Penurunan Kesadaran Ec Sol (Tolong Print Ya Baaangg ) - 2 PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Borang Portofolio Kasus



PENURUNAN KESADARAN + SUSP. SYOK NEUROGENIK EC SPACE OCCUPYING LESSION



Disusun oleh: Dina Fitri Fauziah Dokter Internship Pendamping: dr. Matruzi dr. Elsa Sri Fadila



PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA RSUD DR. ADNAAN WD PAYAKUMBUH 2016



1



BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1 SPACE OCCUPYING LESSION 1.1 Definisi Space occupying lesion merupakan istilah yang digunakan untuk kondisi adanya suatu lesi pada ruang intrakranial khususnya yang mengenai otak (Long C, 1996). 1.2 Etiologi Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak, antara lain: kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intrakranial (Long C, 1996).



1.3 Patofisiologi Kranium merupakan kerangka baku yang berisi tiga komponen, yaitu otak, cairan serebrospinal (CSS) dan darah. Timbulnya massa yang baru di dalam kranium seperti neoplasma, akan menyebabkan pergeseran isi intrakranial normal sebagai konsekuensi dari space occupying lesion (SOL). CSS diproduksi terutama oleh pleksus koroideus ventrikel lateral, tiga, dan empat. Dua pertiga atau lebih cairan ini berasal dari sekresi pleksus di keempat ventrikel, terutama di kedua ventrikel lateral. Saluran utama aliran cairan, berjalan dari pleksus koroideus dan kemudian melewati sistem cairan serebrospinal. Cairan yang disekresikan di ventrikel lateral, mula-mula mengalir ke dalam ventrikel ketiga. Setelah mendapat sejumlah cairan dari ventrikel ketiga, cairan tersebut mengalir ke bawah di sepanjang akuaduktus Sylvii ke dalam ventrikel keempat. Cairan ini keluar dari ventrikel keempat melalui tiga pintu kecil, yaitu dua foramen Luschka di lateral dan satu foramen Magendie di tengah, dan memasuki sisterna magna, yaitu suatu rongga cairan yang terletak di belakang medula dan di bawah serebelum (Guyton, 2007). Sisterna magna berhubungan dengan ruang subrakhnoid yang mengelilingi seluruh otak dan medula spinalis. Cairan serebrospinal kemudian mengalir ke atas dari sisterna magna dan mengalir ke dalam vili arakhnoidalis yang menjorok ke dalam sinus venosis sagitalis besar dan sinus venosus lainnya di serebrum (Guyton, 2007).



2



Gambar 1. Pembentukan Cairan Serebrospinal (Guyton, 2007). Peningkatan tekanan intrakranial didefinisikan sebagai peningkatan tekanan dalam rongga kranialis. Ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan CSS. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan suatu tekanan intrakranial normal sebesar 50 – 200 mm H2O atau 10 – 15 mm Hg. Ruang intrakranial adalah suatu ruangan baku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan: otak (1400 cc), CSS (sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga unsur utama mengakibatkan desakan ruang yang ditempati oleh unsur lainnya dan menaikkan tekanan intrakranial (Price, 2005). Pada keadaan fisiologis normal volume intrakranial selalu dipertahankan konstan dengan tekanan intrakranial berkisar 10-15 mmHg. Tekanan abnormal apabila tekanan diatas 20 mmHg dan diatas 40 mmHg dikategorikan sebagai peninggian yang parah. Penyebab peningkatan intrakranial adalah cedera otak yang diakibatkan trauma kepala. Aneurisma intrakranial yang pecah dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial secara mendadak sehingga mencapai tingkatan tekanan darah arteri untuk sesaat. Tingginya tekanan intrakranial pasca pecah aneurisma sering kali diikuti dengan meningkatnya kadar laktat CSS dan hal ini mengindikasi terjadinya suatu iskhemia serebri. Tumor otak



3



yang makin membesar akan menyebabkan pergeseran CSS dan darah secara perlahan-lahan (Satyanegara, 2010).



Gambar 2. Skema Proses Desak Ruang yang Menimbulkan Kompresi pada Jaringan Otak dan Pergeseran Struktur Tengah (Satyanegara, 2010).



