Pengkajian Keperawatan Medikal Bedah Sistem Neurologi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH SISTEM NEUROLOGI A. RIWAYAT 1. Data Biografi dan Demografi a. Keluhan utama No Keluhan 1). Elevasi kesadaran (insomnia, agitasi, mania, delirium) Penurunan kesadaran (somnolen, letargi, semikoma, koma) 2). Disorientasi 3). 4). 5). 6). 7). 8). 9).



10).



11).



12).



13).



14).



Area sistem saraf yang mengalami gangguan Reticular activating system(mesensephalon, diensephalon), hemisphere kiri dan kanan



Hemisphere cerebral dan fungsi regional yang spesifik Tidak mengindahkan Lobus frontal dan jaras yang menghubungkan penampilan, dan kebiasaan area cerebrum Proses pikir tidak sesuai Intelektual dasar (lobus frontal) terhubung dengan tingkat pendidikan daengan area lain Gangguan memori atau ingatan Lobus temporal dengan seluruh area kortek Afek dangkal: histeris, Seluruh otak dan bifrontal (biasanya kedua schizophrenia, hemisphere) Halusinasi penglihatan Kortek oksipital Halusinasi bau Gyrus postcentral Dysathria ( gangguan Kerusakan otot lidah, palatum, bibir karena artikulasi, irama bicara) penurunan impuls saraf dan penurunan koordinasi Batang otak, cerebellum, atau akibat ektra neural: saraf kranial V, VII IX, X XII Dysphonia(ketidakmampuan CN X menghasilkan suara dari laring) Aphasia (ketidakmampuan - Lobus temporal kiri dan lobus parietal dalam menulis dan memahami - Area broca (bagian inferior lobus frontal) tulisan dan bicara - Lobus temporal kiri dan lobus parietal dan Aphasia receptive Area broca (bagian inferior lobus frontal) Aphasia ekspresif Aphasia global Perubahan ekspresi wajah CN VII (fasial) (ketidak simetrisan mengangkat alis, ketidaksimetrisan tersenyum) Perubahan ukuran pupil, CN III, IV, VI penurunan daya akomodasi, nistagmus, diplopia Tonus meningkat, kekuatan Motor Precentral gyrus (pyramidal) dan system otot menurun akibat atropi dan cerebral, ganglia basal, CN XI, spinal cord, saraf tidak digunakan, peningkatan motorik atas, reflek



15).



20).



Flaccid (tonus menurun), tonus hilang karena ukuran otot menurun,reflek menurun atau hilang, fasciculation Tidak ada klonus, kehilangan koordinasi dan keseimbangan Kehilangan lapang penglihatan Kehilangan penciuman, halusinasi penciuman Tuli konduktif, Meniere‟s syndrome (tinitus, tuli, vertigo, nistagmus) Penurunan pendengaran



21). 22).



Otorhea Penurunan pengecapan



23). 24). 25).



Polineuropati Inkontinensia fekal Inkontinensia urin Flaccid bladder Spastic bladder Mengompol



16). 17). 18) 19).



26).



Lower motor neuron



Cerebellum CN II, Lobus oksipital CN I CN VIII, bagian cochlear, lobus temporal,



Disfungsi pembuluh darah batang otak atau tumor Fraktur basis cranii, CN VII, CN IX Lesi batang otak Saraf perifer (dermatomes, spinal cord, jaras) Saraf otonom (S3-5) Sistem saraf otonom : Saraf spinal T9 – L2, S2-4 Saraf spinal T11-L2 Kortek serebral



b. Riwayat Munculnya Penyakit Ditanyakan kapan munculnya, jenis-jenis keluhan, serta perkembangan dari keluhan. Perawat harus jeli pada pengkajian neurologis pada masalah yang berhubungan dengan alkohol, penyalahgunaan obat, gangguan metabolik, metastase tumor. 2. Riwayat Kesehatan Masa lalu Kaji tentang penyakit sebelumnya, perawatan di rumah sakit, penyakit infeksi dan penyakit pada masa anak-anak dan imunisasi (penyakit: rubela, rubeola, citomegalovirus, herpes simpleks, influenza dan meningitis; Imunisasi : polio, tetanus, cacar air), riwayat pengobatan, masa perinatal, tumbuh kembang, riwayat kesehatan keluarga, riwayat psikososial dan gaya hidup. Perawat hendaknya juga menanyakan tentang gangguan neurologis yang terjadi masa lalu. Misal: perubahan kesadaran, penglihatan, wicara, fungsi motorik dan sensorik, sakit kepala, kejang, pusing, vertigo, limbung (gloyoran), postur badan. Penyakit yang berhubungan dengan gangguan sistem neurologis juga harus dikaji. Seperti : diabetes mellitus, pernicious anemia, kanker, infeksi dan hipertensi. Penyakit hati kronis, dan penyakit ginjal menyebabkan gangguan metabolik yang berakibat pada penurunan fungsi mental. Juga keterangan tentang perawatan di rumah sakit, injury, pembedahan, atau masalah yang berhubungan dengan sistem neurologis, seperti trauma kepala, kejang, stroke, rusaknya jaringan otak karena injury. Ditanyakan juga apakah klien pernah dilakuka pemeriksaan tes diagnostik neurologik



3. Riwayat kesehatan keluarga



Riwayat Kesehatan Keluarga : Perawat perlu menanyakan tentang penyakit-penyakit keturunan : epilepsi, penyakit huntington desease, amiotrophic lateral sklerosis, muskular distrophy, hipertensi, stroke, retardasi mental, dan gangguan psikiartik. 4. Riwayat psikososial dan gaya hidup: Pemahaman terhadap psikososial personal, latar belakang pendidikan, penampilan (perubahan personalitas). Akurasi pengkajian diperlukan untuk melihat perubahan rutinitas keseharian klien (pola tidur, latihan/olah raga rutin, hobi dan rekreasi, stressor, dan kegiatan sexual. Perlu juga diperoleh data mengenai : apakah klien terpapar oleh zat komia beracun (misal : pestisida) atau klien tinggal /bekerja di ruang yang tidak berventilasi. 5. Pemeriksaan Fisik a. Tanda-tanda Vital Klien dengan injury pada daerah cervical menunjukkan trias perobahan tanda – tanda vital : hipotensi, bradycardi dan hypotermi yang dihubungkan dengan hilangnya fungsi system saraf simpatis. Peningkatan tekanan intra cranial akan mengakibatkan tubuh mengusahakan suplay oksigen dan glukosa yang adekuat ke otak dengan cara meningkatkan aliran darah. Cushing‟s respon akan meningkatkan tekanan darah sistolik, tekanan nadi yang melebar dan bradycardi, perobahan frekwensi dan irama nafas. b. Mental Status Pengkajian status mental adalah : 1) Language a) Sensory/receptive aphasia Hilangnya kemampuan klien untuk memahami tulisan dan perkataan. Aphasia ini terdiri atas auditoric ( acoustic ) dan visual. b )Motor/expressive aphasia Hilangnya kemampuan mengexpresikan :kata – kata, kata/kalimat dalam tulisan, symbol – symbol Untuk mengkaji deficits language ini, hal yang dapat dilakukan dilakukan perawat adalah : a.) Tunjukkan benda – benda atau objek – objek yang umum kemudian minta klien untuk menyebutkan nama benda tersebut. b). Minta klien untuk membaca beberapa kata lalu cocokkan dan minta klien untuk menulis kata – kata sesuai dengan gambar yang diberikan. c). Minta klien untuk merespon perkataan yang sederhana dan menuliskan perintah – perintah. Contoh : “point to your toes” or “ raise your left arm” 2). Orientasi Orientasi ini meliputi kemampuan klien untuk mengetahui : waktu, tempat dan orang dengan membrikan pertanyan – pertanyaan yang bijaksana. Hal – hal yang dapat ditanyakan oleh perawat kepada klien adalah : kota atau tempat tinggal , jam , tanggal, nama-nama hari dalam 1 minggu, lamanya sakit, nama, nama anggota keluarga. Contoh pertanyaan : “Where are you now ?” , “What day is it today ?” 3) Memory Ada 3 memory yang dapat dikaji : a) Immediate recall - Minta klien untuk mengulangi menyebutkan 3 seri angka ( mis : 7-4-3 ) dengan perlahan



