Pengkajian Sistem Endokrin [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Sistem endokrin terdiri dari sekelompok organ (kadang disebut sebagai kelenjar sekresi internal), yang fungsi utamanya adalah menghasilkan dan melepaskan hormon – hormon secara langsung ke dalam aliran darah. Hormon berperan sebagai pembawa pesan untuk mengkoordinasikan kegiatan berbagai organ tubuh. Gangguan paling banyak terjadi pada kelenjar pankreas yang memunculkan diabetes. Penyakit ini mencapai 75% dari gangguan endokrin secara keseluruhan. Gangguan lain adalah pada kelenjar tiroid, penyebab penyakit gondok (15-20%). Sisanya gangguan pada kelenjar lain yang memunculkan berbagai penyakit, seperti disfungsi ereksi, gangguan hormonal, gangguan hipofisis, bahkan keganasan (kanker). Gangguan kelenjar endokrin bisa menyebabkan berbagai penyakit, mulai dari malnutrisi, gondok, diabetes, gangguan jantung, hipertensi, hingga tumor ganas pada sistem pencernaan. Gangguan kelenjar endokrin umumnya disebabkan perubahan Gaya hidup yang cenderung meninggalkan pola hidup sehat. Dalam melakukan pengkajian pada sistem endokrin ini agak sedikit sulit dikarenakan gambaran klinis atau tanda gejalanya sangat bervariasi. Perlu pemahaman fisiologis dari setiap hormon untuk bisa melakukan pemeriksaan pada Sistem endokrin ini, data pengkajian itu sendiri bisa didapat melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik. Namun apabila dilakukan dengan teliti, sistematis, serta memahami dengan baik fisiologi dari setiap hormon maka kesulitan akan dapat dihindarkan. Pengkajian sistem endokrin bersifat menyeluruh terhadap semua sistem tubuh, karena efek hormon bekerja secara sistemik. Pengkajian pada sistem endokrin meliputi data biografi, riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostik.



1.2



Rumusan Masalah 1.2.1 Apa saja yang dikaji pada pengkajian sistem endokrin? 1.2.2 Bagaimana pengkajian umum Sistem endokrin? 1.2.3 Bagaimana cara melakukan pemeriksaan fisik pada Sistem endokrin? 1.2.4 Bagaimana pengkajian diagnostik pada sistem endokrin? 1



1.3



Tujuan 1.3.1 Untuk mengetahui apa saja yang dikaji pada pengkajian sistem endokrin 1.3.2 Untuk mengetahui pengkajian umum Sistem endokrin 1.3.3 Untuk mengethui cara melakukan pemeriksaan fisik pada sistem endokrin 1.3.4 Untuk mengetahui pengkajian diagnostik pada sistem endokrin.



2



BAB II PEMBAHASAN



2.1



Pengkajian Umum Sistem Endokrin Pengkajian umum sistem endokrin meliputi : 2.1.1 Data Demografi Data biografi yang penting dalam kaitannya dengan sistem endokrin yang merupakan data dasar yaitu umur pasien dan jenis kelamin, hal ini berkaitan dengan menentukan jenis penyakit tertentu misalnya seperti pada diabetes melitus tipe I atau II, dan data dari lainnya seperti nama, alamat, status suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, dll. 2.1.2 Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama Terdiri dari keluhan utama nonspesifik dan keluhan utama spesifik 1) Keluhan utama nonspesifik, yaitu terjadi lesu dan depresi, perubahan kesadaran, penurunan energi, gangguan pola tidur, perubahan BB, perubahan mood dan afek, peubahan kulit dan rambut, perubahan penampilan umum, disfungsi seksual. 2) Keluhan utama spesifik, yaitu terjadi perubahan status mental, perubahan tanda – tanda vital, palpitasi, tremor, letih, lemah, perubahan nafsu makan, berat badan turun, polidifsia dan polifagia, perubahan status bowel, abnormalitas organ seksual dan libido, perubahan penampilan, hiperfungsi adrenokortikal, abnormailtas pertumbuhan, perubahan kulit dan



jaringan



(vitiligo,



miksidema),



rambut



(hirsutisme),



mata



(eksoptalmus), masalah tulang dan sendi, kolik renal dan batu, tetani, paresthesia dan kram otot. b. Riwayat Kesehatan Sekarang Perawat memfokuskan pertanyaan pada hal-hal yang menyebabkan klien meminta bantuan pelayanan seperti menanyakan persepsi pasien tentang penyakitnya, mulai kapan tanda dan gejala muncul, jika ada nyeri bagaimana karakteristik nyerinya, penyebarannya, upaya yang sudah dilakukan untuk mengatasi penyakitnya.



