Penggembalaan Gereja [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah. Tugas dan panggilan untuk melayani umat Allah butuh persiapan yang benar-benar siap. Sebagai pelayan harus menyiapkan segala-galanya untuk melayani dengan tulus dan ikhlas bahkan butuh pengorbanan yang luar biasa, dan bukan hanya untuk mendapat pekerjaan, seperti kata Yesus : “setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh kebelakang tidak layak untuk kerajaan Allah” (Lukas.9:62) Gaya dan cara kepemimpinan berpengaruh besar terhadap vitalisasi organisasi. Hal itu umum diakui. Malah ada ahli yang menganggap fakta ini sebagai fakta sentral atau sedikitnya sebagai titik tolak menuju perubahan1. Dalam kaitan dengan pemimpin jemaat, maka hal itu sangat berpengaruh bagi kemajuan dan kehidupan jemaat tanpa pemimpin, dan pemimpin yang aktif mengakibatkan jemaat tidak bisa lagi mewartakan Firman ke sesama anggota jemaat, secara langsung di jemaat terjadi krisis pembangunan jemaat. Dan pada umumnya pemimpin umat katakanlah pendeta jemaat kebanyakan berurusan dengan masalah-masalah kerohanian dalam jemaat dan kadangkadang mengabaikan aspek yang lain. Padahal tugas pendeta tidak hanya sebatas apa yang disebutkan itu ia mengacu pada semua aspek hidup umat baik secara jasmani maupun rohani. Tugas memberitakan Injil, melayani sakramen dan lain-lain dalam gereja adalah penting dalam menumbuh-kembang iman jemaat atau umat2. Ada orang yang sangat menghargai tugas dan tanggung jawab yang ia beban tetapi ada juga orang yang acuh tak acuh dengan tugas yang ia bebankan. Sifat-sifat ini tidak pernah tidak ada di dalam diri setiap manusia entah faktor-faktor apa yang menyebabkannya sehingga manusia menjadi demikian. Oleh karena itu perlu adanya reformasi diri dalam hal menghargai tugas dan tanggung jawab kita. Reformasi diri adalah perlu untuk melangkah maju. Tetapi harus juga kita hati-hati dengan revormasi diri karena tidak semua revormasi itu berjalan mulus, ada yang menjurus pada perubahan yang tidak baik dan ada juga yang baik. Kaitannya dengan hal diatas lalu bagaimana dengan gereja atau tugas dan tanggung jawab gereja. Lalu bagaimana dengan tugas dan tanggung jawab seorang pendeta? Seorang pendeta adalah memikul pekerjaan fungsional dan bertugas ganda yakni ada dipihak jemaat dan dirinya sendiri. Dipihak jemaat adalah berupaya memajukan kehidupan jemaat dari yang ada, baik fisik maupun non fisik sedangkan untuk dirinya yaitu harus menjadikan dirinya contoh bagi orang 1 Jan Hendriks, Jemaat Vital & Menarik : Membangun jemaat dengan menggunakan metode lima faktor, Kanisius, Yokyakarta : 2002. hal : 66 2 G.D. Dahlenbugr., Siapakah Pendeta itu ?. Jakarata : BPK-GM, 1993. hal.7.



lain. Hal ini wajib untuk dilaksanakan. Namun tujuan utama adalah membangun jemaat. Menurut Van Art Beek, pastoral dalam konotasi praktiknya berarti merawat atau memelihara. Pastoral selalu diwarnai oleh semua sendi pelayanan dari setiap orang sebagai orang-orang yang sudah dirawat dan diasuh oleh Allah secara sungguh-sungguh3. Pendapat ini menunjukan bahwa tujuan atau sasaran pastoral adalah menunjuk pada sifat merawat dan memelihara. Untuk mewujudkan sikap tersebut, maka pastoral dilakukan secara berkesinambungan. Itu berarti bahwa, harus membutuhkan persiapan studi yang baik dan cukup. Berhubungan dengan pekerjaannya yang banyak bergerak dibidang praktik, persiapan (studi) seperti yang diselenggarakan oleh gereja-gereja dibanyak tempat menyangkut sebagian dari Teologi praktika4. Melalui pembangunan jemaat ini kita diharapkan membuat program-program gereja yang dapat membangun umat untuk menjadi pemain utama di dalam gereja. Hal ini sejalan dengan ide J. Handriks yang mengatakan bahwa : “pimpinan gereja tidak boleh mengambil alih tanggung jawab manusia, melainkan harus menolong manusia untuk menerima tanggung jawab itu5.” Namun sangat disayangkan bahwa tugas untuk melayani di gerejapun masih dijalankan oleh sebagian pendeta yang masih cenderung keliru untuk menjalankannya sehingga banyak tugas dan tanggung jawab para pendeta yang diabaikan. Pastoral menurut J.L. Ch. Abineno merupakan suatu panggilan pekerjaan yang sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh banyak orang.” Tidak boleh dianggap dan diperlakukan sebagai pelayanan sampingan. Ia tidak boleh dikerjakan oleh orang-orang yang tidak berpengetahuan dan keterampilan untuk itu. Dalam pekerjaannya pastor harus bertolak dari prinsip-prinsip Protestan antara lain :Pertama : kedaulatan Kristus sebagai Tuhan. Kedua : percakapan yang bertanggung jawab antara Allah sebagai pencipta dan manusia sebagai makhluk. Ketiga : persembahan hidup (kepada Allah) dan panggilan imamat dari tiap-tiap orang-orang percaya. Dan keempat : pembebasan dari penjara pembenaran diri sendiri ke dalam kebebasan dari pembenaran oleh orang percaya 6. Artinya bahwa setiap orang yang mengalami permasalahan dan kesulitan pasti membutuhkan orang lain yang memiliki kemampuan pastoral untuk membantu dan menolong orang yang bermasalah supaya dapat memperkecil persoalan hidupnya. Setiap manusia pasti membutuhkan teman untuk dapat



