Perbedaan Pemilu 1955 Dengan 2019 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilu dalam negara-negara demokrasi termasuk di Indonesia, merupakan suatu proses yang meletakkan kedaulatan rakyat sepenuhnya di tangan rakyat itu sendiri melalui sistim pergantian kekuasaan secara damai yang dilakukan secara berkala sesuai dengan prinsip-prinsip yang digariskan oleh konstitusi. Prinsip-prinsip dalam pemilihan umum yang sesuai dengan konstitusi antara lain prinsip kehidupan ketatanegaraan yang berkedaulatan rakyat (demokrasi) ditandai bahwa setiap warga negara berhak ikut serta dan aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan kenegaraan. Sebuah negara berbentuk republik yang berarti kekuasaan dikembalikan ke masyarakyat (publik) untuk menentukan arah dan substansi roda pemerintahan yang tidak lepas dari pengawasan rakyat itu sendiri. Bentuk pemerintahan yang terbentuk karena kemauan rakyat dan bertujuan untuk memenuhi kepentingan rakyat itu sendiri disebut demokrasi. Demokrasi merupakan sebuah proses, artinya sebuah republik tidak akan berhenti di satu bentuk pemerintahan selama rakyat negara tersebut memiliki kemauan yang terus berubah. Ada kalanya rakyat menginginkan pengawasan yang superketat terhadap pemerintah, tetapi ada pula saatnya rakyat bosan dengan para wakilnya yang terus bertingkah karena kekuasaan yang seakan-akan tak ada batasnya. Berbeda dengan bentuk pemerintah negara monarki yang menjadikan garis keturunan sebagai landasan untuk memilih pemimpin, pada republik demokrasi diterapkan azas kesamaan dan persamaan di mana setiap orang yang memiliki kemampuan untuk memimpin dapat menjadi pemimpin apabila ia disukai oleh sebagian besar rakyat. Melalui sistim demokrasi, pemerintah membuat kontrak atau perjanjian dengan rakyat yang disebut dengan istilah kontrak sosial. Dalam sebuah republik demokrasi, kontrak sosial atau perjanjian masyarakat ini diwujudkan dalam sebuah pemilihan umum. Melalui pemilihan umum, rakyat dapat memilih secara langsung siapa yang menjadi perwakilannya di lembaga legislatif dan memilih langsung atau melalui perwakilannya untuk memilih pemerintah dilembaga eksekutif untuk penyaluran aspirasi atau kehendak rakyat yang selanjutnya akan menentukan masa depan sebuah negara.



1.2 Rumusan Masalah 1. 2. 3.



Bagaimana gambaran umum pelaksanaan pemilu pada tahun 1955? Bagaimana gambaran umum pelaksanaan pemilu pada tahun 2019? Apa perbedaan pelaksanaan pemilu pada tahun 1955 dengan 2019?



1.3 Tujuan 1. 2. 3.



Mengetahui gambaran umum pelaksanaan pemilu pada tahun 1955. Mengetahui gambaran umum pelaksanaan pemilu pada tahun 2019. Mengetahui perbedaan pelaksanaan pemilu pada tahun 1955 dengan 2019.