3



c. Riwayat Penyakit Dahulu Kaji kondisi yang pernah dialami oleh keluarga di luar gangguan yang dirasakan sekarang khususnya gangguan yang mungkin sudah berlangsung lama karena tidak mengganggu aktivitas, kondisi ini tidak dikeluhkan, seperti: 1) Tanda-tanda seks sekunder yang tidak berkembang: amenore, bulu rambut tidak tumbuh, buah dada tidak berkembang bagi perempuan. 2) BB yang tidak sesuai dengan usia, misalnya selalu kurus meskipun banyak makan 3) Gangguan psikologis seperti mudah marah, sensitif, sulit bergaul dan tidak mudah berkonsentrasi 4) Penggunaan obat-obatan yang dapat merangsang aktivitas hormonal: hidrokortison, levothyroxine, kontrasepsi oral dan obat antihipertensi. d. Riwayat Kesehatan Keluarga Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan seperti yang dialami klien atau gangguan tertentu yang berhubungan secara langsung dengan gangguan hormonal seperti: 1) Obesitas 2) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan 3) Kelainan pada kelenjar tiroid 4) Diabetes mellitus 5) Infertilitas e. Pengobatan Tanyakan secara khusus tentang penggunaan hormon dan steroid, termasuk : nama obat, dosis, dan durasi penggunaa. Tanyakan apakah klien juga menggunakan terapi obat herbal atau terapi alternative lainnya(Joyce Mk, 2014). 2.1.3 Riwayat Diet Perubahan status nutrisi atau gangguan pada saluran pencernaan dapat saja mencerminkan gangguan endokrin tertentu atau pola dan kebiasaan makan yang salah dapat menjadi faktor penyebab, oleh karena itu kondisi berikut ini perlu di kaji: a. Adanya nausea, muntah dan nyeri abdomen b. Penurunan atau penambahan berat badan yang drastic 4



c. Selera makan yang menurun atau bahkan berlebihan d. Pola makan dan minum sehari - hari e. Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang dapat mengganggu fungsi endokrin seperti makanan yang bersifat goitrogenik terhadap kelenjar tiroid 2.1.4 Pola Fungsi Kesehatan a. Pola pemenuhan nutrisi 1) Mengkaji tinggi badan dan berat badan 2) Apakah ideal antara berat badan dan tinggi badannya, berapa yang diinginkan berat badannya? 3) Adakah perubahan pola makan, baik jumlah maupun jenisnya 4) Adakah perubahan nafsu makan? 5) Bagimana keadaan rambut? distribusi? 6) Keadaan warna kulit, khususnya pada wajah, leher, tangan 7) Adakah tanda-tanda malnutrisi? b. Pola eliminasi 1) Frekuensi BAK, BAB 2) Apakah ada perubahan BAK, BAB, lebih dari normal? BAK sering pada malam hari 3) Adakah kesulitan dalam BAB dan BAK? 4) Penggunaan laksatif untuk membantu BAB c. Pola aktivitas dan latihan 1) Aktivitas yang bisa dilakukan sehari-hari 2) Adakah program khusus latihan 3) Apakah olahraga secara rutin, bagimana polanya? 4) Adakah kesulitan atau gangguan aktivitas? 5) Apakah mudah lelah dan letih saat beraktivitas? d. Pola istirahat dan tidur 1) Berapa jam waktu tidur? 2) Adakah gangguan tidur? 3) Adakah tanda-tanda kurang tidur? 4) Bagaimana pola tidurnya? 5) Adakah pemberian obat-obatan untuk mengatasi gangguan tidur? e. Pola kognitif persepsi sensori 1) Adakah gangguan memori? 5