- Minta klien untuk mengulangi menyebutkan seri angka yang lebih banyak lagi sampai klien tidak mampu mengulangi seri yang benar ( mis : 7-4-3-5, 7-4-3-5-6, 7-4-3-5-6-2 , dst ) - Mulai lagi dengan 3 angka tapi pada saat klien akan mengulangi lagi minta klien untuk membelakangi perawat. Rata – rata seseorang dapat mengulangi kembali 3 – 8 digit seri angka dan 4 – 6 digit seri angka secara tebalik. b) Recent memory - Minta klien untuk meyebutkan kejadian-kejadian yang dialami pada hari itu - Minta klien untuk mengulangi informasi yang baru disampaikan, misalnya: nama Perawat. - Berikan klien 3 benda yang dapat disebutkan lagi, mis : warna , benda, alamat ) atau 3 seri angka dan kemudia minta klien untuk mengulanginya, dan pada saat interview selanjutnya minta lagi klien untuk menyebutkan ke 3 hal tadi. c) Remote memory Perawat dapat menayakan pengalamannya sekitar 5 tahun yang lalu, misalnya : ulang tahun pribadi atau ulang tahun pernikahan.



4) Penampilan intelektual a) Perawat harus menguji kemampuan klien untuk berkonsentrasi dengan cara meminta pasien untuk meyebutkan huruf atau angka yang dimulai dari akhir ke awal atau menghitung mundur ( mis : 10-9-8-7-6-dst). b) Perawat harus menguji kempuan kalkulasi klien dengan cara minta klien untuk menyebutkan seri angka yang selalu dikurang 7 atau 3 ( mis : 100 – 93-86 -81 -74-dst) Rata – rata orang dewasa dapat menyebutkannya dalam 90 detik secara lengkap dengan 3 atau sedikit kesalahan. 5) Level Of Consciousness ( LOC) Pengkajian ini disebut dengan Glasgow Coma Scale ( GCS ) yang terdiri dari 3 komponen, yaitu : spon membuka mata Score Spontaneous To verbal command To pain No response



4 3 2 1



b) Respon motorik To verbal command 6 To painful stimuli : Localizes pain 5 Flexes and withdraw 4 Decorticate posture 3 Decerebrate posture 2 No response 1 c) Respon verbal Orientasi 5 Confused conversation 4 Inapproriate words 3 Incomprehensible sounds 2 None 1 Penjumlahan total GCS = 15 menunjukkan klien sadar penuh atau orientasi, total 7 atau kurang menunjukkan klien comatose.



6) Mood dan Affect Kaji apakah klien mengalami euphoric atau depresi, apakah sikap klien sesuai dengan situasi yang ada. 7) Judgment dan insight Kaji alasan – alasan dari klien, berfikir abstrak dan pemecahan masalah. Apakah pertanyaan masuk akal dan berhubungan dengan pertanyaan. Contoh pertanyaan : “apa yang akan anda lakukan bila kunci rumah anda hilang?” c. Pengkajian Kepala , leher dan back Inspeksi : Ukuran, bentuk dan kesimetrisan kepala.Ecchymosis di sekitar mata atau di belakang telinga. Fraktur pada tulang tengkorak sering mengakibatkan “raccoon eyes” dengan adanya ecchymosis pada periorbital dan kadang – kadang CSF akan mengalir keluar melalui hidung. Fraktur pada Middle fossa basiler sering mengakibatkan ecchymosis di atas processus mastoideus di belakang telinga disebut dengan “ Battle ‟s sign dan mengalirnya darah atau CSF dari kedua telinga. Palpasi : Apakah ada benjolan atau massa pada tulang tengkorak.Daerah leher apakah ada massa atau area tenderness. Minta klien menundukka kepalanya sampai menyentuh dagunya kemudian amati apakah terdapat nuchal rigidity yang merupakan salah satu tanda Meningitis. Perkusi : Perkusi yang gentle pada prosessus spinous dan dapat menemukan nyeri dan tenderness. Auskultasi : Auskultasi pada pembuluh darah besar di leher atau pembuluh darah yang lain untuk mengetahui adanya bunyi bruit atau suara bunyi suara abnormal lain.



d. Saraf Kranial 1). N. I ( Nervus Olfactory ) berfungsi sebagai saraf sensory untuk penghiduan . Perawat dapat mengkaji dengan cara : minta klien untuk menghidu sesuatu yang aromatic dan tidak bersifat iritatif ( Kopi, alcohol, pasta gigi ) dengan menutup mata. Bila klien tidak mampu menyebutkan aroma yang dihidu disebut dengan Anosmia. 2) N. II ( Nervus Optik/vision ) berfungsi sebagai saraf sensory. Perawat mengkaji dengan cara : speksi : katarak, inflamasi atau keabnormalitasan yang lain est ketajaman penglihatan dengan Snellen,s chart st lapang pandang memeriksa fundus mata dengan alat Opthalmoscope 3) N. III ( Nervus Oculomotor ) Hal yang dikaji ukuran kedua pupil dan pergerakan pupil. Konstriksi pupil dapat dikaji perawat dengan penlight. Normalnya bila diberi rangsangan maka akan terjadi kontriksi. 4) N. IV ( Nervus Trochlear ) Untuk pergerakan mata ke arah inferior dan medial. Pengkajian saraf ini dilakukan bersamaan dengan pengkajian saraf VI 5).N. V ( Nervus Trigeminal ) Memiliki divisi motorik dan sensorik. Untuk pemeriksaan fungsi motorik denganmenggerakkan kedua dagu ke sisi atau tersenyum, normal semua gerakan dapat dilakukan . Sedangkan untuk pemeriksaan fungsi sensorik dilakukan dengan cara menyentuhkan kapas lembut yang steril ke kornea atau sentuhan agak keras ke kelopak mata, normal reaksi mata akan berkedip 6).N. VI ( Nervus Abducens ) Mengontrol pergerakan bola mata ke arah lateral . Bersama N. III, dan N. IV dapat dikaji 6 posisi cardinal dari penglihatan.



