Peran Neurosains Dalam Proses Belajar [PDF]

  • Author / Uploaded
  • BOB
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH “PERAN NEUROSAINS DALAM PROSES BELAJAR DAN MEMORI DAN TIDUR DAN RITME BIOLOGIS”



Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah “NEUROSAINS DALAM PEMBELAJARAN AUD ” Dosen Pengampuh : Dr. Musdalifah Dachrud, S.Ag, S.Psi, M.Si



Disusun Oleh: Fitri Panua (1825011) Semester 4



FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN PRODI PIAUD MANDIRI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MANADO 2020



1



BAB I PENDAHULUAN A.      Latar Belakang Otak mengendalikan semua fungsi tubuh. Otak merupakan pusat dari keseluruhan tubuh. Jika otak sehat, maka akan mendorong kesehatan tubuh serta menunjang kesehatan mental. Sebaliknya, apabila otak terganggu, maka kesehatan tubuh dan mental bisa ikut terganggu. Seandainya jantung atau paru-paru berhenti bekerja selama beberapa menit, Anda masih bisa bertahan hidup. Namun jika otak berhenti bekerja selama satu detik saja, maka tubuh berarti mati. Itulah mengapa otak disebut sebagai organ yang paling penting dari seluruh organ di tubuh manusia. Selain paling penting, otak juga merupakan organ yang paling rumit. Membahas tentang neurosain secara detail bisa memakan waktu berhari-hari. Oleh karena itu disini kita akan membahas otak secara garis besarnya saja sekedar membuat kita paham bagianbagian dan penerapannya dalam pembelajaran. Para pekerja malam, atau mereka yang melakukan perjalanan dengan pesawat terbang dari satu benua kebenua lain yang melintasi beberapa zona waktu yang berbeda, dapat menyebabkan keletihan, hingga mengurangi kemampuan bekerja, bahkan dapat menyebabkan depresi. Hal tersebut disebabkan oleh adanya gangguan pada ritme tubuh. Terdapat banyak ritme harian dari berbagai fungsi fisiologis dan aktivitas tubuh kita. Ritme ini berfungsi mengatur apa yang harus dilakukan tubuh secara alami. Misalnya, mengatur kapan tubuh harus istirahat, kapan tubuh berkonsentrasi pada sesuatu, atau kegiatan lainnya yang dilakukan tubuh selama 24 jam. Ritme tubuh yang berubah-ubah tersebut mempengaruhi kesadaran dan kondisi mental kita. Kesadaran yang bervariasi itu menuntut kita untuk memahaminya karena erat kaitannya dengan waktu kerja efisien, serta kemampuan dalam berfikir serta dalam membuat keputusan.



2



BAB II PEMBAHASAN Peran Neurosains dalam Proses belajar dan memori A.      Neurosains pembelajaran Neurosains adalah ilmu yang khusus mempelajari neuron (sel saraf). Sedangkan neurosains pembelajaran adalah ilmu pengetahuan tentang hubungan sistem saraf dengan pembelajaran dan perilaku. Sel-sel saraf ini yang menyusun sistem saraf, baik susunan saraf pusat (otak dan saraf tulang belakang) maupun saraf tepi (31 pasang saraf spinal dan 12 pasang saraf kepala). Umumnya para neurosaintis memfokuskan pada sel saraf yang ada di otak. Sel saraf bukan merupakan unit terkecil, karena yang disebut unit terkecil adalah sinapsis (titik pertemuan dua sel saraf yang memindahkan dan meneruskan informasi). Bahkan, ini berlangsung pada tingkat molekuler seperti gengen. Semua yang berlangsung di tingkat sinapsis menjadi dasar dari sensasi, persepsi, proses belajar dan memori serta kesadaran. Otak merupakan komponen fisik dan fungsional yang mendasari proses belajar. Pengetahuan tentang otak tidak saja penting dalam proses pembelajaran (learning), tetapi keseluruhan dalam proses pendidikan. B.       Neuron dan Sistem Saraf Sel adalah bagian terkecil dari suatu organisme. Susunan saraf terdiri dari sel-sel saraf. Di dalam sel saraf terdiri dari: (a) sel saraf, dan (b) serabut-serabut saraf. Sel saraf terdiri atas cytoplasma dan nucleus atau inti saraf. Cytoplasma atau pada umumnya disebut protoplasma mempunyai lanjutan pada kedua ujungnya. Fungsi dari lanjutan – lanjutan (ujung-ujung saraf) itu ada yang membawa rangsangan ke sel saraf dan ini disebut sellulifetal. Ada pula ujung-ujung saraf yang membawa rangsang ke luar dari sel disebut sellulifugal. Lanjutan-lanjutan sitoplasma dari suatu sel disebut serabutserabut saraf. Serabut-serabut saraf yang berfungsi sellulifetal disebut dendrit. Dendrit berasal dari bahasa Yunani dendron yang berarti “pohon”. Dendrit itu dan seluruh selaput yang menutupi sel tubuh menerima pesan dari neuron yang berdekatan. Pesan ini secara berurutan dikirim ke neuron lain (atau ke otot dan kelenjar) melalui sebuah penyambung sel yang menyerupai tabung panjang dan tipis yang disebut akson. Jika kason terkena rangsangan pada saatnya, akson itu akan mengeluarkan implus ke salah satu arah (yang menuju ke sel tubuh atau menjauhi sel tubuh). Tetapi impuls, saraf itu dapat menyeberangi penghubung antarneuron, yang disebut sinapsis, hanya dalam satu



3



arah, dari akson ke arah sel tubuh atau dendrit. Sedangkan serabut-serabut saraf yang berfungsi sellulifugal disebut neurit. Gambar berikut merupakan gambar sebuah sel saraf dengan bagian-bagiannya. Terdapat tiga jenis neuron, neuron sensorik (disebut juga neuron aferen) mengirimkan impuls yang diterima reseptor ke saraf pusat. Reseptor itu mengirimkan sel khusus dalam organ penginderaan, otot, kulit serta sendi yang mendeteksi adanya perubahan secara fisik atau kimiawi dan menyimpulkan kejadian tersebut ke dalam impuls yang menjalar sepanjang neuron sensorik. Neuron motorik (disebut juga neuron eferen) membawa isyarat yang keluar dari otak atau saraf sumsum tulang belakang ke organ efektor terutama otot dan kelejar. Interneuron, disebut juga neuron-neuron asosiatif menerima isyarat dari neuron sensorik dan mengirimkan impuls interneuron lain ke neuron motorik. Interneuron hanya terdapat dalam otak dan saraf sumsum belakang. Urat saraf merupakan kumpulan akson yang direntangkan yang terdapat dalam beratus-ratus atau beribu-ribu neuron aferen dan eferen. Diantara neuron terdapat sejumlah besar sel glial (berasal dari bahasa Yunani, glia yang berarti “perekat”) yang saling berjalinan secara erat. Sel glial membantu neuron melekat pada tempatnya dan memberinya zat makanan. Jumlah sel glial ini lebih dari lima hingga sepuluh kali lipat dari jumlah sel saraf otak. C.      Struktur otak Otak dibagi menjadi 4 :    



Cerebrum (Otak Besar) Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kecerdasan intelektual atau IQ juga ditentukan oleh kualitas bagian ini. Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus. Keempat Lobus tersebut masing-masing adalah: Lobus Frontal, Lobus Parietal, Lobus Occipital dan Lobus Temporal.



4



Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak Besar.



   



Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.    



Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan



seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.     



Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan



pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.    



Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan



visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata. Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi menjadi beberapa area yang punya fungsi masing-masing, seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Kedua belahan itu terhubung oleh kabel-kabel saraf di bagian bawahnya. Secara umum, belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh. Otak kanan terlibat dalam kreativitas dan kemampuan artistik. Sedangkan otak kiri untuk logika dan berpikir rasional.    



Cerebellum (Otak Kecil) Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Cerebellum merupakan kunci dalam mendapatkan



keterampilan



motorik



Otak



Kecil



juga



menyimpan



dan



melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya. Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju.    



Brainstem (Batang Otak)



5



Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya. Batang otak dijumpai juga pada hewan seperti kadal dan buaya. Oleh karena itu, batang otak sering juga disebut dengan otak reptil. Otak reptil mengatur “perasaan teritorial” sebagai insting primitif. Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu: Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah bagian teratas



   



dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.    



Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri



badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol funsi otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.     



Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama



dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidu Limbic System (Sistem Limbik) Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, merupakan struktur sirkuit di tengah yang memutari thalamus. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah. Bagian otak ini sama dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga sering disebut dengan otak mamalia. Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang. Bagian terpenting dari Limbik Sistem adalah Hipotalamus yang salah satu fungsinya adalah bagian memutuskan mana yang perlu mendapat perhatian dan mana yang tidak. Sistem limbik menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh oleh indera. Dialah yang lazim disebut sebagai otak emosi atau tempat bersemayamnya rasa cinta dan kejujuran. Carl Gustav Jung  menyebutnya sebagai



6



"Alam Bawah Sadar" atau ketidaksadaran kolektif, yang diwujudkan dalam perilaku baik seperti menolong orang dan perilaku tulus lainnya. LeDoux mengistilahkan sistem limbik ini sebagai tempat duduk bagi semua nafsu manusia, tempat bermuaranya cinta, penghargaan dan kejujuran. D.      Keterkaitan Emosi dengan Otak 1.        Teori Emosi Cannon (1927) menyatakan bahwa peranan utama emosi berada di talamus, yang merupakan bagian inti dari pusat otak. Canon berpendapat bahwa talamus memberikan respon terhadap stimulus yang membangkitkan emosi dengan mengirim impuls secara serempak ke korteks cerebral dan ke bagian tubuh yang lain. Perasaan emosional merupakan akibat keterbangkitan korteks dan sistem saraf simpatik. Menurut teori ini yang dikembangkan oleh Bard dan dikenal sebagai teori Cannon Bard, perubahan badani dan pengalaman emosi terjadi pada saat yang sama. Penelitian berikutnya memperjelas kenyataan bahwa hipotalamus dan sebagian tertentu dari sistem limbik, bukan talamus, merupakan pusat otak yang paling banyak terlibat langsung dalam integrasi respons emosional. Impuls dari kawasan ini dipancarkan ke inti sel dalam batang otak yang mengendalikan fungsi sistem saraf otonom. Sistem saraf otonom bekerja secara langsung pada otot dan organ internal untuk menginisiasi beberapa perubahan badani yang mencirikan emosi dan bekerja secara tidak langsung dengan merangsang hormon adrenal untuk menimbulkan perubahan badani lainnya. Emosi bukan peristiwa sesaat, tetapi pengalaman yang terjadi selama beberapa saat. Pengalaman emosional dapat ditimbulkan oleh masukan eksternal pada sistem sensoris, kita melihat atau mendengar stimulus yang membangkitkan emosi. Tetapi sistem saraf otonom menjadi aktif segera setelah itu, sehingga umpan balik dari perubahan badani menambah pengalaman emosional. Jadi, pengalaman sadar kita tentang emosi melibatkan integrasi informasi tentang keadaan fisiologis tubuh dan informasi tentang situasi yang membangkitkan emosi. Bentuk-bentuk emosi ada tiga aspek, yaitu: 1) aspek kognisi, 2) kesigapan, 3) perasaan. Penilaian seseorang terhadap situasi yang membangkitkan emosi merupakan faktor penentu respons emosional yang penting. Schachter (1971) yakin bahwa emosi merupakan fungsi interaksi faktor kognitif dan keadaan keterbangkitan fisiologis. Teori kognitif fisiologis tentang emosi mengemukakan bahwa umpan balik ke otak dari 7



aktivitas fisiologis menimbulkan keadaan keterbangkitan yang tidak berbeda, tetapi emosi yang dirasakan ditentukan oleh “label” yang diberikan orang pada keadaan keterbangkitan itu. Penentuan label merupakan proses kognitif, individu menggunakan informasi dari pengalaman masa lampau dan persepsinya tentang keadaan saat ini untuk menginterpretasi perasaannya. Interpretasi ini akan menentukan label yang mereka gunakan untuk memberikan keadaan emosional mereka. Kesigapan untuk melakukan tindakan bergantung pada sistem saraf autonom yang memiliki dua percabangan, sistem saraf simpatetik dan parasimpatik. Sistem saraf simpatetik mempersiapkan tubuh untuk respons yang singkat, intens dan “melawan atau melarikan diri” yang penuh semangat. Sistem saraf parasimpatetik meningkatkan pencernaan dan proses lain yang bertujuan mengonservasi energi serta menyiapkan diri untuk persiapan selanjutnya. Akan tetapi tiap situasi memerlukan pembangkitan sistem saraf simpatetik dan parasimpatetik dengan campuran yang unik. 2.        Amigdala Amigdala adalah struktur dalam sistem saraf berbentuk seperti almonds yang terletak di dasar lobus temporalis. Amigdala merupakan bagian dari sistem limbik yang terlibat dalam pengalaman emosional dan fungsi seksual. Struktur ini berperan dalam ingatan yang bersifat emosional dan terbentuk dari sebuah nukleus atau kluster badan sel. Amigdala tumbuh dan mencapai puncak perkembangannya sebelum usia 4 tahun. Karena itu pada anak-anak di bawah 4 tahun, sensasi dan rangsangan yang paling cepat ditangkap, dikonsilidasi dan disimpan adalah sensasi-sensasi yang bersifat emosional. Pengalaman-pengalaman emosional pada anak usia ini merupakan pengalaman hidup yang terpatri kuat. Pengalaman atau pelajaran pada usia ini akan berdampak lebih kuat jika diberikan dengan nuasa emosi yang tinggi, misalnya melalui bermain. Amigdala menyimpan memori tentang peristiwa emosional, menerima input dari sistem visual, auditif dan pencernaan, termasuk bagian otak yang mengenal rasa dan sentuhan. Amigdala adalah peran stimulasi, regulasi, emosi dan respon emosional terhadap informasi sensor serta mengevaluasinya dengan cepat dalam menentukan nilai emosionalnya serta mengambil keputusan terhadap kejadian tertentu. Jadi amigdala adalah struktur yang menghubungkan antara emosional dan rasio atau kesadaran emosional (emotional awareness). Sebagai contoh, apabila kita menghadapi rasa takut maka hal ini adalah suatu komponen dari kondisi emosional yang cirinya adalah kondisi