2) Adakah gangguan orientasi? 3) Adakah gangguan intelektua? f. Pola konsep diri 1) Gambaran diri: sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar 2) Identitas diri: ciri-ciri atau keadaan seseorang yang berbeda dengan orang lain 3) Peran diri: sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat 4) Ideal diri: persepsi individu tentang bagaimana dirinya harus berperilaku dan bertindak berdasarkan standar, aspirasi, tujuan atau penilaian personal tertentu 5) Harga diri: pandangan keseluruhan dari individu tentang dirinya. g. Pola peran-hubungan Mengkaji bagaimana hubungan sosial klien dengan keluarga ataupun lingkungan sekitarnya. h. Pola seksualitas 1) Apakah sudah menikah, mempunyai anak? 2) Pola hubungan seksual, kepuasan dalam hubungan seksual 3) Adakah perubahan hasrat seksual? 4) Adakah perubahan menstruasi? 5) Bagaimana kemampuan ereksi? i. Pola mekanisme koping: 1) Apakah mempunyai stressor? 2) Bagaimana mengatasi stressor? 3) Bagimana support sistem yang dilakukan? j. Pola nilai dan kepercayaan Menanyakan nilai dan kepercayaan yang dianut oleh klien, dan kebiasaan klien dalam hal mendekatkan diri kepada sang pencipta.



2.2



Pemeriksaan Fisik pada Sistem Endokrin Pemeriksaan fisik dilakukan dengan tehnik inspeksi, palpasi, dan auskultasi untuk mendapatkan data objektif. Pemeriksaan fisik pada sistem endokrin bersifat menyeluruh, namun manifestasi klinik akan sangat membantu dalam memfokuskan 6



pemeriksaan fisik. Melalui pemeriksaan fisik ada dua aspek utama yang dapat digambarkan yaitu: 



Kondisi kelenjar endokrin







Kondisi jaringan atau organ sebagai dampak dari kondisi endokrin Dalam melakukan pemeriksaan fisik pada sistem endokrin, dapat dilakukan



dengan teknik sebagai berikut : 2.2.1 Inspeksi Disfungsi sistem endokrin akan menyebabkan perubahan fisik sebagai dampaknya terhadap pertumbuhan dan perkembangan, keseimbangan cairan dan elektrolit, seks dan reproduksi, metabolisme dan energi. Berbagai perubahan fisik dapat berhubungan dengan satu atau lebih gangguan endokrin, oleh karena itu dalam melakukan pemeriksaan fisik, perawat tetap berpedoman pada pengkajian yang komprehensif dengan penekanan pada gangguan hormonal tertentu dan dampaknya terhadap jaringan sasaran dan tubuh secara keseluruhan. Jadi menggunakan pendekatan head-to-toe saja atau menggabungkannya dengan pendekatan sistem, kedua-duanya dapat digunakan. Pertama – tama, amatilah penampilan umum klien apakah tampak kelemahan berat, sedang, dan ringan, serta sekaligus amati bentuk dan proporsi tubuh. Pada pemeriksaan wajah, fokuskan pada abnormalitas struktur bentuk dan ekspresi wajah seperti bentuk dahi, rahang dan bibir. Pada mata amati adanya edema periorbita dan exoptalmus serta apakah ekspresi wajah datar atau tumpul. Amati lidah klien terhadap kelainan bentuk dan penebalan, ada tidaknya tremor pada saat diam atau bila digerakkan. Kondisi ini biasanya terjadi pada gangguan tiroid. Di daerah leher, amati bentuk leher, apakan leher tampak membesar, simetris atau tidak. Pembesaran leher dapat disebabkan pembesaran kelenjar tiroid dan untuk meyakinkannya perlu dilakukan palpasi. Distensi atau bendungan pada vena jugularis dapat mengindikasikan kelebihan cairan atau kegagalan jantung. Amati warna kulit (hiperpigmentasi atau hipopigmentasi) pada leher, apakah merata dan catat lokasinya dengan jelas bila dijumpai kelainan pada kulit leher lanjutkan dengan memeriksa lokasi yang lain di tubuh sekaligus. Infeksi jamur, penyembuhan yang lama, bersisik, dan ptechiae lebih sering dijumpai pada klien dengan hiperfungsi adrenokortikal. Hiperpigmentasi



7



pada jari, siku dan lutut dijumpai pada klien hipofungsi kelenjar adrenal. Vitiligo atau hipopigmentasi pada kulit tampak pada hipofungsi kelenjar adrenal sebagai



akibat



destruksi



melanosit



di



kulit



oleh



proses



autoimun.



