakuan topping dan defoliasi. Menurut Atman (2009), topping merupakan pemotongan bagian tanaman jagung di atas tongkol berupa daun dan batang, sedangkan defoliasi adalah perompesan pada tanaman jagung yang dilakukan di bawah tongkol. Maka dari itu, pratikum ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh topping dan defoliasi terhadap pertumbuhan dan hasil pada tanaman jagung (Zea mays L. var.saccharata).



2



1.2 Tujuan



Tujuan dari pratikum Teknologi Produksi Tanaman komoditas jagung adalah untuk mengetahui dan memahami pengaruh topping dan defoliasi terhadap pertumbuhan dan hasil pada tanaman jagung (Zea mays L. var.saccharata).



3



2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jagung



Jagung merupakan komoditas yang banyak dibudidayakan oleh para petani terutama pada saat memasuki musim kemarau sebagai pengganti tanaman padi. Jagung memiliki peranan yang sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan nasional dan internasional setelah beras dan gandum, salah satunya yaitu jagung manis. Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian yang cukup banyak digemari, karena memiliki kandungan gula yang relatif tinggi yaitu 5-6 % dan mengandung karbohidrat yang cukup banyak. sehingga rasanya manis. Di Indonesia daerah-daerah penghasil tanaman jagung adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Madura dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Warisno, 2007). Menurut Surtinah (2008), jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan komoditas



palawija



dan



termasuk



dalam



Kingdom:



Plantae,



Divisio:



Spermatophyta, Sub Divisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledoneae, Ordo: Poales, Familia: Poaceae, Genus: Zea, Species: Zea mays saccharata Sturt. Jagung manis memiliki ciri-ciri endosperm berwarna bening, kulit biji tipis, kandungan pati sedikit, pada waktu masak biji berkerut. Biji jagung manis terdiri atas tiga bagian utama yaitu kulit biji, endosperm dan embrio (Koeswara, 2009). Batang tanaman jagung bulat silindris, tidak berlubang, dan beruas-ruas. Tanaman jagung tingginya sangat bervariasi, tergantung pada jenis varietas yang ditanam. Struktur daun tanaman jangung terdiri atas tangkai daun, lidah daun, dan telinga daun (Rukmana, 2010). 2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Jagung



Secara fisiologis tanaman jagung termasuk tanaman C4. Pertumbuhannya memerlukan cahaya yang penuh. Syarat tumbuh bagi tanaman jagung manis yakni suhu optimum 21˚C-27˚C dengan suhu optimum 25˚C. Semakin tinggi intensitas penyinaran, maka proses fotosintesis akan semakin meningkat, sehingga akan dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi. Curah hujan yang ideal untuk tanaman jagung pada umumnya antara 200-300 mm perbulan atau yang memiliki curah hujan tahunan antara 800-1200 mm. Tanaman jagung membutuhkan



4



kelembaban udara 50-80% agar keseimbangan metabolisme tanaman dapat berlangsung dengan optimal (Barnito, 2009). Menurut Syukur dan Rifianto (2013), jagung manis dapat tumbuh baik pada daerah 58˚LU-40˚LS dengan ketinggian tempat optimal 0-1500 meter dibawah permukaan laut (mdpl). Tanaman jagung dapat tumbuh pada hampir semua jenis tanah mulai tanah dengan tekstur berpasir hingga tanah liat, akan tetapi jagung akan tumbuh baik pada tanah yang gembur dan kaya akan humus dengan tingkat derajat keasaman (pH) tanah antara 5,5 - 7,5 (Barnito, 2009). Jenis tanah yang dapat ditanami jagung adalah tanah andosol, tanah latosol, tanah grumosol, dan tanah berpasir dengan drainase yang baik serta pengelolaan yang bagus. Jagung menghendaki tanah yang subur untuk berproduksi dengan baik. Hal ini dikarenakan tanaman jagung membutuhkan unsur hara nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) dan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas produksi jagung manis (Kristiani, 2010). 2.3 Fase Pertumbuhan Tanaman Jagung



Pada umumnya jagung manis mempunyai pola pertumbuhan yang sama, namun interval waktu antar tahap pertumbuhan dan jumlah daun yang berkembang dapat berbeda. Menurut Subekti et al. (2008), pertumbuhan jagung dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap, yaitu fase perkecambahan, fase pertumbuhan.



Gambar 1. Fase Pertumbuhan Tanaman Jagung



5



2.3.1 Fase Perkecambahan Fase perkecambahan merupakan fase



dimana saat proses imbibisi



(penyerapan air kedalam rongga jaringan) yang ditandai dengan pembengkakan biji sampai dengan sebelum munculnya daun pertama. Benih jagung akan berkecamba jika kadar air benih pada saat di dalam tanah lebih dari 30%. Benih jagung umunya di tanam 5-8 cm dan kecambah akan muncul 4-5 hari setelah tanamn jika kondisi lingkungan lembab. Namun jika saat kondisi kering akan muncul pada dua minggu setelah tanam 2.3.2 Fase Pertumbuhan Vegetatif Fase pertumbuhan vegetatif yaitu fase dimana mulai munculnya daun pertama yang terbuka sempurna yang berlangsung pada saat tanaman berunur 1835 hari setelah tanam hingga munculnya bunga jantan (tasseling) dan sebelum keluarnya bunga betina (silking). 2.3.3 Fase Reproduktif Merupakan fase pertumbuhan setelah silking sampai masak fisiologis, umur jagung pada fase ini sekitar 55-65 hari setelah silking. Pada tahap ini, bijibiji pada tongkol telah mencapai bobot kering maksimum. Lapisan pati yang leras pada biji telah berkembang dengan sempurna dan telah terbentuk pula lapisan berwarna coklat lehitaman. Pembentukan lapisan hitam (black layer) berlangsung secara bertahap, di mulai dari biji pada bagian pangkal tongkol hingga ke ujung tongkol. 2.4 Pengaruh Topping Terhadap Tanaman Jagung



Pemangkasan daun dan bunga jantan yang tidak lagi bermanfaat bagi tanaman diharapkan dapat menjadi sala satu cara untuk meningkatkan hasil produksi jagung. Menurut Satriyo et al. (2016), pemangkasan daun terhadap hasil panen tergantung pada banyaknya daun yang di pangkas pada tanaman jagung. Dalam pemangkasan waktu pemotongan bagian atas tanaman (topping) tanaman jagung yang tepat ialah pada saat biji telah masak fisiologis. Waktu pemotongan bunga jantan (topping) yang waktunya dekat dengan panenn dapat menyebabkan akumulasi fotosintat pada tanaman yang di potong bunga jantanya kurang maksimal.



6



Pemotongan bunga jantan (topping) pada jagung dapat meningkatkan produktivitas jagung. Menurut Surtinah (2005), produksi jagung yang telah di pangkas setengah bagian daun ataupun seluruh bagian daun di atas tongkol memiliki produksi lebih tinggi daripada tanaman yang tidak di pangkas. Pemangkasan diatas tongkol dapat meningkatkan berat biji pertongkol dan meningkatkan penimbunan bahan kering ke biji. Menurut Satriyo et al. (2016) bunga jantan tanaman jagung merupakan organ yang banyak menyerap 20-40% dari cahaya matahari setelah penyerbukan dan mengurangi intersepsi yang dilakukan oleh daun, sehingga bunga jantan sebaiknya di pangkas setelah terjadi penyerbukan. 2.5



Pengaruh Defoliasi Terhadap Tanaman Jagung



Teknik defoliasi adalah suatu teknik budidaya yang dapat digunakan untuk menekan persaingan penggunaan asimilat oleh daun-daun yang tidak berguna sehingga asimilat yang dihasilkan terkonsentrasi untuk pembentukan tongkol dan pemasakan buah (Affandi et al., 2014). Daun bagi tanaman merupakan salah satu organ asimilatory penting bagi tanaman. Keberadaan daun bagi tanaman ditinjau dari lama tumbuh maupun jumlah daun akan memberikan kontribusi terhadap jumlah asimilat yang dihasilkan. Oleh karena itu berkurangnya jumlah daun akibat pengaruh defoliasi akan memberikan pengaruh terhadap asimilat yang dihasilkan dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap perkembangan dan hasil suatu tanaman. Asimilat bagi tanaman merupakan salah satu sumber energi pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Razali, 2008). Menurut Shodikin dan Wardiyati (2017), pemangkasan daun tidak mengurangi produksi apabila dilakukan pada umur 50 hari setelah tanam dan bahkan mampu meningkatkan bobot pipilan apabila dilakukan pemangkasan daun pada umur 75 hari setelah tanam. Defoliasi sebenarnya bertujuan untuk mengurangi daun yang sudah tidak dapat melakukan fungsinya dengan baik (daun tua), sedangkan pada tingkat petani kecil, tujuan pada defoliasi daun hanya untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak dan memudahkan akses jalan saat dilakukan pemupukan.



7



3 BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat



Pelaksanaan Praktikum Teknologi Produksi Tanaman dilakukan pada akhir bulan Agustus 2019 sampai dengan bulan November 2019 yang dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Baraiwjaya yang beralamat di Jalan Kuping Gajah, Desa Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang. 3.2 Alat dan Bahan



Adapun alat yang digunakan dalam praktikum Teknologi Produksi Tanaman meliputi, cangkul, cetok, tali rafia, meteran jahit, penggaris, ember, papan alvaboard, dan gunting. Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah bibit jagung manis varietas Talenta, PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria), air pupuk Urea, pupuk SP-36, pupuk KCl. 3.3 Cara Kerja



3.3.1 Persiapan Lahan Proses persiapan lahan dilakukan bertujuan untuk mengolah tanah agar tanah memiliki aerasi yang baik dan memudahkan dalam proses penanaman dan membersihkan lahan dari gulma yang tersisa. Luas lahan untuk penanaman jagung manis berukuran 70 x 20 cm. Pengolahan tanah dilakukan dengan membasahi tanah terlebih dahulu agar mempermudah pengolahan lahan kemudian mencangkul dengan menggunakan cangkul dan cetok yang bertujuan untuk memecah tanah yang berukuran cukup besar agar tanah menjadi gembur, tidak berpori dan tidak terlalu padat atau keras ketika ditanami. Setelah itu dilakukan pengaplikasian pupuk kandang pada tanah dengan tujuan untuk memperbaiki struktur tanah dan menambah unsur hara pada tanah. 3.3.2 Penanaman Kegiatan penanaman komoditas jagung dilakukan satu minggu setelah pengolahan lahan. Sebelum kegiatan penanaman perlu dilakukan perhitungan terlebih dahulu mengenai jarak tanam dan jumlah bibit tanaman jagung yang dibutuhkan. Ukuran jarak tanam jagung yaitu 70 cm x 20 cm dan jarak border 10 cm. Selanjutnya membuat petakan lahan dari tali rafia sesuai dengan jarak tanam. Kemudian membuat lubang tanam sedalam 5-10 cm dengan alat bantu cetok di setiap jarak tanam yang telah ditandai dan menanam bibit jagung pada lubang



8



tanam tersebut. Setiap lubang tanam diberi 2 benih jagung. Kemudian menutup lubang tanam dengan pupuk kandang dan menambahkan pupuk SP36 dengan jarak 5cm dari lubang tanam dengan cara penugalan pada setiap tanaman. 3.3.3 Perawatan Perawatan yang dilakukan pada komoditas jagung manis antara lain pemupukan, penyiraman, penyulaman, aplikasi PGPR, penjarangan, penyiangan gulma, pengambilan hama penyakit, dan pembubunan. 1. Pemupukan Kegiatan pemupukan dilaksanakan pada awal penanaman, 2 MST dan 4 MST. Jenis pupuk yang digunakan pada awal tanam adalah pupuk SP36 dengan dosis 150 kg/ha dan pupuk kandang. Sedangkan pada 2 MST dan 4 MST menggunakan Pupuk Urea dengan dosis 250 kg/ha dan pupuk KCl dengan dosis 200 kg/ha. Pengaplikasian pupuk ini yaitu dilakukan dengan cara ditugal dengan membuat satu lubang disekitar tanaman jagung dengan kedalaman sekitar 10 cm dan berjarak 5 cm dari lubang tanaman. Selanjutnya pupuk dimasukkan ke dalam lubang dan ditutup kembali menggunakan tanah. Pengaplikasian pupuk dilaksanakan pada sore hari dan saat tidak hujan, karena apabila pupuk diaplikasikan pada siang hari, maka pupuk akan cepat menguap, serta tidak dianjurkan untuk mengaplikasikan pupuk pada saat hujan karena air hujan akan membawa pupuk dan tanaman tidak bisa menyerap pupuk. 2. Penyiraman Penyiraman adalah perawatan yang sangat penting karena tumbuhan sangat membutuhkan air. Penyiraman ini dilakukan setap hari pada waktu pagi hari atau sore hari agar air tidak cepat menguap. Penyiraman dilakukan untuk menjaga kondisi lahan agar tidak kering dan kebutuhan air tanaman juga terpenuhi. 3. Penyulaman Penyulaman merupakan tindakan mengganti benih yang tidak tumbuh, rusak, dan mati yang dengan benih baru. Penyulaman dilakukan dengan mengambil benih yang tidak tumbuh, rusak, dan mati kemudian menanam benih baru yang sehat ke dalam lubang tanam. Penyulaman dilakukan 1 MST dan pada waktu sore hari.



9



4. Aplikasi PGPR PGPR adalah bakteri perakaran untuk pemacu pertumbuhan dan air berfungsi untuk bahan penyiraman. Aplikasi PGPR yaitu dengan cara menyiapkan larutan PGPR 10 ml per liter air lalu menyemprotkan larutan PGPR ke tanah disekitar tanaman. Aplikasi PGPR ini dilakukan saat 1 MST. 5. Penyiangan gulma Penyiangan gulma ini dilakukan agar tidak terjadi kompetisi unsur hara antara tanaman jagung dengan gulma. Penyiangan gulma dilakukan dengan mencabut gulma yang ada disekitar tanaman. 6. Pembumbunan Pembubunan dilakukan saat akar sudah mulai keluar dari permukaan tanah. Hal ini dilakukan agar tanaman tetap kokoh dan kuat. Cara melakukan pembubunan yaitu dengan membuat gundukan tanah disekitar akar tanaman. 7. Penjarangan Penjarangan pada tanaman jagung dilakukan pada 4 MST. Penjarangan dilakukan dengan memotong salah satu tanaman jagung pada masing-masing lubang tanam agar tidak terjadinya perebutan dalam menyerap nutrisi dan unsur hara. 8. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman bertujuan untuk mengurangi dampak kerusakan pada tanaman budidaya akibat kontak dengan OPT dan tanaman yang terserang penyakit. Kegitan ini dilakukan dengan menggunakan yellow trap dan mengambil hama yang ditemukan di sekitar tanamam kemudian mendokumentasikannya untuk keperluan pengamatan. 3.3.4 Pengamatan Sampel tanaman yang dipilih sebagai pengamatan adalah 10 tanaman secara acak yang terletak di bagian tengah lahan agar dapat menjadi perbandingan. Pengamatan dilakukan 3 MST dengan interval seminggu sekali. Pengamatan tanaman jagung manis meliputi: persentase tumbuh, tinggi tanaman, jumlah daun, waktu muncul malai, diameter tongkol, bobot tongkol jagung dengan kelobot, bobot tongkol jagung tanpa kelobot dan indeks penyakit (IP).