3



Art Van Beek, Pendampingan Pastoral, Jakarta : BPK-GM, 2003, hal 10 J. L. Ch. Abineno., Pedoman Praktis Untuk Pelayanan Pastoral. Jakarta : BPK-GM. 2006. Hal. 132. 5 Timotius Kurniawan.s. 3 Dimensi Keesaan Dalam Jemaat, BPK GM, Jakarta: 2008, hal:32 6 Hadari Wawani. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gajah Madah Universitas Press. 1990, hal. 63. 4



mengungkapkan perasaannya yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi, namun yang sangat diharapkan untuk dapat mencurahkan perasaan mereka kepada majelis dan pendeta. B. Rumusan Masalah dan Tujuan Penulisan. 1. Rumusan Masalah Letak permasalahan dalam tulisan ini adalah



seorang



pendeta yang



mengabaikan tugas atau pelayanannya di tengah – tengah jemaat, Apa dan bagaimanakah tugas pendeta itu ? Bagaimanakah situasi jemaat yang pendetanya tidak tinggal di rumah jemaat ? Apakah pendeta yang tidak tinggal di rumah jemaat dapat mengatur pelayanan pastoral dengan baik ? 2. Tujuan Penulisan. Bertolak dari rumusan masalah di atas maka, tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini yaitu mengangkat masalah yang dihadapai oleh jemaat yang disebabkan oleh pendeta mereka sendiri yang tidak tinggal bersama mereka di rumah jemaat (Pastori) dan mencoba mengetahui dampaknya dalam kehidupan berjemaat. C. Anggapan Dasar dan Hipotesa. Pelayanan pastoral dalam jemaat dapat ditata dengan baik, apabila pendeta dapat hidup bersama jemaat dan mengatur pelayanan bersama pelayan khusus lainnya (penatua dan diaken) sebagai anggota majelis jemaat. Apa bila pendeta menyadari tugas panggilan atau sebagai gembala yang setia dan taat, dan terus berada bersama jemaat, maka pelayanan pastoral dapat dilaksanakan dan jemaat lebih baik. Jika pendeta selalu bersama jemaat (tinggal di pastori), maka ia dapat memahami dengan baik persoalan-persoalan yang dihadapi oleh jemaat, sehingga ia dapat membantu pertumbuhan iman warga jemaat kearah yang dikehendaki oleh Tuhan.