1.4 Klasifikasi 1.4.1



Tumor Otak



Tumor otak atau tumor intrakranial adalah neoplasma atau proses desak ruang (space occupying lesion) yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di dalam kompartemen supertentorial maupun infratentorial (Satyanegara, 2010). Sifat-sifat keganasan tumor otak yang didasari oleh hasil evaluasi morfologi makroskopis dan histologis neoplasma, dikelompokkan atas kategorikategori sebagai berikut (Satyanegara, 2010): a. Benigna (jinak) Morfologi tumor tersebut menunjukkan batas yang jelas, tidak infiltratif dan hanya mendesak organ-organ sekitar. Selain itu, ditemukan adanya pembentukan kapsul serta tidak adanya metastasis maupun rekurensi setelah dilakukan pengangkatan total. Secara histologis, menunjukkan struktur sel yang reguler, 4



pertumbuhan lama tanpa mitosis, densitas sel yang rendah dengan diferensiasi struktur yang jelas, parenkim stroma yang tersusun teratur tanpa adanya formasi baru. b. Maligna (ganas) Tampilan mikroskopis yang infiltratif atau ekspansi struktur tanpa batas yang jelas, tumbuh cepat serta cenderung membentuk metastasis dan rekurensi pasca pengangkatan total. Tumor otak menyebabkan timbulnya gangguan neurologik progresif. Gangguan neurologik pada tumor otak biasanya disebabkan oleh dua faktor, yaitu gangguan fokal akibat tumor dan kenaikan intrakranial (Price, 2005). Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neural. Perubahan suplai darah akibat tekanan tumor yang bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai hilangnya fungsi secara akut dan gangguan serebrovaskular primer. Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron dihubungkan dengan kompresi, invasi, dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitar sehingga memperberat gangguan neurologis fokal (Price, 2005). Peningkatan tekanan intrakranial dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan serebrospinal. Pertumbuhan tumor akan menyebabkan bertambahnya massa karena tumor akan mendesak ruang yang relatif tetap pada ruangan tengkorak yang kaku. Obstruksi vena dan edema akibat kerusakan sawar darah otak dapat menimbulkan peningkatan volume intrakranial dan tekanan intrakranial. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateralis ke ruangan subarakhnoid menimbulkan hidrosefalus (Price, 2005).



5



Gambar 3. Skema Faktor Peningkatan Tekanan Intrakranial Peningkatan tekanan intrakranial dapat membahayakan jiwa apabila terjadi cepat akibat salah satu penyebab tersebut. Mekanisme kompensasi antara lain bekerja menurunkan volume darah intrakranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel, dan mengurangi sel-sel parenkim. Peningkatan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebelum. Herniasiunkus timbul bila girus medialis lobus temporalis tergeser ke inferior melelui incisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mesensefalon menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak ketiga. Pada herniasi serebelum, tonsil serebelum bergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior (Price, 2005). 1.4.2



Hematom Intrakranial



a. Hematom Epidural Fraktur tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri meningea media yang masuk dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dalam os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural. Desakan dari hematom akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar (R. Sjamsuhidajat, 2004). b. Hematom Subdural



6



Hematom subdural disebabkan oleh trauma otak yang menyebabkan robeknya vena di dalam ruang araknoid. Pembesaran hematom karena robeknya vena memerlukan waktu yang lama. Oleh karena hematom subdural sering disertai cedera otak berat lain, jika dibandingkan dengan hematom epidural prognosisnya lebih jelek (R. Sjamsuhidajat, 2004). 1.5 Gejala Klinis Gejala umum timbul karena peningkatan tekanan intrakranial atau akibat infiltrasi difus dari tumor. Gejala yang paling sering adalah sakit kepala, perubahan status mental, kejang, nyeri kepala hebat, papil edema, mual dan muntah. Tumor maligna (ganas) menyebabkan gejala yang lebih progresif daripada tumor benigna (jinak). Tumor pada lobus temporal depan dan frontal dapat berkembang menjadi tumor dengan ukuran yang sangat besar tanpa menyebabkan defisit neurologis, dan pada mulanya hanya memberikan gejala-gejala yang umum. Tumor pada fossa posterior atau pada lobus parietal dan oksipital lebih sering memberikan gejala fokal dulu baru kemudian memberikan gejala umum (Saanin, 2004, Bradley, 2000). Tumor intrakranium pada umumnya dapat menyebabkan : 1. Gangguan kesadaran akibat tekanan intrakranium yang meninggi. Gangguan kesadaran akibat peningkatan tekana intrakranium dapat berakhir hingga koma. Tekanan intrakranium yang meninggi dapat menyebabkan ruang tengkorak yang tertutup terdesak dan dapat pula menyebabkan perdarahan setempat. Selain itu, jaringan otak sendiri akan bereaksi dengan menimbulkan edema, yang berkembang karena penimbunan katabolit di sekitar jaringan neoplasmatik. Stasis dapat pula terjadi karena penekanan pada vena dan disusul dengan terjadi edema. Pada umumnya tumor di fosa kranium posterior lebih cepat menimbulkan gejala-gejala yang mencerminkan tekanan intrakranium yang meninggi. Hal ini mungkin disebabkan karena aliran CSF pada aquaductus yang berpusat di fosa kranium posterior dapat tersebumbat sehingga tekanan dapat meninggi dengan cepat. Fenomena peningkatan tekanan intrakranium dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu : 7