10



3.4 Parameter Pengamatan



Parameter pengamatan tanaman jagung ini meliputi persentase tumbuh, tinggi tanaman, jumlah daun, waktu muncul malai, diameter tongkol, bobot tongkol dengan kelobot, bobot tongkol tanpa kelobot dan indeks penyakit (IP). 3.4.1 Persentase Tumbuh Pengamatan perhitungan persentase tumbuh dilakukan pada 1 minggu setelah tanam. Persentase tumbuh dilakukan dengan menghitung jumlah tanaman yang hidup kemudian membaginya dengan jumlah keseluruhan tanaman yang di tanam dalam satu lahan. 3.4.2 Tinggi Tanaman Pengamatan pengukuran tinggi tanaman pada sampel yang telah ditentukan dilaksanakan pada interval satu minggu sekali mulai dari tanaman berumur tiga minggu setelah tanam (3 MST) dengan menggunakan penggaris atau meteran jahit sebagai alat ukur dan peralatan tulis untuk mencatat hasil pengamatan. Pengukuran tinggi tanaman dilaksanakan dengan mengukur tinggi tanaman dari pangkal batang atau permukaan tanah hingga titik tumbuh tanaman. 3.4.3 Jumlah Daun Pengamatan perhitungan jumlah daun pada sampel yang telah ditentukan dilaksanakan pada interval satu minggu sekali mulai dari tanaman berumur tiga minggu setelah tanam (3 MST). Jumlah daun tanaman dihitung apabila telah terbuka secara sempurna. 3.4.4 Waktu Muncul Malai Pengamatan waktu muncul malai pada tanaman jagung dilaksankan pada saat lebih dari 50% tanaman jagung yang ada di lahan mulai muncul malai, pengamatan waktu muncul malai dilaksanakan secara visual dan menggunakan peralatan tulis untuk mencatat hasil pengamatan. 3.4.5 Diameter Tongkol Pengamatan pengukuran diameter tongkol pada sampel yang telah ditentukan dilaksanakan pada saat jagung telah dipanen. Pengukuran dilaksanakan menggunakan meteran jahit sebagai alat ukur dan peralatan tulis untuk mencatat hasil pengamatan beserta hasil perhitungan, pada pengamatan ini keliling tongkol terlebih dahulu diukur menggunakan meteran jahit, setelah didapatkan data



11



keliling tongkol kemudian dicari diameter tongkol jagung dengan rumus lingkaran. 3.4.6 Bobot Tongkol Dengan Kelobot Pengamatan perhitungan bobot jagung dengan kelobot pada sampel yang telah ditentukan dilaksanakan pada saat



jagung telah dipanen dengan



menggunakan timbangan sebagai alat timbang dan alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan. Pada pengamatan ini jagung ditimbang beserta kelobotnya tanpa perlu dibersihkan terlebih dahulu. 3.4.7 Bobot Tongkol Tanpa Kelobot Pengamatan perhitungan bobot jagung dengan kelobot pada sampel yang telah ditentukan dilaksanakan pada saat



jagung telah dipanen dengan



menggunakan timbangan sebagai alat timbang dan alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan. Pada pengamatan ini jagung dibersihkan terlebih dahulu dari kelobotnya selanjutnya ditimbang dengan menggunakan timbangan. 3.4.8 Indeks Penyakit (IP) dan Pengamatan Arthropoda Pengamatan dilakukan dengan mengamati secara langsung pada lahan yaitu melihat gejala dan tanda penyakit sedangkan pengamatan arthropoda meliputi hama, musuh alami, dan serangga lain. Pengamatan dilakukan mulai 3 MST. 1. Pengamatan indeks penyakit (IP) Pegamatan mulai dilakukan pada 3 minggu setelah tanam dan selanjutnya diamati setiap satu minggu sekali. Pengamatan indeks penyakit dilakukan pada sampel yang telah membuka secara sempurna. Pengukuran indeks penyakit dilakukan dengan menggunakan metode skoring. Cara menghitung indeks penyakit dengan metode skoring adalah dengan membuat skala serangan penyakit terlebih dahulu. Skala serangan penyakit dibedakan menjadi 5 yaitu skala 0 = tidak ada daun yang terserang, skala 1 = luas daun yang terserang 1-25 %, skala 2 = luas daun yang terserang 26-50%, skala 3 = luas daun yang terserang 51-75 %, skala 4 = luas daung yang terserang 76-100%. Kemudian dihitung menggunakan rumus



(



)



X 100%, dimana N : jumlah daun, n = jumlah daun yang



terserang, z = kategori serangan tertinggi, v = skala serangan penyakit. Pengmatan indeks penyakit ini kami lakukan 3 minggu setelah tanam.



12



2. Keragaman Arthropoda Pengamatan ini dilakukan dengam metode visual dan mekanik. Metode visual dilakukan secara langsung pada lahan yaitu melihat lansung hama, musuh alami dan serangga lain yang berada pada tanaman, sedangkan metode mekanik dengan menggunakan yellow trap.



13



4



HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Lahan



Lahan praktikum Teknologi Produksi Tanaman pada komoditas jagung manis terletak di Kelurahan Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur. Secara administratif, kelurahan Jatimulyo disebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Mojolangu, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Tulusrejo, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Ketawanggede, dan sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Dinoyo. Secara keseluruhan, Kecamatan Lowokwaru terletak di daerah dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 460 mdpl. Suhu rata-rata kecamatan lowokwaru berkisar antara 20˚C sampai 28˚C dan curah hujan rata-rata 2.71 mm/hari (Malang Kota, 2017). Serta di daerah Jatimulyo, sistem pengairan sawahnya menggunakan air sungai. Harniati (2002) menyebutkan bahwa suhu ideal untuk tanaman jagung adalah 23˚C -27˚C. Namun, jagung masih dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan kisaran suhu 21˚C -34˚C. Maka berdasarkan suhu tersebut, tanaman jagung manis cocok untuk ditanam didaerah Jatimulyo. Curah hujan yang ideal untuk tanaman jagung pada umumnya antara 200-300 mm perbulan atau yang memiliki curah hujan tahunan antara 800-1200 mm (Barnito, 2009). Hal ini mengindikasikan bahwa curah hujan di lahan Jatimulyo yaitu 989 mm/tahun juga cocok dengan curah hujan yang dibutuhkan oleh tanaman jagung. Selain itu, menurut Syukur dan Rifianto (2013), jagung manis dapat tumbuh baik pada ketinggian tempat optimal 0-1500 meter dibawah permukaan laut (mdpl). Sesuai dengan data yang diperoleh, maka jagung dapat di tanam di lahan Jatimulyo dengan ketinggian sekitar 460 mdpl. Lahan yang digunakan untuk menanam tanaman jagung merupakan lahan bekas tanaman bawang merah, sehingga jagung yang ditanam cukup aman dari serangan hama dan penyakit yang dapat mengakibatkan kerugian. Selain itu juga karena jagung dan bawang merah merupakan tanaman yang berbeda famili. Menurut Nuryanti dan Kasim (2017), rotasi tanaman merupakan bagian dari pola tanam adalah sistim budidaya tanaman denan cara menggilir atau menanam lebih dari satu jenis tanaman yang berbeda dalam waktu yang tidak bersamaan. Beberapa keunggulan rotasi tanaman adalah mampu mengurangi intensitas



14



serangan hama atau penyakit, meningkatkan kesuburan tanah, serta mampu membentuk ekosistem mikro yang stabil. Analisa laboratorium yang telah dilakukan pada lahan jagung manis, didapati hasil kadar air aktual sebesar 79,79% dan kadar air KL sebesar 79,46%. Kadar air yang telah didapat menunjukkan bahwa lahan jagung memiliki tanah yang mengandung air yang cukup tetapi tidak sampai jenuh. Selain itu, dilakukan juga uji berat isi tanah pada lahan jagung manis. Berat isi atau sering juga disebut dengan berat volume tanah merupakan sifat fisika tanah yang sering ditetapkan. Berat isi didefinisikan sebagai masa fase padat tanah (Ms), dibagi dengan volume total tanah (Vt). Berat isi sangat berhubungan erat dengan kepadatan tanah, kemudahan akar menembus tanah, drainase dan aerasi tanah serta sifat fisik tanah lainnya (Darmayanti, 2012). Adapun berat isi yang terkandung pada lahan jagung yaitu sebesar 0,65 gr/cm3. Hasil yang diperoleh tidak lebih tinggi dibandingkan hasil kadar berat isi di lahan komoditas lain. Hal ini berarti tanah yang berada pada lahan jagung tidak terlalu padat sehingga akar mudah menembus tanah untuk menyerap nutrisi maupun air yang tersedia di tanah. 4.2 Parameter Pertumbuhan



Parameter pertumbuhan tanaman jagung ini meliputi persentase tumbuh, tinggi tanaman, jumlah daun, waktu muncul malai, diameter tongkol, bobot tongkol dengan kelobot, bobot tongkol tanpa kelobot dan indeks penyakit (IP). 4.2.1 Persentase Tumbuh Berikut ini adalah hasil pengamatan parameter presentase tumbuh tanaman jagung manis yang dihitung pada 1 MST pada berbagai perlakuan sebagai berikut Berikut ini adalah hasil pengamatan parameter presentase tumbuh tanaman jagung manis yang dihitung pada 1 MST pada berbagai perlakuan sebagai berikut: Tabel 1. Perbandingan Persentase Tumbuh Tanaman Jagung Pada Berbagai Perlakuan (%) Kelas Perlakuan Persentase Tumbuh (%) Kontrol



A



85,5



Defoliasi



F



64,3



Defoliasi + Topping



Q



80,0



Topping



K



78,5



15



Berdasarkan data pengamatan telah didapatkan yaitu parameter presentase tumbuh tanaman berbeda pada setiap perlakuan. Pada perlakuan kontrol memiliki persentase pertumbuhan tertinggi dengan 85,48%, sedangkan persentase pertumbuhan terendah adalah perlakuan defoliasi yaitu 64,28%. Perbandingan persentase tumbuh pada kontrol dan defoliasi yaitu sebesar 21,20%, sedangkan perbandingan persentase tumbuh pada perlakuan kontrol dan defoliasi+topping yaitu sebesar 15,48%. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa persentase tumbuh tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol dan defoliasi. Untuk lebih jelasnya, dapat ditampilkan dalam bentuk diagram sebagai berikut.



Persentase Tumbuh (%)



Persentase Tumbuh (%) 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Kontrol



Defoliasi



Defoliasi + Topping Perlakuan



Topping



Gambar 2. Grafik Persentase Tumbuh Tanaman



Perbedaan peresentase tumbuh dikarenakan ada beberapa faktor yang membuat tanaman tersebut tidak tumbuh antara lain ukuran benih dan kedalaman tanam. Menurut Hasnah (2013), ukuran benih sangat berpengaruh terhadap daya perkecambahan suatu benih. Benih yang memiliki ukuran besar memiliki pertumbuhan bibit yang baik, pertumbuhan lebih tinggi dan memiliki cadangan makanan yang besar dibandingkan dengan benih yang kecil. Hal tersebut dikarenakan benih yang besar lebih cepat menyerap air di sekitar lingkungan tersebut.



16



4.2.2 Tinggi Tanaman Pengamatan tinggi tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 3 MST sampai 7 MST dengan 10 sampel yang telah ditentukan. Berikut adalah tabel ratarata tinggi tanaman jagung pada berbagai perlakuan. Tabel 2. Perbandingan Rata-Rata Tinggi Tanaman Jagung Manis Pada Berbagai Perlakuan (cm) Tinggi Pada Umur Tanam (MST) Perlakuan Kelas 3 4 5 6 7 Kontrol



A



10,9



23,3



32,7



50,9



85



Defoliasi



F



10,3



19,9



30,00



50,3



81,7



Topping + Defoliasi



Q



12,2



20,3



29,8



49,15



82,1



Topping



K



10,4



18,5



30,27



50,3



84,35



Keterangan: MST = Minggu Setelah Tanam Berdasarkan data tabel hasil pengamatan yang telah didapatkan yaitu parameter pertumbuhan tinggi tanaman pada berbagai perlakuan tinggi tanaman berbeda pada setiap sampel. Sampel yang diambil yaitu 10 tanaman kemudian di rata-rata pada setiap perlakuan di umur tanaman 3 MST hingga 7 MST. Perlakuan kontrol tinggi tanaman yaitu 10,9 cm pada 3 MST dan 85 cm pada 7 MST, hal ini menunjukan terdapat peningkatan sebesar 87% dari 3 MST ke 7 MST. Pada perlakuan defoliasi tinggi tanaman yaitu 10,3 cm pada 3 MST dan 81,7 cm pada 7 MST. Jika dibandingkan perlakuan kontrol dan defoliasi pada 3 MST yaitu lebih tinggi 5,5% pada perlakuan kontrol. Pada 4 MST perbandingan pada perlakuan kontrol dan defoliasi yaitu lebih tinggi 18,5% pada perlakuan kontrol. Pada 5 MST perbandingan pada perlakuan kontrol dan defoliasi yaitu lebih tinggi 8% pada perlakuan kontrol. Pada 6 MST perbandingan pada perlakuan kontrol dan defoliasi yaitu lebih tinggi 1% pada perlakuan kontrol. Pada 7 MST perbandingan pada perlakuan kontrol dan defoliasi yaitu lebih tinggi 3,9% pada perlakuan kontrol Perlakuan topping tinggi tanaman yaitu 10,4 cm pada 3 MST dan 84,35 cm pada 7 MST, hal ini menunjukan terdapat peningkatan 88% dari 3 MST ke 7 MST. Jika dibandingkan perlakuan kontrol dan topping pada 3 MST yaitu lebih tinggi 5% pada perlakuan topping. Pada 4 MST perbandingan pada perlakuan kontrol dan toping yaitu lebih tinggi 20% pada perlakuan kontrol. Pada 5 MST



17



perbandingan pada perlakuan kontrol dan toping yaitu lebih tinggi 7% pada perlakuan kontrol. Pada 6 MST perbandingan pada perlakuan kontrol dan toping yaitu lebih tinggi 1% pada perlakuan kontrol. Pada 7 MST perbandingan pada perlakuan kontrol dan toping yaitu lebih tinggi 0,8% pada perlakuan kontrol Perlakuan topping+defoliasi tinggi tanaman yaitu 12,2 cm 3 MST dan 82,1 cm pada 7 MST, hal ini menunjukan terdapat peningkatan 90%. Jika dibandingkan perlakuan kontrol dan defoliasi+topping pada 3 MST yaitu lebih tinggi 10,7 % pada perlakuan defoliasi+toping. Pada 4 MST perbandingan pada perlakuan kontrol dan defoliasi+toping yaitu lebih tinggi 13% pada perlakuan kontrol. Pada 5 MST perbandingan pada perlakuan kontrol dan defoliasi+toping yaitu lebih tinggi 9% pada perlakuan kontrol. Pada 6 MST perbandingan pada perlakuan kontrol dan defoliasi+toping yaitu lebih tinggi 3% pada perlakuan kontrol. Pada 7 MST perbandingan pada perlakuan kontrol dan defoliasi+toping yaitu lebih tinggi 3% pada perlakuan kontrol. Berikut rata-rata tinggi tanaman pada berbagai perlakuan dapat ditampilkan dalam bentuk grafik.