8



tergerak (a state of being moved). Komponen emosi lainnya adalah kesadaran (awareness) yang dirasakan. “Emotional awareness” kemudian timbul untuk menentukan tindakan yang diambilnya terhadap rasa takut tersebut. Joseph Le Doux (1996) dalam buku The Emosional Brain menulis bahwa sistem emosional utama yaitu rasa takut mencakup amigdala dan bagian frontal dari korteks singulat (cingulater cortex, yaitu struktur setengah lengkung yang melingkupi bagian tengah otak atau daerah limbik melalui jalur neuron, visual dan auditif yang mengait langsung ke struktur yang berbentuk almond tersebut). Struktur ini ditemukan di setiap belahan bagian tengah otak. Amigdala mengirimkan serabut ke hipotalamus dan batang otak, tempat pernafasan, keringat, denyut jantung, pembuluh darah dan tonus otak dikendalikan. 3.        Belahan otak kiri dan kanan Hipotesis lain mengemukakan kaitan antara dua belahan dengan kategori emosi yang berbeda. Menurut Jeffrey Gray (1970), aktivitas belahan otak kiri terutama lobus frontal dan temporalnya berkaitan dengan sistem aktivasi perilaku. Hal tersebut ditandai dengan peningkatan aktivitas (saraf) autonom dari level rendah hingga tinggi dan kecenderungan untuk mendekat (ke orang lain) yang dapat mengindikasi kesenangan atau kemarahan. Peningkatan aktivitas lobus frontal dan temporal belahan otak kanan diasosiasikan dengan sistem inhibisi perilaku yang meningkatkan perhatian dan pembangkitan, menginhibisi tindakan dan menstimulasi emosi, antara lain rasa takut dan muak. Perbedaan antarkedua belahan otak berkaitan dengan kepribadian. Secara ratarata, individu yang memiliki aktivasi korteks frontal lebih tinggi pada belahan otak kiri cenderung lebih bahagia, mudah bergaul dan lebih suka bersenang-senang. Individu yang memiliki aktivitas korteks frontal lebih tinggi pada belahan otak kanan cenderung lebih tertutup, tidak puas dengan hidup dan lebih mudah emosi yang tidak menyenangkan. Belahan otak kanan lebih responsif terhadap stimulus emosional daripada belahan otak kiri. Sebagai contoh, mendengar suara tawa atau tangis akan lebih mengaktivasi amigdala kanan daripada amigdala kiri. Ketika seseorang mengamati wajah, perhatian yang dicurahkan untuk mengenali ekspresi emosi akan meningkatkan aktivitas korteks temporal belahan otak kanan.



9



E.       Aplikasi Neorosains dalam Pembelajaran Optimalisasi otak pada dasarnya adalah menggunakan seluruh bagian otal secara bersama-sama dengan melibatkan sebanyak mungkin indra secara serentak. Penggunaan berbagai media pembelajaran merupakan salah satu usaha membelajarkan seluruh bagian otak, baik otak kiri maupun otak kanan, rasional maupun emosional atau bahkan spiritual. Permainan warna, bentuk, tekstur dan suara sangat dianjurkan. Ciptakan suasana gembira karena akan merangsang keluarnya endorfin dari kelenjar di otak dan selanjutnya mengaktifkan asetilkolin di sinapsis. Seperti diketahui sinapsis yang merupakan penghubung antar sel saraf menggunakan zat kimia terutama asetilkolin sebagai neurotransmitternya. Dengan aktifnya aseltilkolin maka memori akan tersimpan dengan lebih baik. Lebih jauh suasana gembira akan mempengaruhi cara otak dalam memproses, menyimpan dan mengambil kembali informasi. Tiga hal penting dalam belajar menurut Susan (1997) adalah: 1) bagaimana mengambil dan menyimpan informasi dengan cepat, menyeluruh dan efisien, 2) bagaimana menggunakannya untuk menyelesaikan masalah, dan 3) bagaimana menggunakannya untuk menciptakan ide. Optimalisasi dapat dilakukan dengan membuatnya dalam keadaan waspada yang relaks sebelum dimasuki informasi. Musik yang menenangkan dan latihan pernafasan dapat menghilangkan pikiran yang mengganggu dan mengkondisikan otak agar waspada dan relaks. Musik juga dapat mengaktifkan otak kanan untuk siaga menerima infromasi dan membantu memindahkan infromasi tersebut ke dalam bank memori jangka panjang. Musik memang membantu proses transmisi pesan yang berlangsung di ujung-ujung saraf. Gelombang otak yang berada pada posisi alfa telah memungkinkan pemaduan, pengkodisian dan konsilidasi seluruh pesan yang masuk. Kondisi relaks dan waspada merupakan pintu bawah sadar. Jika informasi dibacakan dengan dibarengi musik dan aroma menenangkan, maka akan mengambang di bawah sadar dan ditrasmisikan dengan lebih cepat serta disimpan dalam “file” yang benar. Disamping membutuhkan kondisi waspada yang relaks, otak juga membutuhkan oksigen untuk bekerjanya. Berhentinya pasokan oksigen akan merusak sel-sel saraf di otak. Ruang kelas dengan penyediaan oksigen yang berlimpah sangat kondusif untuk belajar. Pohon-pohon dengan daun rimbun di luar kelas dapat menjadi sumber oksigen. Olahraga yang dilakukan teratur, tidak hanya akan membugarkan tubuh namun juga



10



akan memperkaya darah dengan oksigen dan meningkatkan pasokan okseigen ke otak. Kekurangan zat besi (sayuran hijau) akan menurunkan rentang perhatian, menghambat pemahaman dan secara umum mengganggu prestasi belajar. Kurangnya kalium (buah dan sayuran) akan menurunkan rentang perhatian, menghambat pemahaman, dan secara umum mengganngu prestasi belajar. Kurangnya kalium (buah dan sayuran) akan mengurangi aliran listrik di otak sehingga akan menurunkan jumlah informasi yang dapat diterima otak. Dengan demikian makan pagi dengan mengkonsumsi banyak buah, makan siang dengan prinsip empat sehat dan makan malam dengan menambahkan susu akan mengoptimalkan otak. Demikian juga dengan olahraga teratur dan minum banyak air putih sebagai penghilang racun akan mendukung kerja otak. Rekayasa lingkungan belajar yang nyaman dan relaks akan memudahkan pengambilalihan tugas dari otak kiri yang rasional ke otak intituitif yang menerima asupan informasi bawah sadar. Intuisi adalah persepsi yang berada di luar pancaindera meskipun tetap bukan hal mistik, karena tetap bersifat logis. Menyimpan informasi dengan pola asosiatif dan tidak linear merupakan langkah pertama menuju pengembangan kemampuan otak yang belum dikembangkan. Belajar melalui praktik akan melibatkan banyak indra sehingga memori akan lebih mantap. Setiap orang memiliki dominasi indra secara individual. Apabila guru dapat mendominasi indera pada masing-masing peserta didiknya maka akan dapat memberi layanan dengan tepat. Secara umum ada 10 hukum dasar otak yang relevan dalam bidang pendidikan. Hukum-hukum itu antara lain: 1) keunikan, 2) kekhususan, 3) sinergisitas, 4) hemisferik dan dominasi, 5) verba-grafis, 6) imajinasi dan fakta, 7) plastisitas sel saraf, 8) kerja serempak, 9) simbiosis rasio-emosi-spriritualitas, dan 10) otak laki-laki-otak perempuan. Otak bukan sekedar struktur (benda-organik), tetapi fungsi dan sifat. Karena itu, otak merupakan titik utama pengembangan manusia dalam bidang pendidikan. Tidak saja untuk belajar mengajar tetapi juga bagi pendidikan secara keseluruhan. 1.        Keunikan Otak merupakan sistem yang dinamis atau sistem yang hidup (living system). Otak tidak saja tumbuh dan berkembang tetapi otak juga terbuka terhadap intervensi dari luar. Karena dapat diintervensi dari luar, otak setiap orang itu unik. Pengalaman, pendidikan dan gaya hidup yang berbeda membuat otak menjai berbeda. Otak dapat



11



berkembang tak terbatas tanpa memperbesar ukuran tengkorak. Otak tidak pernah istirahat, bahkan ketika tidurpun otak bekerja. Sebagai sistem yang hidup, otak harus di charge supaya bisa hidup secara dinamis. Ahli otak memperkirakan bahwa manusia rata-rata baru memakai 20-50% dari potensi otak. Potensi alam bawah sadar, intuisi dan konektivitas belum dipakai secara baik. Hal tersebut menjadikan setiap orang berbeda dalam banyak hal. Karena itu tidak ada teknik belajar yang baku dan tunggal untuk semua



orang.