1



BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Pemilu Tahun 1955 Ini merupakan pemilu yang pertama dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia baru berusia 10 tahun. Pemilu 1955 dilaksanakan pada masa Demokrasi Parlementer pada kabinet Burhanuddin Harahap. Pemungutan suara dilakukan 2 (dua) kali, yaitu untuk memilih anggota DPR pada 29 September 1955 dan untuk memilih anggota Dewan Konstituante pada 15 Desember 1955. Sekitar tiga bulan setelah kemerdekaan diproklamasikan Soekarno dan Hatta pada 17 Agustus 1945, pemerintah saat itu sudah menyatakan keinginannya untuk bisa menyelenggarakan pemilu pada awal tahun 1946. Hal itu dicantumkan dalam Maklumat X, atau Maklumat Wakil Presiden Mohammad Hatta tanggal 3 Nopember 1945, yang berisi anjuran tentang pembentukan partai-partai politik. Maklumat tersebut menyebutkan, Pemilu untuk memilih anggota DPR dan MPR akan diselenggarakan bulan Januari 1946. Kalau kemudian ternyata pemilu pertama tersebut baru terselenggara hampir sepuluh tahun setelah kemudian tentu bukan tanpa sebab. Ada kendala yang bersumber dari dalam negeri dan ada pula yang berasal dari faktor luar negeri. Sumber penyebab dari dalam antara lain ketidaksiapan pemerintah menyelenggarakan pemilu, baik karena belum tersedianya perangkat perundang-undangan untuk mengatur penyelenggaraan pemilu maupun akibat rendahnya stabilitas keamanan negara. Dan yang tidak kalah pentingnya, penyebab dari dalam itu adalah sikap pemerintah yang enggan menyelenggarakan perkisaran (sirkulasi) kekuasaan secara teratur dan kompetitif. Penyebab dari luar antara lain serbuan kekuatan asing yang mengharuskan negara ini terlibat peperangan. Patut dicatat dan dibanggakan bahwa Pemilu yang pertama kali tersebut berhasil diselenggarakan dengan aman, lancar, jujur dan adil serta sangat demokratis. Pemilu 1955 bahkan mendapat pujian dari berbagai pihak, termasuk dari negara-negara asing. Asas Pemilu Pemilu 1955 dilaksanakan dengan asas : 1. Jujur, artinya bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. 2. Umum, artinya semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan minimal dalam usia, mempunyai hak memilih dan dipilih. 3. Berkesamaan, artinya bahwa semua warga negara yang telah mempunyai hak pilih mempunyai hak suara yang sama, yaitu masing-masing satu suara. 4. Rahasia, artinya bahwa pemilih dalam memberikan suara dijamin tidak akan diketahui oleh siapapun dan dengan cara apapun mengenai siapa yang dipilihnya. 5. Bebas, artinya bahwa setiap pemilih bebas menentukan pilihannya menurut hati nuraninya, tanpa ada pengaruh, tekanan, paksaan dari siapapun dan dengan cara apapun. 6. Langsung, artinya bahwa pemilih langsung memberikan suaranya menurut hati nuraninya, tanpa perantara, dan tanpa tingkatan. Badan Penyelenggara Pemilu Untuk menyelenggarakan Pemilu dibentuk badan penyelenggara pemilihan, dengan berpedoman pada Surat Edaran Menteri Kehakiman Nomor JB.2/9/4 Und.Tanggal 23 April 1953 dan 5/11/37/KDN tanggal 30 Juli 1953, yaitu:



2



1.



2.



3.



4.



Panitia Pemilihan Indonesia (PPI): mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan anggota Konstituante dan anggota DPR. Keanggotaan PPI sekurang-kurangnya 5 (lima) orang dan sebanyak-banyaknya 9 (sembilan) orang, dengan masa kerja 4 (empat) tahun. Panitia Pemilihan (PP) : dibentuk di setiap daerah pemilihan untuk membantu persiapan dan menyelenggarakan pemilihan anggota konstituante dan anggota DPR. Susunan keanggotaan sekurang-kurangnya 5 (lima) orang anggota dan sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang anggota, dengan masa kerja 4 (empat) tahun. Panitia Pemilihan Kabupaten (PPK) dibentuk pada tiap kabupaten oleh Menteri Dalam Negeri yang bertugas membantu panitia pemilihan mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan anggota Konstituante dan anggota DPR. Panitia Pemungutan Suara (PPS) dibentuk di setiap kecamatan oleh Menteri Dalam Negeri dengan tugas mensahkan daftar pemilih, membantu persiapan pemilihan anggota Konstituante dan anggota DPR serta menyelenggarakan pemungutan suara. Keanggotaan PPS sekurang-kurangnya 5 (lima) orang anggota dan Camat karena jabatannya menjadi ketua PPS merangkap anggota. Wakil ketua dan anggota diangkat dan diberhentikan oleh PPK atas nama Menteri Dalam Negeri.