Tinggi Tanaman (cm) 90



Tinggi Tanaman (cm)



80 70 60 50



kontrol



40



toping



30



defoliasi+toping



20



defoliasi



10 0 3MST



4MST



5MST



6MST



7MST



Umur Tanaman (MST)



Gambar 3. Grafik Tinggi Tanaman



Grafik garis diatas menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman dari 3 MST hingga 7 MST pada perlakuan kontrol, defoliasi, defoliasi+topping dan topping. Pertumbuhan tertinggi ditunjukkan dari perlakuan kontrol yaitu tinggi tanaman 85 cm dengan populasi 56 tanaman, sedangkan pertumbuhan terendah ditunjukkan dari perlakuan kontrol didapatkan tinggi tanaman yaitu hanya 95,9 cm dengan



18



populasi 60 tanaman. Defoliasi adalah pemotongan daun di bawah tongkol. Pemotongan tersebut dilakukan untuk menghilangkan bagian tanaman yang bertujuan untuk memaksimalkan translokasi hasil fotosintat ke bagian tongkol. Perlakuan dengan defoliasi sebenarnya tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman karena teknik defoliasi dilakukan saat memasuki fase generatif sehingga tidak mempengaruhi tinggi tanaman jagung. Menurut Sipayung (2010), defoliasi tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, diameter pangkal batang, diameter tongkol, dan panjang tongkol tanaman jagung. Namun pengaruh populasi dalam setiap lahan terlihat nyata terhadap pertumbuhan tanaman. Semakin banyak populasi tanaman dalam satu lahan maka akan terjadi kompetisi sinar matahari dan unsur hara dalam tanah. Mayadewi (2007), berpendapat bahwa populasi tanaman dalam lahan akan merangsang perkembangan tanaman ke atas atau pemanjangan batang. Sehingga perkembangan kesamping atau bertambah besarnya akan terhambat. 4.2.3 Jumlah Daun Pengamatan jumlah daun dilakukan pada saat tanaman berumur 3 MST sampai 7 MST dengan 10 sampel yang telah ditentukan. Berikut adalah tabel ratarata jumlah daun jagung pada berbagai perlakuan. Tabel 3. Perbandingan Rata-Rata Jumlah Daun Tanaman Jagung Manis Pada Berbagai Perlakuan (Helai) Jumlah Daun pada Umur Tanam (MST) Perlakuan Kelas 3 4 5 6 7 Kontrol



A



5,9



7,6



9,2



10



11,5



Defoliasi



F



6,8



9,4



11



10,2



8,3



Topping + Defoliasi



Q



6,4



`8,4



9,3



8,4



8,1



Topping



K



4,8



5,6



6,5



6,6



7,6



Keterangan: MST = Minggu Setelah Tanam Berdasarkan data hasil tabel pengamatan yang telah didapatkan yaitu parameter pertumbuhan jumlah daun (helai) pada berbagai perlakuan banyak jumlah daun berbeda pada setiap sampel. Sampel yang diambil yaitu 10 tanaman kemudian di rata-rata pada setiap perlakuan di umur tanaman 3 MST hingga 7 MST. Pada perlakuan kontrol jumlah daun yaitu 5,9 helai pada 3 MST dan 11,5 helai pada 7 MST, hal ini menunjukan terdapat peningkatan sebesar 48,7% dari 3 MST ke 7 MST. Sedangkan perlakuan defoliasi jumlah daun yaitu 6,8 helai pada



19



3 MST dan 8,3 helai pada 7 MST, hal ini menunjukan terdapat peningkatan 18%. Jika dibandingkan perlakuan kontrol dan defoliasi pada 3 MST yaitu lebih tinggi 13% pada perlakuan defoliasi. Pada 4 MST perbandingan pada perlakuan kontrol dan defoliasi yaitu lebih besar 19% pada perlakuan defoliasi. Pada 5 MST perbandingan pada perlakuan kontrol dan defoliasi yaitu lebih besar 16% pada perlakuan defoliasi. Pada 6 MST perbandingan pada perlakuan kontrol dan defoliasi yaitu lebih besar 2% pada perlakuan defoliasi. Pada 7 MST perbandingan pada perlakuan kontrol dan defoliasi yaitu lebih besar 27% pada perlakuan kontrol. Perlakuan defoliasi+topping yaitu 6,4 helai pada 3 MST dan 8,1 helai pada 7 MST, hal ini menunjukan terdapat peningkatan sebesar 21%. Jika dibandingkan perlakuan kontrol dan defoliasi+topping pada 3 MST yaitu lebih tinggi 7% pada perlakuan defolisai+toping. Pada 4 MST perbandingan pada perlakuan kontrol dan defoliasi+toping yaitu lebih besar 9,5% pada perlakuan defoliasi+toping. Pada 5 MST perbandingan pada perlakuan kontrol dan defoliasi+toping yaitu lebih besar 1 % pada perlakuan defoliasi+toping. Pada 6 MST perbandingan pada perlakuan kontrol dan defoliasi+toping yaitu lebih besar 16% pada perlakuan kontrol. Pada 7 MST perbandingan pada perlakuan kontrol dan defoliasi+toping yaitu lebih besar 30 % pada perlakuan kontrol. Perlakuan topping jumlah daun yaitu 4,8 helai pada 3 MST dan 7,6 helai pada 7 MST, hal ini menunjukan terdapat peningkatan 36,8% dari 3 MST ke 7 MST. Jika dibandingkan perlakuan kontrol dan topping pada 3 MST yaitu lebih tinggi 18% pada perlakuan kontrol. Pada 4 MST perbandingan pada perlakuan kontrol dan topping yaitu lebih besar 26% pada perlakuan kontrol. Pada 5 MST perbandingan pada perlakuan kontrol dan topping yaitu lebih besar 29% pada perlakuan kontrol. Pada 6 MST perbandingan pada perlakuan kontrol dan topping yaitu lebih besar34 % pada perlakuan kontrol. Pada 7 MST perbandingan pada perlakuan kontrol dan topping yaitu lebih besar 34% pada perlakuan kontrol. Berikut rata-rata jumlah daun pada berbagai perlakuan dapat ditampilkan dalam bentuk grafik.



20



Jumlah Daun (Helai) 14



Jumlah Daun (helai)



12 10 8



kontrol



6



toping defoliasi+toping



4



defoliasi 2 0



3MST



4MST 5MST 6MST Umur Tanaman (MST)



7MST



Gambar 4. Grafik Jumlah Daun



Grafik garis diatas menunjukkan pertumbuhan jumlah daun dari 3 MST hingga 7 MST pada semua perlakuan. Pertumbuhan tertinggi ditunjukkan dari perlakuan kontrol yaitu jumlah daun 11,5 helai. Pertumbuhan terendah ditunjukkan dari perlakuan topping dengan jumlah daun yaitu 7,6 helai. Menurut Nindita et al. (2017), daun merupakan organ penting dalam suatu tanaman karena sebagian besar proses terjadinya fotosintesis berlangsung di daun. Pada tanaman jagung, asimilat yang dihasilkan dari proses fotosintesis tersebut akan didistribusikan ke bagian organ-organ tanaman. Maka dari itu dilakukan topping (pemotongan bunga jantan) agar dapat menghilangkan bagian organ tanaman yang sudah tidak digunakan lagi. Akan tetapi, pemotongan bunga jantan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun pada perlakuan topping. Perlakuan defoliasi juga tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah daun dari berbagai perlakuan. Menurut Sipayung (2010), defoliasi tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, diameter pangkal batang, diameter tongkol dan panjang tongkol tanaman jagung. Selain itu fungsi defoliasi yang berpengaruh nyata yaitu untuk mengurangi populasi hama yang hidup di daun pada tanaman jagung manis, sedangkan sisa-sisa daun dari defoliasi dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan pupuk hijau.



21



4.2.4 Waktu Muncul Malai Pengamatan parameter waktu muncul malai dilakukan pada saat malai jagung sudah muncul 50% dari populasi yang ditanam. Berikut merupakan data waktu muncul malai pada tanaman jagung manis dari berbagai perlakuan. Tabel 4. Perbandingan Waktu Muncul Malai Pada Berbagai Perlakuan (HST) Kelas Perlakuan Pengamatan ke-..(HST) Kontrol



A



54



Defoliasi



F



56



Defoliasi + Topping



Q



53



Topping



K



49



Keterangan: HST = Hari Setelah Tanam Berdasarkan pengamatan pada tabel 4 perbandingan muncul malai pada berbagai perlakuan, memiliki hasil yang berbeda-beda. Meskipun memiliki hasil yang berbeda-beda, perbandingan nilainya tidak terlalu jauh. Selisih waktu muncul malai pada perlakuan kontrol dan defoliasi hanya berjarak 2 hari, dengan malai yang muncul terlebih dahulu yaitu tanaman jagung manis dengan perlakuan defoliasi.



Sedangkan



selisih



waktu



muncul



malai



pada



perlakuan



defoliasi+topping dengan topping berjarak 4 hari, dengan malai yang muncul terlebih dahulu yaitu pada perlakuan topping. Dari keseluruhan perlakuan, topping merupakan perlakuan yang pertama kali muncul malai pada tanaman jagung. Berikut parameter pengamatan waktu muncul malai dapat ditampilkan dalam bentuk diagram batang.



22



Waktu Muncul Malai (HST) 58



Umur Tanaman (HST)



56 54 52 50 48 46 44 Kontrol



Defoliasi



Defoliasi + Topping Perlakuan



Topping



Gambar 5. Grafik Waktu Muncul Malai



Berdasarkan diagram batang diatas, waktu muncul malai berbeda-beda pada setiap perlakuan. Dari berbagai perlakuan tersebut, tidak mempengaruhi waktu muncul malai terhadap perlakuan topping dan defoliasi. Hal ini dikarenakan perlakuan topping dan defoliasi dilakukan pada saat tanaman berumur



63



HST.



Menurut



Keputusan



Menteri



Pertanian



Nomor:



3634/Kpts/SR.120/10/2009 varietas talenta jagung manis mulai tumbuh kurang dari 67 HST yaitu sekitar 63 HST karena waktu panen dilakukan 67-75 HST. 4.3 Parameter Hasil



4.3.1 Dimater Tongkol Pengukuran diameter tongkol dapat diketahui setelah melakukan pengukuran menggunakan jangka sorong, kemudian satuannya yang awalnya dalam milimeter dikonversi ke centimeter (cm). Tabel 5. Perbandingan Rata-Rata Diameter Tongkol Jagung Manis Pada Berbagai Perlakuan (cm) Perlakuan Kelas Diameter tongkol (cm) Kontrol



A



4,673



Defoliasi



F



4,521



Defoliasi + Topping



Q



4,543



Topping



K



4,904



23



Berdasarkan data pengamatan diameter tongkol diatas, perbandingan diameter tongkol pada perlakuan kontrol dengan defoliasi sebesar 3,25%. Pada perbandingan diameter tongkol perlakuan kontrol dengan defoliasi+topping sebesar 2,78%. Sedangkan perbandingan pada perlakuan kontrol dengan topping didapati nilai sebesar 4,7%. Dari perbandingan tersebut, persentase tertinggi terdapat pada perbandingan perlakuan kontrol dan topping dengan diameter terbesar terdapat pada perlakuan topping yang bernilai 4,904 cm. Untuk keseluruhan perlakuan, diameter tongkol terkecil terdapat pada perlakuan defoliasi dengan diameter yang bernilai 4,521 cm. Berikut rata-rata diameter tongkol pada berbagai perlakuan dapat disajikan dalam bentuk diagram batang.