BAB. II PANGGILAN PENDETA DAN PENDAMPINGAN PASTORAL A. Panggilan Pendeta 1. Pengertian Pendeta Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata pendeta berarti “orang-orang pandai atau guru agama”7. Dan kata pendeta dalam bahasa “sansekerta” adalah “pandhita” ini adalah sebuah gelar bahkan status yang diberikan kepada orang-orang khusus pada jaman kerajaan Jawa. Dalam hal ini Mataram yang beragama Hindu, yang bijaksana, arif dan tajam otaknya. Pandhita (pendeta) bertugas kurang lebih sebagai cendekiawan kerajaan yang nantinya memberikan masukan, ide dan saran bagi jalannya sebuah pemerintahan kerajaan. Untuk menjadi pandhita (pendeta) yang ideal dipenuhi dahulu syarat-syaratnya sebagai berikut : pertama : mempunyai sifat pengabdian, kedua : mempunyai kewibawaan, (termasuk kharismatik), ketiga : memiliki spiritualitas (taat hukum, suci dan berpengetahuan), keempat : mempunyai pengetahuan dan berpengaruh ( teladan, penengah, penegak keadilan dan penjaga ketertiban), dan kelima : mempunyai kebijaksaan. Berdasarkan apa yang telah dijelaskan diatas, bahwa pandhita merupakan gelar bahkan status terpandang dalam masyarakat saat itu, sebab dalam kehidupan bermasyarakat sosok pandhita juga menjadi penuntun, terpandang dan sangat dihormati. Istilah ini masih dipegang teguh oleh agama Hindhu dan diambil atau dialihkan oleh agama Kristen Protestan. Di Kristen Protestan istilah ini dikenal dengan nama atau sebutan pendeta. 2. Panggilan Seorang pendeta Sebagai seorang pelayan Tuhan atau hamba Tuhan jika dipanggil untuk ditahbiskan untuk menjadi seorang pendeta. Biasanya mereka dianggap sebagai orang-orang yang sudah benar-benar siap dalam melayani umat Tuhan dan dianggap orang yang paling tertua, telah berumah tangga dan mempunyai mata pencaharian sendiri8. Menurut Andar Ismail9, bahwa dalam Perjanjian Baru kadang-kadang mereka yang dipilih menjadi penatua, diaken. Tetapi mempunyai mata pencaharian sendiri dan tidak menerima gaji dari gereja, sekalipun gereja memerlukan mereka. Dalam Kisah Para Rasul.6:3, tujuan orang yang dipilih karena mereka terkenal baik, penuh Roh Kudus dan penuh hikmat. Hikmat itu bukan hanya diukur dari kemampuan menghafal atau membaca sejumlah buku, melainkan hikmat dari Tuhan serta pengalaman hidup mereka karena takut akan Tuhan 7



W.J.S. Poerwardaminta., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai pustaka. 1982, hal.730. G.D. Dahlenburg. Siapakah Pendeta itu ?. Jakarata : BPK-GM, 1993. Hal : 16 9 Andar Ismail, Selamat Malayani Tuhan, Jakarta : BPK-GM, 1996, Hal : 68. 8



(Amsal.15:33, Titus.3:2-7). Kita dapatkan satu daftar yang lengkap tentang calon-calon pelayan dalam gereja atau jemaat dimana mereka harus terkenal baik, sopan, bijaksana, dapat menahan diri, suka memberi tumpangan, pendamai, bukan hamba uang, cakap mengajar, disegani dan dihormati dan lain-lain. Hendaknya juga ia mempunyai nama baik diluar jemaat. Apakah seorang yang dipanggil untuk menjadi pendeta atau pelayan gereja mampu memenuhi persyaratan itu, karena dalam prakteknya, mungkin tidak ada orang yang mampu memenuhi persyaratan itu. Namun demikian apa yang di sebutkan itu tidak boleh kita abaikan begitu saja. Persyaratan itu dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam memahami keterpanggilannya sebagai pelayan dalam gereja. Atau dapat dikatakan bahwa, persyaratan itu dapat mengingatkan kita bahwa jabatan pendeta atau pelayan dalam gereja bukan jabatan sembarangan sebab yang dituntut adalah dapat menjadi teladan bagi orang lain. Sekalipun demikian kita juga menyadari bahwa seseorang yang dipanggil untuk menjadi pelayan (pendeta) bukan karena telah memenuhi persyaratan tadi atau karena kemampuan semata, melainkan panggilan tersebut merupakan sebuah anugerah atau kasih karunia dari Tuhan. Menurut J.L.Ch. Abineno yang dikutip oleh Andar Ismail10, mengatakan bahwa :“Jabatan gerejawi tidak berdasar atas kebaikan atau prestasi dari mereka yang memangkunya. Ibarat sebuah alat mungkin kita merasa tidak memenuhi kualifikasi, tetapi jika Tuhan memakai kita sebagai alatnya, maka kita bisa menjadi alat yang berguna di dalam tangan-Nya.” Dalam memahami panggilan Allah tersebut maka dapat di lihat dalam dua aspek yaitu : yang pertama : panggilan pribadi (didalam hatinya), artinya bahwa seseorang harus merasa bahwa di dalam hatinya ada motivasi untuk melayani. Hal itu bisa terjadi lewat mimpi dan penyataan pribadi. Namun hal itu bukanlah sesuatu yang mutlak, sebab keinginan ini agak bersifat subjektif (berasal dari dirinya sendiri) dan bisa saja terjadi bahwa keinginan tersebut tidak berasal dari Allah. Sebab jabatan pendeta bukanlah hal pribadi saja. Yang kedua : adalah panggilan yang disahkan oleh gereja. Tuhan memanggil seseorang untuk menjadi pendeta atau pelayan-Nya lewat gereja. Hanya mereka yang telah di panggil oleh gereja secara resmi, mempunyai hak berkhotbah dan melayani sakramen. Panggilan ini tentu di sesuaikan dengan kebutuhan gereja setempat. Apakah gereja bisa mendukung pelayan-pelayan tersebut dan apakah calon-calon itu sudah siap untuk melayani ? Sebab panggilan tersebut bisa saja dibatalkan karena tidak dapat memenuhi panggilannya (terkecuali sudah habis masa jabatannya atau pension)11.