Peserta Pemilu 1955 Pemilu anggota DPR diikuti 118 peserta yang terdiri dari 36 partai politik, 34 organisasi kemasyarakatan, dan 48 perorangan, sedangkan untuk Pemilu anggota Konstituante diikuti 91 peserta yang terdiri dari 39 partai politik, 23 organisasi kemasyarakatan, dan 29 perorangan. Latar Belakang Pemilu 1955 1. Revolusi fisik/perang kemerdekaan, menuntut semua potensi bangsa untuk memfokuskan diri pada usaha mempertahankan kemerdekaan. 2. Pertikaian Internal, baik dalam lembaga politik maupun pemerintah cukup menguras energi dan perhatian. 3. Belum adanya UU pemilu yang mengatur tentang pelaksanaan pemilu (UU pemilu baru disahkan pada tanggal 4 april 1953 yang dirancang dan disahkan oleh kabinet wilopo) Tujuan Pemilu 1955 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953, Pemilu 1955 dilakukan untuk memilih anggota-anggota parlemen (DPR) dan Konstituante (Lembaga yang diberi tugas dan wewenang untuk melakukan perubahan terhadap konstitusi negara). Adapun sistem Pemilu yang digunakan dalam Pemilu 1955 adalah sistem perwakilan proporsional. Dengan sistem ini, wilayah negara RI dibagi dalam 16 daerah pemilihan (dimana Irian Barat dimasukkan sebagai daerah pemilihan ke-16, padahal Irian Barat masih dikuasai oleh Belanda, sehingga Pemilu tidak dapat dilangsungkan didaerah tersebut). Dalam sistem perwakilan proporsional setiap daerah pemilihan mendapat sejumlah kursi berdasarkan jumlah penduduknya, dengan ketentuan setiap daerah berhak mendapat jatah minimum enam kursi di Konstituante dan tiga di Parlemen. Di setiap daerah pemilihan, kursi diberikan kepada partai-partai dan calon-calon anggota lainnya sesuai dengan jumlah suara yang mereka peroleh, sisa suara bisa digabungkan, baik antara berbagai partai di dalam suatu daerah pemilihan (kalau partai-partai bersangkutan sebelumnya telah menyatakan sepakat untuk menggabungkan sisa suara), maupun digabungkan untuk satu partai ditingkat nasional. Adapun Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.



3



Selain pemilihan DPR dan Konstituante, juga diadakan pemilihan DPRD. Pemilu DPRD yang dilaksanakan secara terpisah antara Indonesia Bagian Barat dan Indonesia Bagian Timur. Dengan dipisahnya waktu penyelenggaraan pemilu DPR, Konstituante, dan DPRD, pemilu menjadi fokus. Konstituen pemilih bisa dengan cermat menyimak materi kampanye dan lebih bisa menilai kualitas calon yang diusung oleh partai peserta pemilu. Artinya konstituen pemilih memiliki pertimbangan yang lebih rasional sebelum memilih, tidak sekedar memilih hanya karena kedekatan emosional. Pemilu diselenggarakan secara sederhana karenanya tidak menyerap biaya negara terlalu besar. Kronologi Pemilu 1955 Pendaftaran pemilih dalam Pemilu 1955 mulai dilaksanakan sejak bulan Mei 1954 dan baru selesai pada November. Tercatat ada 43.104.464 warga yang memenuhi syarat masuk bilik suara. Dari jumlah itu, sebanyak 87,65% atau 37.875.299 yang menggunakan hak pilihnya pada saat itu. Pada Pemilu pertama tahun 1955, Indonesia menggunakan sistem proporsional yang tidak murni. Proposionalitas penduduk dengan kuota 1; 300.000. Tidak kurang dari 80 partai politik, organisasi massa, dan puluhan perorangan ikut serta mencalonkan diri dalam Pemilu yang pertama ini. Keseluruhan peserta Pemilu pada saat itu mencapai 172 tanda gambar. Pada Pemilu ini, anggota TNI-APRI, juga menggunakan hak pilihnya berdasarkan peraturan yang berlaku ketika itu. Pada pelaksanaan Pemilu pertama, Indonesia dibagi menjadi 16 daerah pemilihan yang meliputi 208 daerah kabupaten, 2.139 kecamatan, dan 43.429 desa. Dengan perbandingan setiap 300.000 penduduk diwakili seorang wakil. Pemilu pertama ini diikuti oleh banyak partai politik karena pada saat itu NKRI menganut kabinet multi partai sehingga DPR hasil Pemilu terbagi ke dalam beberapa fraksi. Hasil Pemilu 1955 untuk Anggota DPR No. Partai/Nama Daftar 1. Partai Nasional Indonesia (PNI) 2. Masyumi 3. Nahdlatul Ulama (NU) 4. Partai Komunis Indonesia (PKI) 5. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) 6. Partai Kristen Indonesia (Parkindo) 7. Partai Katolik 8. Partai Sosialis Indonesia (PSI) 9. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) 10. Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti) 11. Partai Rakyat Nasional (PRN) 12. Partai Buruh 13. Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS) 14. Partai Rakyat Indonesia (PRI) 15. Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI) 16. Murba 17. Baperki 18. Persatuan Indoenesia Raya (PIR) Wongsonegoro 19. Grinda 20. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai)