Hipopigmentasi biasa terjadi di wajah, leher, dan ekstremitas. Penumpukan masa otot yang berlebihan pada leher bagian belakang yang biasa disebut bufflow neck atau leher/punuk kerbau dan terus sampai daerah klavikula sehingga klien tampak seperti bungkuk, terjadi pada klien hiperfungsi adrenokortikal. Amati bentuk dan ukuran dada, pergerakan dan simetris tidaknya. Ketidakseimbangan



hormonal



khususnya



hormon



seks



akan



menyebabkan perubahan tanda seks sekunder, oleh sebab itu amati keadaan rambut aksila dan dada. Pertumbuhan rambut yang berlebihan pada dada dan wajah wanita disebut hirsutisme. Pada buah dada amati bentuk dan ukuran, simetris tidaknya, pigmentasi dan adanya pengeluaran cairan. Striae pada buah dada atau abdomen sering dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal. Bentuk abdomen cembung akibat penumpukan lemak centripetal dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal. Pada pemeriksaan genitalia, amati kondisi skrotum dan penis juga klitoris dan labia terhadap kelainan bentuk. 2.2.2 Palpasi Kelenjar tiroid dan testis, dua kelenjar yang dapat diperiksa melalui rabaan. Pada kondisi normal, kelenjar tiroid tidak teraba namun isthmus dapat diraba dengan menengadahkan kepala klien. Lakukan palpasi kelenjar tiroid perlobus dan kaji ukuran, nodul tinggal atau multipel, apakah ada rasa nyeri pada saat dipalpasi. Pada saat melakukan pemeriksaan, klien duduk atau berdiri sama saja namun untuk menghindari kelelahan klien sebaiknya posisi duduk. Untuk hasil yang lebih baik, dalam melakukan palpasi pemeriksa berada di belakang klien dengan posisi kedua ibu jari perawat dibagian belakang leher dan keempat jari-jari lain ada diatas kelenjar tiroid. Palpasi testis dilakukan dengan posisi tidur dan tangan perawat harus dalam keadaan hangat. Perawat memegang lembut dengan ibu jari dan dua jari lain, bandingkan yang satu dengan yang lainnya terhadap ukuran/besarnya, simetris tidaknya nodul. Normalnya testis teraba lembut, peka terhadap sinar dan sinyal seperti karret.



8



2.2.3 Auskultasi Mendengarkan



bunyi



tertentu



dengan



bantuan



stetoskop



dapat



menggambarkan berbagai perubahan dalam tubuh. Auskultasi pada daerah leher, di atas kelenjar tiroid dapat mengidentifikasi“ bruit“. Bruit adalah bunyi yang dihasilkan oleh karena turbulensi pada pembuluh darah tiroidea. Dalam keadaan normal, bunyi ini tidak terdengar. Dapat diidentifikasi bila terjadi peningkatan sirkulasi darah ke kelenjar tiroid sebagai dampak peningkatan aktivitas kelenjar tiroid. Auskultasi dapat pula dilakukan untuk mengidentifikasi perubahan pada pembuluh darah dan jantung seperti tekanan darah, ritme dan rate jantung yang dapat



menggambarkan



gangguan



keseimbangan



cairan,



perangsangan



katekolamin dan perubahan metabilisme tubuh.