10 11



Andar Ismail, Hal : 68-69 Dahlenburg., hal. 18.



3. Tugas dan tanggungjawab pendeta Sebagaimana yang sudah disinggung diatas bahwa mereka yang mempunyai hak untuk berkhotbah dan melayani sakramen adalah mereka yang secara resmi dipanggil oleh gereja. Itu tidak berarti bahwa tugas pendeta atau pelayan hanya sebatas itu saja, tetapi ada begitu banyak tugas dan tanggungjawab pendeta yang dapat kita lihat pada semua tata gereja dipakai di Indonesia pada waktu ini. Tugas pendeta adalah memberitakan Firman Allah, mengunjungi orang sakit, dan menderita serta memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan Allah. Panggilan sebagai orang Kristen adalah panggilan utuk melayani. Walaupun ada berbagai karunia yang berbeda-beda, namun karunia itu bukanlah alat pengukur tingkat dan status umat Allah, karena di hadapan Allah derajat semua umat adalah sama. Artinya bahwa posisi pendeta tidak lebih tinggi dari pada kaum awam. Kaum awam bukanlah kalangan yang rendah mutunya dibandingkan mereka yang sudah di tahbiskan. Para pendeta tidak terpisah atau lebih tinggi dari pada kaum awam. Pendeta adalah pelayan-pelayan di antara pelayan-pelayan lain. Pelayanan kependetaan adalah suatu pelayanan yang umum dan resmi. Menurut Marthen Luther12 bahwa kalau kita orang Kristen, maka kita semua adalah pendeta. Tetapi pendetapendeta yang kita panggil adalah pelayan-pelayan yang kita panggil untuk melayani atas nama kita dan jabatan mereka sebagai pendeta, itu merupakan suatu pelayanan saja. Sebagai pelayan Kristus dan pelayan firman, pendeta dipanggil untuk memberitakan pengampunan dosa dan hukum Allah kepada jemaat itu. Dia berdiri dihadapan jemaat sebagai hamba Tuhan yang menyatakan kehendak Allah. Tetapi pendeta tidak memiliki wibawa, kuasa, jabatan atau hak ini sebagai miliknya sendiri, tetapi Allah tetap sebagai Tuhan gereja-NYa dan Allah yang mempercayakan pekerjaan ini kepadanya. Sebagai seorang pemimpin harus dapat mempengaruhi kehidupan orang lain maupun dirinya sendiri. Oleh karena itu kita dipanggil untuk menunaikan tugas pelayanan kita ialah bahwa kita berusaha mempergunakan pengaruh kita untuk meningkatkan pertumbuhan rohani setiap orang yang kita jumpai. Bakat ini harus dipupuk dengan meningkatkan keterampilan-keterampilan kita dan memanfaatkan dalam praktek. Seperti yang diungkapkan oleh Robert Greenleaf13 Unsur roh jahat di dunia ini adalah pemimpin-pemimpin yang menolak untuk memimpin.” Artinya bahwa seorang pemimpin harus seorang pengikut yang setia. Sebagai pemimpin kita dipanggil untuk menjadi pelayan.



12 13



Dahlenburg., hal. 7-10. Brian.P.Hall. Panggilan Akan Pelayanan.BPK-GM.1992 hal,12-20