7). N. VII ( Nervus Facial ) Memiliki divisi sensorik dan motorik, divisi motorik untuk mengontrol ekspresi wajah. Perawat dapat mengkaji dengan cara minta klien untuk mengerutkan dahi, tersenyum , mengembungkan pipi, menaikkan alis mata, memejamkan mata dengan rapat dan rasakan adanya tahanan pada saat membuka mata . 8). N. VIII ( Nervus Vestibulocochlear/Acoustic ). Merupakan saraf sensory yang terdiri dari 2 divisi yaitu : cochlear dan vestibular. Cochlear untuk pendengaran. Test pendengaran dapat dilakukan dengan cara minta pasien untuk mendengar bisikan lalu minta untuk melaporkan apa yang didengarkan atau dengarkan bunyi garpu tala. Tes bone dan air conduction dilakukan dengan garpu tala. Audiometry dapat digunakan untuk pengkajian yang tepat. Vestibular untuk membantu mempertahankan keseimbangan melalui koordinasi otot-otot mata , leher dan extremitas. Tes keseimbangan dapat dilakukan dengan cara Romberg test , calori test ( oculovestibular reflex ) dan electronystagmography. Kemungkinan keabnormalan yang ditemukan dapat disebabkan oleh Meniere,s syndrome dan neuroma acoustic. 9).N. IX ( Nervus Glossopharyngeal ) dan N. X ( Nervus Vagus ). Merupakan saraf sensorik dan motorik. Karena kedua saraf ini masuk ke pharynx maka pengkajian kedua saraf ini bersamaan. Perawat dapat mengkaji N. IX dengan cara : Minta klien untuk membuka mulut lebar-lebar sambil menyebutkan “ah”, observasi posisi dan pergerakan dari uvula dan palatum, apakah berada di garis tengah ? Kaji reflex gag dengan cara sentuh bagian pharynx dengan spatel lidah , maka akan didapatkan respon gag ( respon muntah ). Kaji respon menelan dengan memberikan klien sedikit minum. Kaji 1/3 bagian belakang lidah terhadap rasa. Disgungsi dari N. IX akan mengakibatkan hilangnya rasa pengecapan dan sensasi nyeri pada Glossopharyngeal. Perawat dapat mengkaji N. X dengan cara : Minta klien untuk batuk dan berbicara. Kerusakan pada saraf ini akan mengakibatkan ketidakefektifan dan kelemahan batuk serta suara parau. Untuk membedakan area yang lemah minta klien untuk mengeluarkan suara : “kuh-kuh” ( Soft palate ), “mi-mi” ( bibir ), “la – la” ( lidah ). Kemungkinan penyebab dari keabnormalan yang ditemukan disebabkan : trauma batang otak, trauma leher, tumor batang otak dan stroke. 10). N. XI ( Nervus spinal accessory ) Merupakan saraf motorik yang mempersarafi otot sternocleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius. Perawat dapat mengkaji dengan cara : a). Minta klien menaikkan bahu dengan dan tanpa tahanan b). Minta klien untuk memutarkan kepala ke kedua sisi secara bergantian. c). Dorong dagu ke belakang ke arah garis lurus d). Dorong kepala ke depan dan lawan dengan tahanan 11). N. XII ( Nervus Hypoglossal ). Merupakan saraf motorik yang mempersarafi lidah. Perawat dapat mengkaji dengan cara : Minta klien untuk membuka mulut lebar-lebar dan lidah dikeluarkan dan dengan cepat lidah digerakkan ke kiri – kanan, keluar – ke dalam, amati adanya deviasi. Minta klien untuk mendorong lidahnya ke daerah pipi dan apakah ada tekanan di daerah luar. Kemungkinan keabnormalan yang ditemukan dapat disebabkan kerusakan pembuluh darah besar di daerah leher.



e. Sistem Motorik 1). Ukuran otot Inspeksi kesimetrisan otot bilateral, intercostals dan abdominal. 2). Kekuatan otot Pengkajian kekuatan otot pada semua extremitas, hasil yang didapatkan : -. 5/5 : kekuatan penuh -. 4/5 : dapat bergerak secara bebas dan maksimal serta dapat melawan grafitasi dan lemah bila diberi tahan - 3/5 : otot dapat bergerak secara bebas dan hanya dapat melawan gravitasi -. 2/5 : Otot dapat begerak dengan bebas dengan bantuan dalam melawan efek gravitasi. - 1/5 : Otot tidak dapat berpindah tetapi kontraksi otot dapat dipalpasi - 0/5 : Tidak ada kontreaksi dan pergerakan otot 3). Tonus otot Tonus otot dikaji ketika extremitas bergerak pada ROM pasif. Pada hipotonik atau penurunan tonus otot, tonus otot lemah dan lembek. Peningkatan tonus otot terjadi jika resisten untuk bergerak dan spasme. Kaji juga flexi abnormal dan extensi abnormal. 4). Koordinasi otot. Test perubahan pergerakan yang cepat, gerakan dari satu titik – ke titik lain secara berulangulang ( point to point maneuver ), keseimbangan posisi tubuh dan kepala. Untuk menguji perubahan pergerakan yang cepat , minta klien untuk menyentuh setiap jarijari ke ibu jari dengan cepat. In point to point testing dengan cara test menunjuk hidung jari Keseimbangan posisi tubuh ditest dengan cara minta klien merobah posisi dengan cepat dari duduk ke berdiri. Posisi kepala ditest dengan meminta klien menggerakkan kepala mengikuti gerakan pemeriksa 5).Postur tubuh dan kestabilan. Kaji dengan cara minta klien untuk berdiri tegak , berjalan, dan berjalan lurus dalam satu garis.



6).Perpindahan Kaji apakah terjadi fasciculation ( gerakan involunter yang terjadi secara berulang-ulang pada saat relaksasi ) untuk mengetahui adanya ganguan pada lower motor neuron ( LMN ) Test Apraxia dilakukan dengan cara meminta klien untuk melakukan gerakan sederhana seperti mengikat tali sepatu atau menyisir rambut. 7). Uji motorik pada klien yang tidak sadar Uji ini dilakukan dengan cara memberikan rangsang nyeri yang terintergrasi pada pengukuran GCS.



f. Fungsi Sensorik Pengkajian sensorik ini dengan memberikan rangsang nyeri, sentuhan, getaran, posisi dan kemampuan membedakan sensasi. Kaji juga pendengaran, penglihatan, penghiduan dan pengecapan. Test ini terdiri dari



1). Sensasi Superficial Dengan cara merangsang kulit pada daerah yang simetris kedua sisi tubuh dengan rasa nyeri benda tajam dan tumpu 2). Sentuhan dan nyeri Minta klien untuk menutup mata dan minta menyebutkan rangsangan yang diberikan.dan menyebutkan rangsangan itu dilakukan didaerah tubuh yang mana. Apabila rangsang tajam tumpul tidak sensitive maka dilakukan test padaubuh bagian belakang dengan cara memberi rangsangan suhu yang berbeda. 3). Pengujian yang lain Dengan cara sentuhan kapas dan sinar penghangat. g. Sensasi Mekanik Terdiri dari : 1.)Vibrasi Test ini dilakukan dengan cara getarkan ujung garpu tala pada tulang yang paling distal ( jari kaki ), tanyakan pada klien daerah mana yang tidak merasakan vibrasi. Jika vibrasi tidak dirasakan pindahkan getaran pada pergelangan tangan atau siku atau pada tumit. 2) Propioception Test ini dilakukan dengan cara minta klien untuk mempertahankan posisi tubuh dengan jinjit dan menggunakan salah satu kaki dan menggunakan ibu jari kaki dan jari telunjuk kaki maka secara normal jari – jari lain akan mengalami flexi dan minta klien untuk menahan tubuhnya h. Diskriminasi Test ini untuk membedakan sensasi yang superficial dan sensasi yang dalam. 1) Astereognosis bertujuan untuk mengetahui bentuk dan konfigurasi objek dengan cara merasakan.Caranya minta klien untuk menggenggam benda yang kecil secara bergantian dan minta klien untuk klien untuk menyebutkannya 2).Agraphestesia bertujuan untuk mengenal bentuk dan konfigurasi tulisan. Tuliskan satu huruf di telapak tangan klien dan minta klien untuk menyebutkan tulisan tersebut 3) Extinction phenomena bertujuan untuk mengetahui simultan stilulus dengan cara : cubit kulit klien pada tempat yang sama di kedua sisi tubuh lalu tanyakan pada klien apakah yang dicubit pada salah satu sisi tubuh atau pada keduanya. 4)Two point stimulation bertujuan untuk mengetahui apakah klien dapat mengetahui jarak stimulus yang diberikan bersamaan pada 2 bagian tubuh. Sensasi abnormal : - dysesthesias : tidak dapat melokalisasi sensasi hangat, dingin, gatal, garukan, cubitan - parasthesia : terjadinya distorsi sensasi, mis; rangasang hangat dirasakan terbakar atau nyeri yang sangat hebat. - anesthesia : tidak dapat merasakan sentuhan - hypoesthesia : penurunan sensasi sentuhan - hyperesthesia : sensasi rangsangan yang berlebihan - hypagesia : penurunan sensasi nyeri - hyperalgesia : peningkatan rangsang nyeri - Agraphestesia : ketidakmampuan untuk mengidentifikasi symbol yang dituliskan di tangan dengan mata tertutup. - Analgesia : tidak mampu merasakan nyeri - Astereognosis : tidak mampu merasakan perbedaan dalam 3 dimensi



i. Fungsi Motorik.