a. Sindroma unkus atau sindroma kompresi diansefalon ke lateral Proses desak pertama kali terjadi pada bagian lateral dari fosa kranium medial dan biasanya mendesak tepi medial unkus dan girus hipokampus ke arah garis tengah dan ke kolong tepi bebas daun tentorium. Karena desakan itu, bukan diansefalon yang pertama kali mengalami gangguan, melainkan bagian ventral nervus okulomotoris. Akibatnya, pada awalnya akan kan terjadi dilatasi pupil kontralateral barulah disusul dengan gangguan kesadaran. Biasanya, setelah ini akan terjadi herniasi tentorial, yaitu keadaan terjepitnya diansefalon oleh tentorium. Pupil yang melebar merupakan cerminan dari terjepitnya nervus okulomotoris oleh arteri serebeli superior. Pada tahap berkembangnya paralisis okulomotoris, kesadaran akan menurun secara progresif. b. Sindroma kompresi sentral rostro-kaudal terhadap batang otak Suatu tumor supratentorial akan mendesak ruang supratentorial dan secara berangsur-angsur akan menimbulkan kompresi ke bagian rostral batang otak. Tanda bahwa suatu tumor supratentorial mulai menggangu diansefalon biasanya berupa gangguan perangai. Yang pertama-tama terjadi adalah keluhan cepat lupa, tidak bisa berkonsentrasi dan tidak bisa mengingat. Pada tahap dini, kompresi rostro-kaudal terhadap batang otak akan menyebabkan : -



Respirasi yang kurang teratur Pupil kedua sisi sempit sekali Kedua bola mata bergerak perlahan-lahan ke samping kiri dan kanan Gejala-gejala UMN pada kedua sisi



Pada tahap kompresi rostro-kaudal yang lebih berat, akan terjadi : -



Kesadaran menurun sampai derajat paling rendah Suhu badan mulai meningkat dan cenderung untuk melonjak terus Respirasi cepat dan bersuara mendengkur Pupil yang tadinya sempit berangsur-angsur melebar dan tidak lagi bereaksi terhadap sinar cahaya



c. Herniasi serebelum di foramen magnum Herniasi ini akan menyebabkan tekanan pada medula oblongata. Gejala-gejala gangguan pupil, pernafasan, okuler dan tekanan darah berikut nadi yang



8



menandakan gangguan pada medula oblongata, pons, ataupun mesensefalon akan terjadi. 2. Gejala-gejala umum tekanan intrakranium yang tinggi Gejala umum timbul karena peningkatan tekanan intrakranial atau akibat infiltrasi difus dari tumor. Gejala yang paling sering adalah sakit kepala, perubahan status mental, kejang, nyeri kepala hebat, papil edema, mual dan muntah. Tumor maligna (ganas) menyebabkan gejala yang lebih progresif daripada tumor benigna (jinak). Tumor pada lobus temporal depan dan frontal dapat berkembang menjadi tumor dengan ukuran yang sangat besar tanpa menyebabkan defisit neurologis, dan pada mulanya hanya memberikan gejala-gejala yang umum. Tumor pada fossa posterior atau pada lobus parietal dan oksipital lebih sering memberikan gejala fokal dulu baru kemudian memberikan gejala umum. (Saanin, 2004, Bradley, 2000) a. Sakit kepala Merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak yang kemudian berkembang menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan intermitten. Nyeri kepala berat juga sering diperhebat oleh perubahan posisi, batuk, maneuver valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri kepala pada 50% penderita. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor supratentorial sebanyak 80 % dan terutama pada bagian frontal. Tumor pada fossa posterior memberikan nyeri alih ke oksiput dan leher. Sakit kepala merupakan gejala umum yang dirasakan pada tumor intrakranium. Sifat dari sakit kepala itu adalah nyeri berdenyut-denyut atau rasa penuh di kepala seolaholah mau meledak. Nyerinya paling hebat di pagi hari, karena selama tidur malam PCO2 arteri serebral meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan dari CBF dan dengan demikian meningkatkan lagi tekanan intrakranium. Lokalisasai nyeri yang unilateral akan sesuai dengan lokasi tumornya. Pada penderita yang tumor serebrinnya belum meluas, mungkin saja sakit kepala belum dirasakan. Misalnya, glioma pada tahap dini dapat mendekam di otak tanpa menimbulkan gejala apapun. Sebaliknya, astrositoma derajat 1