Selain dengan teknik di atas, pemeriksaan fisik juga dilakukan dengan memeriksa keadaan fisik klien dengan cara head-to-toe: a. Tanda vital Tanda vital yaitu pernapasan, suhu, tekanan darah dan nadi. Adanya perubahan tanda vital sering terjadi misalnya pada pasien dengan hipertiroid, hipotiroid yang berakibat pada perubahan kardiovaskuler sehingga dapat terjadi bradikardi, takhikardi. Peningkatan suhu tubuh dan penurunan suhu tubuh dapat terjadi pada peningkatan atau penurunan metabolisme tubuh pada pasien dengan gangguan tiroid. Tekanan darah dapat menurun atau meningkat. b. Kulit Perubahan warna kulit seperti kemerahan, ekimosis, sianosis, striae. Observasi rambut, distribusinya dan teksturnya. Inpeksi warna, pigmentasi, striae, ekimosis. Adakah kemerahan, sianosis, kekuningan, hematoma. Palpasi tekstur dan keadaan keringat. 



Hiperpigmentasi pada persendian, genetalia ditemukan pada penyakit addison. Hal ini dikarenakan kekurangan adrenokartikal kronik menyebabkan kelebihan pigmen pada kulit







Pigmentasi abu – abu kecoklatan di leher dan ketiak ditemukan pada pasien dengan cushing syndrome







Pigmentasi kuning pada palmar dapat mengindikasikan penyakit hiperlipidemia



9







Penurunan pigmentasi kulit dapat terjadi pada panhipopituitari







Keadaan kulit yang kering, keras dan bersisik menjadi indikasi pada hipotiroid







Kulit hangat, lembab, tipis dapat ditemukan pada hipertiroid







Striae keunguan dan ekimosis dapat ditemukan pada cushing syndrome







Edema, dapat terjadi pada hipotiroid (myxedema)







Penyembuhan luka yang lama, indikasi penyakit diabetes mellitus







Perubahan distribusi rambut, jumlah, tekstur, dapat terjadi pada pasien dengan gangguan tiroid.



c. Kepala Kesimetrisan, proporsi dengan anggota tubuh yang lain, bentuk dan ukuran, ekspresi wajah pada kecemasan. Pada gangguan hormon pituitari dapat ditemukan pembesaran ukuran kepala, pembesaran rahang dan pertumbuhan gigi tidak rata. Perubahan bentuk yang terjadi adalah penurunan ukuran bibir dan hidung, penonjolan supraorbital. d. Mata Kaji ketajaman penglihatan, kesimetrisan, posisi, edema pada mata, pergerakan bola mata 



Kebutaan, misalnya pada penyakit DM.







Mata yang melotot keluar (exopthalmos), karakteristik dari hipertiroid.



e. Leher Adakah pembesaran, simetris atau tidak, adakah gangguan menelan dan bicara. Lakukan pemeriksaan kelenjar tiroid f. Thoraks Pada laki-laki adakah pembesaran mamae, pada perempuan apakah payudara kecil. Auskultasi bunyi paru dan jantung. 



Atropi payudara pada wanita terjadi pada hipopituitari







Ginekomastia dapat ditemukan







Perubahan tanda vital, misalnya hipertensi dapat terjadi pada tumor adrenal, menurunkannya sekresi ADH.







Meningkatnya nadi dan denyut jantung, misalnya pada pasien dengan hipertiroid.



10



g. Abdomen Dapat ditemukan: 



Pembesaran hati, limpa







Peristaltik usus menurun pada hipotiroid







Perubahan pola eliminasi bowel seperti diare, misalnya pada pasien hipertiroid, konstipasi sering terjadi pada hipotiroid.







Rasa haus dan makan yang berlebihan, karakteristik penyakit DM.



h. Genitalia 



Adanya atropi pada laki-laki merupakan indikasi hipopituitari







Frekuensi urin yang berlebihan (poliuria), indikasi pada pasien DM.







Adanya batu ginjal, indikasi pada hiperparatiroid







Perubahan siklus menstruasi, penurunan libido, impoten merupakan indikasi gangguan pada hormon gonadotropin.



i. Ekstremitas Kaji bentuk, ukuran, kesimetrisan, kekuatan otot, ROM. Dapat ditemukan adanya kelemahan tonus otot, nyeri sendi saat digerakkan, pembesaran tangan dan kaki, trunkei obesitas (badan besar ekstremitas kecil).



