Pengukuran Horisontal Dan Vertikal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Joko Hartadi



Prodi Teknik Geologi FTM UPN “Veteran” Yogyakarta



Ilmu Ukur Tanah Kerangka Dasar Pemetaan Kerangka Dasar Vertikal (Pertemuan/minggu ke-5 dan ke-6



Pengantar • Dalam pembuatan peta yang dikenal dengan istilah pemetaan dapat dicapai dengan melakukan pengukuran pengukuran di atas permukaan bumi, yang mempunyai bentuk tidak beraturan. • Pengukuran-pengukuran dibagi dalam pengukuran yang mendatar untuk mendapat hubungan titik-titik yang diukur diatas permukaan bumi (Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal) dan pengukuranpengukuran tegak guna mendapat hubungan tegak antara titik-titik yang diukur (Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal) serta pengukuran titik-titik detail.



Kerangka Dasar Vertikal • Merupakan kumpulan titik-titik yang telah diketahui atau ditentukan posisi vertikalnya berupa ketinggiannya terhadap bidang rujukan ketinggian tertentu. • Bidang ketinggian rujukan ini bisa berupa ketinggian muka air laut rata-rata (mean sea level - MSL) atau ditentukan lokal. • Umumnya titik kerangka dasar vertikal dibuat menyatu pada satu pilar dengan titik kerangka dasar Horizontal.



Kerangka Dasar Vertikal



• Pengadaan jaring kerangka dasar vertikal dimulai oleh Belanda dengan menetapkan MSL di beberapa tempat dan diteruskan dengan pengukuran sipat datar teliti. • Bakosurtanal, mulai akhir tahun 1970-an memulai upaya penyatuan sistem tinggi nasional dengan melakukan pengukuran sipat datar teliti yang melewati titik-titik kerangka dasar yang telah ada maupun pembuatan titik-titik baru pada kerapatan tertentu. • Jejaring titik kerangka dasar vertical ini disebut sebagai Titik Tinggi Geodesi (TTG).



• Untuk keperluan pengikatan ketinggian, bila pada suatu wilayah tidak ditemukan TTG, maka bisa menggunakan ketinggian titik triangulasi sebagai ikatan yang mendekati harga ketinggian teliti terhadap MSL dan dapat juga menggunakan titik orthometrik dari pengukuran GPS Geodetik.



• Pengukuran tinggi adalah menentukan beda tinggi antara dua titik. Beda tinggi antara dua titik dapat ditentukan dengan :



1. Metode pengukuran penyipat datar 2. Metode trigonometris 3. Metode barometri



Metode Pengukuran Sipat Datar • Metode sipat datar optis adalah proses penentuan ketinggian dari sejumlah titik atau pengukuran perbedaan elevasi. • Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan tinggi diatas air laut ke suatu titik tertentu sepanjang garis vertikal. • Perbedaan tinggi antara titik-titik akan dapat ditentukan dengan garis sumbu pada pesawat yang ditunjukan pada rambu yang vertical. • Tujuan dari pengukuran penyipat datar adalah mencari beda tinggi antara dua titik yang diukur.



Peralatan • Pengukuran sipat datar memerlukan dua alat utama yaitu sipat datar (waterpas) dan rambu ukur. • Umumnya waterpass dilengkapi dengan nivo yang berfungsi untuk mendapatkan sipatan mendatar dari kedudukan alat dan unting-unting untuk mendapatkan kedudukan alat tersebut di atas titik yang bersangkutan. • Selain peralatan utama, ada beberapa peralatan pendukung seperti kompas, measuring tools dan payung.



Waterpass/Sipat Datar Waterpas Topcon



Nivo Tabung (Tubular Bubble Level)



Waterpas Nikon



Nivo Kotak (Circular Bubble Level)



Levelling Tripods



Levelling Rods/Rambu Ukur



Field of View Waterpass



Kompas • Sebuah kompas terdiri atas sebuah jarum baja yang bermagnet dipasang pada sebuah sumbu putar dititik pusat lingkaran. Gaya magnet bumi mengatur arah jarum. • Ketika kotak kompas diputar, jarum jam tetap menunjuk kea rah utara magnetik kompas umumnya digunakan sebagai alat untuk menentukan arah dan sudut horizontal.



Measuring tools



Payung



Syarat Penggunaan Alat Sipat Datar • garis bidik harus sejajar dengan garis jurusan nivo. • Dalam keadaan di atas, apabila gelembung nivo tabung berada di tengah garis bidik akan mendatar. • Oleh sebab itu, gelembung nivo tabung harus di tengah setiap kali akan membaca skala rambu.