Pengkajian ini mempunyai tujuan untuk menilai Proprioceptors dan fungsi Cerebellum. Proprioceptor adalah ujung saraf sensorik yang berada di otot, tendon, jaringan penghubung, telinga bagian dalam yang memberikan tentang informasi pergerakan dan posisi tubuh. Stimulus dari Proprioceptor berjalan melalui posterior columna spinal cord. Klien yang mengalami kerusakan harus memperhatikan/melihat pergerakan tangan dan kaki untuk memastikan posisinya. Kerusakan/gangguan pada Cerebellum mengakibatkan munculnya gejala Ataxia yaitu : ketidakmampuan mempertahankan posisi, kurangnya koordinasi otot, tremor, gangguan keseimbangan. Pengkajian ini meliputi : 1) Test pergerakan dan keseimbangan, yaitu : a) Gaya berjalan Minta klien untuk berjalan dalam ruangan. Secara normal pada saat berjalan posisi tangan ke depan akan berlawanan, berjalan tanpa bantuan dan mampu mempertahankan keseimbangan. b) Romberg test Minta klien untuk berdiri tegak dengan kedua tangan di sisi tubuh, anjurkan pasien membuka mata dan kemudian menutup mata. Romberg‟s sign : klien tidak mampu mempertahankan cara berdiri karena pasien membuat jarak pada kaki untuk mempertahankan posisi tubuh. Klien yang tidak dapat mempertahankan posisi pada saat menutup mata berarti mengalami ataxia sensory. Klien yang tidak mampu mempertahankan posisi pada saat membuka dan menutup mata berarti mengalami ataxia cerebellum. c) Berdiri dengan salah satu kaki dengan mata tertutup. Secara normal seseorang dapat mempertahankan posisi ini selama 5 detik d) Heel – toe walking Minta klien untuk berjalan pada garis lurus. Secara normal seseorang dapat berjalan dengan heel – to walking pada garis lurus tersebut. e) Toe or heal walking Minta klien untuk berjalan beberapa langkah dengan jinjit atau dengan tumpuan kaki. Secara normal seseorang dapat melakukan beberapa langkah dengan jinjit atau tumpuan kaki. 2) Test pada extremitas atas, yaitu : a) Finger – to nose test Minta klien untuk menaikkan tangan lurus setinggi bahu, tangan kiri diluruskan dengan posisi telapak tangan menghadap kea arah wajah kemudian dengan cepat tangan kanan menunjuk hidung dengan salah satu jari kanan kemudian menyentuh jari kiri secara bergantian. Secara normal dapat mengulangi sentuhan dengan rhythmical. b) Perubahan posisi tangan supinasi dan pronasi pada lutut. Minta klien untuk menepuk kedua lututnya dengan telapak tangan dan kemudian dengan punggung tangannya. Secara normal seseorang dapat menepuk dengan cepat dengan posisi supinasi dan pronasi c) Finger to nose and to the nurse finger. Minta klien untuk menyentuh hidungnya dan kemudian menyentuh jari perawat, jarak antara klien dan perawat 45 cm ( 18 inc ). Secara normal dapat dilakukan dengan cepat. d) Fingers to fingers



Minta klien untuk membuat jarak kedua tangan setinggi bahu kemudian dekatkan kedua tangan sehingga posisi tangan berada di tengah dan posisi lurus, perlahan – lahan anjurkan membuka lalu menutup mata, kemudian anjurkan membuka dan menutup mata dengan cepat. e) Finger to thumb (pada tangan yang sama ) Minta klien untuk menyentuhkan dengan cepat setiap jarinya ke ibu jari . Secara normal dapat dilakukan dengan cepat. 3) Test pergerakan pada extremitas bawah. Pada saat pengkajian ini posisi klien berbaring ( posisi supine ). Pengkajian yang dilakukan yaitu : a) Heel down opposite shin Minta klien untuk meletakkan salah satu telapak kaki di lutut kaki yang berlawanan dan turunkan telapak kaki tersebut , ulangi pada kaki sebelah. Untuk test ini klien juga dapat dalam posisi duduk. b) Toe or Ball of foot to the nurse finger Minta klien untuk menyentuh jari perawat dengan jari – jari 6. Aktivitas Reflek a. Reflek normal No.



REFLEX



TEKNIK PENGKAJIAN



Reflek Tendon 1



Reflek Bisep



suatu pukulan pada diatas ibu jari pemeriksa yang ditempatkan di atas urat daging bisep Styloid pada tulang radius ditepuk disaat lengan bawah dalam keadaan semifleksi dan semipronasi Pukulan pada tendon tricep tepat diatas olecranon Pukulan tepat di atas urat daging patella. Pukulan tepat di atas urat daging archilles.



2



Reflek Brachioradialis



3)



Reflek Trisep



4).



Reflek Patella (lutut menghentak) Reflek Achilles (mata kaki menghentak)



5).



Reflek Superfisial 1). 2). 3).



4).



Reflek Corneal



Sentuhan Cahaya di simpangan corneoscleral Reflek Palatal dan Sentuhan Cahaya yang lembut pharyngeal di palatum dan pharynx Reflek Abdominal Memukul kulit pada bagian atas, pertengahan dan bawag abdomen menuju ke arah umbilicus Reflek Kremasterik kulit yang di pukul dari bagian pertengahan lalu ke atas,



RESPON YG DIHARAPKAN Fleksi siku



Fleksi siku, jari dan tangan dengan lengan bawah supinasi Ekstensi siku Kaki membuka plantar kaki fleksi



kelopak mata menutup langit-langit mulut mengangkat/meninggi Kontraksi dinding abdomen kearah stimulur kantong scrotum dan testis mengangkat



5).



Reflek Anus



Pukul daerah perineal



6).



Reflek plantar (normal) Reflek plantar (abnormal; tanda babinski‟s )



Pukul tapak kaki



7).



Pukul tapak kaki



Spinter anus eksternal berkontraksi Fleksi ujung kaki Dorfleksi ujung kaki dan seperti menghembus ujung kaki lain



b. Reflek tidak normal 1) Reflek Babinski‟s Reflek ini sebagai indikasi penyakit SSP, yang mempengaruhi kostikospinal. Bila bagian lateral telapak di kaki digores maka terjadi kontraksi jari kaki dan menarik bersama-sama. Jari-jari kaki menyebar dan menjauh. 2) Reflek dagu Kontraksi dagu dan menutupnya mulut sebagai akibat ketukan pada dagu ke arah bawah. Reflek ini sering terjadi pada penyakit sclerosis pada columna lateral atau tulang belakang. Sering disebut juga dengan reflek mandibular. 3) Reflek Palm-Chin (Palmomental reflek) Dihasilkan oleh vigoroud, iritasi yang cepat pada permukaan tangan di ibu jari sehingga menyebabkan otot-otot dagu terdorong ke atas dengan sisi yang sama. 4) Klonus Gerakan berulang-ulang; ditimbulkan dengan reflek regangan dan termasuk lesi dari traktus kortikospinal. 5) Reflek moncong/mulut monyong Suatu pukulan di tengah pada bagian atas bawah mulut yang mengakibatkan pengerutan bibir 6) Reflek memegang Pukulang pada samping wajah yg mengakibatkan mulut membuka dan kepala membelok pada arah yang distimulus. 7) Reflek menghisap Sentuhan pada bibir dengan benda tumpul menghasilkan regakan pada lidah, bibir dan dagu 8) Reflek Glabella Pukulan pada dahi diantara alis mata menghasilkan gerakan menutup pada kelopak mata 9) Reflek Menggenggam Menempatkan objek pada telapak tangan menyebabkan jari mengeriting disekitar objek. 10) Reflek mengunyah Menempatkan mata lidah/ujung lidah diantara gigi menyebabkan dagu tertutup rapat.



c.