Diameter Tongkol (cm) Diameter Tongkol (cm)



5 4,9 4,8 4,7 4,6 4,5 4,4 4,3 Kontrol



Defoliasi



Defoliasi + Topping Perlakuan



Topping



Gambar 6. Grafik Diameter Tongkol



Berdasarkan diagram diameter tongkol jagung pada berbagai perlakuan tanaman jagung diatas, dapat diketahui bahwa rata-rata nilai diameter tongkol jagung paling besar terdapat pada perlakuan topping, sedangkan diameter tongkol terkecil terdapat pada tanaman jagung manis dengan perlakuan defoliasi. Perlakuan defoliasi dengan nilai terendah dapat dipengaruhi oleh pembuang daun pada bagian bawah tongkol. Menurut Surtinah (2005), bahan kering yang disimpan dalam biji berasal dari daun dan sebagian kecil berasal dari bahan yang tersimpan dalam batang sebagai hasil metabolisme sebelum tanaman berbunga. Oleh karena itu kerusakan daun pada saat berbunga atau setelah tanaman berbunga akan mengurangi suplai bahan kering ke biji. Selain itu, Sipayung



24



(2010) yang menyatakan bahwa perlakuan defoliasi tidak terlalu mempengaruhi pertumbuhan vegetatif, tetapi lebih berpengaruh terhadap produksi jagung. Hal ini dikarenakan dengan dilakukannya defoliasi, maka banyak daun dari tanaman jagung yang mampu melakukan proses fotosintesis untuk meningkatkan produksi tongkol berkurang jumlahnya, maka proses produksi tongkol juga akan berkurang. Sedangkan pada hasil pratikum ini menunjukkan bahwa jagung dengan perlakuan topping diperoleh hasil diameter tertinggi dari pada perlakuan defoliasi maupun tanpa perlakuan (kontrol). Menurut Paat et al. (2010) pemangkasan organ lain yang sudah tidak berfungsi seperti bunga jantan dapat mempengaruhi penetrasi cahaya di kanopi jagung. Pemangkasan bunga jantan mengurangi efek naungan pada daun daun tanaman jagung dan berdampak pada kenaikan produktivitas biomassa, melalui fotosintesis. Bunga jantan tanaman jagung merupakan organ yang menyerap 20-40% cahaya matahari setelah penyerbukan dan mengurangi intersepsi yang dilakukan oleh daun (Herlina dan Fitriani, 2017). 4.3.2 Bobot Tongkol dengan Kelobot Bobot tongkol jagung dengan kelobot merupakan salah satu parameter pengamatan dari hasil panen. Bobot jagung dengan kelobot dapat ditimbang dengan timbang dengan satuan gram. Berikut adalah data hasil panen jagung manis dengan berbagai perlakuan Tabel 6. Perbandingan Rata-Rata Bobot Tongkol Jagung Manis Dengan Kelobot Pada Berbagai Perlakuan (gram) Kelas Bobot Jagung Dengan Kelobot Perlakuan (gram) Kontrol



A



251,9



Defoliasi



F



286,0



Defoliasi + Topping



Q



271,4



Topping



K



314,5



Berdasarkan hasil pratikum yang telah dilakukan, persentase perbandingan antara perlakuan kontrol denga defoliasi adalah 11,8%. Untuk perbandingan persentase perlakuan kontrol dengan defoliasi+topping sebesar 7,18%. Sedangkan persentase perbandingan perlakuan kontrol dengan topping bernilai 19,9%. Untuk bobot jagung dengan kelobot yang bernilai terbesar terdapat pada perlakuan topping, sedangkan nilai bobot jagung terendah terdapat jagung tanpa perlakuan



25



(kontrol). Berikut rata-rata bobot jagung dengan kelobotpada berbagai perlakuan dapat disajikan dalam bentuk diagram batang.



Bobot Jagung Dengan Kelobot (gram)



Bobot Tongkol (gram)



350 300 250 200 150 100 50 0 Kontrol



Defoliasi



Defoliasi + Topping Perlakuan



Topping



Gambar 7. Grafik Bobot Tongkol Dengan Kelobot



Berdasarkan diagram diatas, dapat dilihat bobot jagung dengan kelobot pada berbagai perlakuan memiliki nilai yang brebeda-beda. Akan tetapi perbandingan nilai antara perlakuan hanya berbeda tipis. Hasil nilai terbesar terdapat pada perlakuan topping, sedangkan hasil nilai terendah terdapat pada perlakuan kontrpl. Hal ini karena dengan perlakuan topping merupakan memotong bagian tanaman diatas tongkol yang menyebabkan penyerapan sinar matahari oleh tanaman dapat diserap secara maksimal tanpa adanya naungan berupa daun maupun malai. Sedangkan jagung tanpa perlakuan (kontrol), penyerapan sinar matahari dapat diserap oleh daun yang berada diatas tongkol sehingga terjadinya kompetisi dalam menyerap cahaya matahari anatara daun dengan tongkol. Tanaman yang tidak mengalami pemangkasan menghasilkan jumlah biji per tongkol rendah, hal ini disebabkan fotosintat yang dihasilkan pada waktu fase vegetatif selain digunakan untuk perkembangan biji juga digunakan untuk organ tanaman yang tidak dipangkas, sehingga terjadi kompetisi dalam tubuh tanaman (Surtinah 2005). Adapun Herlina (2017) melaporkan bahwa pemangkasan seluruh daun di atas tongkol setelah terjadi pembuahan dapat meningkatkan berat biji per tongkol dan meningkatkan kecepatan penimbunan bahan kering ke biji.



26



Pemangkasan yang dilakukan di bawah tongkol juga memberikan bobot kering tongkol, bobot kering pipilan, bobot 100 biji pipilan yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pemangkasan. 4.3.3 Bobot Jagung tanpa Kelobot Bobot tongkol jagung dengan kelobot merupakan salah satu parameter pengamatan dari hasil panen. Bobot jagung dengan kelobot dapat ditimbang dengan timbang dengan satuan gram. Sebelum melakukan menimbangan, tongkol terlebih dahulu dibersihkan dari kelobotnya. Berikut adalah data hasil panen jagung manis dengan berbagai perlakuan. Tabel 7. Perbandingan Rata-Rata Bobot Tongkol Jagung Manis Tanpa Kelobot Pada Berbagai Perlakuan (gram) Kelas Bobot Jagung tanpa Kelobot Perlakuan (gram) Kontrol



A



179,0



Defoliasi



F



184,6



Defoliasi + Topping



Q



190,8



Topping



K



211,1



Berdasarkan hasil pratikum yang telah dilakukan, persentase perbandingan antara perlakuan kontrol dengan defoliasi adalah 3,03%. Untuk perbandingan persentase perlakuan kontrol dengan defoliasi+topping sebesar 6,18%. Sedangkan persentase perbandingan perlakuan kontrol dengan topping bernilai 15,2%. Untuk bobot jagung tanpa kelobot yang bernilai terbesar terdapat pada perlakuan topping, sedangkan nilai bobot jagung terendah terdapat jagung tanpa perlakuan (kontrol). Berikut rata-rata bobot jagung tanpa kelobot pada berbagai perlakuan dapat disajikan dalam bentuk diagram batang.



Bobot Jagung (gram)



Bobot Jagung tanpa Kelobot (gram) 220



200 180 160 Kontrol



Defoliasi



Defoliasi + Topping



Perlakuan



Gambar 8. Grafik Bobot Jagung Tanpa Kelobot



Topping



27



Berdasarkan diagram diatas, diketahui bahwa rata-rata bobot jagung tanpa kelobot dengan hasil terbesar terdapat pada perlakuan topping dengan berat 211,1 gram. Sedangkan rata-rata bobot jagung tanpa kelobot dengan hasil terendah terdapat pada perlakuan kontrol dengan berat sebesar 179 gram. Dilihat dari semua perlakuan, maka dapat disimpulkan terdapat selisih bobot jagung tanpa kelobot yang cukup signifikan. Nilai terbesar pada perlakuan topping bisa disebabkan oleh cahaya yang diserap oleh tanaman cukup sehingga dapat meningkatkan berat bobot jagung dibandingkan berat jagung tanpa perlakuan (kontrol). Hal ini dikarenakan perlakuan topping merupakan pembuang bagian tanaman bagian atas tongkol, sehinggal tongkol dapat menyerap cahaya matahari tanpa ada gangguan dari daun bagian atas. Hasil penelitian Surtinah (2005), bunga jantan tanaman jagung yang dipangkas memberikan produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan bunga jantan yang tidak dipangkas. Peningkatan tersebut dapat juga disebabkan oleh terhentinya pengiriman asimilat ke bunga jantan karena bunga jantan tidak ada sehingga asimilat yang ada dikirim hanya ke bagian generatif yang membutuhkan yaitu biji. Asimilat yang dikirim ke biji adalah asimilat yang dihasilkan pada masa pertumbuhan vegetatif yang disimpan di bagian batang tanaman jagung dan asimilat yang dihasilkan pada saat pengisian biji. 4.4 Keragaman Arthropoda



Pengamatan keragaman arthropoda dapat dilakukan dengan memasang perangkap seperi sticky yellow trap maupun dengan cara mengamati langsung pada tanaman jagung manis. Berikut hasil pengamatan arthropoda pada lahan jagung manis. Tabel 8. Hasil Pengamatan Arthropoda Komoditas Jagung Nama Serangga Peran Nama Lokal



Nama Ilmiah



Kumbang Spot M



Menochillus sexmaculatus



Musuh Alami (Amir, 2002)



Dokumentasi



28



Serangga lain Lalat Buah



Bactrocera dorsalis



Lalat Tentara Hitam



Hermetia illucens



Kepik Penghisap Polong



Riptortus linearis



Ulat Penggerek Tongkol Jagung



Helicoverpa armigera



(Hasyim et al., 2008)



Serangga Lain (Li et al., 2011)



Hama (Ventura dan Panizzi 2003)



Hama (Arnett, 2000)



Polinator Lebah



Apis dorsata



(Hadisoesilo, 2001)



Hama Belalang Hijau



Oxya chinensis



Mei-ling et al., (2011) Hama



Ulat Grayak



Spodopter litura



(Baco dan Tandiabang 2018)



Berdasarkan tabel diatas Arthropoda yang ditemukan pada yellow sticky trap yaitu kumbang kubah spot M, lalat buah, lalat tentara hitam, ulat grayak dan kepik polong. Arthropoda yang paling dominan ditemukan yaitu lalat buah dan arthopoda yang paling sedikit ditemukan yaitu kumbang kubah spot M. Kumbang



29



kubah spot M dan lalat buah ditemukan pada 6 MST. Sedangkan pada lahan jagung arthopoda yang ditemukan yaitu ulat grayak yang ditemukan pada 7 MST. Kumbang kubah spot M (Menochillus sexmaculatus, Coleoptera: Coccinellidae) merupakan serangga yang berperan sebagai serangga predator untuk hama kutu daun (Aphids sp.). Hal ini sesuai dengan penelitian Yang (2006), menunjukkan bahwa kumbang Menochilis sexmaculatus dapat digunakan sebagai agen pengendali hayati kutu daun. Predator ini mampu memangsa pada stadia larva dan imago, baik jantan atau betina dan dapat memangsa lebih dari 70% telur kutu daun . Predator ini dijumpai di pertanaman dataran rendah sampai tinggi (01200 mdpl) (Amir, 2002). Lalat buah (Bactrocera sp.) berasal dari kelompok famili: Tephritidae, Ordo: Diptera (Pusat Teknik dan Metoda Karantina Hewan dan Tumbuhan, 2004). Lalat buah yang ditemukan di yellow sticky trap, berperan sebagai hama pada tanaman hortikultura salah satunya tanaman cabai, sehingga lalat buah dalam komoditas jagung berperan sebagai serangga lain. Adanya lalat buah, karena lahan jagung dan juga peletakkan yellow sticky trap yang berada dekat dengan lahan tanaman sayur dan buah-buahan, sehingga terdapat kemungkinan adanya lalat buah pada lahan jagung. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hasyim et al. (2008), lalat buah adalah salah satu serangga hama penting tanaman hortikultura di daerah tropis dan subtropis. Black Soldier Fly (BSF), lalat tentara hitam (Hermetia illucens, Diptera: Stratiomyidae) bukan merupakan lalat hama, namun berperan sebagai serangga lain karena tidak menyerang tanaman jagung maupun tanaman yang lain (Li et al., 2011). Lahan jagung dekat dengan area rumah pemukiman warga dan lalat tentara hitam banyak ditemukan pada sisa-sisa sampah masyarakat, sehingga terdapat kemungkinan adanya lalat tentara hitam yang terbang dan menempel pada yellow sticky trap. Menurut Oliveira et al. (2015), lalat ini banyak ditemukan di ekosistem kaya nutrisi dan lembab seperti sampah sisa makanan, kotoran hewan, dan bahan organik lain yang membusuk. Kemampuan BSF dalam memakan sampah organik membuatnya banyak digunakan sebagai salah satu agen dekomposter.



30



Riptortus linearis (Hemiptera: Alydidae) merupakan salah satu hama pengisap polong kedelai. Kepik penghisap polong yang ditemukan di yellow sticky trap berperan sebagai hama pada tanaman kacang-kacangan salah satunya kacang kedelai, sehingga kepik penghisap polong dalam komoditas jagung berperan sebagai serangga lain. Menurut Ventura dan Panizzi (2003), Riptortus linearis merupakan salah satu serangga yang merusak tanaman inang dengan cara menghisap biji pada tanaman kacang-kacangan. Adanya kepik penghisap polong, karena area sekitar lahan jagung dan juga peletakkan yellow sticky trap yang berada dekat dengan area lahan kacang kedelai dan kacang tanah, sehingga danya kemungkinan kepik penghisap polong yang menempel di yellow sticky trap pada lahan jagung. Lebah Apis dorsata ( Hymenoptera: Apidae) merupakan serangga yang berperan sebagai polinator alami bagi tumbuhan untuk melakukan. Apis dorsata hidup dengan berpindah-pindah sesuai dengan kondisi lingkungannya. Menurut Neumann et al. (2000), Apis dorsata memiliki perilaku migrasi berulang, yaitu pergi dan kembali di tempat lingkungan sebelumnya. Apis dorsata akan bermigrasi ke lokasi yang sedang terjadi musim pembungaan. Kelangsungan hidup Apis dorsata didukung oleh ketersediaan sumber pakan dan tempat persarangan. Apis dorsata memanfaatkan tanaman pertanian yang ada di sekitarnya sebagai sumber pakannya (Rianti et al., 2010). Hama yang selalu dijumpai pada pertanaman jagung manis adalah penggerek tongkol jagung Helicoverpa armigera dan merupakan serangga dari ordo lepidoptera dan famili Noctuidae (Khasanah, 2008). Bagian tanaman jagung yang dirusak terutama pada tongkol jagung. Helicoverpa armigera akan menyerang daun yang masih muda kemudian mulai menggerek tongkol jagung. Tongkol yang terserang ditandai rambut atau ujungnya nampak termakan ulat dan pada bagian rambut nampak aktivitas oleh ulat penggerek (Pracaya, 2005). Helicoverpa armigera menyerang setelah tanaman berumur 56 hari setelah tanam. Biji-biji jagung yang sudah terserang ulat tersebut menjadi hampa. Biji hampa dalam keadaan seludang terbuka memudahkan terkontaminasi jamur sehingga menjadi busuk dan berwarna hitam. Adanya Helicoverpa armigera mampu



31



menurunkan produksi tanaman jagung hingga mencapai 80% (Zulaiha et al., 2012). Oxya chinensis (Orthoptera: Acrididae), belalang hijau merupakan hama yang menyerang tanaman padi. Selain tanaman padi, belalang hijau juga menyerang tanaman jagung. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mei-ling et al. (2011), Oxya chinensis merupakan salah satu hama pertanian yang paling serius dan banyak ditemukan pada tanaman padi, tebu, jagung, kentang dan juga tanaman lainnya. Hama yang menyerang biasanya pada fase nimfa dan imago. Belalang hijau di temukan di lahan jagung pada saat 3 MST. Gejala serangan yang ditimbulkan hama ini berupa bekas gigitan tidak rata pada tepi daun, sehingga daun menjadi rusak. Rusaknya daun menyebabkan luasan daun akan berkurang dan berpengaruh terhadap proses fotosintesis yang terjadi (Swastika et al., 2004). Selain itu hama yang menyerang padi yaitu ulat grayak (Spodoptera litura) yang ditemukan pada saat tanaman berumur 7 MST. Menurut Baco dan Tandiabang (2018), ulat grayak merupakan hama yang polifag. Selain menyerang jagung, ulat grayak juga menyerang tanaman padi, sorgum dan kacang-kacangan. Ulat grayak dapat memakan daun tanaman sampai habis sehingga hanya tersisa tulang daunnya saja. 4.5 Intensitas Penyakit



Berikut adalah hasil pengamatan intensitas penyakit tanaman jagung manis yang diambil dari 10 sampel yang diamati pada saat berumur 3 MST hingga 8 MST pada berbagai perlakuan yaitu sebagai berikut Tabel 9. Perbandingan Rata-Rata Intensitas Penyakit Metode Skorsing Tanaman Jagung Manis Pada Berbagai Perlakuan (%) Intensitas Penyakit (%) pada Umur Tanaman (mst) Perlakuan Kelas 3



4



5



6



7



Topping



K1



0,0%



0,0%



2.5%



2.5%



10,0%



Kontrol



A1



0,0%



0,0%



5.9%



15.1%



20.7%



Defoliasi



F1



6.2%



7.0%



8.4%



10.7%



13.3%



Topping + Defoliasi



Q1



0,0%



0,0%



0,0%



0,0%



0,0%



Keterangan: MST = Minggu Setelah Tanam



32



Berdasarkan tabel diatas, selisih rata-rata intensitas penyakit antara perlakuan topping dengan kontrol sebesar 10,7% dengan nilai rata-rata intensitas penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol. Sedangkan selisih rata-rata intensitas penyakit antara perlakuan defoliasi dengan topping+defoliasi sebesar 13,3% dengan nilai rata-rata intensitas penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan defoliasi. Berikut disajikan intensitas penyakit dalam bentuk diagram grafik.