Tugas utama pemimpin pelayan adalah mengikuti dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengasihi. Seperti Yesus yang lantaran untuk membangun kebersamaan yang kemudian menjadi pranata yang kita sebut gereja, menjadi pelayan demi manusia. Dengan demikian Ia di salibkan. Bentuk ini kita bisa lihat dalam Matius.5:1-12. Berbicara tentang tugas sebagai seorang pemimpin, biasanya mengacu pada kedudukan kekuasaan dalam suatu lembaga. Pemimpin memiliki kekuasaan fungsional dan pengaruh atas kehidupan orang lain. Dalam pranata gereja kedudukan sebagai seorang pemimpin menjadi dikenal sebagai tugas dan pelayanan yang disebut oleh Hans Kung14 kepemimpinan pelayanan dari gereja. Dalam Alkitab kata pemimpin yang sering dipakai adalah pelayan atau hamba. Allah tidak menyebut Musa sebagai pemimpin, tetapi sebagai hamba-Nya. Alkitab memakai kata Yunani doulos dan diakonos yang artinya hamba. Menurut David Bennett bahwa doulos mengacu kepada seseorang yang berada di bawah otoritas orang lain, sedangkan diakonos lebih menekankan kerendahan hati untuk melayani orang lain. Jadi pemimpin Kristen adalah seorang pemimpin pelayan. Untuk itu lebih mengenal dan mengindahkan konsep pemimpin-pelayan, kita perlu melihat ada dua acuan firman Tuhan sebagai berikut : yang pertama : jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya. (Markus.9:30-37). Ayat ini Yesus mengajarkan kepada murid-muridNya untuk menjadi pemimpin yang sejati. Yang ingin jadi pemimpin haruslah menjadi hamba. Oleh karena itu, kebesaran seorang pemimpin Kristen tidak terletak pada beberapa orang yang menjadi pengikutnya, tetapi berapa banyak orang yang di layaninya.Yang kedua : Barang siapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barang siapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. (Markus.10:43-44). Dalam ayat ini Yesus menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah pelayanan. Ini menunjukan bahwa kita ingin menjadi yang besar, harus menjadi pelayan. Artinya bahwa jika kita ingin menjadi besar namun tidak mau menjadi pelayan bagi sesama. Dan kita memilih untuk menjadi yang terkemuka, namun tidak perna rela menjadi hamba bagi orang lain. Yesus sendiri berkata bahwa : karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang, (Mrk.10:45). Oleh karena itu, pemimpin pelayan haruslah seorang pemimpin yang merelakan diri untuk melayani orang lain. Tetapi yang pertama adalah seorang pelayan, seorang hamba Allah yang terpanggil untuk memimpin. Kepemimpinan Kristen adalah



14



hal.86-89.



Sendjaya. Kepemimpinan konsep Karekter Kompetensi Kristen,. Yogyakarta : Kairos Books. 2004.



berdasarkan Kristus. Pemimpin Kristen hanya dapat memimpin oleh karena Yesus sendiri yang memanggil. “IKUTLAH AKU” itulah panggilan sekaligus pemberian kepada muridmuridNya. Dalam hal ini berlaku bagi setiap pemimpin-pelayan di jemaat Tuhan. Dalam Alkitab jarang sekali Yesus di sebut sebagai pemimpin, namun ada beberapa ayat yang penting untuk menyebut Yesus sebagai seorang pemimpin yakni: “Dan Engkau Betlehem,tanah Yehuda, Engkau sekali-kali bukanlah yang terkecil di antara mereka yang memerintah yehuda, karena dari padamulah akan bangkit seorang pemimpin, yang akan menggembalakan umatKu Israel.



(Mat.2:6),…..Yesus



yang



memimpin



mereka



pada



keselamatan,



dengan



penderitaan,(Ibr.2:10), dan marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman.”(Ibr.12:2). Artinya bahwa kepemimpinan itu digambarkan sebagai seorang penggembala, memimpin kepada keselamatan dan memimpin dalam iman. Dan Yesus berkuasa penuh dalam kepemimpinan dan kepemimpinan itu tidak akan menonjol kuasa duniawi, tetapi pelayanan seperti seorang gembala membawah keselamatan bagi orang –orang percaya. 1. Gembala. Yesus sendiri mengatakannya : ”Akulah Gembala yang baik” (Yoh.10:10). Artinya bahwa gembala yang baik dapat mengenal domba-dombanya dan dombadombanya mengenal Dia. Untuk melihat lebih jauh tentang kepemimpinan para petugas gereja, terlebih khusus para pendeta, perlu sekali mencontohkan gembala yang baik antara lain : yang pertama : mengenal domba-dombanya dan dikenal oleh dombanya, yang kedua : mengikuti domba-dombanya dan menjaga keselamatan, dan yang ketiga : memperhatikan kebutuhan atau kehidupan domba-dombanya15. Fungsi seorang pemimpin (gembala), menurut Mazmur 23 antara lain: A. ia memenuhi kebutuhan domba-dombanya. Memberi rumput yang hijau, menyegarkan jiwaku, sehingga takan kekurangan aku.(bnd.Yeh.34:1-31). B. Ia memimpin, menuntun, mengarahkan, ia membimbing aku keair yang tenang, menuntun aku dijalan yang benar. C.



Ia



mengayomi dan melindungi, sehingga sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman,



aku



tidak



takut



bahaya,



sebab



Engkau



besertaku16.