Penilaian Aktivitas Reflek Respon reflek sering dikelaskan dengan nilai antara 0 s/d 4 +  4 + : hiperaktif dengan klonus terus menerus  3 + : hiperaktif  2 + : normal  1 + : hipoaktif  0 : tidak ada reflek



7. Sistem Saraf Autonom Manifestasi klinik dari gangguan sistem saraf otonom dapat terjadi pada beberapa sistem tubuh (akibat gangguan neurologis dan non neurologik).Gangguan neurologik dapat memperlhatkan manifestasi klinik meliputi : gangguan pola nafas, gangguan regulasi suhu tubuh (hipotermia dan hipertermia), nadi tidak normal, respon pilomotor perubahan pupil, kulit dan vasomotor, serta gangguan digestif.. Kaji juga tentang adanya poliuria dan motilitas abnormal pada saluran cerna, pengkajian abdomen dapat ditemukan adanya distensi bowel atau bladder.Perhatikan juga adanya perubahan rasa haus, energi, libido, berat badan dan rasa lapar. Kaji kulit, membran mukosa, rambut dan kuku pada perubahan tropis. Perubahan ini dapat terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh kehilangan inervasi (suplai saraf otonom). Perubahan tropis ini ditandai oleh : perubahn daerah yang berkeringat, suhu meningkat (seperti sianosis, wajah memerah, eritema), kuku bisa menjadi mudah patah, tipis, bengkok dan mudah rusak, kulit bisa menjadi ulserasi, tipis, atrophy, pigmentasi, berminyak, berkalus, bersisik, tebal, mengkilap dan kering. Rambut yang berminyak, mudah patah, atau kering dan pertumbuhan rambut yang abnormal. Kerusakan kulit pada daerah yang tertekan.



8. Pengkajian fungsional Pengkajian fungsional dilaksanakan bersamaan pengkajian neurologi dikaitan dengan kemampuan klien melakukan aktivitas sehari-hari. Keterbatasan klien dan bagaimana klien mengatasinya harus dicatat. Ditanyakan juga pada keluarga dan klien tentang perubahanperubahan yang telah dibuat untuk membantu kekurangan-kekurangan yang terjadi pada klien. Pendokumentasian tidak hanya pada ketidakmampuan klien tapi juga caa mengatasinya. 9. Aplikasi klinik Pengkajian pokok untuk diagnostik dan triase klien dengan kemungkinan penurunan neurologis meliputi riwayat, pemeriksaan fisik yang singkat, dan pemeriksaan neurologik. Pemeriksaan neurologik popok meliputi tingkat kesadaran dengan menggunakan GCS, respon pupil, keabnormalan sensorik dan motorik pada ekstremitas, fungsi batang otak melalui pengkajian reflek batuk, reflek muntah, reflek kornea. Perawat bertanggung jawab terhadap monitor perkembangan klien dan melaporkan perubahan yang tidak diharapkan. 10. Prosedur Diagnostik a. Tes diagnostik struktur noninvasive 1) X-Ray kepala dan spinal



Human Skull X-Ray Sumber : http--www_fotosearch_com X-Ray kepala dapat menunjukkan ukuran dan bentuk tulang tengkorak, pemisahan sutura pada bayi, fraktur atau defek pada tulang tengkorak, erosi dan pengapuran.. X-ray spinal dapat menunjukkan fraktur, dislokasi, kompresi, erosi, penyempitan kanal spinal cord, malformasi kongenital, neoplasma dan proses degeneratif. 2) Computed Tomography Scanning



 



Sumber : www.lc-radiology.com Computed Tomography Scanning, yang juga disebut CT scan, CAT scan atau “Computerized Axial Tomography” adalah alat yang digunakan dalam pemeriksaan diagnostic yang dapat memberikan gambaran struktur tubuh bagian dalam dengan menggunakan x-ray. Tujuan : Indikasi umum penggunaan CT scan : Pemeriksaan sinus CT scan dapat menunjukkan detail sinusitis, fraktur tulang dan adanya tumor pada tulang. Pemeriksaan otak CT scan dapat mendeteksi hematoma, tumor, stroke, aneurisma, dan jaringan otak yang mengalami proses degeneratif atau infeksi. Pengenalan terhadap CT scan, terutama spiral CT, dapat menolong mengurangi kebutuhan untuk melakukan prosedur invasif seperti Cerebral Angiography.



Sumber : www.lc-radiology.com



CT scan menunjukkan perdarahan intraserebral yang meluas Sumber : www.mja.com.au 



Pemeriksaan tubuh CT scan thorax, abdomen, tulang belakang dan ekstremitas dapat mendeteksi adanya tumor, nodus limfe yang membesar, pengumpulan cairan yang tidak normal dan penyakit pada vertebra. CT scan juga dapat membantu mengevaluasi luasnya tulang yang retak pada pasien dengan osteoporosis. Selain itu, CT scan juga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya perdarahan intracranial, SOL (Space-Occupying Lesions), edema serebral dan perpindahan struktur otak. Infark, Hidrocephalus dan atrofi serebral juga dapat diidentifikasi. Terutama berguna saat terjadi trauma akut karena dapat mengidentifikasi luasnya injuri secara cepat. Teknik yang relatif baru, spiral (helical) CT telah meningkatkan keakuratan CT scan terhadap berbagai macam penyakit. Teknik penggambaran vascular yang terbaru, disebut spiral CT Angiography, adalah angiography non invasif dan lebih murah dibandingkan angiography konvensional dan dapat melihat gambaran pembuluh darah tanpa harus melalui prosedur invasif Kata “spiral CT” berasal dari bentuk gambaran yang diambil saat dilakukan scanning. Meja pemeriksaan berada dalam posisi yang tetap, sementara alat X-ray berotasi secara terus menerus mengelilingi pasien, membuat jejak berbentuk spiral melalui tubuh pasien. Hasil Spiral scan biasanya didapatkan selama pasien menahan satu kali nafas saja dan kita dapat melihat gambaran scan dada atau abdomen dalam 10 detik atau kurang. Kecepatan kerja jenis scan ini sangat penting bagi pasien lansia, pediatric atau pasien yang sedang dalam keadaan kritis, atau untuk kelompok pasien yang bermasalah dengan lamanya waktu scanning. Spiral CT menggunakan penyuntikan materi kontras, diikuti dengan gambaran pada layar monitor yang terus-menerus dan cepat untuk mempelajari pergerakan materi kontras melalui pembuluh darah serebral. Xenon CT menggunakan gas xenon yang dihirup, yang diabsorpsi ke dalam aliran darah, untuk meningkatkan gambaran aliran darah pembuluh darah serebral.