Intensitas Penyakit (%) Intensitas Penyakit (%)



25 20 15



Topping



10



Kontrol Defoliasi



5



Topping+Defoliasi



0 3



4



5



6



7



Umur Tanaman (MST)



Gambar 9. Grafik Intensitas Penyakit



Berdasarkan data hasil pengamatan terdapat beberapa perlakuan tanaman jagung manis yang terserang penyakit yaitu penyakit hawar daun yang disebabkan cendawan Helminthosporium maydis, dan gosong bengkak oleh cendawan Ustilago maydis. Dari beberapa perlakuan, tanaman yang terserang penyakit yaitu pada perlakuan topping, control dan defoliasi. Penyakit hawar daun yang disebabkan cendawan Helminthosporium maydis menyerang 1 tanaman jagung manis pada saat 5 MST perlakuan topping pada satu petak lahan dengan populasi tanaman sebanyak 44 tanaman dengan presentase penyakit hawar daun pada perlakuan topping yaitu 2.5-10%. Pada perlakuan kontrol penyakit hawar menyerang pada saat 5 MST dengan populasi tanaman sebanyak 51 tanaman dengan presentase 5.96%. Selain itu, terdapat penyakit gosong yang disebabkan oleh cendawan Ustilago maydis pada 6 MST, presentase penyakit gosong pada perlakuan defoliasi yaitu 10.7% dan penyakit hawar daun pada saat 3 MST dengan presentase penyakit 6.2% dengan populasi tanaman sebanyak 36 tanaman.



33



Tanaman jagung manis lebih banyak terserang penyakit hawar daun (Helminthosporium maydis). Penyakit hawar daun disebabkan oleh cendawan Helminthosporium maydis sehingga penularannya dapat disebakan karena terbawa angin atau udara. Menurut Wakman dan Burhanudin (2007) konidia menempel pada permukaan daun jagung kemudian konidium bekecambah lalu pembuluh kecambah dari konidium menginfeksi jaringan daun jagung melalui stomata dan merusak jaringan sel pada daun setelah itu memperbanyak diri dan menyebar keseluruh jaringan tanaman dan mengnfeksi tanaman jagung lainnya dengan bantuan angin. Gejala serangan penyakit hawar daun ditandai dengan muncul bercak coklat kelabu. Selanjutnya, bercak-bercak berubah warna menjadi coklat tua. Bercak kemudian membesar dan mempunyai bentuk yang khas, berupa kumparan atau perahu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Muis et al. (2001), gejala visual yang menunjukkan ciri khas serangan Helminthosporium maydis adalah bercak agak memanjang, bagian tengah agak melebar, makin ke pinggir makin kecil, berwarna cokelat keabuan, dikelilingi oleh warna kekuningan sejajar tulang daun. Pada tingkat serangan yang berat dapat menyebabkan daun menjadi mengering. Ustilago maydis adalah cendawan penyebab penyakit gosong bengkak pada tanaman jagung (Zea mays L.). Tongkol jagung yang terserang Ustilago maydis mengalami pembekakan yang besar dengan ukuran mencapai 1,5 cm yang ditutupi dengan jaringan yang berwarna putih kehijauan yang tampak mengkilat. Menurut Purnomo (2002), bagian dalamnya nampak gelap dan pada serangan berat akan pembekakan akan pecah dan berubah jadi seperti tepung yang berupa spora coklat gelap sampai hitam. Bunga jantan yang terinfeksi menyebabkan semua tongkol terinfeksi penyakit gosong bengkak. Hal ini disebabkan karena penyebaran sporidia terbawa oleh angin atau udara dan percikan air dapat menginfeksi jagung muda. Penyakit Ustilago maydis berkembang dengan baik pada saat keadaan kering dengan suhu 26-34°C. 4.6 Pembahasan Umum



Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu bahan pangan yang penting di Indonesia karena jagung merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia dapat mempengaruhi jumlah



34



produksi jagung. Salah satu faktor yang mempengaruhi tumbuh atau tidaknya tanaman adalah kedalaman tanam. Kedalaman untuk menanam benih tidak terlalu dalam yaitu antara 2 cm hingga 3 cm. Semakin dangkal maka bibit berpotensi dimakan oleh hama yang membuat tanaman gagal tumbuh, sedangkan semakin dalam benih di tanaman maka semakin rendah kemampuan benih untuk berkecambah dan muncul diatas permukaan. Untuk kedalaman tanam 2-3 cm yang memiliki jarak yang hampir sama pembentukan akar memanjang dan akar dapat terbentuk dengan baik, sebaliknya pada kedalaman yang terlalu dalam dari permukaan tanah, maka pelindung akan kering di dalam tanah tanpa membentuk akar yang berakibat bibit akan mati (Santoso dan Purwoko, 2008). Dengan kedalaman penanaman yang terlalu dalam dapat membuat akar sulit untuk terbentuk yang berakibat bibit jagung akan mati. Agar mendapatkan hasil yang maksimal pada bobot pipilan jagung manis, maka diperlukan teknik budidaya yang tepat. Selain itu juga diiringi dengan perawatan seperti pemupukan, penyiraman, pencabutan gulma dan lain sebagainya. Salah satu teknik budidaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan bobot pipilan jagung yaitu dengan pengaplikasian teknik topping dan defoliasi. Topping dan defoliasi merupakan teknik pemangkasan atau perompesan bagian tanaman untuk memaksimalkan penyerapan cahaya matahari dan translokasi hasil fotosintat ke tongkol jagung. Menurut Aryadi et al. (2013), perlakuan defoliasi merupakan salah satu upaya untuk mengurangi persaingan internal hasil asimilasi dan memaksimalkan asimilat yang akan ditranslokasikan ke biji. Sedangkan menurut Satriyo et al. (2016) bunga jantan tanaman jagung merupakan organ yang banyak menyerap 20-40% dari cahaya matahari setelah penyerbukan dan mengurangi intersepsi yang dilakukan oleh daun, sehingga bunga jantan sebaiknya di pangkas setelah terjadi penyerbukan. Daun merupakan salah satu organ tanaman yang paling penting. Karena daun merupakan tempat terjadinya fotosintesis yang dapat menghasilkan gula/karbohidrat. Akan tetapi, banyaknya jumlah daun pada tanaman jagung dapat mempengaruhi pertumbuhan generatif yaitu pada pembentukan biji yang mana dapat menghambat perkembangan tongkol. Hal ini karena terjadinya persaingan nutrisi dan penyerapan cahaya matahari. Hasil fotosintesis yang ditranslokasikan



35



tidak tidak hanya menuju ke tongkol jagung, melainkan kebagian organ tanaman lain seperti daun-daun yang masih berada di bawah tongkol. Selain itu perompesan atau pemangkasan ini juga dapat membuang bagian tanaman seperti daun yang terserang hama. Adapun parameter pertumbuhan tinggi tanaman tidak berpengaruh terhadap berat bobot tongkol yang dihasilkan. Bobot tongkol pada perlakuan topping menghasilkan nilai terbesar dibandingkan dengan perlakuan defoliasi, defoliasi+topping maupun tanpa perlakuan (kontrol). Sedangkan bobot tongkol terkecil dihasilkan pada perlakuan defoliasi. Perlakuan topping dilaksanakan pada saat tanaman berumur 63 HST yaitu masuk kedalam stadia 10, dimana biji telah masak fisiologis. Pernyataan ini sejalan dengan pernyataan BPTP Sumbar (2009), yang menyatakan bahwa waktu topping yang tepat adalah pada stadia 10 yaitu biji telah masak fisiologis, dengan ciri-ciri akumulasi bahan kering sudah berhenti, kadar air dalam biji menurun, dan kelobot luar sudah mulai mengering. Adapun menurut Herlina dan Fitriani (2017), pemangkasan daun diatas tongkol memiliki efek yang lebih besar dalam meningkatkan hasil biji dan tongkol jagung dibandingkan dengan daun bawah. Hal ini dikarenakan dengan perlakuan topping, maka daun yang dibuang merupakan daun muda yang berada dibagian atas tanaman, sedangkan pada perlakuan defoliasi yang dibuang merupakan daun tua yang berada dibagian bawah tanaman. Dengan dibuangnya daun muda, maka daun bagian bawah akan tetap melakukan fotosintesis, dan hasil fotosintesis tersebut dapat disalurkan secara fokus pada bagian atas yang tersisa, yaitu tongkol jagung. Maka hasil yang didapatkan ialah hasil dari tongkol jagung akan lebih tinggi. Berdasarkan penelitian Harti dan Praha (2015), menyatakan bahwa pembuangan sejumlah daun atau defoliasi pada tanaman jagung dari banyak penelitian pada umumnya menunjukkan penurunan hasil, lebih banyak daun yang dibuang dan lebih cepat dilakukan menyebabkan penurunan yang lebih besar. Pemangkasan daun-daun yang berada dibawah tongkol pada 5, 15 dan 30 hari setelah zinking (pengisian biji) dapat menurunkan hasil jagung masing-masing 17%; 10,64% dan 6,38%. Budidaya tanaman yang tidak diiringi dengan kontrol hama dan penyakit dapat memberikan pengaruh besar terhadap pertumbuhan OPT dan penyakit.



36



Jarak tanaman sangat berpengaruh besar terhadap pertumbuhan OPT. OPT menyerang ketika kondisi tanaman rentan dan lingkungan yang mendukung. Diketahui bahwa keragaman arthropoda pada komoditas jagung terdiri dari hama, predator, dan serangga lain. Masing-masing hama memiliki gejala serangan dan bioekologi yang berbeda seperti Kumbang kubah spot M (Menochillus sexmaculatus, Coleoptera: Coccinellidae) merupakan serangga yang berperan sebagai serangga predator untuk hama kutu daun (Aphids sp.). kumbang Menochilis sexmaculatus dapat digunakan sebagai agen pengendali hayati kutu daun. Pada komoditas jagung hama yang selalu di jumpai adalah penggerek tongkol jagung Helicoverpa armigera dan merupakan serangga dari ordo lepidoptera dan famili Noctuidae (Khasanah, 2008). Ulat penggerek tongkol menyerang daun yang masih muda kemudian mulai menggerek tongkol jagung. Biji yang terserang menjadi hampa, jika keadaan seludang terbuka memudahkan terkontaminasi jamur sehingga menjadi busuk dan berwarna hitam. Kemudian ditemukan juga belalang hijau (Oxya chinensis) (Orthoptera: Acrididae). Menurut Yuliani et al. (2016) hama belalang hijau O. chinensis adalah hama yang bersifat polifag. Menurut Yuliani (2003) gejala serangan O. chinensis pada jagung adalah adanya bekas lubang gigitan tidak rata dan menyebar dari tepi daun hingga ke bagian tengah daun. Lalat buah (Bactrocera sp.) berasal dari kelompok famili: Tephritidae, Ordo: Diptera (Pusat Teknik dan Metoda Karantina Hewan dan Tumbuhan, 2004). Lalat buah sebagai berperan sebagai serangga lain. Selain lalat buah juga ditemukan Riptortus linearis (Hemiptera: Alydidae) merupakan salah satu hama pengisap polong kedelai. Kepik penghisap polong yang ditemukan di yellow sticky trap berperan sebagai serangga lain pada tanaman jagung. Kemudian lalat tentara hitam (Hermetia illucens, Diptera: Stratiomyidae) bukan merupakan lalat hama, namun berperan sebagai serangga lain karena tidak menyerang tanaman jagung maupun tanaman yang lain karena lalat tantara hitam memakan sampah organik membuatnya banyak digunakan sebagai salah satu agen dekomposter (Li et a., 2011). Kemudian lebah Apis dorsata (Hymenoptera: Apidae) merupakan



37



serangga lain pada tanaman jagung yang berperan sebagai polinator alami bagi tumbuhan untuk melakukan penyerbukan. Penyakit yang sering ditemukan pada beberapa perlakuan tanaman jagung manis yang terserang penyakit yaitu penyakit hawar daun yang disebabkan cendawan Helminthosporium maydis, gosong bengkak oleh cendawan Ustilago maydis. Penyakit hawar daun yang disebabkan cendawan Helminthosporium maydis dengan penularan melalui angina atau udara. Menurut Muis et al. (2001), gejala serangan penyakit hawar daun ditandai dengan muncul bercak coklat kelabu. Selanjutnya, bercak-bercak berubah warna menjadi coklat tua. Bercak kemudian membesar dan mempunyai bentuk yang khas, berupa kumparan atau perahu. Selain hawar ada beberapa penyakit yang terdapat pada tanaman jagung, seperti Ustilago maydis yang merupakan cendawan penyebab penyakit gosong bengkak pada tanaman jagung. Menurut Purnomo (2002), bagian dalamnya nampak gelap dan pada serangan berat akan pembekakan akan pecah dan berubah jadi seperti tepung yang berupa spora coklat gelap sampai hitam. Penyebaran sporidia Ustilago maydis terbawa oleh angin atau udara dan percikan air dapat menginfeksi jagung muda.



