Peningkatan Daya Saing Ekspor Dan Upaya Memperbaiki Current Account [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, perkembangan neraca perdagangan luar negeri kita pada bulan Desember 2019 ditutup dengan defisit US$ 0,03 miliar. Kondisi pelemahan defisit ini terus terjadi hingga akhir Januari 2020 yaitu sebesar US$ 0,86 miliar. Nilai ekspor pada Januari 2020 dibandingkan Desember 2019 turun 7,16%, sedangkan nilai impor dibandingkan Desember 2019 turun 1,60%, namun secara kumulatif tetap menjadikan neraca perdagangan Indonesia defisit.



Berbagai faktor eksternal dan internal menekan perekonomian nasional sejak awal tahun sehingga menjadikan neraca perdagangan kita minus. Penyebab defisit ini antara lain penurunan ekspor komoditas andalan nasional, baik migas maupun nonmigas akibat turunnya harga komoditas, peningkatan kebutuhan nasional terhadap produk asing yaitu komponen elektrik dan mesin, kurang tangguhnya industri lokal menghadapi persaingan terhadap barang impor, kurangnya ketegasan regulasi terkait perdagangan luar negeri, dan sebagainya.



Jika kondisi defisit neraca perdagangan ini tidak disikapi dengan bijak maka dapat menimbulkan kerugian yaitu, membanjirnya barang impor sehingga merusak keberadaan industri lokal, pelemahan nilai rupiah yang berpotensi menimbulkan inflasi, lonjakan pengangguran karena banyak industri yang tutup. Pemerintah pn berpotensi menambah utang luar negeri karena pendapatan dalam negeri menurun sehingga kesulitan melakukan investasi pembangunan daerah.



Dalam rangka menurunkan angka defisit tersebut, kita dapat mengacu kembali pada perhitungan neraca perdagangan luar negeri. Dalam perhitungan tersebut terdapat dua komponen utama yang mempengaruhi surplus atau defisitnya suatu neraca perdagangan, yaitu ekspor dan impor. Upaya memperkecil defisit dapat dilakukan dengan meningkatkan ekspor dan atau menurunkan impor. Indonesia sangat berpotensi meningkatkan pendapatan ekspor melalui penciptaan added value komoditas lokal, diversifikasi pasar, penguatan permodalan untuk home industry berorientasi ekspor, dan melakukan pengendalian impor misalnya mengurangi ketergantungan komoditas impor baja.



Salah satu langkah pertama yang dapat dilakukan adalah melakukan added value dari produk lokal. Peningkatan added value yang dimaksudkan adalah kegiatan ekspor barang tidak hanya berupa bahan baku, tetapi juga barang setengah jadi atau bahkan barang jadi, misalnya komponen elektronik dan telematika industri semikonduktor wafer, backlight untuk liquid crystal display (LCD). Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, pertumbuhan industri elektronika cukup menggembirakan, di kuartal III-2019 mampu tumbuh 5,74%.



Selain komponen elektronik, added value komoditas ekspor juga dapat diterapkan untuk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Pada Mei 2019, Uni Eropa memberlakukan pembatasan produk CPO. Akibatnya, harga CPO mencapai harga terendah sejak tahun 2009 sehingga menurunkan nilai ekspor CPO Indonesia. Namun dengan mengolah CPO menjadi bahan bakar biodiesel B20 ke B30 ternyata dapat mendongkrak kembali peningkatan harga CPO pada November 2019. Penggunaan biodisesel B30 ini mulai berlaku sejak Januari 2020 dan akan terus ditingkatkan menjadi B100 dalam kurun waktu tiga tahun ke depan. Tren penggunaan CPO sebagai bahan bakar biodiesel juga terjadi di negara-negara lain seperti Malaysia dan Thailand. Dengan demikian, posisi tawar ekspor komoditas CPO dapat semakin menguntungkan Indonesia.



Selain meningkatkan added value, kita juga harus lebih mendiversifikasi pasar ekspor di luar pasar tradisional seperti Tiongkok, AS, dan Jepang. Negara tujuan ekspor lainnya yang dapat ditingkatkan intensitas perdagangannya adalah Afrika, Timur Tengah, Turki, dan sebagainya. Sebagai contoh adalah Afrika, banyak produk yang dapat dipasarkan di sana seperti ikan, minyak goreng, dan tekstil.



Penguatan fundamental industri lokal menjadi critical factor yang harus dilakukan dalam rangka menjaga neraca perdagangan yang menguntungkan. Hal ini penting guna meningkatkan daya saing produk lokal terhadap produk impor. Perbankan menjadi sektor yang diandalkan dalam membantu pemerintah memperkuat fundamental home industry, khususnya yang berorientasi ekspor. Pada awal Januari 2020, pemerintah memberlakukan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan suku bunga 6% per tahun kepada para pelaku usaha yang feasible namun unbankable. Hal tersebut sangat membantu para pengusaha dalam memulai dan mengembangkan usahanya sehingga dapat mampu naik kelas dan memproduksi barang yng mampu bersaing dengan produk impor.



Pemerintah terus meningkatkan plafon KUR sebesar Rp 190 triliun pada 2020, dan akan terus ditingkatkan bertahap sampai dengan Rp 325 triliun pada 2024. Bank-bank pelat merah dan beberapa bank swasta menjadi aktor utama dalam kesuksesan program penyaluran KUR ini karena memiliki jaringan kerja yang luas sehingga mampu memfasilitasi sebagian besar home industry yang tersebar di wilayah Indonesia.



Sebagai kesimpulan, beberapa langkah strategis dalam meningkatkan ekspor, khususnya komoditas lokal yang memiliki added value, yakni diversifikasi pasar, penguatan permodalan home industry berorientasi ekspor, dan pengendalian impor diharapkan dapat menurunkan defisit neraca perdagangan luar negeri. Neraca perdagangan yang sehat dapat memberikan peningkatan kesejahteraan masyarakat.



Artikel ini telah tayang di Investor.id dengan judul “Kajian Strategis dalam Mengatasi Defisit Neraca Perdagangan”