Peniup Suling Dari Hamelin [PDF]

  • Author / Uploaded
  • yasqi
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Peniup Suling dari Hamelin Di sebuah kota bernama Hamelin terdapat penduduk yang tinggal dengan makmur. Segala kebutuhan mereka tercukupi sehingga mereka merasa puas dan bangga tinggal disana. Namun tiba-tiba datanglah tikus-tikus entah darimana asalnya. Di setiap kota selalu ada tikus yang tekadang sangat mengganggu warga, tetapi masih bisa terkontrol. Lain halnya dengan kota Hamelin, tikus yang datang ke sana berjumlah ribuan. Mereka bergerombol di seluruh penjuru kota menyebabkan kekacauan. Misalnya seperti mencuri makanan, merusak bangunan-bangunan, dan menyebarkan kuman penyakit. Para penangkap tikus bekerja siang malam untuk membasmi pasukan tikus itu, namun seperti tidak ada hasilnya. Semakin banyak mereka membunuh tikus, semakin banyak pula tikus yang bermunculan untuk menggantikan tikus yang mati. Penduduk Kota Hamelin mulai merasa khawatir. Makin lama keadaan kian memburuk. Tikus-tikus itu semakin mengacaukan kota, mencuri makanan dari lemari dan gudang makanan sehingga makanan menjadi langka. Penduduk pun semakin khawatir akan terjadinya bencana kelaparan. Anak-anak dan orang tua menjadi sakit karena memakan makanan yang telah dicemari oleh tikus-tikus. Dalam keadaan genting itu, walikota mengadakan pertemuan untuk mencari jalan agar wabah tikus yang melanda Kota Hemelin lenyap. Semua orang berkumpul di lapangan dan menyampaikan pendapatnya masing-masing. Namun setiap kali sebuah ide dilontarkan, ada orang lain yang mengatakan bahwa cara itu telah dicoba dan tidak membuahkan hasil. Kemudian muncul orang asing di depan kerumunan itu dengan pakaian yang sangat aneh dan berwarna-warni, di kepalanya ada topi besar dengan bulu burung merak yang menempel. Semua penduduk Hamelin memperhatikannya ketika ia mulai berbicara dengan suara yang aneh, seakan-akan sedang bernyanyi. Orang asing itu menawarkan kesediaannya untuk mengusir tikus-tikus yang mengganggu kota namun dengan biaya yang tak murah. Walikota yang mendengar tawarannya itu langsung menanggapi bahwa ia sanggup membayarnya meskipun mahal. Ia mengatakan bahwa ada sepuluh ribu keping emas dalam perbendaharaan kota Hemelin, dan semuanya akan menjadi milik si orang asing apabila dia berhasil mengenyahkan wabah tikus dari Kota Hamelin. Sebelum itu, walikota bertanya kepada si orang asing bagaimana cara dia mengatasi tikustikus di Kota Hamelin. Orang asing itu hanya tersenyum penuh rahasia. Tangannya menunjuk ke sebuah suling bambu di pinggangnya. Walikota tidak terlalu yakin bahwa si orang asing dapat berbuat seperti yang dikatakannya. Namun ia merasa tidak ada salahnya bila dicoba, maka iapun setuju. Kemudian peniup suling itu berpaling kepada kerumunan orang banyak, menyuruh mereka untuk pulang dan menunggu sampai ia menyelesaikan tugasnya.