38



5 5.1



PENUTUP Kesimpulan



Berdasarkan hasil pengamatan pratikum, dapat diketahui bahwa perlakuan defoliasi memiliki pertumbuhan rata-rata tinggi tanaman tertinggi. Sedangkan untuk jumlah daun, perlakuan kontrol memiliki rata-rata jumlah daun terbanyak. Parameter hasil produksi tanaman jagung manis yang telah diperoleh, diameter tongkol, bobot tongkol tanpa kelobot maupun bobot tongkol dengan kelobot didapati hasil tertinggi pada perlakuan defoliasi. Pada pratikum ini, parameter pertumbuhan dengan parameter hasil tanaman jagung manis tidak ada hubungannya. Karena perlakuan tanaman jagung manis dilakukan pada saat tanaman jagung sudah masuk fase generatif yaitu biji tongkol sudah terbentuk. Sedangkan pada saat fase generatif, pengamatan parameter pertumbuhan sudah terhenti. Berdasarkan pratikum tanaman jagung yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa perlakuan topping dapat meningkatkan hasil produksi tanaman jagung manis, karena perlakuan topping ini dilaksanakan pada saat dtanaman jgung manis sudah berumur 60 MST dan pernyataan ini sudah sesuai dengan literatur yang ada. 5.2



Saran



Berdasarkan hasil pratikum Teknologi Produksi Tanaman yang telah dilaksanakan, disarankan untuk meningkatkan hasil produksi tanaman jagung manis memberikan perlakuan topping pada saat tanaman sudah berumur 60 MST.



39



DAFTAR PUSTAKA Affandi, A., H. Hamim dan N. Nurmauli. 2014. Pengaruh Pemupukan Urea dan Teknik Defoliasi Pada Produksi Jagung (Zea mays L.) Varietas Pioneer 27. J. Agrotek Tropika, 2(1): 89-94. Amir, M. 2002. Kumbang Lembing Pemangsa Coccinellidae Di Indonesia. Biodiversity conservation Project. Bogor. Arnett, J. R. H. 2000. American Insects: A Handbook of The Insects of America North of Mexico. CTC press. Aryadi, D. P., N. Nurmauli dan H. Hamim. 2013. defoliasi dan pemberian pupuk urea dalam meningkatkan hasil jagung (zea mays l.) varietas pioneer 27. J. Agrotek Tropika, 1(2): 128-133 Atman. 2009. Pengaruh Waktu Pemotongan Bagian Tanaman Diatas Tongkol (Topping) Pada Tanaman Jagung. J. Ilmiah Tambua, 3(2): 183-187. Baco, D dan J. Tandiabang. 2018. Hama Utama Jagung dan Pengendaliannya. Balai Penelitian Tanaman Pangan Maros. Diakses di balitsereal.litbzng.pertanian.go.id pada tanggal 27 November 2019. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Kementrian Perdagangan (BAPPEPTI). 2015. Gudang SRG Solusi Impor Jagung. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. Diakses di http://www.bappepti.go.id pada tanggal 11 Oktober 2019. Badan Pusat Statistik. 2015. Survei Pertanian Produksi Tanaman Pangan dan Palawija. Diakses di http://www.bps.go.id pada tanggal 11 Oktober 2019. Balai Penelitian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumbar. 2009. Pengaruh Waktu Pemotongan Bagian Tanaman diatas Tongkol (Topping) pada Tanmanan Jagung. Diakses di http://sumbar.litbang.pertanian.go.id/ pada tanggal 22 Novemver 2019. Barnito, N. 2009. Budidaya Tanaman Jagung. Suka Abadi. Yogyakarta. 96 hlm. Darmayanti, A. S. 2012. Beberapa Sifat Fisika Kimia Tanah Yang Berpengaruh Terhadap Model Kecepatan Infiltrasi Pada Tegakan Mahoni, Jabon, Dan Trembesi Di Kebun Raya Purwodadi. Berk. Penel Hayati: 17 185–191. Hasnah, T. M. 2013. Pengaruh Ukuran Benih Terhadap Pertumbuhan Bibit Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.). J. Warna Benih, 14(2): 119134.



40



Harniati, U. 2002. Keunggulan dan Kelemahan Sistem Alley Cropping Serta Peluang dan kendala Adopsinya di Lahan Kering dan Bagian Hulu. Diakses di http://216.239.33.100/search?q:rudyct.tripod.com/sem1_023/umi_haryti.ht m+lahan+kering&hl pada tanggal 7 November 2019. Harti, A. O. R dan P. S, Praha. 2015. Efek Pemupukan N Dan Defoliasi Terhadap Komponen Pertumbuhan Dan Hasil Jagung (Zea Mays L.) Kultivar Makmur I PadaSistem Tanam Single Row. J. Ilmu Pertanian dan Peternakan, 3(2): 118-124. Hasyim, A., Muryati dan De Kogel. 2008. Population Fluctuation Of Adult Males Of The Fruit Fly Bactrocera Tau Walker (Diptera: Tephritidae) In Passion Fruit Orchards In Relation To Abiotic Factors And Sanitation. Indonesian Journal of Agricultural Sciences: 9(1): 29-33. Herlina, N dan W. Fitriani. 2017. Pengaruh Persentase Pemangkasan Daun Dan Bunga Jantan Terhadap Hasil Tanaman Jagung (Zea mays L.). J. Biodjati, 2(2): 115-125. Khasanah, N. 2008. Pengendalian Hama Penggerek Tongkol Jagung Helicoverpa armigera Hubner. (Lepidoptera : Noctuidae) Dengan Beauveria bassiana Strain Lokal Pada Pertanaman Jagung Manis Di Kabupaten Donggala. J. Agroland. 15(2): 106-111. Koeswara. 2009. Respons Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt) Terhadap Pemberian Pupuk Cair Tnf Dan Pupuk Kandang Ayam. Balai Penelitian Tanah. Kristiani. 2010. Uji Berbagai Jenis Pupuk Organik Cair Terhadap Produksi Jagung Manis (Zea mays sacharata Sturt) pada Dystrudcpt. Skripsi. Pertanian Universitas Riau. Li Q, Zheng L, Qiu N, Cai H, Tomberlin JK, Yu Z. 2011. Bioconversion of Dairy Manure By Black Soldier Fly (Diptera: Stratiomyidae) for Biodiesel And Sugar Production. Waste Manag. 31: 1316-1320. Malangkota.go.id. 2017. Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. Diakses di http://keclowokwaru.malangkota.go.id. pada tangggal 23 November 2019. Mayadewi, N. N. A. 2007. Pengaruh Jenis Pupuk Kandang Dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan Gulma Dan Hasil Jagung Manis. Fakultas Pertanian Udayana Denpasar Bali. J. Agritop, 26(4):153-159.



41



Mei-ling, Y., Y. Kun., G. Ya-ping., M. En-bo, dan Z. Jian-zhen. 2011. A Photosensitivity Insecticide, 5-Aminolevulinic Acid, Exerts Effective Toxicity to Oxya chinensis (Orthoptera: Acridoidea). Agricultural Sciences in China 10(7): 1056-1063. Muis, A., S. Pakki, dan Sutjiati. 2001. Peran Varietas Dan Fungisida Dalam Pengendalian Penyakit Bercak Daun (Helminthosporium maydis) Pada Tanaman Jagung. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 20(2): 6−11. Neumann, P., Koeniger, N., Koeniger, G., Tingek, S., Kryger, P., Morits, R. F. A. 2000. Home-Site Fidelity Of Migratory Honeybees. Nature. 406:474-475 Nindita, A. D., Koesriharti, dan T. Islami. 2017. Pengaruh Pemotongan Bunga Jantan (Topping) dan Pupuk Kandang Sapi Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea mays var. saccharata). J. Protan, 5 (9): 1554-1560. Nuryanti, D. M dan N.N, Kasim. 2017. Analisis Pendapatan Usahatani Pola Rotasi Tanaman Padi-Jagung Manis Di Desa Mulyasari



Kecamatan



Sukamaju. J. Tabaro, 1(2): 95-104. Oliveira, F., Doelle F, List R, O'Reilly J. R. 2015. Assessment of Diptera: Stratiomyidae, Genus Hermetia illucens (L, 1758) Using Electron Microscopy. JEZS. 3(5):147-152. Paat, F. J., Rogi, J. E. X. & Runtunuwu, D. S. 2010. Model Pertumbuhan dan Produksi Jagung Hibrida Pada Perlakuan Pemberian Nitrogen Serta Pemangkasan Tassel. J. Eugenia. 16 (3) : 228-236. Pracaya. 2005. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya, Jakarta. 417 hlm. Purnomo, B. 2002. Pengantar Epidemiologi Penyakit Tanaman. (diktat) Faperta Unib. Bengkulu. Pusat Teknik dan Metoda Karantina Hewan dan Tumbuhan (PTMKHT). 2004. Petunjuk Teknis Surveilan Lalat Buah. Jakarta: Badan Karantina Pertanian. Razali, 2008. Respon Dua Varietas Jagung Pada Berbagai Defoliasi dan Pemberian NaCl. Tesis. Program Studi Agronomi. Sekolah Pascasarjana. Universitas Sumatera Utara. Medan.



42



Rianti, P., Suryobroto B., Atmowidi, T. 2010. Diversity and efectiveness of insect pollinators of Jatropha curcas L. (Euphorbiaceae). Hayati J Biosci. 17(1):38-42. Roesmarkam, A. dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta. p. 156. Santoso, Bambang B. Bambang S. Purwoko. 2008. Pertumbuhan Bibit Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) pada Berbagai Kedalaman dan Posisi Tanam Benih. Bul. Agron. 36(1) : 70-77. Satriyo, T. A., E. Widaryanto dan B. Guritno. 2016. Pengaruh Posisi dan Waktu Pemangkasan Daun Pada Pertumbuhan, Hasil dan Mutu Benih Jagung (Zea mays L.). J. Protan, 4(4): 256 – 263. Sipayung, S. 2010. Peranan Tiga Daun di Sekitar Tongkol pada Pengisian Biji Tongkol Utama Tanaman Jagung (Zea mays L). Skripsi. Universitas Katolik Santo Thomas Sumut Medan. Shodikin, A dan T. Wardiyati. 2017. Pengaruh Defoliasi dan Detasseling Terhadap Hasil Tanaman Jagung (Zea mays L.). Plantropica Journal of Agricultural Science, 2(1): 18-22. Subekti, N. A., Syafruddin., R. Efendi dan S. Sunarti. 2008. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. Surtinah. 2005. Hubungan Pemangkasan Organ Bagian Atas Tanaman Jagung (Zea mays L.) dan Dosis Urea Terhadap Pengisian Biji. J. Ilmial Pertanian, 1(2): 27-35. Surtinah. 2008. Waktu Panen yang Tepat Menentukan Kandungan Gula Biji Jagung Manis (Zea mays Saccharata). J. Ilmu Pertanian, 4 (2): 1-4. Swastika, D., K. S. Kasim., F. Sudana., W. Hendayani., R. Suhariyanto., K. Gerpacio., V dan Pingali, P. L. 2004. Maize in Indonesia, Production Systems, Constraints, and Research Priorities . CIMMYT. Syukur, M dan A. Rifianto. 2013. Jagung Manis. Penebar Swadaya. Jakarta p. 121-122. Ventura, U. M., dan A. R. Panizzi. 2003. Population Dynamics, Gregarious Behavior And Oviposition Preference of Neomegalotomus parvus



43



(Westwood) (Hemiptera: Heteroptera: Alydidae). J. Brazilian Archives of Biol and Tech 46 p. 33–39. Wakman, W. & Burhanuddin. 2007. Pengelolaan Penyakit Prapanen Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. Warisno. 2007. Budidaya Jagung Manis Hibrida. Kanisius. Yogyakarta. p. 9. Yang, P. 2006. Laboratory Study Of Predation Curinus coeruleus (Mulsant) (Col;Coccinellidae) On Eggs of Aedes albopictus (Diptera:Cullcidae). J. Proc. Hawaian Entomol.Soc. 38: 127-129. Zulaiha, S., Suprapto, dan D. Apriyanto. 2012. Infestasi Beberapa Hama Penting Terhadap Jagung Hibrida Pengembangan dari Jagung Lokal Bengkulu Pada Kondisi Input Rendah di Dataran Tinggi Andisol. J. Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 1 (1): 15-28.