a) Hal-hal Yang harus Diperhatikan : Wanita hamil atau wanita yang dicurigai hamil sebaiknya tidak menjalani pemeriksaan dengan CT scan, terutama scan seluruh badan atau scan bagian abdomen, kecuali kegunaan tes diagnostik ini pada wanita tersebut melebihi kerugian yang akan ditanggung. Jika pemeriksaan ini diperlukan untuk tujuan obstetric, tidak diperkenankan mengulangi prosedur jika terdapat kesalahan. Zat kontras sering digunakan dalam pemeriksaan CT, walaupun beberapa tumor lebih baik gambarannya tanpa zat kontras. Pasien terlebih dulu dijelaskan tentang kegunaan zat kontras dan diminta untuk menandatangani surat persetujuan pelaksanaan prosedur („informed consent form‟). Salah satu zat kontras, iodine, dapat menyebabkan reaksi alergi. Perawat harus mengkaji apakah pasien alergi terhadap iodine atau kerang laut. Jika pasien memang alergi maka perawat dapat melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mencegah atau meminimalkan reaksi alergi yang akan terjadi. Zat kontras juga dapat membuat pasien dengan Diabetes Melitus berisiko terkena gagal ginjal, terutama mereka yang mendapat pengobatan dengan Glucophage. b) Bagaimana CT scan dilakukan ? Pasien tidur diatas meja CT. Tubuh pasien dapat disangga bantal untuk membantu agar posisi dalam keadaan tetap seperti semula dan dalam posisi yang tepat selama proses scanning. Saat pemeriksaan dimulai, meja akan bergerak perlahan kedalam CT scanner. Pemeriksaan CT scan sering menggunakan zat kontras yang berbeda untuk menningkatkan kejelasan gambaran jaringan atau pembuluh darah tertentu. Zat kontras tersebut dapat diminum, disuntikkan secara langsung via intravena ke dalam aliran darah atau diberikan dengan enema, tergantung pada tipe pemeriksaan. Sebelum memberikan zat kontras, dikaji apakah pasien memiliki alergi, terutama terhadap iodine, dan dikaji apakah pasien memiliki riwayat diabetes, asma, penyakit jantung, penyakit ginjal atau tiroid. Kondisi-kondisi ini mengindikasikan risiko reaksi yang lebih tinggi terhadap zat kontras atau berisiko menimbulkan masalah untuk mengeluarkan zat tersebut keluar dari system tubuh pasien via urin setelah pemeriksaan dilakukan. c)



Apa yang akan dirasakan pasien ? CT scan tidak menimbulkan rasa sakit, dan dengan penggunaan spiral CT prosesnya akan lebih cepat untuk pasien. Untuk bagian tubuh yang berbeda, akan dilakukan persiapan yang berbeda juga. Pasien dapat diminta untuk minum air atau zat kontras (cairan yang memungkinkan radiologist melihat dengan lebih baik gambaran perut, usus kecil dan colon). Beberapa pasien merasakan rasa yang tidak enak tetapi masih dapat ditoleransi. Zat kontras pada umumnya disuntikkan kedalam vena. Dan beberapa pasien melaporkan adanya rasa panas dan kadang-kadang rasa metalik pada bagian belakang mulut. Sensasi ini akan menghilang dalam 1-2 menit. Beberapa pasien juga mengalami sensasi gatal. d) Perawatan Sebelum Prosedur : Jawab semua pertanyaan yang diajukan klien dan keluarga terkait CT scan. Jika perawat berpikir klien akan mengalami nausea, atur intake makanan & minumannya. Contoh : beberapa klien lebih memilih makanan yang ringan untuk mengurangi nausea, sementara yang lainnya mungkin memilih tidak makan apapun sebelum tes dilakukan. Jelaskan bahwa zat kontras mungkin akan digunakan.Tanyakan apakah klien alergi terhadap iodine karena beberapa zat kontras mengandung iodine. Cek apakah klien sudah menandatangani informed consent sebelum tes dilakukan. Jika klien tidak terpasang infuse intravena, maka akses intravena harus dipasang sebelum tes dilakukan.



e) Perawatan Setelah Prosedur Setelah tes dilakukan, kaji klien apakah terjadi reaksi terhadap media kontras dan observasi adanya komplikasi, seperti adanya hematoma pada tempat penyuntikan. Klien dapat melakukan aktivitas seperti semula kecuali ada prosedur diagnostic lainnya yang akan dilaksanakan.



-



f) Keuntungan Memberikan gambaran berbagai tipe jaringan, termasuk paru-paru, tulang, jaringan lunak dan pembuluh darah CT scanning tidak menimbulkan rasa nyeri, non invasif dan akurat Pemeriksaan CT scan berlangsung cepat dan sederhana Diagnosis yang dibuat dengan CT scan dapat menyingkirkan kebutuhan untuk prosedur invasif seperti operasi dan biopsy. CT scan dapat mengidentifikasi struktur normal dan abnormal, membuatnya berguna sebagai alat panduan untuk radioterapi, biopsi dengan jarum atau prosedur invasif lainnya. Biayanya lebih murah untuk berbagai macam masalah klinis



g) Kerugian



-



-



Ada paparan terhadap radiasi dalam bentuk x-ray.



-



Wanita harus selalu menginformasikan kondisinya jika ada kemungkinan hamil



Wanita menyusui harus menunggu 24 jam setelah penyuntikan zat kontras sebelum melanjutkan kembali aktivitas menyusuinya. -



Risiko reaksi alergi yang serius terhadap zat kontras yang mengandung iodine Sumber :www.scielo.br



3) Magnetic Resonance Imaging (MRI)



Sumber : www.scielo.br Memberikan gambaran anatomi tengkorak kepala denga lebih mendetail dibandingkan CT scan. Selain itu, MRI dapat mendeteksi gangguan pada white matter pathways yang disebabkan oleh hilangnya myelin, seperti pada kasus Multiple Sclerosis. MRI juga dapat mengevaluasi infark serebral dalam beberapa jam setelah kejadian. Juga menjadi pilihan scan untuk mendeteksi adanya malformasi otak congenital dan lesi pada spinal cord. a). Perawatan sebelum prosedur Mengajarkan klien dan keluarga tentang tujuan tes, apa yang klien rasakan selama pemeriksaan, dan kerjasama yang harus dilakukan klien selama tes berlangsung. Sebelum tes, klien harus menyingkirkan semua benda-benda yang mengandung metal. IV fluid pumps harus dilepas sebelum tes. Biasanya klien boleh makan dan mengkonsumsi obat yang diresepkan sebelum pemeriksaan. Jika akan menggunakan materi kontras, tanya apakah klien cenderung mudah mengalami nausea.



b). Perawatan setelah prosedur : Setelah tes dilakukan, pasien dapat melakukan aktivitas seperti sebelumnya. 4) Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) MRS adalah metode MRI non invasive yang mempelajari distribusi molekul atau proses kimiawi di dalam tubuh. MRS dapat mendeteksi jumlah jumlah molekul yang abnormal atau yang dalam keadaan normal tidak ada. Adanya molekul-molekul tertentu sering dikaitkan dengan penyakit neurodegenerative tertentu seperti Multiple Sclerosis, Huntington‟s disease, demensia, gangguan pada mitokondia. Implikasi keperawatan sama dengan prosedur MRI.



5) Positron Emission Tomography (PET) PET menampilkan visualiasasi Fungsi fisiologis pada area tubuh. PET memiliki 3 kegunaan utama : -. Menentukan jumlah aliran darah ke jaringan tubuh tertentu - Menunjukkan keadekuatan jaringan menggunakan darah atau nutrisi, seperti oksigen - Memetakan reseptor spesifik, seperti medikasi & neurotransmitter Sumber : www.theteenbrain.com Aliran darah serebral, metabolisme glukosa serebral, ekstraksi oksigen dapat diukur dengan PET. PET digunakan untuk diagnosis stroke, tumor otak, epilepsy dan pencatatan perkembangan penyakit Alzheimer, Parkinson, cedera kepala, dan schizophrenia. Kerugian menggunakan PET adalah biayanya yang sangat mahal. Sebagai gantinya, modifikasi prosedur, yang dinamakan “single-photon emission computed tomography (SPECT), telah dikembangkan. SPECT lebih stabil dan lebih komersial untuk mengukur aliran darah serebral. SPECT menggunakan kamera yang bergerak untuk melacak proton tunggal. Gambar diambil dari berbagai sudut pandang & dalam waktu  1 jam. Hanya kepala yang ditempatkan di dalam scanner. Satu hari sebelum scan dilakukan, klien diberikan isotope via intra vena. Isotope akan dikeluarkan dari tubuh dalam 2 hari. Potasium iodide atau potassium perchlorate dapat diberikan via oral sebelum scan dilakukan untuk mengurangi jumlah iodine radioaktif yang diambil oleh kelenjar tiroid dari isotope. SPECT digunakan untuk menganalisa aliran darah pada stroke iskemik, perdarahan subaraknoid, migrain, penyakit Alzheimer, epilepsy dan penyakit neurodegeneratif lainnya, seperti Parkinson.



a) Perawatan Sebelum Prosedur



Berikan penjelasan tentang tujuan tes, apa yang akan klien dengar dan rasakan serta kerjasama yang diharapkan dapat dilakukan klien selama prosedur dilakukan. Scanner PET dan SPECT sangat tenang (tidak menimbulkan suara). Klien harus puasa 4 jam sebelum tes dilakukan. Jika klien penderita DM, lebih baik jika GDS kurang dari 150 g/dL.



b) Perawatan Setelah Prosedur Klien dapat beraktivitas seperti semula.