Setiap orang mulai meninggalkan lapangan dan pulang kerumahnya masing-masing sambil bertanya-tanya apa yang akan dilakukan oleh orang asing yang berpakaian warna-warni itu. Setelah semua orang pergi, orang asing itu mengambil sulingnya dan mulai meniupnya. Irama ajaib yang dimainkannya terdengar ke seluruh kota. Seperti sebuah sihir, orang-orang melihat tikus-tikus keluar dari rumah mereka lalu berkumpul membuat arak-arakan. Dari jendela, mereka dapat melihat beribu-ribu ekor tikus berkumpul di lapangan dimana si peniup suling itu sedang meniup sulingnya. Ketika tikus pertama sampai di dekatnya, si peniup suling mulai menari lalu turun ke jalan menuju luar kota diikuti oleh tikus-tikus itu. Arak-arakan tikus itu makin lama makin besar. Beberapa orang yang tak dapat menahan rasa ingin tahunya keluar dari rumah mereka dan mengikuti arak-arakan yang menakjubkan itu. Si Peniup Suling terus menari tanpa menoleh sedikit pun hingga sampai di sebuah jembatan yang membentang di atas sungai di pinggir kota. Setibanya di jembatan, ia berhenti menari tapi tetap meniup sulingnya. Orang-orang yang mengikutinya melihat tikus-tikus itu lari ke tepi sungai yang deras airnya. Satu persatu tikus-tikus itu terjun ke dalam sungai lalu menghilang dari pandangan dihanyutkan oleh arus sungai hingga tak seekorpun yang tertinggal. Penduduk kota hampir tak percaya akan apa yang terjadi. Ketika mereka pulang ke rumah atau pergi ke toko, kemanapun mereka mencari, tikus-tikus itu tidak ditemukan lagi. Mereka pun melakukan pertemuan lagi di tanah lapang dan berpikir bahwa si peniup suling harus diberi hadiah. Tetapi mereka tidak tahu bahwa walikota telah berdusta ketika ia menjanjikan sepuluh ribu keping emas kepada peniup suling. Walikota itu adalah orang yang serakah. Ia telah memakan uang kota Hamelin untuk keperluannya sendiri. Perbendaharaan kota sudah hampir kosong. Ketika si peniup suling datang untuk mengambil upahnya, walikota hanya memberinya beberapa keping emas untuk pengganti jerih payahnya. Si peniup suling sangat marah. Meskipun walikota yang berbuat curang, ia menyalahkan seluruh penduduk kota. “Kalian semua telah menipu dan menghinaku!” teriaknya dengan marah. “Tapi kukatakan kepada kalian bahwa tak seorang pun dapat berbuat begitu kepada Peniup Suling tanpa menerima balasannya! Kalian semua akan dihukum!” Begitu selesai berbicara, Peniup Suling berpaling dan mengambil sulingnya lagi. Diletakkannya suling itu di bibirnya lalu ditiupkan kembali tetapi kali ini iramanya berbeda. Musik mengalun ke seluruh penjuru kota dan membuat kaki-kaki setiap anak di Hamelin mulai menari. Dengan sangat ketakutan, orang-orang dewasa memperhatikan anak-anak itu yang membentuk arak-arakan lalu mulai mengikuti si Peniup Suling seperti yang sebelumnya dilakukan oleh tikus-tikus. Para ayah dan ibu memanggil-manggil anak mereka dan menyuruhnya berhenti, tapi anakanak itu tidak mendengar. Mereka berdansa makin cepat dan makin cepat mengikuti Si Peniup Suling. Penduduk kota tak dapat berbuat sesuatu untuk menghentikan mereka. Musik



itu mempunyai kekuatan yang ajaib, yang hanya bisa didengar oleh mereka, yang membuat mereka ingin pergi. Seperti sebelumnya, Peniup Suling memimpin arak-arakan itu ke jalan menuju ke luar kota. Dengan sangat ketakutan, penduduk kota melihat dia sampai ke jembatan di atas sungai, tapi anak-anak itu tidak terjun ke sungai seperti tikus-tikus. Mereka mengikuti Peniup Suling menyeberangi jembatan lalu pergi jauh. Sejak saat itu Kota Hamelin terbenam dalam duka cita yang dalam. Walikota yang menyadari bahwa semua itu disebabkan oleh kejahatannya merasa sangat malu lalu pergi meninggalkan kota. Beberapa minggu pun berlalu, kemudian pada suatu hari, seorang anak laki-laki yang kakinya lemah berjalan terpincang-pincang kembali ke Hamelin dalam keadaan letih dan putus asa. Ia menceritakan sebuah kisah yang sangat aneh. Anak lelaki itu bercerita bahwa dengan alunan musiknya, si Peniup Suling telah membawa anak-anak bermil-mil jauhnya melintasi bukit. Anak laki-laki itu berusaha mengikuti terus, tapi lama kelamaan dia jatuh dan tertinggal. Peniup Suling itu membawa anak-anak ke lereng sebuah gunung yang curam. Lereng gunung itu terbuka dan dari jauh terlihat sebuah tempat yang sangat indah di dalamnya. Satu persatu anak-anak itu mulai berjalan melintasi gunung, tapi ketika anak laki-laki itu sampai, lerengnya telah tertutup. Ia tertinggal sendirian di gunung, dan merasa sedih karena tidak dapat ikut dengan teman-temannya. Kota Hamelin telah membayar sangat mahal untuk mengusir tikus-tikus itu. Selama bertahuntahun, kota terasa lengang dan mengerikan tanpa suara anak-anak yang sedang bermain.