Pemimpin yang baik tidak memaksa orang untuk mengikutinya dengan ancaman, tetapi dengan membagikan visi sehingga dengan sukarela bahkan tanpa disadari oleh yang bersangkutan. Visi sang pemimpin adalah visi bersama. 15



Sutan.M.Hutagalung. Identitas Kepemimpinan pelayanan Gereja, Jakarta:BPK-GM. 1987. hal.2-5 ].Eka Darmaputra, Kepemimpinan Kristen (Spritualitas, Etika, Dan Teknik-Teknik Kepemimpinan Dalam Era Penuh Perubahan. STT Jakarta, 2003 hal,14 16



2. Guru, Pengajar dan pendidik Dalam Alkitab Yesus juga disebut sebagai “Guru”. Dalam pelayanan Yesus Krsitus bahwa untuk memberitakan garis pemisah antara pemberitaan dan pengajar. Yesus sebagai pengajar berbeda dengan pengajar-pengajar yang lain didalam Alkitab bahwa “ Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli taurat.” (Mrk.1:22). Ada beberapa hal tentang pendeta sebagai guru dalam jemaat sebagai berikut : yang pertama : bahwa para pelayan gereja adalah guru pengajar yang membawa berita keselamatan. Yang kedua : bahwa khotbah harus berisi tentang pemberitaan keselamatan yang berpusat pada Yesus Kristus dan pengajaran/pendidik untuk hidup sebagai manusia yang bersaksi dalam masyarakat.dan yang ketiga : bahwa khotbah, pengajaran dan cara hidup yang baik juga pemberitaan Injil Kristus17. Oleh karena itu, sebagai pengajar dan pendidik kita di harapkan untuk melaksanakan tugastugas supaya kepemimpinan itu nyata dalam jiwa dan pelayanan sebagai pengajar dan pendidik. Dan pendeta yang ditahbiskan merupakan pembantu dalam panggilan tersebut, dididik, dan diangkat oleh gereja kearah pencapaian tujuan tersebut. Oleh karena itu pendeta yang memiliki rasa tanggung jawab dan mengakui kewajibannya pertama-tama guna berupaya menjadi pribadi yang mempunyai integritas religius, iman, dan hikmah spiritual. Di dalam etika pelayanan kependetaan mencakup perhatian personal. Artinya bahwa dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai seorang pendeta harus benar-benar bersikap sebagai seorang pribadi. Jadi gaya kepemimpinan semua wawasan teologis dan ilmu perilaku yang membantu pendeta menggerakan jemaat maju melalui cara-cara konsisten dengan misinya adalah penting. Artinya kita menyadari bahwa penghormatan yang antusias kepada otoritas keagamaan tidaklah sama dengan iman, entah bagi individu atau jemaat18. Dalam kepemimpinan yang rendah hati, rela mengabdi melalui pelayanan, dan mempunyai makna dalam konteks ketuhanan Kristus. Dalam hal ini, bahwa kepemimpinan yang rela melayani dengan rendah hati ia berada di bawah kuat kuasa Tuhan. Syarat-syarat jika kita sebagai pemimpin umat atau pendeta. Pertama adalah : bahwa untuk menjadi pemimpin yang melayani dengan rendah hati, adalah bahwa ia telah sungguh-sungguh bertobat. Kedua adalah : akal budi yang diperbaharui. Ini artinya bahwa bagi pemimpin yang melayani dengan rendah hati adalah akal budi yang



17 18



Sutan.M.Hutagalung., hal. 8-9. Gaylord Noyce.Tanggung jawab Etis Pelayan Jemaat. Jakarta : BPK-GM, 2000, hal : 18-20



diperbaharui. Dalam hal ini bahwa tujuan keselamatan kita adalah supaya citra kita berubah menjadi serupa dengan Anak Allah. Jadi akal budi adalah pemberian yang amat berharga dari Allah bagi semua orang. Ketiga adalah : ketaatan yang dapat diteladani. Artinya bahwa untuk menjadi pendeta yang rela melayani dengan rendah hati, adalah cara hidup yang dikuasai oleh ketaatan kepada Tuhan, yang dapat menjadi teladan bagi jemaat. Rasul Petrus mengajar kepada para pemimpin gereja pada zamannya dengan kata-kata



sebagai



berikut



:



Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu….janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu. (I Petrus.5:2-3). Dari ayat diatas artinya bahwa wewenang yang dimiliki oleh seorang pendeta dalam jemaat bukanlah wewenang pribadi, melainkan berasal dari Yesus. Jika orangorang yang kita pimpin akan lebih mudah diajak untuk bekerja sama dan membiarkan dirinya dibimbing, apabila mereka tahu bahwa itu adalah kehendak Yesus yang mereka turuti dan apabila mereka lihat bahwa kita juga bertekuk lutut dihadapan Yesus19. B. Pendampingan Pastoral. 1. Pengertian Pastoral. Istilah pastoral berasal dari kata “pastor” dalam bahasa Latin atau dalam bahasa yunani di sebut “poimein”, yang berarti gembala. Secara tradisional, dalam kehidupan gereja, hal ini merupakan tugas “pendeta” atau seorang pelayan Tuhan yang harus menjadi gembala bagi jemaat atau “domba-Nya”. Dimana pengistilahan ini dihubungkan dengan diri Yesus Kristus dan karyaNya sebagai pastor sejati atau “Gembala yang baik” (Yoh. 10:14), Akulah Gembala yang baik, artinya bahwa Yesus sendiri yang menunjukan diri-Nya sebagai seorang Gembala yang baik. Yesus adalah Gembala yang harus diteladani oleh setiap gembala, karena Yesus sendiri merupakan gembala yang Agung bagi setiap manusia yang adalah domba-domba-Nya. Ungkapan ini mengacu kepada pelayanan Yesus yang tampa pamrih itu, yang mana bersedia memberikan pertolongan dan mengasuh terhadap para pengikut-pengikutNya, bahkan yang harus selalu di garis bawahi adalah Yesus rela mengorbankan diri-nya di kayu salib demi domba-dombaNya20.