6) Tests for Vascular Abnormalities a) Opthalmodynamometry Digunakan untuk membandingkan tekanan arteri retina pada kedua mata. Dapat membantu menegakkan diagnosa penyakit vascular ekstrakranial. Saat retina diobservasi dengan ophtalmoscope, tekanan (atau suction) digunakan pada bola mata dengan dynamometer dan didapatkan hasilnya. Penurunan tekanan arteri retina menunjukkan adanya aliran karotis yang tidak adekuat pada sisi ipsilateral. b) Doppler Ultrasonography Digunakan untuk mengukur aliran darah (termasuk arah dan kekentalan) di area supraorbital. Pada pasien yang mengalami sumbatan atau stenosis pada arteri karotis interna, arah aliran darah terganggu di arteri supraorbital, perubahan itu dapat dideteksi oleh USG. c) Doppler scanning Mengkombinasikan USG Doppler dengan pulse-wave echochardiography. Sering digunakan untuk mengkaji aliran darah yang melalui arteri karotis. 7) Functional Magnetic Resonance Imaging Sama seperti MRI, functional magnetic resonance imaging (fMRI) menggunakan magnet yang kuat dan gelombang frekuensi radio untuk memproduksi gambar. Pada tes ini, klien diminta melakukan kegiatan-kegiatan motorik, kognitif dan sensorik selama scan dilakukan. Klien mungkin juga diminta menyebutkan semua kata yang diingatnya yang dimulai dengan satu huruf tertentu. Area-area tertentu pada otak diaktifkan dengan tiap jenis kegiatan yang dilakukan klien. FMRI mendeteksi perubahan oksigenisasi darah vena dan aliran darah pada area yang diaktifkan. Aliran darah meningkat pada area dimana terjadi peningkatan aktivitas neuron. FMRI lebih banyak digunakan untuk eksperimen dibanding untuk penentuan diagnosa.



8) Electroencephalogram (EEG)



EEG merupakan pengukuran aktivitas listrik pada permukaan superficial dari korteks serebral. Potensial listrik dari aktivitas neuron dalam otak dicatat dalam bentuk pola gelombang.



EEG digunakan untuk mengkaji gangguan berupa kejang pada pasien. Tidak adanya gelombang pada pencatatan (“flat lines”) menjadi satu criteria untuk menentukan kematian otak.



Tipe-Tipe Gelombang Listrik Otak Bentuk Gelombang Deskripsi (durasi) Alpha (8-13 Normal, terlihat selama keadaan relax, terjaga dengan mata siklus/dtk) tertutup, menghilang selama tidur, bangun tiba2x, perhatian kepada stimulus lingkungan & aktivitas mental. Ditemukan pada area oksipital & parietal Beta (12-40 Gelombang cepat mengindikasikan aktivitas fisik atau siklus/dtk) mental, banyak ditemukan di area frontal & parietal Theta (4-7 siklus/dtk) Kurang / lebih sedikit ditemukan pada orang dewasa dibandingkan anak-anak, sering terlihat selama periode stress emosional & menjadi cirri kondisi koma & injuri pada otak, banyak ditemukan pada area temporal & parietal Delta (1-4 siklus/dtk) Normal, terlihat di tahap 3 & 4 saat tidur (tidur dalam) Sleep spindles (12-14 Terlihat pada tidur tahap 2 ( bukan REM) siklus/dtk) Gelombang lambat & Terlihat pada jaringan otak yang mengalami iritasi (kejang) paku



a. Perawatan sebelum prosedur  



 Jelaskan tujuan tes & prosedur kepada klien dan keluarga. Yakinkan bahwa listrik tidak masuk keotak dan bahwa mesin tidak dapat membaca pikiran. Sebelum EEG, rambut klien harus dicuci pakai shampoo. Stimulan (kopi, alcohol, the, cola & rokok), antidepresi dan antikejang harus dihindari selama 24-48 jam sebelum test. Klien diminta untuk relax selama tes karena cemas dapat menghambat ritme alpha.



b. Perawatan setelah prosedur Pasien dapat melakukan aktivitas, medikasi dan diit seperti sebelumnya. Rambut dapat dicuci dan aseton dapat digunakan untuk menghilangkan jel elektrode dari kulit kepala dan rambut. b. Tes Diagnostik Invasive



1) Lumbal Punksi



Lumbal Punksi adalah memasukkan spinal needle pada sub arachnoid space diantara vertebra lumbalis 3 dan 4 atau Lumbal 4 dan 5 atau pada Systerna Magna ( jarang dilakukan) untuk mengambil cerebrospinal fluid (CSF)



Hasil abnormal mengindikasikan…… Meningkat pada meningitis bacterial, hydrocephalus, perdarahan serebral, tumor. Menurun pada kondisi syok & lesi pada spinal Warna Jernih & tidak Merah : perdarahan subaraknoid berwarna Keruh : bakteri Darah Tidak ada Perdarahan serebral Sel 0-5 mononuklear Neutrofil meningkat: infeksi bakteri. Limfosit meningkat: meningitis viral, tubercular, jamur Kultur & Tidak ada organisme Infeksi bakteri/jamur sensitivitas Protein 15-45 mg/dl Infeksi atau proses inflamasi Albumin 10-30 mg/dl Evaluasi Tekanan



Nilai Normal 70-180 mmH2O



Glukosa



50-70 mg/dl atau 20 Kadar glukosa rendah pada neoplasma, mg > rendah dari kadar inflamasi & infeksi bakteri glukosa darah



a) Tujuan -



Mengukur tekanan pada ruang sub arachnoid dengan menggunakan manometer Memperoleh LCS/ CSF untuk pemeriksaan Untuk menentukan adanya daarah dalam cairan cerebro spinalis Memeriksa hambatan pada spinal yang disebabkan oleh lesi pada medulla spinalis Memasukkan zat contras atau udara guna pemeriksaan diagnostic Melakukan spinal anestesi dan memasukkan obat Pada kondisi tertentu dapat sedikit menurunkan tekanan intra cranial. b) Kontraindikasi



-



-



Pada klien yang menunjukkan tanda-tanda peningkatan TIK karena lumbal punksi akan menurunkan tekanan yang tiba-tiba sehingga terjadi pergeseran jaringan otak (herniasi otak) melalui foramen magnum selanjutnya akan menimbulkan tekanan pada medulla oblongata atau kompresi Pada klien dengan infeksi kulit sekitar area punksi karena infeksi dapat masuk kedalam LCS Klien dengan deformitas lumal c)



Perawatan sebelum prosedur



-



Memberikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang tujuan LP, apa yang akan klien rasakan, peran serta klien selama prosedur berlangsung. Minta klien menandatangani surat persetujuan dilakukan tindakan Klien diminta BAB dan BAK sebelum prosedur Periksa catatan medik untuk menilai adanya kontra indikasi seperti peningkatan tekanan intracranial atau gangguan degenerasi sendi Kaji riwayat alergi terhadap obat-obat yang akan di gunakan untuk lokal anestesi atau obat yang akan dimaksukkan (Radiopaque dye) d)



-



-



Perawatan setelah prosedur



Mengevaluasi TTV Klien dianjurkan untuk tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa jam (3-12 jam) setelah prosedur LP untuk mengurangi resiko sakit kepala dan mengembalikan sirkulasi liquor. Minum banyak cairan dapat membantu mengembalikan volume CSF