44



LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Varietas Deskripsi Jagung Manis Varietas Talenta LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 3634/Kpts/SR.120/10/2009 TANGGAL : 19 Oktober 2009 Asal : PT. Agri Makmur Pertiwi Silsilah : Suw2/SF1:2-1-2-1-5-3-2-1-1-bk xPcf5/HB6:4-41-1-2-3-3-2-1-bk Golongan varietas : Hibrida silang tunggal Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 157,7 – 264,0 cm Kekuatan perakaran : Kuat Ketahanan kerebahan : Tahan Bentuk penampang batang : Bulat Diameter batang : 2,9 – 3,2 cm Warna batang : Hijau Bentuk daun : Bangun pita Ukuran daun : Panjang 75,0 – 89,4 cm, lebar 7,0 – 9,7 cm Warna daun : Hijau Tepi daun : Rata Bentuk ujung daun : Runcing Permukaan daun : Agak kasar Bentuk malai (tassel) : Terbuka dan bengkok Warna malai (anther) : Kuning Umur panen : 67 – 75 hari setelah tanam Bentuk tongkol : Kerucut Ukuran tongkol : Panjang 19,7 – 23,5 cm, diameter 4,5 – 5,4 cm Warna rambut : Kuning Berat per tongkol : 221,2 – 336,7 g Jumlah tongkol per tanaman : 1 tongkol Baris biji : Lurus Jumlah baris biji : 12 – 16 baris Warna biji : Kuning Tekstur biji : Lembut Rasa biji : Manis Kadar gula : 12,1 – 13,6 obrix Berat 1.000 biji : 150 – 152 g Daya simpan tongkol pada suhu kamar (23 – 27 oC) : 3– 4 hari setelah panen Hasil tongkol : 13,0 – 18,4 ton/ha Populasi per hektar : 51.700 tanaman Kebutuhan benih per hektar : 10,7 – 11,0 kg Keterangan : Beradaptasi dengan baik di dataran rendah sampai medium dengan altitude 150 – 650 m dpl Pengusul : PT. Agri Makmur Pertiwi



45



Peneliti



: Andre Christantius, Moedjiono, Ahmad Muhtarom Novia Sriwahyuningsih (PT. Agri Makmur Pertiwi), Kuswanto (Unibraw)



46



Lampiran 2. Denah Lahan (Pengambilan Sampel)



Keterangan: : Tanaman Sampel : Jagung var. Talenta



47



Lampiran 3. Perhitungan Pupuk Perlubang Tanam Diketahui: Luas lahan: 2,6 m x 3 m = 7,8 m2 Jarak Tanam 70 cm x 20 cm = 1.400 cm2 = 0,14 m2 Populasi tanaman = 56 Dosis pupuk SP36 = 150 kg/ha Dosis pupuk Urea = 250 kg/ha Dosis pupuk KCl = 200 kg/ha Dosis pupuk kandang = 10 ton/ha Ditanya: a. Kebutuhan pupuk SP36 pertanaman? b. Kebutuhan pupuk Urea pertanaman? c. Kebutuhan pupuk KCl pertanaman? d. Kebutuhan pupuk kandang perpetak? Jawab: Populasi tanaman = = 56 tanaman a. Kebutuhan pupuk SP36 pertanaman Kebutuhan pupuk perpetak



= = = 0,117 kg/peta



Kebutuhan pupuk pertanaman



= =



= 2 gram/tanaman b. Kebutuhan pupuk Urea pertanaman Kebutuhan pupuk perpetak



= =



= 0,195 kg/petak



48



Kebutuhan pupuk pertanaman



= =



= 3, 48 gram/tanaman Kebutuhan pupuk Urea pada 2 MST = = 1,16 gram/tanaman Kebutuhan pupuk Urea pada 4 MST = = 2,32 gram/tanaman c. Kebutuhan pupuk KCl pertanaman Kebutuhan pupuk perpetak



= = = 0,156 kg/petak



Kebutuhan pupuk pertanaman



= = = 2,78 gram/tanaman



Kebutuhan pupuk KCl pada 2 MST



= 1 x 2,78 3 = 0,9 gram/tanaman



Kebutuhan pupuk KCl pada 4 MST



= = 1,85 gram/tanaman



d. Kebutuhan pupuk kandang perpetak =



= = 7,8 kg/petak



49



Lampiran 4. Data Pengamatan Semua Parameter + Perhitungan Komoditas : Jagung dengan tanpa perlakuan (Kontrol) Kelas :A A. Persentase Tumbuh



= = 85% B. Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman TS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ratarata



3 MST 14 9 8 12 14 11 11 9 12 9



4 MST 22 20 23 23 24 23 25 24 16 23



10,9



22,3



Pengamatan ke-... MST 5 MST 6 MST 7 MST 34 56 93 33 47 76 30 49 83 32 54 88 34 60 98 31 46 86 37 60 90 30 46 82 38 54 88 28 37 66 32,7



50,9



85



8 MST 112 82 90 94 102 90 100 92 112 85 95,5



C. Tabel Pengamatan Jumlah Daun TS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ratarata



3 MST 7 6 6 6 6 7 6 5 5 5



4 MST 10 8 8 8 7 8 8 6 6 7



5,9



7,6



Pengamatan ke-... MST 5 MST 6 MST 7 MST 10 11 12 9 10 11 9 10 12 9 10 11 9 10 11 9 9 12 10 10 11 10 10 12 9 10 12 8 10 11



D. Waktu Muncul Malai : 54 HST



9,2



10



11,5



8 MST 13 13 14 13 14 13 13 13 14 13 13,3



50



E. Tabel Hasil Diameter Tongkol TS



Diameter Tongkol (cm)



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata



4,62 4,46 4,55 4,78 5,10 4,90 5,10 4,30 3,82 5,10 4,673



F. Tabel Hasil Bobot Tongkol dengan Kelobot TS



Bobot Tongkol Dengan Kelobot (gr)



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata



284 171 174 267 393 318 333 173 130 276 251,9



G. Tabel Hasil Bobot Tongkol tanpa Kelobot TS



Bobot Tongkol Tanpa Kelobot (gr)



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata



189 126 136 185 271 226 251 128 92 186 179



51



H. Intensitas Penyakit Intensitas Penyakit (%) pada Umur Tanaman (mst) 3 4 5 6 7 8 0 0 7.5 11.3 17.8 25 0 0 5.56 17.5 22.73 25 0 0 8.33 17.5 19.2 19.6 0 0 5.56 17.5 22.7 26.9 0 0 8.33 17.5 20.45 23.2 0 0 7.5 12.5 18.75 22.9 0 0 2.5 17.5 20.8 21.1 0 0 2.5 12.5 20.8 21.1 0 0 5.5 12.5 20.8 25 0 0 6.25 15 22.7 26.9



TS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-Rata



0



0



5.96



Perhitungan IP 5 MST ∑( Sampel 1 =



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



Sampel 2 = Sampel 3 = Sampel 4 = Sampel 5 = Sampel 6 = Sampel 7 = Sampel 8 = Sampel 9 =



∑(



Sampel 10 = 6 MST ∑( Sampel 1 =



) (



) (



) (



) (



) (



) (



) (



) (



)



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



Sampel 2 = Sampel 3 = Sampel 4 = Sampel 5 = Sampel 6 = Sampel 7 = Sampel 8 = Sampel 9 =



∑(



Sampel 10 =



) (



) (



) (



) (



)



15.1



20.7



23.6



52



7 MST ∑( Sampel 1 =



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



Sampel 2 = Sampel 3 = Sampel 4 = Sampel 5 = Sampel 6 = Sampel 7 = Sampel 8 = Sampel 9 =



∑(



Sampel 10 = 8 MST ∑( Sampel 1 =



) (



) (



) (



) (



) (



) (



) (



)



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



∑(



) (



) (



) (



) (



)



Sampel 2 =



Sampel 3 = Sampel 4 = Sampel 5 = Sampel 6 = Sampel 7 = Sampel 8 = Sampel 9 =



∑(



Sampel 10 =



) (



) (



) (



) (



)



Komoditas : Jagung dengan perlakuan Defoliasi Kelas :F A. Persentase Tumbuh



53



B. Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman Pengamatan ke… mst TS 3



4



5



6



7



8



1



10



18



23



40



64



124



2



13



24



37



60



100



134



3



13



22



38



59



95



145



4



10



19



31



53



85



138



5



10



20



30



53



87



124



6



8



17



25



40



64



126



7



7



17



26



47



76



133



8



11



20



30



52



83



142



9



11



21



30



50



80



132



10



10



21



30



49



83



141



Rata-rata



10,3



19,9



30



50,3



81,7



133,9



C. Tabel Pengamatan Jumlah Daun Pengamatan ke… mst TS 3



4



5



6



7



8



1



7



9



9



10



8



10



2



8



10



12



10



9



10



3



7



11



13



11



9



10



4



7



10



12



10



9



10



5



6



8



11



10



8



10



6



6



9



11



9



8



11



7



6



9



11



11



8



9



8



7



9



10



11



8



10



9



7



11



11



10



7



9



10



7



8



10



10



9



10



Rata-rata



6,8



9,4



11



10,2



8,3



9,9



D. Waktu Muncul Malai : 56 HST



54



E. Tabel Hasil Diameter Tongkol TS



Diameter Tongkol (cm)



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-Rata



4,5 4,75 4,5 4,4 4,76 4,07 4,64 4,56 4,5 4,53 4,521



F. Tabel Hasil Bobot Tongkol Tanpa Kelobot TS



Bobot Tongkol tanpa Kelobot (gr)



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-Rata



169 225 198 143 206 130 196 217 180 182 184,6



G. Tabel Hasil Bobot Tongkol Dengan Kelobot TS



Bobot Tongkol dengan Kelobot (gr)



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-Rata



240 340 290 220 290 220 330 360 280 290 286



55



H. Intensitas Penyakit (IP) Intensitas Penyakit (%) pada Umur Tanaman (mst) 3 4 5 6 7 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2.5 2.5 10 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0



TS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 RataRata



0



0



0.25



0.25



Perhitungan IP Tanaman Sampel 1 a. 3 mst: b. 4 mst: IP = c. 5 mst: IP = d. 6 mst: IP = e. 7 mst: IP =



(5 0) (2 1) (0 2) (0 3) (0 4) 4 7 (7 0) (2 1) (0 2) (0 3) (0 4) 4 9 (7 0) (0 1) (2 2) (0 3) (0 4) 4 9 (8 0) (1 1) (0 2) (0 3) (1 4) 4 10 (5 0) (1 1) (0 2) (0 3) (2 4) 4 8



100



= 7,1 %



100



= 5,6 %



100



= 11,1 %



100



= 12,5 %



100



= 28,1 %



Tanaman Sampel 2 a. 3 mst: b. 4 mst: IP = c. 5 mst: IP = d. 6 mst: IP = e. 7 mst: IP =



(6 0) (2 1) (0 2) (0 3) (0 4) 4 8 (7 0) (3 1) (0 2) (0 3) (0 4) 4 10 (9 0) (3 1) (0 2) (0 3) (0 4) 4 12 (8 0) (0 1) (2 2) (0 3) (0 4) 4 10 (7 0) (1 1) (0 2) (1 3) (0 4) 4 9



100



= 6,3 %



100



= 7,5 %



100



= 6,3 %



100



= 10 %



100



= 11,1 %



Tanaman Sampel 3 a. 3 mst: b. 4 mst: IP = c. 5 mst: IP = d. 6 mst: IP = e. 7 mst: IP =



(4 0) (3 1) (0 2) (0 3) (0 4) 4 7 (7 0) (4 1) (0 2) (0 3) (0 4) 4 11 (10 0) (1 1) (2 2) (0 3) (0 4) 4 13 (9 0) (1 1) (0 2) (1 3) (0 4) 4 11 (7 0) (1 1) (1 2) (0 3) (0 4) 4 9



100



= 10,7 %



100



= 9,1 %



100



= 9,6 %



100



= 9,1 %



100



= 8,3 %



Tanaman Sampel 4 a. 3 mst: b. 4 mst: IP =



(7 0) (0 1) (0 2) (0 3) (0 4) 4 7 (7 0) (3 1) (0 2) (0 3) (0 4) 4 10



100 100



=0% = 7,5 %



1



1



56



c. 5 mst: IP = d. 6 mst: IP = e. 7 mst: IP =



(9 0) (1 1) (2 4 (8 0) (1 1) (0 4 (7 0) (1 1) (0



2) (0 3) (0 4) 12 2) (0 3) (1 4) 10 2) (1 3) (0 4) 4 9



100



= 10,4 %



100



= 12,5 %



100



= 11,1 %



Tanaman Sampel 5 a. 3 mst: b. 4 mst: IP = c. 5 mst: IP = d. 6 mst: IP = e. 7 mst: IP =



(4 0) (2 1) (0 2) (0 3) (0 4) 4 6 ( 0) (2 1) (0 2) (0 3) (0 4) 4 8 (9 0) (1 1) (1 2) (0 3) (0 4) 4 11 (8 0) (1 1) (0 2) (0 3) (1 4) 4 10 (7 0) (0 1) (0 2) (0 3) (1 4) 4 8



100



= 8,3 %



100



= 6,3 %



100



= 6,8 %



100



= 12,5 %



100



= 12,5 %



Tanaman Sampel 6 a. 3 mst: b. 4 mst: IP = c. 5 mst: IP = d. 6 mst: IP = e. 6 mst: IP =



(4 0) (2 1) (0 2) (0 3) (0 4) 4 6 (6 0) (3 1) (0 2) (0 3) (0 4) 4 9 (9 0) (0 1) (2 2) (0 3) (0 4) 4 11 (7 0) (1 1) (0 2) (1 3) (0 4) 4 9 (7 0) (0 1) (1 2) (0 3) (0 4) 4 8



100



= 8,3 %



100



= 8,3 %



100



= 9,1 %



100



= 11,1 %



100



= 6,3 %



Tanaman Sampel 7 a. 3 mst: b. 4 mst: IP = c. 5 mst: IP = d. 6 mst: IP = e. 7 mst: IP =



(6 0) (0 1) (0 2) (0 3) (0 4) 4 6 (7 0) (2 1) (0 2) (0 3) (0 4) 4 9 (8 0) (3 1) (0 2) (0 3) (0 4) 4 11 (7 0) (1 1) (0 2) (1 3) (0 4) 4 9 (7 0) (0 1) (1 2) (0 3) (0 4) 4 8



100



=0%



100



= 5,6 %



100



= 6,8 %



100



= 4,5 %



100



= 6,3 %



Tanaman Sampel 8 a. 3 mst: b. 4 mst: IP = c. 5 mst: IP = d. 6 mst: IP = e. 7 mst: IP =



(4 0) (3 1) (0 2) (0 3) (0 4) 4 7 (6 0) (3 1) (0 2) (0 3) (0 4) 4 9 (7 0) (3 1) (0 2) (0 3) (0 4) 4 10 ( 0) (1 1) (1 2) (0 3) (0 4) 4 11 (6 0) (1 1) (0 2) (0 3) (1 4) 4 8



100



= 10,7 %



100



= 8,3 %



100



= 7,5 %



100



= 6,8 %



100



= 15,6 %



Tanaman Sampel 9 a. 3 mst: b. 4 mst: IP = c. 5 mst: IP = d. 6 mst: IP = e. 7 mst: IP =



(5 0) (2 1) (0 2) (0 3) (0 4) 4 7 (7 0) (4 1) (0 2) (0 3) (0 4) 4 11 (9 0) (0 1) (2 2) (0 3) (0 4) 4 11 (8 0) (1 1) (0 2) (1 3) (0 4) 4 10 (6 0) (0 1) (0 2) (0 3) (1 4) 4 7



100



= 7,1 %



100



= 9,1 %



100



= 9,1 %



100



= 10 %



100



= 14,3 %



Tanaman Sampel 10 a. 3 mst:



(6 0) (1 1) (0 2) (0 3) (0 4) 4 7



100



= 3,6 %



57



b. 4 mst: IP = c. 5 mst: IP = d. 6 mst: IP = e. 7 mst: IP =



Komoditas Kelas



0) (1 1) (0 2) 4 8 (8 0) (1 1) (1 2) 4 10 (7 0) (1 1) (1 2) 4 10 (6 0) (1 1) (1 2) 4 9 (