Istilah dalam Pengukuran Sipat Datar (Waterpass)



• Stasion (A, B, C, X) Stasion adalah titik dimana rambu ukur ditegakan, bukan tempat alat sipat datar ditempatkan, tetapi pada pengukuran horizontal stasion adalah titik tempat berdiri alat. • Tinggi alat (t1 dan t2) Tinggi alat adalah tinggi garis bidik diatas tanah dimana alat sipat datar didirikan. • Tinggi garis bidik (Ta, Tb) Tinggi garis bidik adalah tinggi garis bidik di atas bidang referensi ketinggian (permukaan air laut rata-rata).



• Pengukuran ke belakang (b) Pengukuran ke belakang adalah pengukuran ke rambu yang ditegakan di stasion yang diketahui ketinggiannya, maksudnya untuk mengetahui tingginya garis bidik. Rambunya disebut rambu belakang. • Pengukuran ke muka (m) Pengukuran ke muka adalah pengukuran ke rambu yang ditegakan di stasion yang diketahui ketinggiannya, maksudnya untuk mengetahui tingginya garis bidik. Rambunya disebut rambu muka.



• Titik putar/turning point (m=b) Titik putar (turning point) adalah stasion dimana pengukuran ke belakang dan ke muka dilakukan pada rambu yang ditegakan di stasion tersebut. • Stasion antara (intermediate stasion) Stasion antara (intermediate stasion) adalah titik antara dua titik putar, dimana hanya dilakukan pengukuran ke muka untuk menentukan ketinggian stasion tersebut. • Seksi (X ke B) Seksi adalah jarak antara dua stasion yang berdekatan, yang sering pula disebut slag.



Cara Pengukuran Sipat Datar (1)



ta T HA b HB hAB



= tinggi alat di A = tinggi garis bidik = tinggi stasion A = bacaan rambu di B = tinggi stasion B = beda tinggi dari A ke B = ta – b



untuk menghitung tinggi stasion B digunakan rumus sbb: HB = T – b HB = HA + ta – b HB = HA + hAB



Cara Pengukuran Sipat Datar (2)



hAB = a – b hBA = b – a Bila tinggi stasion A adalah HA, maka tinggi stasion B adalah: HB = HA + hAB = HA + a – b = T – b



Bila tinggi stasion B adalah HB, maka tinggi stasion A adalah: HA = HB + hBA = HB + b – a = T – a



Cara Pengukuran Sipat Datar (3)



hAB = a – b hBA = b – a bila tinggi stasion C diketahui HC, maka: HB = HC + tc – b = T – b HA = HC + tc – a = T – a



Bila tinggi stasion A diketahui, maka: HB = HA + hAB = HA + a - b Bila tinggi stasion B diketahui, maka: HA = HB + hAB = HB + b – a



Pengukuran Sipat Datar Berantai • Dilakukan jika jarak antar titik kontrol terlalu jauh (jarak bidik optimum alat sipat datar = 40-60 m) • Jarak tersebut dibagi menjadi beberapa slag, dan pengukuran dibuat secara berantai – Seksi: pengukuran pergi-pulang dalam satu hari – Trayek: gabungan beberapa seksi



Jenis-Jenis Pengukuran Sipat Datar • Sipat datar memanjang. – Digunakan apabila jarak antara dua stasion yang akan ditentukan beda tingginya sangat berjauhan (di luar jangkauan jarak pandang). Jarak antara kedua stasion tersebut dibagi dalam jarak-jarak pendek yang disebut seksi atau slag. Jumlah aljabar beda tinggi tiap slag akan menghasilkan beda tinggi antara kedua stasion tersebut. – Tujuan pengukuran ini umumnya untuk mengetahui ketinggian dari titik-titik yang dilewatinya dan biasanya diperlukan sebagai kerangka vertical bagi suatu daerah pemetaan. Hasil akhir daripada pekerjaan ini adalah data ketinggian dari pilar-pilar sepanjang jalur pengukuran yang bersangkutan. Yaitu semua titik yang ditempati oleh rambu ukur tersebut.



• Sipat datar resiprokal Kelainan pada sipat datar ini adalah pemanfaatan konstruksi serta tugas nivo yang dilengkapi dengan skala pembaca bagi pengungkitan yang dilakukan terhadap nivo tersebut. Sehingga dapat dilakukan pengukuran beda tinggi antara dua titik yang tidak dapat dilewati pengukur. Seperti halnya sipat datar memanjang, maka hasil akhirnya adalah data ketinggian dari kedua titik tersebut.