2) Myelography Myelogram adalah pemeriksaan x-ray yang digunakan untuk menentukan penyebab nyeri, baal dan/atau kelemahan di area punggung, tangan kaki. Selama tes, medium kontras disuntikkanke dalam kanal spinal untuk dapat memberikan gambaran spinal cord dan saraf a) Perawatan sebelum prosedur - Tidak ada pemeriksaan diagnostik kecuali klien memiliki riwayat masalah perdarahan atau kondisi seperti penyakit ginjal atau gagal ginjal -. Medikasi : jangan mengkonsumsi aspirin atau produk yang mengandung aspirin - Jika klien menderita DM : tetap berikan insulin dan sarapan sebelum jam 8 pagi, tidak boleh makan lagi setelah sarapan - Jangan mengenakan perhiasan dan selama prosedur : * Premedikasi, walaupun jarang diperlukan, dapat membuat klien relaks dan mengantuk * Klien pakai gaun khusus RS selama pemeriksaan * Klien dianjurkan untuk tengkurap * Bagian punggung dibersihkan dengan antiseptik, kemudian diberikan anestesi local * Saat area tsbmenjadi baal, materi kontras disuntikkan ke dalam kanal spinal * Klien dapat merasakan sedikit rasa tidak nyaman atau sedikit pusing b) Perawatan setelah prosedur



4) Pemantauan Tekanan Intrakranial a) Indikasi pemantauan/pengukuran TIK adalah cedera kepala, hemoragi subarachnoid, tumor otak, henti jantung, stroke dan pembedahan b) Kontraindikasi Kontraindikasi dan pengukuran TIK adalah infeksi sistemik atau infeksi local pada area penusukan alat pemantauan TIK.



c) Prosedur  Teknik Intraventrikular Teknik ini terdiri atas pemasangan kedalam ventrikel lateral. Lubang ulir bersekrup atau lubang bur pada bagian lateral kearah midline setinggi sutura korona, biasanya ditempatkan pada daerah yang tidak dominan. Kateter ventrikulostomi dipasang melalui serebrum kedalam kornu anterior ventrikel lateral. Dihubungkan ke kateter ventricular melalui stopkok atau selang bertekanan yang disebut transduser. Larutan ringer laktat steril digunakan untuk mengisi cairan pada kolumna antara CSF dan diafragma transducer.



Keuntungan: • Pengukuran tekanan lang sung CSF • Akses untuk drainase atau sample CSF • Akses untuk menentukan respon-respon tekanan-volume • Akses untuk memasukkan obat-obat



Kerugian: • Memerlukan punksi otak • Kesulitan dalam menentukan letak ventrikel lateral • Sumbatan pada kateter oleh komponen cairan atau dinding ventrikel • Risiko terhadap hemoragi atau infeksi intrakranial  Teknik Subaraknoid Device mur dimasukkan melalui lubang ulir drill dan dijulurkan kedalarn spasium subdural atau subaraknoid. Walaupun serebrum tidak terpenetrasi, tekanan seperti pada teknik intraventrikular, diukur lang sung dan CSF. Transducer yang berisi larutan RL dihubungkan langsung dengan stopkok pada mur. Seperti halnya pada setiap teknik pemantauan TIK, device flus kontinu merupakan kontraindikasi.



Keuntungan: • Pengukuran tekanan langsung dan CSF • Tidak perlu penetrasi serebrum untuk menentukan letak ventrikel • Akses untuk drainase dan pengambilan sample CSF • Mudah pemasangannya. Kerugian: • Berisiko terhadap komplikasi dibanding dengan teknik intraventrikuler • Perlu melakukan penutupan tulang kepala • Kemungkinan penyumbatan pada device pengukur karena TIK yang tinggi • Kemungkinan pengukuran T1K dibawah perkiraan saat tekanan ini meningkat Teknik intra parenkimal Kateter dimasukkan melalui baut kecil subaraknoid, dan setelah melakukan fungsi durameter dan mengkoagulasi membran araknoid, kateter didorong lebih dalam ke masa putih otak. Keuntungan: • Akurat • Mudah pemasangan • Tidak ada system pengisian cairan dan udara • Mengurangi efek tekanan hidrostatik • Meminimalkan artifak-artifak, penyimpangan, kebocoran dan infeksi • Tidak perlu penyelarasan setelah pemasangan • Tidak perlu kalibrasi • Tidak ada pengaruh terhadap posisi transducer Kerugian: • Kateter akan rusak dengan lengkungan



• Tidak ada rute untuk drainase dan CSF • Tidak bisa kembali ke titik nol • Memerlukan peralatan yang baik



 Teknik Epidural Teknik mi memerlukan pemasangan alat epidural seperti balon dengan radionukleid, radiotransmiter atau serat optik atau transducer pneumatic antara tulang tengkorak dengan duramater.



Keuntungan: • Kurang invasive • Pemanfaatan transducer tertentu untuk pemantauan ubun-ubun anterior Kerugian: • Tekanan CSF yang ditunjukkan masih dipertanyakan • Waktu respon lambat • Tidak ada rute untuk drainase dan CSF • Tidak bisa ke titik nol . Teknik Telenetri Dua keutamaan penggunaan teknik ini adalah menurunkan risiko infeksi dan pemantauan jangka panjang, seperti Mien yang mengalami hidrosefalus, ensefalopati metabolic dan tumor otak dengan terapi. D. Interpretasi hasil



c.



Tes diagnostic fungsi Non invasive 1) Evoked Potential Studies (EP) EP merupakan suatu manifestasi listrik dari respon otak terhadap stimulus eskternal, seperti pendengaran, penglihatan, somatik atau kombinasi ketiganya. EP dapat digunakan untuk membantu diagnosis kebutaan, tuli, multiple sclerosis, GBS dan cedera batang otak



d. Tes Diagnostik fungsi invasive 1) Test Kalori Test Kalori bertujuan untuk mengetahui fungsi vestibular dari saraf cranial ke-VIII dan membantu diferensial diagnosis pada serebelum dan lesi batang otak.



2) Electromyography (EMG) EMG berfungsi untuk mengukur aksi potensial otot-otot skeletal.EMG mampu mendiagnostik secara objektif penyakit-penyakit neuromuskular 3) Biopsi Otot



Biopsi Otot berfungsi untukmendiagnosis dan membedakan gangguan neuropathi dan myopathi 4) Pengkajian Seluler Pengkajian Seluler berbentuk analisis kromosom yang digunakan untuk membantu diagnosis beberpa kondisi-kondisi abnormal neurologis dan bahan dasar konseling di keluarga untuk pembuktian malformasi neurologis kongenital.



DAFTAR PUSTAKA



Ackly & Badwin, (2004) Nursing Diagnosis Handbook, A Guide to Planning Care, 6 Mosby Inc, St.Lous, Missouri.



th



ed,



Arlene, (1996) Care Prinsiples and Practice of Medical Surgical Nursing, WB Saunders Company, Philadelphia Black, (2005) Medical Surgical Nursing Clinical Management for Contiunity of Care, 5 WB Saunders Company, Philadelphia. Brunner & Suddarth‟s (1996) Texbook of Medical Surgical Nursing,8 Pub, Philadelpia



th



th



ed.



ed, Lippincot-Raven



Burrel & Barlack, (1997) Nursing Management of Adult with Neurologic Problem, 2 Appleton & Lange, USA



nd



ed,



Hudak & Gallo, (1998) Critical Care Nursing a Holistic Approach, Lippincot-Raven Pub, Philadelpia Polaski, (1996), Lucmann’s Core Prinsiples and Practice od Medical Surgical Nursing, 1st ed, WB Saunders Company, Philadelphia Nursing Education Physical Assessment (2006) Neuro Exam.Diambil pada 11 September 2006 dari http://www.med-ed.virginia.edu/courses/pom1/pexam/neuroexam