2.3



Pengkajian Diagnostik pada Sistem Endokrin 2.3.1 Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Hipofise a. Foto Tengkorak (Kranium) Dilakukan untuk melihat sella tursika. Dapat terjadi tumor atau juga atropi. Tidak dibutuhkan persiapan fisik secara khusus, namun pendidikan kesehatan tentang tujuan dan prosedur sangatlah penting. b. Foto tulang (Osteo) Dilakukan untuk melihat kondisi tulang. Pada klien dengan gigantisme akan dijumpai ukuran maupun panjangnya. Pada akromegali akan dijumpai tulang-tulang perifer yang bertambah ukurannnya ke samping. Persiapan fisik secara khusus tidak ada, pendidikan kesehatan diperlukan. c. CT scan Otak Dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya tumor pada hipofise atau hipotalamus melalui komputerisasi. Tidak ada persiapan fisik secara khusus, namun diperlukan penjelasan agar klien dapat diam selama prosedur. 11



d. Pemeriksaan darah dan urin 1. Kadar Growth Hormon Nilai normal 10 µg/ml pada anak dan orang dewasa. Pada bayi di bulanbulan pertama kelahiran nilai ini meningkat kadarnya. Spesimen adalah darah vena lebih kurang 5 cc. Persiapan khusus secara fisik tidak ada. 2. Kadar Tiroid Stimulating Hormon (TSH) Nilai normal 6-10 µg/ml. Dilakukan untuk menentukan apakah gangguan tiroid bersifat primer atau sekunder. Dibutuhkan darah lebih kurang 5 cc. Tanpa persiapan secara khusus. 3. Kadar Adenokartiko Tropik (ACTH) Pengukuran dilakukan dnegan test supresi deksametason. Spesimen yang diperlukan adalah darah vena lebih kurang 5 cc dan urin 24 jam. Persiapan : a. Tidak ada pembatasan makan dan minum b. Bila



klien



menggunakan



obat-obatan



seperti



kortisol



dan



antagonisnya, dihentikan lbih dahulu 24 jam sebelumnya. c. Bila obat-obatan harus diberikan, lamirkan jenis obat dan dosisnya pada lembar pengiriman specimen d. Cegah stress fisik dan psikologis Pelaksanaan : a. Klien diberi deksametason 4 × 0.5 ml/hari selama-lamanya dua hari b. Besok paginya darah vena diambil sekitar 5 cc c. Urine ditampung selama 24 jam d. Kirim spesimen (darah dan urin) ke laborator Hasil Normal bila ; a. ACTH menurun kadarnya dalam darah. Kortisol darah kurang dari 5 ml/dl b. 17-Hydroxi-Cortico-Steroid (17-OHCS ) dalam urin 24 jam kurang dari 2.5 mg. Cara



sederhana



dapat



juga



dilakukan



dengan



pemberian



deksametason 1 mg per oral tengah malam , baru darah vena diambil lebih kurang 5 cc pada pagi hari dan urin ditampung selama 5 jam. Spesimen dikirim ke laboratorium. Nilai normal bila kadar kortisol 12



darah kurang atau sama dengan 3 mg/dl dan ekskresi OHCS dalam urin 24 jam kurang dari 2.5 mg. 2.3.2 Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Tiroid a. Up take Radioaktif (RAI) Tujuan pemeriksaan adalah untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap iodida. Persiapan : 1. Klien puasa 6-8 jam 2. Jelaskan tujuan dan prosedur Pelaksanaan : 1. Klien diberi Radioaktif Jodium (I131) per oral sebanyak 50 microcuri. Dengan alat pengukur yang ditaruh di atas kelenjar tiroid diukur radioaktif yang tertahan. 2. Juga dapat diukur clearence I131 melalui ginjal dengan mengumpulkan urin selama 24 jam dan diukur kadar radioaktif jodiumnya. Banyaknya I131 yang ditahan oleh kelenjar tiroid dihitung dalam persentase sebagai berikut: a. Normal : 10-35% b. Kurang dari : 10% disebut menurun , dapat terjadi pada hipotiroidisme. c. Lebih dari : 35 % disebut meninggi, dapat terjadi pada tirotoxikosis atau pada defisiensi jodium yang sudah lama dan pada pengobatan lama hipertiroidisme. b. T3 dan T4 Serum Persiapan fisik secara khusus tidak ada. Spesimen yang dibutuhkan adalah darah vena sebanyak 5-10 cc. 1. Nilai normal pada orang dewasa: Jodium bebas : 0.1-0.6 mg/dl T3 : 0.2-0.3 mg/dl T4 : 6-12 mg/dl Nilai normal pada bayi/anak: T3 : 180-240 mg/dl