• Sipat datar profil. Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui profil dari suatu trace baik jalan ataupun saluran, sehingga selanjutnya dapat diperhitungkan banyaknya galian dan timbunan yang perlu dilakukan pada pekerjaan konstruksi. Pelaksanaan pekerjaan ini dilakukan dalam dua bagian yang disebut sebagai sipat datar profil memanjang dan melintang. Hasil akhir dari pengukuran ini adalah gambaran (profil) dari pada kedua jenis pengukuran tersebut dalam arah potongan tegaknya.



• Sipat datar luas Untuk merencanakan bangunan-bangunan, ada kalanya ingin diketahui keadaan tinggi rendahnya permukaan tanah. Oleh sebab itu dilakukan pengukuran sipat datar luas dengan mengukur sebanyak mungkin titik detail. Kerapatan dan letak titik detail diatur sesuai dengan kebutuhannya. Apabila makin rapat titik detail pengukurannya maka akan mendaptkan gambaran permukaan tanah yang lebih baik. Bentuk permukaan tanah akan dilukiskan oleh garis-garis yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian sama. Garis ini dinamakan kontur.



Titik yang diamat Alat



Pengukuran Sipat Datar Profil • Bentuk profil/tampang pada arah tertentu diperlukan untuk perencanaan kemiringan sumbu proyek, hitungan galiantimbunan, dll • Pengukuran profil: – Profil memanjang: searah sumbu proyek – Profil melintang: tegak lurus sumbu proyek • Dalam penggambaran, profil memanjang skala jarak lebih kecil dari skala tinggi umumnya sepersepuluhnya (1/10). – Skala horizontal 1 : 1000 – Skala vertikal 1 : 100 • Profil melintang skala jarak=skala tinggi.



Profil Memanjang dan Melintang



Profil Memanjang



Profil Memanjang



Contoh formulir pengukuran sipat datar memanjang



Profil Melintang



Profil Melintang



Contoh formulir pengukuran sipat datar melintang



Profil Memanjang dan Rencana Sumbu Proyek



Profil Melintang dan Rencana Jalan dan Saluran



Ketelitian dari Levelling • Ketelitian dari suatu waterpassing di tentukan oleh suatu bilangan, yang menyatakan kesalahan menengah untuk tiap kilo meter waterpassing tunggal. Kesalahan menengah ini dapat di hitung dari : – Selisih antara pengukuran pergi dan pulang per seksi – Selisih antara pengukuran pergi dan pulang pertrayek – Kesalahan penutup wp-keliling



• Kedua cara yang terakhir ini hanya mempunyai arti untuk jaring-jaring besar. Menurut theori ilmu hitung pengamatan kesalahan menengah (k.m) per kilo meter waterpassing tunggal di peroleh rumus : U = K.m per kilometer waterpassing tunggal di nyatakan dalam mm. d = Selisih dalam mm antara pengukuran pergi dan pulang. n = Jumah seksi di mana waterpassing tersebut di bagi. D = Panjang seksi dalam kilometer.



• Kesalahan menengah dari hasil pengukuran yang di peroleh dari pukul rata pengukuran pergi dan pulang adalah:



• Untuk waterpassing teliti harga m hendaknya di bawah 1 mm, untuk waterpassing lainnya m terletak antara 1 dan 3 mm. Kesalahan menengah dari satu selisih antara 2 pengukutran tersebut adalah :



• Selisih antara waterpassing pergi dan pulang yang di perbolehkan adalah 3 m S (3 kali kesalahan menengah adalah batas-batas toleransi). • Menurut ilmu hitung kemungkinan, selisih di atas 3 m S terjadi satu kali di antara 370 pengamatan. Karena kans ini begitu kecil, maka dalam praktek di anggap selisih lebih besar dari 3 m S tidak terjadi).



• Misalkan waterpassing primer (teliti) di kehendaki m = 0.6 mm, maka menurut (2):



• menurut (3):



Metode Barometri • Prinsipnya adalah mengukur beda tekanan atmosfer. • Pengukuran tinggi dengan menggunakan metode barometris dilakukan dengan menggunakan sebuah barometer sebagai alat utam



Metode Trigonometris • Pada prinsipnya adalah perolehan beda tinggi melalui jarak langsung teropong terhadap beda tinggi dengan memperhitungkan tinggi alat, sudut vertikal (zenith atau inklinasi) serta tinggi garis bidik yang diwakili oleh benang tengah rambu ukur. • Sudut tegak dibagi dalam dua macam, ialah sudut miring m clan sudut zenith z, sudut miring m diukur mulai ari keadaan mendatar, sedang sudut zenith z diukur mulai dari keadaan tegak lurus yang selalu ke arah zenith alam.



JAB



TERIMA KASIH



Sampai bertemu lagi minggu depan, … Wassalam