Pendidik



harus



dapat



mengemas



teknik-teknik



belajar



yang



memperhatikan keunikan ini. 2.        Kekhususan Para ahli (Howard Gardner, ahli saraf dan pendidikan dari sekolah kedokteran Boston dan sekolah pendidikan Harvad) menemukan kemampuan otak berkaitan dengan kekhususan



seseorang



dalam



memanfaatkannya.



Kemampuan



ini



(Gardner



menyebutnya Multiple Inteligence) didukung oleh perbedaan struktur otak pada setiap orang. Perbedaan ini terjadi antara lain karena manifestasi kekhususan genetik pada proses perkembangan susunan syaraf pusat. Prinsip kedua ini menunjukkan adanya keunggulan yang bersifat khas pada setiap orang. Anak yang unggul dalam bidang matematika tidaklah berarti lebih unggul dibandingkan dengan anak-anak lain yang pintar main basket, menari, atau memainkan biola. Sekolah yang baik harus memberikan ruang yang luas bagi pengembangan semua kecerdasan ini. 3.        Sinergisitas Otak dan seluruh bagian tubuh, terutama organ gerak dan organ indera memiliki hubungan sinergis. Bagian motorik dan sensorik di otak memiliki hubungan saraf melalui pelepasan zat-zat kimia bernama neurotransmitter dengan indera dan organ gerak. Rangsangan pada beberapa organ secara bersamaan akan memberikan efek lebih baik dibandingkan hanya 1 organ. Otak lebih cepat menangkap informasi yang melibatkan dua kelompok organ ini sekaligus. Keadaan otak dalam kondisi alfa (gelombang otak 8-14 kali per menit) merupakan keadaan yang paling optimal untuk belajar. Keadaan ini akan merilekskan otot-otot, menstabilkan denyut jantung. Belajar di bawah tekanan, pemaksaan dan dalam keadaan lelah akan merangsang otak memasuki kondisi beta. Dalam kondisi beta ini proses penerimaan dan pengelolaan informasi menjadi tidak efektif. Pembelajaran dan pendidikan harus dapat mempertahankan sinergisitas otak- tubuh.



12



4.        Hemisferik dan dominasi Dalam prinsip ini setiap orang memiliki gaya dan cara yang unik dalam belajar, pemerolehan informasi dan strategi pemecahan masalah. Tidak ada otak yang sama. Karena itu, tidak ada teknik belajar mengajar yang sama. 5.        Verba-grafis Memori akan tertata dengan baik, efektif dan efisien jika diformulasikan dalam bentuk kata dan gambar. Memori akan tertata dengan baik, efektif dan efisien jika diformulasikan dalam bentuk kata dan gambar. Pembuatan catatan yang baik tidak saja untuk melestarikan informasi di buku tulis, tetapi juga memudahkan otak untuk mengkode, menyimpan dan memanggil kembali informasi tersebut. 6.        Imajinasi dan fakta Imajinasi dan fakta merangsang kerja otak dengan cara yang sama. Kejadian yang bersifat traumatis dan emosional akan merangsang otak bekerja sama persis jika kejadian itu hanya dibayangkan. 7.        Plastisitas sel saraf Setiap keping informasi disimpan dalam sel-sel saraf. Tepatnya, disimpan dalam bentuk perubahan molekul-molekul kimia di dalam dan di luar sel saraf. Jika informasi diterima dengan cara yang cocok dengan mekanisme otak, akan terjadi penguatan hubungan antar sel saraf melalui perubahan molekuler. Semakin sering otak dipakai, semakin banyak perubahan molekuler yang terjadi dan semakin kuatlah memori. Perubahan akan semakin cepat terjadi jika berkaitan dengan informasi yang tidak lazim. Hal-hal yang tak lazim lebih cepat merangsang otak. 8.        Simultanitas Ketika merespon sebuah informasi, seluruh bagian otak bekerja sama secara serempak. Walaupun pusat pengaturan informasi berada di bagian yang berbeda-beda di otak, bagian-bagian itu akan bekerja serempak ketika menerima dan memproses informasi. Ketika melihat sebuah gambar bergerak, bagian otak yang menyerapi bentuk, gerakan, warna dan nuansa emosi akan segera bereaksi. Hasilnya adalah respons yangutuh. Kerja serempak otak ini mirip dengan orkestra yang dipimpin oleh seorang dirigen. Jika seluruh bagian otak dapat dirangsang untuk bekerja secara serempak, penyerapan informasi akan menjadi lebih efektif. Otak memiliki kemampuan mendeteksi perubahan secepat apapun, dalam hitunga detik.



13



9.        Simbiosis rasio-emosi-spiritualitas Rasio dan emosi menjadi penopang utama spiritualitas manusia. Jika rasio dan emosi memberikan kepada manusia keunggulan yang bersifat teknik dan diperlukan untuk mengarungi kehidupan dunia, maka spiritualitas memerlukan makna bagi tindakan-tindakan manusia. Spiritualitas yang baik biasanya tampak dari rasio dan emosi yang baik. Otak menyediakan piranti emosi bagi manusia untuk melakukan tindakan yang mengarah pada pemerolehan makna hidup, yaitu1) kesadaran diri, 2) manajemen suasana hati, 3) motovasi diri, 4) empati, dan 5) manajemen relasi sosial. Untuk dapat melakukan lima hal ini, rasio, emosi dan spiritualitas bekerja keras secara simbiosis mutualistik. Ini adalah kunci-kunci sukses kehidupan. 10.    Otak laki-laki-otak perempuan Dalam belajar, perempuan dan lelaki memiliki learning dan thinking style yang berbeda. Karena itu pengelolaan kelas akan jauh lebih efektif dan optimal jika kedua jenis kelamin ini dibimbing menurut style masing-masing. Model pembelajaran tutorial akan lebih optimal mengerahkan potensi kedua jenis kelamin ini. Namun, ini tidak berarti harus ada pemisahan kelas antara kedua jenis kelamin. Yang paling penting, pendidik harus bisa memahami bagaimana mereka berpikir sehingga lebih mudah membimbing. Tidur dan Ritme Biologis A. Teori Tidur Tidur telah menjadi subjek spekulasi dan pemikiran sejak zaman para filsuf Yunani awal, tetapi hanya baru-baru ini memiliki peneliti menemukan cara untuk belajar tidur dengan cara yang sistematis dan objektif. Munculnya teknologi baru seperti electroencephalogram (EEG) telah memungkinkan para ilmuwan untuk melihat dan mengukur pola listrik dan aktivitas yang dihasilkan oleh otak saat tidur. Sementara kita sekarang dapat menyelidiki tidur dan fenomena yang terkait, tidak semua peneliti setuju persis mengapa kita tidur. Sejumlah teori yang berbeda telah diusulkan untuk menjelaskan perlunya tidur serta fungsi dan tujuan tidur. Berikut ini adalah tiga teori utama yang muncul: 



Perbaikan dan Restorasi Teori Tidur:



Menurut perbaikan dan pemulihan teori tidur, tidur sangat penting untuk merevitalisasi dan mengembalikan proses fisiologis yang menjaga tubuh dan pikiran yang sehat dan