Suara 8.434.653 7.903.886 6.955.141 6.179.914 1.091.160 1.003.326 770.740 753.191 541.306 483.014 242.125 224.167 219.985 206.161 200.419 199.588 178.887 178.481 154.792 149.287



% 22,32 20,92 18,41 16,36 2,89 2,66 2,04 1,99 1,43 1,28 0,64 0,59 0,58 0,55 0,53 0,53 0,47 0,47 0,41 0,40



Kursi 57 57 45 39 8 8 6 5 4 4 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1



4



21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29.



Persatuan Daya (PD) PIR Hazairin Partai Politik Tarikat Islam (PPTI) AKUI Persatuan Rakyat Desa (PRD) Partai Republik Indonesis Merdeka (PRIM) Angkatan Comunis Muda (Acoma) R.Soedjono Prawirisoedarso Lain-lain Jumlah



146.054 114.644 85.131 81.454 77.919 72.523 64.514 53.306 1.022.433 37.785.299



0,39 0,30 0,22 0,21 0,21 0,19 0,17 0,14 2,71 100,00



1 1 1 1 1 1 1 1 – 257



Hasil Pemilu 1955 untuk Anggota Konstituante Pemilu untuk anggota Dewan Konstituante dilakukan tanggal 15 Desember 1955. Jumlah kursi anggota Konstituante dipilih sebanyak 520, tetapi di Irian Barat yang memiliki jatah 6 kursi tidak ada pemilihan. Maka kursi yang dipilih hanya 514. Hasil pemilihan anggota Dewan Konstituante menunjukkan bahwa PNI, NU dan PKI meningkat dukungannya, sementara Masyumi, meski tetap menjadi pemenang kedua, perolehan suaranya merosot 114.267 dibandingkan suara yang diperoleh dalam pemilihan anggota DPR. Peserta pemilihan anggota Konstituante yang mendapatkan kursi itu adalah sebagai berikut: No. Partai/Nama Daftar Suara % Kursi 1. Partai Nasional Indonesia (PNI) 8.434.653 22,32 57 2. Masyumi 7.903.886 20,92 57 3. Nahdlatul Ulama (NU) 6.955.141 18,41 45 4. Partai Komunis Indonesia (PKI) 6.179.914 16,36 39 5. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) 1.091.160 2,89 8 6. Partai Kristen Indonesia (Parkindo) 1.003.326 2,66 8 7. Partai Katolik 770.740 2,04 6 8. Partai Sosialis Indonesia (PSI) 753.191 1,99 5 9. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) 541.306 1,43 4 10. Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti) 483.014 1,28 4 11. Partai Rakyat Nasional (PRN) 242.125 0,64 2 12. Partai Buruh 224.167 0,59 2 13. Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS) 219.985 0,58 2 14. Partai Rakyat Indonesia (PRI) 206.161 0,55 2 15. Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI) 200.419 0,53 2 16. Murba 199.588 0,53 2 17. Baperki 178.887 0,47 1 18. Persatuan Indoenesia Raya (PIR) Wongsonegoro 178.481 0,47 1 19. Grinda 154.792 0,41 1 20. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai) 149.287 0,40 1 21. Persatuan Daya (PD) 146.054 0,39 1 22. PIR Hazairin 114.644 0,30 1 23. Partai Politik Tarikat Islam (PPTI) 85.131 0,22 1 24. AKUI 81.454 0,21 1 25. Persatuan Rakyat Desa (PRD) 77.919 0,21 1 26. Partai Republik Indonesis Merdeka (PRIM) 72.523 0,19 1