13



c. Up take T3 Resin Bertujuan untuk mengukur jumlah hormon tiroid (T3) atau tiroid binding globulin (TBG) tak jenuh. Bila TBG naik berarti hormon tiroid bebas meningkat. Peningkatan TBG terjadi pada hipertiroidisme. Dibutuhkan spesimen darah vena sebanyak 5 cc. Klien puasa selama 6-8 jam. Nilai normal pada : Dewasa : 25-35 % uptake oleh resin Anak : pada umumya tidak ada d. Protein Bound Iodine (PBI) Bertujuan mengukur jodium yang terikat dengan protein plasma. Nilai normal 4-8 mg% dalam 100 ml darah. Spesimen yang dibutuhkan darah vena sebanyak 5-10 cc. Klien dipuaskan sebelum pemeriksaan sebelum pemeriksaan 6-8 jam. e. Laju Metabolisme Basal (BMR) Bertujuan untuk mengukur secara tidak langsung jumlah oksigen yang dibutuhkan tubuh di bawah kondisi basal selama beberapa waktu. Persiapan : 1. Klien puasa sekitar 12 jam 2. Hindari kondisi yang menimbulkan kecemasan dan stress 3. Klien harus tidur paling tidak 8 jam 4. Tidak mengkonsumsi obat-obat analgesik dan sedative 5. Jelaskan pada klien tujuan pemeriksaan dan prosedurnya 6. Tidak boleh bangun dari tempat tidur sampai pemeriksaan dilakukan Pelaksanaan : 1. Segera setelah bangun, dilakukan pengukuran tekanan darah dan nadi -



Dihitung dengan rumus BMR (0.75 × pulse ) + ( 0.74 × Tek Nadi ) 72



-



Nilai normal BMR : -10 s/d 15 %



f. Scanning Tyroid Dapat digunakan dengan beberapa tehnik antara lain : 1. Radio Iodine Scanning. Digunakan untuk menentukan apakah nodul tiroid tunggal atau majemuk dan apakah panas atau dingin (berfungsi atau tidak berfungsi). Nodul panas menyebabkan hipersekresi jarang bersifat ganas. 14



2. Up take Iodine. Digunakan untuk menentukan pengambilan jodium dari plasma. Nilai normal 10 s/d 30 % dalam 24 jam. 2.3.3 Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Paratiroid a. Percobaan Sulkowitch Dilakukan untuk memeriksa perubahan jumlah kalsium dalam urine, sehingga dapat diketahui aktivitas kelenjar paratiroid. Percobaan dilakukan dengan menggunakan Reagens Sulkowitch. Bila pada percobaan tidak terdapat endapan maka kadar kalsium plasma diperkirakan antara 5 mg/dl. Endapan sedikit (fine white cloud) Menunjukkan kadar kalsiun darah normal (6 ml/dl). Bila endapan banyak, kadar kalsium tinggi. Persiapan : 1. Urine 24 jam ditampung ditampung. 2. Makanan rendah kalsium 2 hari berturut-turut. Pelaksanaan : 1. Masukkan urin 3 ml ke dalam 2 tabung. 2. Ke dalam tabung pertama dimasukkan reagens sulkowitch 3 ml, tabung kedua hanya sebagai kontrol. Pembacaan hasil secara kuantitatif : Negatif (-) : tidak terjadi kekeruhan Positif (+) : terjadi kekeruhan yang halus Positif (++) : kekeruhan sedang Positif (+++) : kekeruhan banyak timbul dalam waktu kurang dari 20 detik Positif (++++) : kekeruhan hebat, terjadi seketika b. Percobaan Ellwort – Howard Percobaan didasarkan pada diuresis pospor yang dipengaruhi oleh parathormon. Cara pemeriksaan: klien disuntik dengan parathormon melalui intravena kemudian urin ditampung dan diukur kadar pospornya. pada hipoparatiroid, diuresis pospor bisa mencapai 5-6 kali nilai normal. Pada hiperparatiroid, diuresis pospornya tidak banyak berubah. c. Percobaan Kalsium Intravena Percobaan ini berdasarkan pada anggapan bahwa bertambahnya kadar serum kalsium akan menekan pembentukkan parathormon. Normal bila pospor serum meningkat dan pospor diuresis berkurang. Pada hiper paratiroid, 15