19 20



Gottfried.O. Mensah. Dicari Pemimpin Yang Menjadi Pelayan. Jakarta: YKBK. 2006. hal :34-36 Aart Van Beek, Pandampingan Pastoral, Jakarta : BPK-GM, 2003, Hal: 10



2. Pelayanan Pastoral di Jemaat. Seorang Gembala yang baik akan menghasilkan domba-dombanya juga baik. Kita akan melihat bagaimana pelayanan pastoral dalam jemaat. Jemaat (gereja) merupakan ruang, di mana pelayanan pastoral berlangsung, tetapi juga pelaku dari pelayanan itu sendiri. Dalam pelayanan ini mereka menggunakan anggota-anggota jemaatnya, dikhususkan kepada pejabatpejabat (penatua, pendeta, diaken) sebagai alatnya. Menurut Brillenbug Wuth Jemaat (gereja) adalah objek pelayanan pastoral21. Pelayanan pastoral adalah pelayanan sebagai tubuh Kristus kepada anggota-anggotanya. Artinya bahwa pelayanan pastoral dari manusia kepada manusia, karena anggota jemaatnya adalah anggota dari tubuh Kristus, gembala yang baik. Dengan hal ini bahwa relasi dengan jemaat dan dilain pihak juga membuka kemungkinan untuk suatu bentuk pelayanan pastoral, yang terarah kepada manusia dalam hidupnya sehari-hari. Dalam bagian ini kita akan berbicara tentang pelayanan pastoral dalam jemaat antara lain : pertama adalah : Saling melayani dalam jemaat. Kedua adalah: Pastoral teritorial. Ketiga adalah:



Pemberian



pelayanan



pastoral.



Keempat



adalah



:



pastoral



kategorial22.



Oleh karena itu, sebagai seorang pelayan Tuhan (pendeta) bisa melihat hal tersebut, karena itu adalah bagian dari tugas seorang pelayanan Tuhan (pendeta). Oleh karena itu, jemaat (gereja) hendaklah dijaga, dipelihara, dibimbing dan diselamatkan dari bahaya. Agar jemaat (gereja) dapat terlihat baik. Dengan hal diatas maka, sebagai orang percaya kita harus lebih jeli melihat hal-hal menyangkut dengan fungsi sebagai seorang pastoral. Oleh karena itu, kita sebagai jemaat yang terpanggil dari berbagai segi permasalahan harus lebih dekat menyangkut dengan fungsi-fungsi tersebut antara lain : pertama adalah :Penyembuhan, artinya bahwa seseorang dapat disebut sembuh, kalau ia dapat hidup dengan sembuh dalam hubungan dengan dirinya sendiri dan dengan orang lain. Dan penyembuhan dapat menolong orang untuk mencapai keseimbangan kejiwaan. kedua adalah : Penopang. Penopang dalam penggembalaan dimaksudkan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain yang biasanya berada dalam keadaan penderitaan, sehingga orang itu tahu dan merasakan didukung dan dihibur dalam keadaan yang harus dihadapinya dan dilewati. ketiga adalah : Bimbingan. Bimbingan rohani yang diterima orang sehingga ditolong untuk mengambil keputusan sendiri atas dasar keyakinan hidup mereka sendiri. dan keempat adalah : Pendamaian. Artinya bahwa orang yang telah menjauhi dirinya sendiri atau menjauhi orang lain ataupun menjauhi Tuhan akan



21 22



J.L.Ch. Abineno. Pedoman Praktis Untuk Pelayanan Pastoral. Jakarta: BPK-GM. 2006.hal : 69-74 Erwin. Lutzer. Pastor to Pastor. Malang. Gandum Mas. 2005 hal :20-25