14



berfungsi dengan benar. Teori ini menunjukkan bahwa tidur NREM penting untuk memulihkan fungsi fisiologis, sementara tidur REM sangat penting dalam memulihkan fungsi mental. Dukungan untuk teori ini disediakan oleh penelitian yang menunjukkan periode peningkatan tidur REM berikut periode kurang tidur dan aktivitas fisik yang berat. Selama tidur, tubuh juga meningkatkan laju pembelahan sel dan sintesis protein, lanjut menunjukkan bahwa perbaikan dan pemulihan terjadi selama periode tidur. Barubaru ini, para peneliti telah menemukan bukti baru yang mendukung perbaikan dan pemulihan teori, menemukan tidur yang memungkinkan otak untuk melakukan tugas "rumah tangga" . Pada Oktober 2013 jurnal Science, para peneliti mempublikasikan hasil penelitian menunjukkan bahwa otak menggunakan tidur untuk membuang limbah racun. Sistem pembuangan sampah ini, mereka menyarankan, adalah salah satu alasan utama mengapa kita tidur. "Fungsi restoratif tidur mungkin menjadi konsekuensi dari penghapusan ditingkatkan produk limbah yang berpotensi neurotoksik yang menumpuk dalam sistem saraf pusat terjaga," penulis penelitian menjelaskan. Penelitian sebelumnya telah menemukan sistem glymphatic, yang membawa bahan limbah keluar dari otak. Menurut salah satu penulis studi tersebut, Dr. Maiken Nedergaard, kekuatan sumber daya yang terbatas otak untuk memilih antara dua keadaan fungsional yang berbeda: terjaga dan waspada atau tidur dan membersihkan. Mereka juga menyarankan bahwa masalah dengan membersihkan sampah otak ini mungkin memainkan peran dalam sejumlah gangguan otak seperti penyakit Alzheimer. 



Teori evolusi Tidur:



Teori evolusi, yang juga dikenal sebagai teori adaptif tidur, menunjukkan bahwa periode aktivitas dan aktivitas berkembang sebagai sarana menghemat energi. Menurut teori ini, semua spesies telah beradaptasi untuk tidur selama periode waktu ketika terjaga akan menjadi yang paling berbahaya. Dukungan untuk teori ini berasal dari penelitian komparatif spesies binatang yang berbeda. Hewan yang memiliki beberapa predator alami, seperti beruang dan singa, sering tidur antara 12 sampai 15 jam setiap hari. Di sisi lain, hewan yang memiliki banyak predator alami hanya memiliki periode tidur pendek, biasanya mendapatkan tidak lebih dari 4 atau 5 jam tidur setiap hari. 



Informasi Konsolidasi Teori Tidur:



15



Teori konsolidasi informasi tidur didasarkan pada penelitian kognitif dan menunjukkan bahwa orang tidur untuk memproses informasi yang telah diperoleh selama sehari. Selain memproses informasi dari hari sebelumnya, teori ini juga berpendapat bahwa tidur memungkinkan otak untuk mempersiapkan untuk hari yang akan datang. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa tidur membantu semenkan hal-hal yang telah kita pelajari selama hari ke dalam memori jangka panjang. Dukungan untuk ide ini berasal dari sejumlah studi kurang tidur, menunjukkan bahwa kurang tidur memiliki dampak serius pada kemampuan untuk mengingat informasi. B. Tahapan dalam tidur Tahap tidur berhubungan dengan banyak sekali perubahan elektrofisiologis yang terjadi di seluruh otak. Tahapan dalam siklus tidur, masing-masing ditentukan oleh jenis aktivitas otak yang terjadi.Selama tahun 1950, seorang mahasiswa pascasarjana bernama Eugene Aserinsky menggunakan alat electroencephalogram untuk menemukan apa yang dikenal sebagai tidur REM. Penelitian lebih lanjut tidur manusia telah menunjukkan bahwa tidur berlangsung melalui serangkaian tahap di mana pola gelombang otak yang berbeda ditampilkan. Ada dua jenis utama tidur: Non-Rapid Eye Movement (NREM) Tidur (juga dikenal sebagai tidur tenang). Rapid Eye Movement (REM) Tidur (juga dikenal sebagai tidur aktif atau tidur paradoks). TAHAP 1 Tahap 1 adalah awal dari siklus tidur, dan merupakan tahap yang relatif ringan tidur. Tahap 1 dapat dianggap sebagai masa transisi antara terjaga dan tidur. Dalam tahap 1, otak menghasilkan tinggi gelombang theta amplitudo, yang adalah gelombang otak yang sangat lambat. Periode tidur berlangsung hanya dalam waktu singkat (sekitar 5-10 menit). Jika anda bangun seseorang selama tahap ini, mereka mungkin melaporkan bahwa mereka tidak benar-benar tertidur. TAHAP 2 Tahap 2 adalah tahap kedua dari tidur dan berlangsung selama sekitar 20 menit. Otak mulai menghasilkan semburan cepat, aktivitas gelombang otak berirama dikenal sebagai spindle tidur. Suhu tubuh mulai menurun dan detak jantung mulai melambat. TAHAP 3



16



Tahap ini sebelumnya dibagi menjadi tahap tiga dan empat. Mendalam, gelombang otak lambat dikenal sebagai gelombang delta mulai muncul selama tahap 3 tidur. Tahap ini kadang-kadang disebut sebagai tidur delta karena gelombang otak lambat dikenal sebagai gelombang delta yang terjadi selama ini. Selama tahap ini, orang menjadi kurang responsif dan suara dan aktivitas di lingkungan mungkin gagal untuk menghasilkan respon. Hal ini juga bertindak sebagai masa transisi antara tidur ringan dan tidur yang sangat dalam. Mengompol dan sleepwalking yang paling mungkin terjadi pada akhir tahap ini tidur. TAHAP 4 Kebanyakan bermimpi terjadi selama tahap keempat tidur, yang dikenal sebagai gerakan mata cepat (REM) tidur. Tidur REM ditandai dengan gerakan mata, meningkatnya laju respirasi dan aktivitas otak meningkat. Tidur REM juga disebut sebagai tidur paradoks karena sementara otak dan sistem tubuh lainnya menjadi lebih aktif, otot-otot menjadi lebih rileks. Bermimpi terjadi karena karena aktivitas otak meningkat, tapi otot-otot sukarela menjadi lumpuh. C. Faktor factor yang mempengaruhi tidur Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kualitas tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya. Di antara faktor yang dapat mempengaruhi tidur adalah: 1.  Penyakit Sakit dapat mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang. Banyak penyakit yang dapat memperbesar kebutuhan tidur seperti penyakit yang disebabkan oleh infeksi, terutama infeksi limpa. Infeksi limpa berkaitan dengan keletihan, sehingga penderitanya membutuhkan lebih banyak waktu tidur untuk mengatasinya. Banyak juga keadaan sakit yang menjadikan pasien kurang tidur, bahkan tidak bisa tidur. 2.  Latihan dan kelelahan Keletihan akibat aktivitas yang tinggi dapat memerlukan lebih banyak tidur untuk menjaga keseimbangan energi yang telah dikeluarkan. Hal tersebut terlihat pada seseorang yang telah melakukan aktivitas dan mencapai kelelahan. Maka, orang tersebut akan lebih cepat untuk dapat tidur karena tahap tidur gelombang lambatnya diperpendek.



17



3.  Stres psikologis Kondisi stres psikologis dapat terjadi pada seseorang akibat ketegangan jiwa. Seseorang yang memiliki masalah psikologis akan mengalami kegelisahan sehingga sulit untuk tidur 4.