pospor



serum



dan



pospor



diuresis



tidak



banyak



berubah.



Pada



hipoparatiroid, pospor serum hampir tidak mengalami perubahan tetapi pospor diuresis meningkat. d. Pemeriksaan Radiologi Persiapan khusus tidak ada. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya kalsifikasi tulang, penipisan dan osteoporosis. Pada hipotiroid, dapat dijumpai kalsifikasi bilateral pada dasar tengkorak. Densitas tulang bisa normal atau meningkat. Pada hipertiroid, tulang menipis, terbentuk kista dalam tulang serta tuberculae pada tulang. e. Pemeriksaan Elektrokardiogram ( EKG) Persiapan



khusus



tidak



ada.



Pemeriksaan



ini



bertujuan



untuk



mengidentifikasi kelainan gambaran ekg akibat perubahan kadar kalsium serum terhadap otot jantung. Pada hiperparatiroid, akan dijumpai gelombang Q – T yang memanjang sedangkan pada hiperparatiroid interval Q – T mungkin normal. f. Pemeriksaan Elektromiogram (EMG) Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan kontraksi otot akibat perubahan kadar kalsium serum. Persiapan khusus tidak ada. 2.3.4 Pemeriksaan Fungsi Korteks Adrenal a. Pemeriksaan hematologi 



Kadar kortisol, pengukuran dilakukan pada saat tertentu misalnya pada pagi atau sore hari, untuk menilai fungsi kortek adrenal. Kadar kortisol meningkat pada pagi hari antara jam 6.00 – 8.00 dan menurun pada malam hari. Nilai normal pada jam 8.00 : 5-23 g/dl pada jam 16.00 : 313 g/dl.







Aldosteron, untuk mendiagnosa hiperadosteronisme, banyak faktor yang memeperngaruhi kadar aldesteron yaitu intake potassium, pembatasan sodium dan posisi berdiri atau berbaring/terlentang serta kehamilan, nilai normal posisi terlentang 3-10 ng/dl dan posisi berdiri, duduk lebih dari 2 jam : 50 ng/dl.







Serum ACTH, untuk mengetahui fungsi pituitari anterior. Nilai normal pada pagi hari kurang dari 80 pg/ml dan sore hari kurang dari 50 pg/ml.



16







Serum



renin



assay,



untuk



membantu



mendiagnosa



adanya



hiperaldosteronisme primer atau sekunder. Pemeriksaan ini untuk mengukur renin yang diproduksi di apparatus juxtaglomerulus sebagai respon menurunnya aliran darah ke ginjal. Nilai normal dengan pembatasan sodium usia 20-30 tahun ; 2,9 – 24 ng/dl/jam, usia lebih dari 40 tahun : 2,9-10,8 ng/ml/jam. Pada diet normal sodium nilsi normal pada usia 20-30 tahun : 0,1-4,3 ng/ml/jam dan usia lebih dari 40 tahun : 0,1-3 ng/ml/jam. b. Pemeriksaan urin 



Pemeriksaan aldosteron urin, nilai normal 2-26 pg/24 jam







Pemeriksaan kortisol urin, mengukur kadar kortisol dan fungsi korteks adrenal. Kadar kortisol dan fungsi stress, aktivitas dan obat-obatan. Nilai normal :