mengalami keyakinan baru, penerimaan, pengampunan dan lalu belajar hidup dalam hubungan baru dengan dirinya sendiri, orang dan dengan Tuhan. Dengan hal ini maka, kita sebagai jemaat (gereja) tidak merasa bahwa persoalan yang dihadapi oleh setiap orang pasti dengan cepat untuk diselesaikan. Oleh karena itu, sebagai pelayanan Tuhan (pendeta) janganlah membiarkan domba-dombanya tersesat. oleh karena itu dengan penggembalaan seorang pendeta bisa melakukan sesuatu agar anggota jemaatnya tidak kehilangan arah atau tujuan yang ia capai nanti. Untuk memperlengkapi hal diatas menyangkut dengan penggembalaan antar warga jemaat, maka penggembalaan diadakan secara teratur, yaitu sebagai pendeta dan majelis, melakukan pembagian tugas-tugas mereka masing-masing. Dengan melakukan penggembalan dalam jemaat kita lebih muda menjangkau warga jemaat. Oleh karena itu, sebagai jemaat harus memerlukan seorang penggembalaan yang sangat terampil. Misalnya berpengetahuan teologi pastoral ataupun psikologi. Sehingga pendeta ini tahu setiap permasalahan yang dapat menolong dengan baik. Oleh karena itu, sebagai seorang pelayan Tuhan (pendeta) jika melakukan suatu percakapan pastoral harus melakukan dengan istilah yang biasanya dipakai adalah “empati” artinya bahwa mengerti dengan positif. Agar percakapan yang dilakukan bisa berjalan dengan baik, dan bagi para gembala hal ini berarti bahwa mereka perlu membuktikan diri sebagai orang percaya23. Dengan melihat hal di atas maka, kita dan semua orang percaya dapat melakukannya dengan penuh rasa tanggung jawab, terlebih khusus bagi pelayan Tuhan (pendeta).



23



Piet. Beintema., Theologi Pastoral, Fakultas Teologi UKSW. 1986, hal : 12-19



BAB III KESIMPULAN Dalam memimpin Jemaat ternyata bukan hal yang mudah karena terbukti bahwa seorang pendetapun yang dengan persiapannya hingga tercapainya yakni untuk memimpin jemaat ternyata tidak juga berjalan dengan baik, karena selalu ada saja yang disebut dengan masalah dan masalah itu timbul dari diri pendeta itu sendiri karena tidak menghayati makna panggilannya dengan baik sebagai seorang pendeta. Pendeta adalah orang yang dipanggil oleh Tuhan Allah untuk melayani umat dan atau jemaat. Dan jemaat bagaikan domba yang membutuhkan tuntunan dan pendampingan supaya mereka tidak sesat dan mengambil jalannya sendiri-sendiri. Sebab sebagai seorang Gembala harus menjadi pola anutan di dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelayan Tuhan. Sebagai seorang pelayan yang dipanggil oleh Tuhan untuk melayani, ia harus menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelayan yang harus menyatakan kebenaran, ketulusan, dan kejujuran serta belas kasihan. Bukan hanya pada dirinya sendiri, tetapi kepada sesama orang percaya untuk mewujudkan kehendak Allah. Kehadiran para pelayan sebagai pemberian Kristus merupakan hamba yang melayani pengikutnya dan sekaligus memperlengkapi orang-orang kudus di dalam pekerjaan pelayanan demi membangun tubuh Kristus serta mendewasakan iman jemaat.



DAFTAR PUSTAKA Brian.P.Hall. Panggialn Akan Pelayanan, BPK-GM, 1992 Darmaputra. Eka, Kepemimpinan Kristen (Spritualitas, Etika, Dan Teknik-Teknik Kepemimpinan Dalam Era Penuh Perubahan), STT Jakarta, 2003. Erwin. Lutzer, Pastor to Pastor, Malang: Gandum Mas, 2005. G.D. Dahlenbugr., Siapakah Pendeta itu ?. Jakrata : BPK-GM, 1993. Gottfried.O. Mensah, Dicari Pemimpin Yang Menjadi Pelayan, Jakarta: YKBK, 2006. Ismail. Andar, Selamat Malayani Tuhan, Jakarta : BPK-GM, 1996. J. L. Ch. Abineno., Pedoman Praktis Untuk Pelayanan Pastoral. Jakarta : BPK-GM. 2006. Jan Hendriks, Jemaat Vital & Menarik : Membangun jemaat dengan menggunakan metode lima faktor, Yokyakarta : Kanisius, 2002. Kurniawan.s. Timotius, 3 Dimensi Keesaan Dalam Jemaat, BPK GM, Jakarta: 2008. Noyce. Gaylord, Tanggung jawab Etis Pelayan Jemaat, Jakarta : BPK-GM, 2000. Piet. Beintema, Theologi Pastoral, Fakultas Teologi UKSW. 1986 Sendjaya. Kepemimpinan konsep Karekter Kompetensi Kristen, Yogyakarta : Kairos Books. 2004. Sutan.M.Hutagalung. Identitas Kepemimpinan pelayanan Gereja, Jakarta:BPK-GM. 1987. Van Beek. Art, Pendampingan Pastoral, Jakarta : BPK-GM, 2003. W.J.S. Poerwardaminta., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai pustaka. 1982 Wawani. Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gajah Madah Universitas