9



sekalipun dapat berefek buruk jika menduduki daerah yang penting, misalnya daerah bicara motorik Brocca. Neoplasma di garis tengah fosa kranium posterior (tumor infratentorial) dapat dengan cepat menekan saluran CSS. Karena itu, sakit kepala akan terasa sejak awal dan untuk waktu yang lama tidak menunjukkan gejala defisit neurologik. Tumor infratentorial yang berlokasi di samping (unilateral) cepat menimbulkan gejala defisit neurologik akibat pergeseran atau atau desakan terhadap batang otak. Maka dari itu, tuli sesisi, vertigo, ataksia, neuralgia trigeminus, oftalmoplegia (paralisis otot-otot mata) dan paresis (paralisis ringan) perifer fasialis dapat ditemukan pada pemeriksaan. Definisi “sakit kepala” dan “pusing” harus dapat dibedakan dengan jelas. Pusing kepala biasanya disebabkan oleh oftalmoplegia (yang menimbulkan diplopia). Kombinasi pusing kepala ataupun sakit kepala dan diplopia harus menimbulkan kecurigaan terhadap adanya tumor serebri, terutama tumor serebri infratentorial. b. Muntah Muntah sering mengindikasikan tumor yang luas dengan efek dari massa tumor tersebut juga mengindikasikan adanya pergeseran otak. Muntah berulang pada pagi dan malam hari, dimana muntah yang proyektil tanpa didahului mual menambah kecurigaan adanya massa intrakranial. Muntah sering timbul pada pagi hari setelah bangun tidur. Hal ini disebabkan oleh tekanan intrakranium yang meninggi selama tidur malam, di mana PCO2 serebral meningkat. Sifat muntah dari penderita dengan tekanan intrakranium meninggi adalah khas, yaitu proyektil atau muncrat yang tanpa didahului mual. c. Kejang fokal Kejang dapat timbul sebagai gejala dari tekanan intrakranium yang melonjak secara cepat, terutama sebagai gejala dari glioblastoma multiform. Kejang tonik biasanya timbul pada tumor di fosa kranium posterior. d. Gangguan mental Gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan kepribadian, perubahan mood dan berkurangnya inisiatif adalah gejala-gejala umum pada penderita dengan tumor



10



lobus frontal atau temporal. Gejala ini bertambah buruk dan jika tidak ditangani dapat menyebabkan terjadinya somnolen hingga koma. (4,9,10) Tumor di sebagian besar otak dapat mengakibatkan gangguan mental, misalnya demensia, apatia, gangguan watak dan serta gangguan intelegensi dan psikosis. Gangguan emosi juga akan terjadi terutama jika tumor tersebut mendesak sistem limbik (khususnya amigdala dan girus cinguli) karena sistem limbik merupakan pusat pengatur emosi. e. Edema Papil Gejala umum yang tidak berlangsung lama pada tumor otak, sebab dengan teknik neuroimaging tumor dapat segera dideteksi. Edema papil pada awalnya tidak menimbulkan gejala hilangnya kemampuan untuk melihat, tetapi edema papil yang berkelanjutan dapat menyebabkan perluasan bintik buta, penyempitan lapangan pandang perifer dan menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap.



1.6 Pemeriksaan Penunjang -



Elektroensefalografi (EEG)



-



Foto polos kepala



-



Arteriografi



-



Computerized Tomografi (CT Scan)



-



Magnetic Resonance Imaging (MRI)



2 SYOK NEUROGENIK 2.1 Definisi Syok adalah suatu keadaan/sindrom gangguan perfusi jaringan yang menyeluruh sehingga tidak terpenuhinya kebutuhan metabolisme jaringan (Rupii, 2005). Syok neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels). Syok neurogenik terjadi karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh, maka dari itu juga syok neurogenik merupakan salah satu syok distributif.