Obat



Obat dapat juga mempengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat yang mempengaruhi proses tidur jenis golongan obat diuretik dapat menyebabkan insomnia, antidepresan dapat menekan, kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan beta bloker dapat berefek pada timbulnya insomnia dan golongan narkotik dapat menekan RFM sehingga mudah mengantuk. 5.  Nutrisi Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur. Konsumsi protein yang tinggi maka seseorang tersebut akan mempercepat proses terjadinya tidur, karena dihasilkan triptofan yang merupakan asam amino hasil pencernaan protein yang dicerna dapat membantu mudah tidur. Demikian sebaliknya, kebutuhan gizi yang kurang dapat juga mempengaruhi proses tidur, bahkan terkadang sulit untuk tidur. 6.  Lingkungan Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat mempercepat proses terjadinya tidur. Sebaliknya lingkungan yang tidak aman dan nyaman bagi seseorang dapat menyebabkan hilangnya ketenangan sehingga mempengaruhi proses tidur. 7.  Motivasi Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang untuk tidur, dapat mempengaruhi proses tidur. Selain itu, adanya keinginan untuk tidak tidur dapat menimbulkan gangguanproses tidur. 8.



Gaya hidup



Individu yang sering berganti jam kerja harus mengatur aktivitasnya agar bisa tidur pada waktu yang tepat. 9.



Stimulan dan alkohol



Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman dapat merangsang sistem saraf pusat sehingga dapat mengganggu pola tidur. Sedangkan konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu siklus tidur REM. Ketika pengaruh alkohol telah hilang, individu sering kali mengalami mimpi buruk.



18



10.Diet Penurunan berat badan dikaitkan dengan penurunan waktu tidur dan seringnyaterjaga di malam hari. Sebaliknya, penambahan berat badan dikaitkan dengan peningkatan tidur dan sedikitnya periode terjaga di malam hari. 11.Merokok Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki efek stimulasi pada tubuh. Akibatnya, perokok sering kali kesulitan untuk tidur dan mudah terbangun di malam hari. 12.Medikasi Obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang. hipnotik dapat mengganggu tahap III dan IV tidur NREM, metabloker dapat menyebabkan insomnia dan mimpi buruk, sedangkan narkotik (misalnya, meperidin hidroklorida dan morfin) diketahui dapat menekan tidur REM dan menyebabkan seringnya terjaga di malam hari. D. Gangguan Tidur Banyak gangguan tidur yang termasuk salah satu diantara dua ketegori komplementer insomnia dan hipersomnia. Sering kali, kecemasan yang terkait dengan ketidakmampuan untuk tidur semakin mempersulit mereka untuk tidur (lihat Espie, 2002). Gangguan tidur pada umumnya adalah sebagai berikut : 



INSOMNIA



Antara 30 dan 40 persen orang dewasa melaporkan beberapa kesulitan jatuh tertidur atau tetap tertidur setiap tahun. Di Amerika, 10 sampai 15 persen dari seluruh orang dewasa laporan jangka panjang, insomnia kronis. Insomnia dapat dikaitkan dengan kondisi medis, kebiasaan tidur yang buruk, obat-obatan dan banyak penyebab lainnya. Insomnia dapat diobati melalui obat-obatan, perubahan gaya hidup dan teknik lainnya. 



PARASOMNIA



Dari bahasa latin yang berarti "sekitar tidur," parasomnia adalah gangguan tidur yang ditandai dengan perilaku tidur yang abnormal. Parasomnia melibatkan sadar kompleks, dan perilaku yang diarahkan pada tujuan yang memiliki arti atau kepentingan individu. Ini dapat termasuk teror tidur, tidur sambil berjalan, makan tidur, seks tidur, gerakan mata (REM) gangguan perilaku yang cepat, atau sejumlah perilaku potensial yang terjadi ketika orang tersebut masih tertidur. 



Restless Legs Syndrome (RLS)



19



Antara 5 dan 15 persen orang dewasa memiliki beberapa bentuk Restless Legs Syndrome (RLS). Ini adalah gangguan yang menyebabkan kesemutan atau sensasi tusukan di kaki yang sementara mereda dengan menggerakkan kaki. Orang dengan RLS merasakan dorongan untuk meregangkan dan menggerakkan kaki mereka untuk menghentikan rasa sakit. RLS dapat terjadi pada satu atau kedua kaki (dan seringkali lebih buruk di betis) dan kadang-kadang di lengan. 



Tidur Apnea



Sleep apnea adalah gangguan tidur di mana pernapasan terganggu saat tidur. Gangguan ini disebabkan oleh pendeknya (10-20 detik) pemblokiran saluran napas bagian atas. Penyumbatan ini disebabkan oleh jaringan pendek di bagian belakang tenggorokan terlalu banyak santai. Interupsi Pernapasan dapat terjadi dari lima sampai 100 kali per jam; kurang dari lima dianggap normal. Antara 5 dan 25 persen orang dewasa Amerika memiliki apnea tidur. Sleep apnea adalah gangguan tidur umum di mana pernapasan terganggu 5 sampai 100 kali per jam. Seringkali gangguan ini tidak cukup untuk membangunkan seseorang, tetapi secara signifikan mengganggu tidur. Orang dengan sleep apnea sering merasa lelah dan letih. Pengobatan untuk apnea tidur bervariasi dari mengubah kebiasaan tidur untuk operasi. 



Mendengkur



Suara mendengkur yang dihasilkan selama tidur karena getaran jaringan lunak di atas termasuk hidung dan tenggorokan. Ini biasanya terjadi ketika napas ditarik masuk, tetapi juga mungkin terjadi saat bernapas keluar. Mendengkur terjadi kadang-kadang di hampir semua orang, namun banyak orang mendengkur kronis. Pada orang berusia 30 sampai 60 tahun, 44 persen pria dan 28 persen wanita biasa mendengkur. Mendengkur dapat menjadi tanda bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Orang yang mendengkur sering beresiko untuk penyakit jantung, diabetes, dan kondisi kesehatan lainnya. Mendengkur dapat diobati, yang akan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan melalui pola tidur yang lebih nyenyak. 



Nokturia



Nokturia adalah kata untuk bangun untuk buang air kecil sekali atau lebih setiap malam. Ada banyak kemungkinan penyebab sering buang air kecil malam hari. Ini termasuk penyebab medis, penyakit dan perilaku. Beberapa contoh seperti: Minum terlalu banyak cairan dekat dengan waktu tidur, Menelan terlalu banyak kafein di malam hari, Minum



20



terlalu banyak alkohol di malam hari, Gagal jantung kongestif, diabetes, masalah ginjal, Infeksi saluran kemih, Pengobatan, Berlebihan vitamin D, Kerusakan saraf dari sistem urin. 



Narkolepsi



Narkolepsi adalah gangguan tidur serius yang mempengaruhi antara 250.000 dan 350.000 orang Amerika. Narkolepsi ditandai dengan kantuk di siang hari yang berlebihan, sering mengakibatkan serangan tidur yang berlangsung dari beberapa detik sampai 30 menit. Gejala lain termasuk mimpi buruk, kelumpuhan tidur dan cataplexy. Orang-orang dengan pengalaman narkolepsi sering "serangan" tidur, yang berlangsung dari beberapa detik hingga 30 menit atau lebih. Serangan ini datang ketika seseorang terjaga dan tidak ada hubungannya dengan jumlah dan kualitas tidur malam hari. Gejala lain mungkin termasuk: Cataplexy: kelemahan otot mendadak sering dipicu oleh emosi kuat seperti tertawa, marah atau terkejut. Kelemahan ini dapat menyebabkan kepala untuk menjatuhkan, lutut untuk memberikan, otot-otot wajah melorot atau bahkan kehancuran lengkap dari tubuh. Tidur Paralysis: Kelumpuhan tidur ditandai dengan ketidakmampuan sementara untuk bergerak sambil bergeser dari tidur untuk terjaga, seperti ketika tidur atau bangun. Mungkin menakutkan saat tubuh tampak terjaga, tetapi tidak bisa bergerak. Adalah umum, tetapi juga mungkin merupakan gejala dari narkolepsi. Mimpi Vivid (Hypnagogic hallucinations): alias mimpi yang sangat detail dan jelas seolah-olah nyata. Mimpi ini sering terjadi ketika pertama kali jatuh tertidur dan dapat "halusinogen" di alam dan mudah bingung dengan kehidupan nyata. E. Efek Deprivasi Tidur Ketika kita tidak mendapatkan tidur yang cukup, badan kita bekerja dengan tidak



normal.