(0 3) (0 4)



100



= 3,1 %



(0 3) (0 4)



100



= 7,5 %



(0 3) (1 4)



100



= 17,5 %



(0 3) (1 4)



100



= 19,4 %



: Jagung dengan perlakuan Defoliasi + Topping :Q



A. Persentase Tumbuh



B. Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman TS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 RataRata



Hari Pengamatan Ke…. (MST) 5 6 7



3



4



8



14 12 12 11 12 13 12 10 13 13



24 20 21 18 20 23 22 16 21 18



35 29 28 25,5 34 34 30,5 23 30,5 28,5



61 49 50 39 60 58,5 48 34 47 45



104 84 79 62 94,5 97 78,5 60,5 81,5 80



118,5 131,5 137 126,5 145 128 113 117 121 122



12,2



20,3



29,8



49,15



82,1



125,95



C. Tabel Pengamatan Jumlah Daun TS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10



3



4



8 7 6 6 6 6 6 4 7 8



9 8 8 9 8 9 8 7 8 10



Hari Pengamatan Ke…. (MST) 5 6 7 9 10 10 9 9 9 10 8 9 10



9 9 8 8 8 9 8 8 9 8



8 8 8 8 8 9 8 8 8 8



8 9 11 11 10 11 10 10 13 11 10



58



RataRata



6,4



8,4



9,3



8,4



8,1



10,6



D. Waktu Muncul Malai : 53 HST



E. Tabel Hasil Diameter Tongkol TS



Diameter Tongkol (cm)



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10



4,8 4,69 4,6 3,74 4,54 4,92 4,35 4,52 4,98 4,29



Rata-Rata



4,543



F. Tabel Hasil Bobot Tongkol dengan Kelobot TS



Bobot Tongkol dengan Kelobot (gr)



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-Rata



331 239 281 182 292 362 247 246 332 202 271,4



G. Tabel Hasil Bobot Tongkol tanpa Kelobot TS



Bobot Tongkol tanpa Kelobot (gr)



1 2 3 4 5 6



227 172 193 121 190 250



59



7 8 9 10 Rata-Rata



187 179 245 144 190,8



H. Internsitas Penyakit Intensitas Penyakit (%) pada Umur Tanaman (mst) TS 3



4



5



6



7



8



1



0



0



0



0



0



0



2



0



0



0



0



0



0



3



0



0



2.5



2.5



10



10



4



0



0



0



0



0



0



5



0



0



0



0



0



0



6



0



0



0



0



0



0



7



0



0



0



0



0



0



8



0



0



0



0



0



0



9



0



0



0



0



0



0



10



0



0



0



0



0



0



Rata-Rata



0



0



0.25



0.25



1



1



Perhitungan IP 3 MST   8  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 1. IP    100 %  100 %  0% 48 32     7  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 2. IP    100 %  100 %  0% 4 7 28     6  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 3. IP    100 %  100 %  0% 4 6 24     6  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 4. IP    100 %  100 %  0% 4 6 24     6  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 5. IP    100 %  100 %  0% 4 6 24  



60



  6  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 6. IP    100 %  100 %  0% 4 6 24     6  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 7. IP    100 %  100 %  0% 4 6 24     4  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 8. IP    100 %  100 %  0% 4 4 16     7  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 9. IP    100 %  100 %  0% 4 7 28     8  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 10. IP    100 %  100 %  0% 48 32  



4 MST   9  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 1. IP    100 %  100 %  0% 49 36     8  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 2. IP    100 %  100 %  0% 48 32     8  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 3. IP    100 %  100 %  0% 48 32     9  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 4. IP    100 %  100 %  0% 49 36     8  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 5. IP    100 %  100 %  0% 48 32     9  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 6. IP    100 %  100 %  0% 49 36     8  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 7. IP    100 %  100 %  0% 48 32     7  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 8. IP    100 %  100 %  0% 4 7 28  



61



  8  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 9. IP    100 %  100 %  0% 48 32     10  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 10. IP    100 %  100 %  0% 4 10 40  



5 MST   9  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 1. IP    100 %  100 %  0% 49 36     10  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 2. IP    100 %  100 %  0% 4 10 40     10  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 3. IP    100 %  100 %  0% 4 10 40     9  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 4. IP    100 %  100 %  0% 49 36     9  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 5. IP    100 %  100 %  0% 49 36     9  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 6. IP    100 %  100 %  0% 49 36     10  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 7. IP    100 %  100 %  0% 4 10 40     8  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 8. IP    100 %  100 %  0% 48 32     9  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 9. IP    100 %  100 %  0% 49 36     10  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 10. IP    100 %  100 %  0% 4 10 40  



62



6 MST   9  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 1. IP    100 %  100 %  0% 49 36     9  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 2. IP    100 %  100 %  0% 49 36     8  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 3. IP    100 %  100 %  0% 48 32     8  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 4. IP    100 %  100 %  0% 48 32     8  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 5. IP    100 %  100 %  0% 48 32     9  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 6. IP    100 %  100 %  0% 49 36     8  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 7. IP    100 %  100 %  0% 48 32     8  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 8. IP    100 %  100 %  0% 48 32     9  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 9. IP    100 %  100 %  0% 49 36     8  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 10. IP    100 %  100 %  0% 48 32  



7 MST   8  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 1. IP    100 %  100 %  0% 48 32     8  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 2. IP    100 %  100 %  0% 48 32     8  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 3. IP    100 %  100 %  0% 48 32  



63



  8  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 4. IP    100 %  100 %  0% 48 32     8  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 5. IP    100 %  100 %  0% 48 32     9  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 6. IP    100 %  100 %  0% 49 36     8  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 7. IP    100 %  100 %  0% 48 32     8  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 8. IP    100 %  100 %  0% 48 32     8  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 9. IP    100 %  100 %  0% 48 32     8  0  0 1  0  2  0  3  0  4 0 10. IP    100 %  100 %  0% 48 32   Komoditas : Jagung dengan perlakuan Topping Kelas :K



A. Persentase Tumbuh



= = 78,57% B. Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman TS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ratarata



3 MST 3,3 6,8 7,9 11,1 8,2 15,2 15,1 12,5 16,3 7,6



4 MST 9 13,3 15,5 19,5 18 23 23,3 22 24 18



10,4



18,56



Pengamatan ke-... MST 5 MST 6 MST 18 25 19,5 34 20,5 32 31 56 22,7 36 37,5 62,7 41 71,3 39 63,5 46 73 27,5 49,5 30,27



50,3



7 MST 38,5 54 53 95 55,5 111,5 124,5 110 117,5 84



8 MST 60,5 81 104 141 95 159 136 156 154,5 150



84,35



123,7



64



C. Tabel Pengamatan Jumlah Daun TS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata



3 MST 4 4 5 6 3 5 5 6 6 4 4,8



Pengamatan ke-... MST 5 MST 6 MST 5 6 6 5 6 5 7 7 6 6 6 7 6 7 7 8 8 8 8 7 6,5 6,6



4 MST 5 5 5 6 5 6 6 7 6 5 5,6



7 MST 7 6 7 8 5 8 9 9 11 6 7,6



D. Waktu Muncul Malai : 49 HST E. Tabel Hasil Diameter Tongkol TS



Diameter Tongkol (cm)



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10



3,8 4,14 5,1 4,8 5,1 5,4 5,1 5,1 5,4 5,1



Rata-rata



4,904



F. Tabel Hasil Bobot Tongkol dengan Kelobot TS



Bobot Tongkol Dengan Kelobot (gr)



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata



201 217 298 274 276 392 291 323 490 383 314,5



8 MST 8 7 10 9 7 12 9 11 11 8 9,2



65



G. Tabel Hasil Bobot Tongkol Tanpa Kelobot TS



Bobot tongkol tanpa kelobot (gr)



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata



98 118 193 206 200 276 207 231 316 266 211,1



H. Intensitas Penyakit Intensitas Penyakit (%) pada Umur Tanaman (mst)



TS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10



3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0



4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0



5 0 0 2.5 0 0 0 0 0 0 0



6 0 0 2.5 0 0 0 0 0 0 0



7 0 0 10 0 0 0 0 0 0 0



8 0 0 10 0 0 0 0 0 0 0



Rata-Rata



0



0



0.25



0.25



1



1



Perhitungan IP 3 MST Sampel 1 = Sampel 2 = Sampel 3 = Sampel 4 = Sampel 5 = Sampel 6 = Sampel 7 = Sampel 8 =



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



66



Sampel 9 =



( (



Sampel 10 = 4 MST Sampel 1 = Sampel 2 = Sampel 3 = Sampel 4 = Sampel 5 = Sampel 6 = Sampel 7 = Sampel 8 = Sampel 9 =



) ( ) (



) ( ) (



) ( ) (



) (



)



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



Sampel 10 =



) (



) (



) (



x 100 % =



) (



x 100 % =



=0% =0%



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



)



x 100 % =



=0%



5 MST Sampel 1 = Sampel 2 = Sampel 3 = Sampel 4 = Sampel 5 = Sampel 6 = Sampel 7 = Sampel 8 = Sampel 9 =



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



Sampel 10 =



) (



) (



) (



) (



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



x 100 % =



= 2.5 %



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



)



x 100 % =



=0%



6 MST Sampel 1 = Sampel 2 =



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



67



Sampel 3 = Sampel 4 = Sampel 5 = Sampel 6 = Sampel 7 = Sampel 8 = Sampel 9 =



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



Sampel 10 = 7 MST Sampel 1 = Sampel 2 = Sampel 3 = Sampel 4 = Sampel 5 = Sampel 6 = Sampel 7 = Sampel 8 = Sampel 9 =



Sampel 2 = Sampel 3 = Sampel 4 = Sampel 5 = Sampel 6 = Sampel 7 =



) (



) (



) (



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) ( (



) (



) ( ) (



) ( ) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) (



) (



)



(



) (



) (



) ( ) (



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



) ( ) (



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



x 100 % =



= 10 %



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



x 100 % = x 100 % =



=0% =0%



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



x 100 % =



= 10 %



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



) )



=0%



x 100 % =



)



) (



) (



=0%



) (



) (



) (



x 100 % =



)



(



(



= 2.5 %



)



(



Sampel 10 = 8 MST Sampel 1 =



) (



x 100 % =



x 100 % =



x 100 % =



=0% =0%



68



) (



Sampel 8 = Sampel 9 = Sampel 10 =



( (



) (



) (



) (



)



x 100 % =



) (



) (



) (



) (



)



) (



) (



) (



) (



)



=0%



x 100 % =



=0%



x 100 % =



=0%



69



Lampiran 5. Logbook Kegiatan + Dokumentasi No



Tanggal



Kegiatan



1.



26 Agustus 2019



Pengolahan Lahan



2.



2 September 2019



Persiapan Lahan dan Penanaman



Deskripsi Pengolahan lahan dilakukan menggunakan alat cangkul dan cetok. Alat ini berfungsi untuk menghancurkan bongkahan tanah menjadi agregat yang lebih kecil. Pada pengolahan lahan juga membersihkan tanah dari gulma selanjutnya memberikan pupuk kandang untuk meningkatkan kesuburan tanah Persiapan lahan dilakukan dengan membuat lubang tanam sesuai ketentuan, sedangkan penanaman dilakukan dengan menanam 2 benih dalam satu lubang tanam selanjutnya ditimbun dengan pupuk kandang dan diberi pupuk SP36



Dokumentasi



70



3.



9 September 2019



Penyulaman dan pemberian PGPR



4.



16 September 2019



Pemupukan 2 MST



5.



23 September 2019



Penentuan sampel dan pengamatan parameter 3MST



30 September 2019



Pengamatan parameter 4MST, pemupukan dan penjarangan



6.



Terlebih dahulu mengitung jumlah persentase tumbuhnya kemudian menyulam pada tanaman yang tidak tumbuh. Setelah disulam, semua populasi disiram dengan PGPR Pemupukan dilakukan dengan cara di tugal. Pupuk yang digunakan yaitu KCl dan Urea dengan dosis secukupnya Penentuan sampel dipilih secara acak sebanyak 10 buah selanjutnya dilakukan pengamatan dengan parameter tinggi tanaman, jumlah daun dan indeks penyakit Pengamatan parameter 4 MST meliputi tinngi, jumlah daun dan IP pada tanaman. Selain itu juga dilakukan pemupukan dengan pupuk KCl dan Urea serta dilakukannya penjarangan.



71



7.



14 Oktober 2019



8



21 Oktober 2019



9



9 November 2019



10



4 November 2019



Pengamatan parameter 4 MST meliputi tinngi, jumlah Pengamatan daun dan IP parameter 6 pada tanaman. MST dan Setelah pengaplikasian dilakukan PGPR pengamatan parameter maka tanaman disiram dengan PGPR Pengamatan dan perawatan 7 MST meliputi tinggi tanaman, jumlah daun Waktu muncul dan IP. Selain malai itu juga di 7 MST ini malai sudah muncul 50% dari total populasi. Umur tanaman pada 9 MST dilakukan perlakuan topping yaitu memotong bagian tanaman Perlakuan diatas tongkol. topping Adapun alat dan bahan yang dibutuhkan yaitu gunting/cutter dan plastik besar. Pemanenan pada tanaman jagung dilakukan saat tanaman berumur 9 MST. Terlebih Pemanenan dahulu yang dipanen adalah tanaman sampel. Setelah itu dilakukan perhitungan diameter



72



tongkol, bobot jagung tanpa kelobot serta bobot jagung dengan kelobot



73



Lampiran 6. Dokumentasi Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman No



Mst Ke-...



1



3 MST



2



4 MST



3



5 MST



4



6 MST



5



7 MST



Dokumentasi



74



6



8 MST



7



9 MST



8



11 MST



75



Lampiran 7. Keragaman Arthropoda Nama Serangga Peran Nama Lokal



Nama Ilmiah



Kumbang Spot M



Menochillus sexmaculatus



Lalat Buah



Bactrocera dorsalis



Lalat Tentara Hitam



Hermetia illucens



Kepik Penghisap Polong



Riptortus linearis



Ulat Penggerek Tongkol Jagung



Ulat Penggerek Tongkol Jagung



Lebah



Apis dorsata



Musuh Alami



Serangga lain



Serangga Lain



Hama



Hama



Polinator



Dokumentasi



76



Belalang Hijau



Oxya chinensis



Ulat Grayak



Spodopter litura



Hama



Hama



Lampiran 8. Data Kadar Air Komoditas Jagung Sampel Jagung



Berat Isi Tanah (gr/cm3) 0,65



Kadar Air KL (%) 74,49



Kadar Air Aktual (%) 79,79