11



Syok neurogenik juga dikenal sebagai syok spinal. Bentuk dari syok distributif, hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik yang diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau anestesi umum yang dalam). Syok ini menimbulkan hipotensi, dengan penumpukan darah pada pembuluh penyimpan atau penampung dan kapiler organ splanknik. Tonus vasomotor dikendalikan dan dimediasi oleh pusat vasomotor dimedula dan serat simpatis yang meluas ke medulla spinalis sampai pembuluh darah perifer secara berurutan. Karenanya, kondisi apapun yang menekan fungsi medulla atau integritas medulla spinalis serta persarafan dapat mencetuskan syok neurogenik. Salah satu contohnya adalah kondisi cedera kepala yang secara langsung atau tidak langsung berefek negatif pada area medulla batang otak. Cedera langsung akibat edema cerebral, dengan peningkatan tekanan intracranial yang menyertai trauma kepala atau iskemia otak. Contoh lain yang dapat menimbulkan syok neurogenik karena depresi batang otak medulla adalah anesthesia umum dan takar lajak (over dosis) obat khususnya barbiturate, opium, dan tranquilizer. Episode sinkope, atau pingsan dipertimbangkan menjadi bentuk syok neurogenik ringan yang relative sementara. -



2.2 Etiologi Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal). Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal. Gangguan pada pusat otonom. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut. 2.3 Patofisiologi



Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi jaringan dalam syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial karena penurunan resistensi pembuluh darah sistemik (systemic vascular resistance). Sebagai tambahan, penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume plasma sering terjadi dari penurunan venous tone, pengumpulan darah di pembuluh darah vena, kehilangan volume intravaskuler dan intersisial karena peningkatan permeabilitas kapiler. Akhirnya, terjadi disfungsi miokard primer yang bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan penurunan kurva fungsi ventrikel. 12



Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan akibat sekunder terjadi berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik mengacu pada hilangnya tonus simpatik (cedera spinal). Gambaran klasik pada syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi kulit. Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan vasodilatasi menyeluruh di regio splanknikus, sehingga perfusi ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut atau nyeri. Syok neurogenik bisa juga akibat rangsangan parasimpatis ke jantung yang memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh darah. Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan emosional. Pada penggunaan anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter prekapiler dan menekan tonus venomotor. Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop. 2.4 Manifestasi Klinis Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia. Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan. 2.5 Diagnosis Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia.



13



2.6 Penatalaksanaan Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut. 1.



Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi



2.



Trendelenburg). Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan



3.



menggunakan masker. Pada pasien dengan distress



respirasi



dan



hipotensi



yang



berat,



penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan 4.



oksigen dari otot-otot respirasi. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif, seperti sebagai berikut: 1.



Dopamin



Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi. 2.



Norepinefrin



Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari



14



pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus. 3.



Epinefrin



Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenic 4.



Dobutamin



Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.



BAB II



15



BORANG PORTOFOLIO KASUS No. ID dan Nama Peserta No. ID dan Nama Wahana Topik



dr. Dina Fitri Fauziah RSUD Adnaan WD Payakumbuh Penurunan Kesadaran + Susp. Syok Neurogenik ec Space



Tanggal (kasus) Nama Pasien



Occupying Lession 4 Januari 2016 Tn. I No. RM :



Tanggal Presentasi



2 September 2016



Pendamping :