Contoh:



menurunnya



kadar



hormon



yang



dibutuhkan



untuk



perkembangan otot normal dan fungsi sitem kekebalan tubuh (Leproult, Van Reeth, dkk., 1997). Pada sebuah kasus, laki-laki 51 tahun mengalami kekurangan tidur. Setelah semakin merasakan lelah yang amat sangat, dia terserang infeksi jantung dan meninggal. Hasil otopsi menunjukkan bahwa dia telah kehilangan hampir semua saraf besar di dua (2) area dari talamus yang berkaitan dengan tidur dan ritme sirkadian hormonal (Lugaresi dkk, 1986)



21



Leproult dkk (1997) mengatakan bahwa kekurangan tidur yang kronis dapat meningkatkan hormon stres kortisol, yang dapat merusak atau menggangu sel-sel otak yang dibutuhkan untuk pembelajaran dan ingatan. Selain itu, sel-sel otak yang baru dapat gagal berkembang atau dapat juga tumbuh secara abnormal (Guzman-Marin dkk., 2005). Mungkin sebagai dampak dari kerusakan itu adalah terganggunya fleksibilitas mental, atensi, dan kreativitas. Setelah beberapa hari berada dalam keadaan terjaga terus menerus, biasanya seseorang akan mulai mengalami halusinasi dan delusi (Dement, 1978). RITME SIRKADIAN A. Pengertian Ritme Sirkardian Istilah circadian atau sirkadian pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Franz Halberg, seorang berkebangsaan Jerman pada tahun 1959 untuk menjelaskan terjadinya perubahan fungsi-fungsi tubuh pada diri manusia. Istilah ini berasal dari bahasa latin, “circa” yang berarti ‘sekitar’ dan “dies” yang berarti ‘satu hari’. Jadi yang disebut circadian adalah perubahan fungsi-fungsi tubuh pada diri manusia yang terjadi dalam satu hari. Karena perubahan fungsi-fungsi tubuh tersebut mengikuti satu ritme tertentu, maka konsep circadian ini lebih dikenal dengan sebutan ritme sirkadian (circadian rhytm). Tayyari dan Smith (1997) mendefinisikan ritme sirkadian sebagai proses-proses yang saling berhubungan yang dialami tubuh untuk menyesuaikan dengan perubahan waktu selama 24 jam. Fungsi-fungsi tubuh yang dimaksud antara lain suhu badan, tingkat metabolisme, kesiagaan, detak jantung, tekanan darah, pola tidur-bangun, kemampuan mental, dan komposisi kimia tertentu pada tubuh. Fungsi-fungsi tubuh tersebut akan meningkat atau sangat aktif pada siang hari tetapi akan menurun atau tidak aktif pada malam hari atau sebaliknya. Masa selama siang hari disebut sebagai fase ergotropic dimana kinerja manusia berada pada puncaknya, sedangkan masa malam hari disebut fase trophotropic dimana terjadi proses istirahat dan pemulihan tenaga. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ritme sirkadian menjadi dasar fisiologis dan psikologis pada siklus tidur dan bangun harian. Ini berarti fungsi dan tahapan fisiologis dan psikologis memiliki suatu ritme yang tertentu selama 24 jam sehari, sehingga ritme sirkadian seseorang akan terganggu jika terjadi perubahan jadwal kegiatan seperti perubahan shift kerja. Dengan terganggunya ritme sirkadian pada tubuh



22



pekerja akan terjadi dampak pada pekerja seperti gangguan gastrointestinal, gangguan pola tidur dan gangguan kesehatan lain. Semua bentuk ritme biologis, termasuk ritme sirkadian, dipengaruhi oleh faktor internal (endegenous) dan eksternal (exogenous). Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu. Beberapa peneliti percaya bahwa pusat internal dari ritme ini terletak di suatu area di otak yang disebut suprachiasmatic nuclei (SCN), namun hal ini belum dapat dibuktikan secara ilmiah dan sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Faktor eksternal berhubungan dengan lingkungan natural di luar tubuh seperti siklus gelap-terang (siang-malam), suhu ruang, perubahan-perubahan musim, interaksi sosial dengan individu yang lain serta waktu/jam makan yang semuanya mempengaruhi siklus aktivitas fungsi-fungsi tubuh. Karena ritme biologis ini berulang dalam rentang waktu kurang lebih 24 jam dan dipengaruhi oleh faktor eksternal terutama gelap-terang (siang-malam) dsb, maka ritme atau pola atau irama atau siklus ini dapat dikaitkan dengan satuan waktu yakni jam sehingga ritme sirkadian juga sering disebut atau diasosiasikan dengan jam biologis tubuh manusia. B. Jam Biologis Tubuh Manusia Pernahkah Anda bertanya, mengapa saat malam kita mengantuk? Atau mengapa bila masyarakat pedesaan yang belum ada listrik cenderung tidur lebih cepat? Jawabannya adalah karena adanya hormon melatonin. SCN akan memerintahkan tubuh untuk sekresi hormon melatonin ini saat hari sudah gelap. Selanjutnya, hormon melatonin akan memerintahkan tubuh untuk beristirahat. Namun dengan kehadiran lampu listrik yang membuat suasana malam hari menjadi terang menghambat sekresi hormon melatonin, sehingga saat ini jam tidur manusia lebih larut malam daripada sebelumnya. Tubuh kita dapat beradaptasi sampai batasan tertentu. Misalnya, untuk pekerja yang bekerja saat malam hari, SCN akan beradaptasi sampai batas tertentu dalam sekresi hormon melatonin sehingga mereka akan tetap terjaga walaupun hari sudah gelap. Bila malam semakin larut, kita akan lebih merasakan kantuk, ini disebabkan hormon melatonin yang dihasilkan semakin meningkat dan juga turunnya suhu tubuh dan tekanan darah dalam tubuh. Naik turunnya aktivitas tubuh dalam sekresi hormone



23



melatonin ini merupakan salah satu contoh dari jam bilogis (biological clock) atau ritme sirkadian tubuh manusia. Shift kerja erat kaitannya dengan ritme circadian terutama untuk shift kerja malam. Manusia tidak ideal untuk bekerja pada malam hari karena mempengaruhi perubahan ritme circadian dimana mempengaruhi fungsi fisiologis yang berhubungan dengan kapasitas performance kerja. Fungsi fisiologis tubuh berubah dalam 24 jam, dalam waktu yang bersamaan fungsi tubuh tersebut tidak dapat bekerja secara maksimum ataupun minimum. Pada umumnya fungsi tubuh meningkat pada siang hari dan melemah pada sore hari dan menurun pada malam hari untuk melakukan pemulihan dan pembaharuan (Silaban, 2000 ; Astrand & Rodahl, 1986). Selain itu terdapat kecenderungan melalui timbulnya rasa kantuk pada waktu-waktu tertentu, tidak peduli sudah tidur atau belum, lebih banyak belum. Perasaan paling mengantuk pada saat jamjam di awal pagi hari (02.00-07.00) dan kurang lebih saat siang hari (14.00-17.00). C. Gangguan Ritme Sirkardian Gangguan ritme sirkadian adalah kondisi yang mungkin terjadi ketika jam biologis internal individu tidak sinkron dengan isyarat waktu eksternal, termasuk siklus gelapcahaya alami. Hal ini dapat terjadi pada kebutaan total, dengan kerja shift atau jet lag, atau karena sindrom fase tidur lanjut atau tertunda. Ketidakcocokan dapat menyebabkan insomnia atau hipersomnia pada waktu yang tidak tepat. Ketidakcocokan antara waktu kerja dengan ritme sirkadian ini dapat menyebabkan beberapa gangguan, antara lain: 



Masalah gastrointestinal (pencernaan), seseorang yang bekerja pada malam hari memiliki kecenderungan unutuk menderita gangguan pencernaan. Hal ini disebabkan adanya ritme sirkadian yang turun naik sehingga menciptakan kesulitan pada lambung untuk mencerna makanan pada malam hari.







Meningkatkan risiko penyakit jantung karena tekanan-tekanan pada jantung akibat aktivitas berat di malam hari.







Gangguan Afektif Musiman



Gangguan afektif musiman adalah gangguan mood berulang terkait dengan depresi dan kantuk yang berlebihan selama musim dingin. Hal ini disebabkan oleh kurangnya cahaya terang mencapai jam biologis dalam inti suprakiasmatik, daerah kecil otak.



24



Pengobatannya adalah penggunaan kotak cahaya untuk artifisial memperpanjang panjang hari. 



Chronic fatigue syndrome(CFS)



Chronic fatigue syndrome (CFS) atau Sindrom Kelelahan Kronis ditandai dengan kelelahan berkepanjangan dijelaskan yang tidak membaik dengan istirahat dan dapat diperburuk oleh aktivitas fisik atau mental. Kelelahan ini dapat menjadi parah dan melumpuhkan, menyebabkan pengurangan substansial dalam kegiatan sehari-hari. Ini mungkin memerlukan adaptasi untuk menghemat energi kelelahan ekstrim. Ada sejumlah gejala yang terkait, dan kondisi medis lainnya harus dikeluarkan sebelum CFS dapat didiagnosis. 



Jet Lag



Jet lag adalah kondisi sementara yang disebabkan oleh perjalanan cepat di zona waktu yang mungkin terjadi dengan perjalanan jet - dan dapat meninggalkan seorang individu mengalami kelelahan, insomnia, mual, atau gejala lain sebagai akibat dari ritme sirkadian internal atau jam tubuh , yang sejajar dengan waktu setempat.



25



BAB III PENUTUP Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan neurosains adalah ilmu yang khusus mempelajari neuron (sel saraf). Sedangkan neurosains pembelajaran adalah ilmu pengetahuan tentang hubungan sistem saraf dengan pembelajaran dan perilaku. Dapat diketahui bahwa otak terbagi menjadi empat yaitu: pertama, Cerebrum atau otak besar, Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kedua, Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Ketiga, Brainstem (Batang Otak), Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya. Keempat, Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang. Tidur adalah merupakan kebutuhan dasar yang mutlak harus dipenuhi oleh semua orang. Dengan istirahat dan tidur yang cukup, tubuh baru dapat berfungsi secara optimal. Istirahat dan tidur sendiri memiliki makna yang berbeda pada setiap individu. Secara umum, istirahat berarti suatu keadaan tenang, relaks, tanpa tekanan emosional, dan bebas dari perasaan gelisah,serta pikiran tentang kondisi serta tekanan yang terjadi pada realita kehidupan masing-masing individu.



26



DAFTAR PUSTAKA Brown, C. Elliot and Martin Brüne, The Role of Prediction In Social Neuroscience, Frontiers in Human Neuroscience, Vol. 6, 147, 2012 Dharma, Agus Dharma, (ed), Pengantar Psikologi Edisi Kedelapan Edisi II, Jakarta: Erlangga, 1983 Dharma, Agus, (ed), Pengantar Psikologi Edisi Kedelapan Edisi I, Jakarta: Erlangga, 1983 DJ, Ruiter, Van Kesteren MT, Fernandez G, How To Achieve Synergy Between Medical Education and Cognitive Neuroscience? An Exercise on Prior Knowledge In Understanding, (NCBI) Adv Health Sci Educ Theory Pract., 17(2):225-240, 2012 He, Xiaohua, MD, James La Rose, MD, and Niu Zhang, MD Integrated Neuroscience Program an Alternative Approach to Teaching Neurosciences to Chiropractic Students, Chiropractic Education Journal, Vol. 23, No. 2, 2009 http://www.news-medical.net/news/20110928/13614/Indonesian.aspx Immordino, Helen Mary, Implications of Affective and Social Neuroscience for Educational Theory, Educational Philosophy and Theory,Vol. 43, No. 1, 2011 Kalat, W.J, Biopsikologi, Jakarta: Salemba Humanika, 2010 Ki Fudyartanta, Psikologi Umum, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011 Kitayama, Shinobu and Jiyoung Park, Cultural Neuroscience of The Self: Understanding The Social Grounding of The Brain, Social Cognitive and Affective Neuroscience, Vol. 5 (2-3), 111-129, 2010 Kushartanti, Wara, Neurosains dalam Pembelajaran di TK, dalam file pdf Menon, Menon, Developmental Cognitive Neuroscience of Arithmetic: Implications for Learning and Education, NCBI (US National Library of Medicine), 42(6): 515– 525 Nabb, Macc Carrie, Neuroscience in Middle Schools: A Professional Development and Resource Program That Models Inquiry-based Strategies and Engages Teachers in Classroom Implementation, CBE—Life Sciences Education, Vol. 5, 144–157, 2006



27



Pasiak, Taufik, Brain Management for self improvement, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2007 Pasiak, Taufik, Manajemen Kecerdasan Memberdayakan IQ, EQ dan SQ untuk Kesuksesan Hidup, Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2006 Po, Muming and Aike Guo, Some Recent Advances In Basic Neuroscience Research in China, Philosophical Transactions of The Royal Society, vol. 362 no. 1482, 10831092, 2007 Price, R Gavin, Michèle Mazzocco, and Daniel Ansari, Why Mental Arithmetic Counts: Brain activation during single digit arithmetic predicts high-school math scores, Behavioural/Systems/Cognitive, Journal of Neuroscience, 33(1):156 (2013) Roehrig, G. H, M. Michlin, L. Schmitt, C. MacNabb, dan J. M. Dubinsky, Neuroscience Teaching Science for Teachers: Facilitating Translation of Teaching InquiryBased Instruction for the Classroom, CBE-Life Sciences Education, Vol. 11, 413424, 2012 Ruben, Mark Jean & Ann Daufur, 49 Langkah Mencerdaskan Otak Merawat Daya Pikir Sejak Dini, Jakarta: Almahira, 2009 Schunk, H. Dale, Learning Theories An Educational Perspektif, terj. Eva Hamidah dan Rahmat Fajar, Cet. I, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012 Semiawan, R Conny, Kreativitas Keberbakatan: Mengapa, Apa, dan Bagaimana, Jakarta: PT Indeks, 2009 P.J Pinel, John. Biopsikologi, edisi ketujuh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009 Atkinson, Rita L dkk. Pengantar Psikologi, edisi kedelapan. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1991 http://psychology.about.com/od/statesofconsciousness/a/SleepStages.html http://longevity.about.com/od/sleep/a/circadian.html



28