034274 dr. Matruzi & dr. Elsa



Sri Fadila Ruang Konfrens RSUD Adnaan WD Payakumbuh



Tempat Presentasi Objektif Presentasi □ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka □ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa □ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil Pasien laki-laki, usia 50 tahun, dibawa keluarga ke IGD RSUD Adnaan WD □ Deskripsi Payakumbuh jam 00.12 WIB dengan keluhan penurunan kesadaran. □ Tujuan Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan penurunan kesadaran. Bahan □ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit Bahasan Cara □ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos Membahas Data Pasien Nama : Tn. I No. Registrasi : 034274 Nama RS : RSUD Adnaan WD Payakumbuh Telp : Terdaftar sejak : Data Utama untuk Bahan Diskusi : 1. Gambaran Klinis: Penurunan kesadaran sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya OS mengeluhkan sakit kepala yang semakin meningkat sejak 1 hari ini. Muntah (-). Demam (-). Riwayat sakit kepala sebelumnya (+) sejak lebih dari 1 bulan yang lalu. OS dikenali menderita tumor otak. OS merupakan rujukan dari RSI Ibnu Sina Payakumbuh dengan diagnosis penurunan kesadaran ec SOL + Syok. Awalnya tekanan darah sama sekali tidak terukur, lalu diberikan terapi di RSI Ibnu Sina Payakumbuh IVFD RL guyur 1 kolf, namun tekanan darah masih belum terukur. Setelah itu ditambahkan terapi IVFD NaCl guyur 1 kolf, kemudian tekanan darah naik menjadi 60/pulse. Pasien kemudian dirujuk karena ruang ICU penuh. 2. Riwayat Pengobatan: Pasien merupakan rujukan dari RSI Ibnu Sina Payakumbuh dengan diagnosis penurunan kesadaran ec SOL dan telah diberikan terapi berupa IVFD RL guyur 1 kolf



16



dan IVFD NaCl guyur 1 kolf. 3. Riwayat Kesehatan / Penyakit: OS dikenali menderita tumor otak. 4. Riwayat Keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan serupa. 5. Riwayat Pekerjaan: Swasta 6. Pemeriksaan Fisik  Keadaan umum : Berat  Kesadaran : Koma, E1M4V2  Tekanan darah : 60/pulse  Nadi/ irama : 131 x/menit  Pernafasan : 20 x/menit  Suhu : 36.5 oC  Turgor kulit : Baik  Kulit dan kuku : Ikterik (-), pucat (-), sianosis (-)  Mata : Konjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik -/-, Pupil isokor



-



Leher Aksila Inguinal



2mm/2mm, Refleks Cahaya +/+  Leher : Kaku kuduk (-)  Kelenjar getah bening : : Tidak teraba pembesaran KGB : Tidak teraba pembesaran KGB : Tidak teraba pembesaran KGB  Thoraks



- Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi -



Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi











: simetris kiri dan kanan : fremitus sama kiri dan kanan : sonor : slem +++, bronkovesikuler, ronkhi +/+, wheezing -/-



Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Ekstremitas



: ictus cordis tak terlihat : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V : batas jantung dalam batas normal : irama murni, teratur, bising (-)



: Jejas (-) : Supel, tidak teraba massa, hepar dan lien tak teraba, NTE (-) : Timpani : Bising usus (+) normal : Akral hangat, refilling kapiler < 2s, edem -/-



17



7. Pemeriksaan Penunjang  Pemeriksaan laboratorium - Hb : 17.8 gr% - Leukosit : 11.700/mm3 - Trombosit : 216.000/mm3 - Hematokrit : 54.7% - Ureum : 239 - Kreatinin : 2.4 - GDR : 179  Pemeriksaan EKG : Dalam batas normal 8. Diagnosis Kerja Penurunan kesadaran + susp. syok neurogenik ec SOL 9. Penatalaksanaan Konsul dr. Marsal, Sp.S:      



IVFD RL guyur 1 kolf + IVFD NaCl guyur 1 kolf (sudah diberikan di RSI Ibnu Sina) Pasang NGT Inj. Dexamethason 3 x 1 amp Inj. Ranitidin 2 x 1 amp MST 3 X 1 tab Konsul Sp. Penyakit Dalam: - Drip dobutamin sesuai protap



Pukul 00.40 WIB (30 menit setelah masuk rumah sakit) Pasien apnea; Nadi (-), Nafas (-), TD (-) Mata: Pupil midriasis total EKG: Flat Pasien dinyatakan meninggal di depan keluarga dan perawat. Hasil Pembelajaran 1. Definisi space occupying lesion dan syok neurogenik 2. Membuat diagnosis kerja syok neurogenik 3. Penatalaksanaan syok neurogenik 4. Edukasi tentang cara menyampaikan bahwa pasien telah meninggal kepada keluarga



18



Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio



1. Subjektif Telah dibawa seorang laki-laki berusia 50 tahun ke IGD RSUD Adnaan WD Payakumbuh oleh keluarganya dengan keluhan penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya OS mengeluhkan sakit kepala yang semakin meningkat sejak 1 hari ini. Muntah (-). Demam (-). Riwayat sakit kepala sebelumnya (+) sejak lebih dari 1 bulan yang lalu. OS dikenali menderita tumor otak. OS merupakan rujukan dari RSI Ibnu Sina Payakumbuh dengan diagnosis penurunan kesadaran ec SOL + Syok. Awalnya tekanan darah sama sekali tidak terukur, lalu diberikan terapi di RSI Ibnu Sina Payakumbuh IVFD RL guyur 1 kolf, namun tekanan darah masih belum terukur. Setelah itu ditambahkan terapi IVFD NaCl guyur 1 kolf, kemudian tekanan darah naik menjadi 60/pulse. Pasien kemudian dirujuk karena ruang ICU penuh. 2. Objektif Dari pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien tampak sakit berat, kesadaran koma dengan GCS 7 (E1M4V2). Tekanan darah 60/pulse, nadi 131 19



x/menit. Dari pemeriksaan auskultasi paru, didapatkan slem yang banyak degan suara pernafasan bronkovesikuler dan ronkhi positif. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. 3. Assessment Telah dilaporkan suatu kasus seorang pasien laki-laki berusia 52 tahun dengan diagnosis kerja penurunan kesadaran + susp. syok neurogenic ec SOL. Dasar ditegakkannya diagnosis kerja penurunan kesadaran ec SOL pada pasien ini adalah dari anamnesis keluarga pasien di IGD diketahui bahwa pasien memiliki riwayat penyakit tumor otak yang diketahui dari pemeriksaan sebelumnya. OS juga sering mengeluhkan nyeri kepala yang semakin meningkat sejak 1 hari ini. Tumor otak merupakan salah satu bentuk space occupying lesion atau lesi desak ruang yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran dan gangguan hemodinamika seperti hipotensi atau syok neurogenic. Penurunan kesadaran pada tumor otak dapat terjadi akibat peningkatan tekanan intrakranial. Peningkatan tekanan intrakranial dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada jaringan otak maupun pada aliran darah ke otak. Gangguan pada jaringan otak secara keseluruhan atau aliran darah ke otak dapat menimbulkan penurunan kesadaran. Selain itu, jaringan otak sendiri akan bereaksi dengan menimbulkan edema, yang berkembang karena penimbunan katabolit di sekitar jaringan neoplasmatik. Stasis dapat pula terjadi karena penekanan pada vena dan disusul dengan terjadi edema. Tumor otak juga dapat menyebabkan penurunan kesadaran akibat terjadinya sindroma unkus atau sindroma kompresi sentral rosto-kaudal terhadap batang otak. Pada kasus ini, awalnya pasien mengalami syok di RSI Ibnu Sina. Belum diketahui penyebab pasti syok yang dialami oleh pasien, namun kemungkinan besar diduga syok yang dialami pasien adalah syok neurogenic. Setelah diresusitasi dengan cairan, tekanan darah pasien meningkat dari yang awalnya tidak terukur menjadi 60/pulse. Syok neurogenic yang dialami oleh pasien diduga disebabkan oleh nyeri hebat yang dirasakan pasien akibat tumor otak. Selain itu, tumor otak juga dapat menyebabkan syok neurogenic akibat terjadinya herniasi pada serebelum di foramen magnum. Herniasi ini dapat menyebabkan tekanan pada medula oblongata yang mengatur kondisi hemodinamik, salah satunya tekanan darah.



20



4. Plan Penatalaksanaan 



IVFD RL guyur 1 kolf + IVFD NaCl guyur 1 kolf (sudah diberikan di RSI



    



Ibnu Sina) Pasang NGT Inj. Dexamethason 3 x 1 amp Inj. Ranitidin 2 x 1 amp MST 3 X 1 tab Konsul Sp. Penyakit Dalam: - Drip dobutamin sesuai protap



Pukul 00.40 WIB (30 menit setelah masuk rumah sakit) Pasien apnea; Nadi (-), Nafas (-), TD (-) Mata: Pupil midriasis total EKG: Flat Pasien dinyatakan meninggal di depan keluarga dan perawat. Edukasi 



Memberikan penjelasan kepada pasien tentang penyebab dan proses terjadinya







penyakit yang dideritanya. Memberikan penjelasan kepada pasien tentang terapi atau tindakan yang akan







diberikan kepada pasien dalam rangka penatalaksanaan. Memberikan penjelasan kepada pasien bahwa pasien telah meninggal dunia dan petugas telah berupaya semaksimal mungkin untuk memberikan pertolongan.



21