5



27. Angkatan Comunis Muda (Acoma) 28. R.Soedjono Prawirisoedarso 29. Lain-lain Jumlah



64.514 53.306 1.022.433 37.785.299



0,17 0,14 2,71 100,00



1 1 – 257



Kelebihan dan Kekurangan Pemilu 1955 Kelebihan: 1. Tingkat partisipasi rakyat sangat besar, ada sekitar 90% dari semua warga yang punya hak pilih ikut berpartisipasi. 2. Lebih dari 39 juta orang memberikan hak suaranya dan mewakili 91,5% dari para pemilih terdaftar 3. Prosentase suara sah yang besar, ada 80% dari suara yang masuk. Padahal 70%+ penduduk Indonesia masih buta huruf 4. Pemilu berjalan aman, tertib dan disiplin serta jauh dari unsur kekerasan dan kecurangan Kekurangan : 1. Adanya krisis Ketatanegaraan. Hal tersebut memicu lahirnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, kenapa? Karena akibat dari kegagalan Dewan Konstituante dalam menghasilkan konstitusi baru. 2. Tidak ada parpol yang memperoleh suara mayoritas mutlak. Tida adanya pemenang mayoritas pada saat itu mengakibatkan sistem pemerintahan tak stabil karena kekuasaan terbagi bagi ke dalam berbagai aliran politik. 3. Kekecewaan di Partai Politik. Jumlah partai lebih bertambah banyak dari pada berkurang, dengan dua puluh delapan partai mendapat kursi, padahal sebelumnya hanya dua puluh partai yang mendapat kursi. Beberapa pemimpin Masyumimerasa bahwa kemajuan Islam menuju kekuasaan nasional kini terhalang dan bahwa perhatian mereka seharusnya dialihkan untuk mengintensifkan Islam ditingkat rakyat jelata.



2.2 Pemilu Tahun 2019 Pemilihan umum (Pemilu) yang digelar pada tahun 2019 sedikit berbeda dengan pemilu pemilu sebelumnya, karena akan memilih calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, serta memilih calon presiden dan wakil presiden secara bersamaan. Hal ini tentu berbeda, perbedaan tersebut menyertai teknis penyelenggaraan yang dilakukan, sehingga membutuhkan kesiapan perencanaan yang matang, ketersediaan aparatur penyelenggara yang cukup dan memiliki kompeten, serta dukungan sistem yang baik. Penyelenggaraan pemilu 2019 merupakan ukuran penilaian demokrasi indonesia, sehingga pemilu adalah gambaran proyektif bagaimana setting sistem demokrasi di negeri ini yang sedang berjalan. Berbagai ekspektasi tentu melatari pelaksanaan pemilu, karena akan menguatkan konstruksi tata kelola pemerintahan kedepan, serta menjadi ruang peralihan kepemimpinan nasional secara legitimate. Tahapan penyelenggaraan pemilu mengalami beberapa kendala, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Secara internal, dihadapkan pada berbagai laporan atas pelaksanaan UndangUndang No. 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum, yang terbaru yakni putusan mahkamah konstitusi (MK) tentang pelarangan calon anggota DPD dari fungsionaris partai politik (putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018), serta pengembalian jumlah anggota KPU tingkat kabupaten/kota sesuai jumlah awal, yakni lima (5) orang (putusan MK No. 31/PUU-XVI/2018). Undang-Undang pemilu yang menjadi rujukan pelaksanaan kian dimasalahkan, hal ini lazim dalam alam demokrasi, namun implikatif terhadap tahapan penyelenggaraan pemilu yang



6



tengah berjalan. Sedangkan secara eksternal, tentu problem peningkatan partisipasi pemilih, baik secara administratif maupun partisipatif. Pemilu bukan semata aktivitas prosedural, tapi dengannya ketahanan bangsa diuji, alas otonomi daerah tergambar secara nasional, esensi moralitas dan integritas warga negara terukur, serta berbagai aspek lainnya yang lahir dari penyelenggaraan pemilu. Patut dicermati secara serius, karena alasan bernegara adalah untuk menuju gerbang kesejahteraan, yang dilalui dengan mekanisme elektoral yang beradab dan demokratis. Perangkat Pendukung Penyelenggaraan Pemilu Pelaksanaan pemilu yang baik tentu didukung dengan perangkat yang baik pula. Mulai dari perangkat penyelenggara pemilu yang berkompeten, bermoral, dan berintegritas. The international idea (2006) menyaratkan ukuran kredibilitas penyelenggara pemilu, yakni independence, impartiality, integrity, transparency, efficiency, professionalism, dan service mindednes. Paling tidak, penyelenggara pemilu mesti memiliki ketujuh syarat tersebut secara personal maupun institusional. Dari situ dapat terlihat ukuran perbaikan kualitas demokrasi dari sisi ketersediaan aparatur, langkah-langkah korektif perlu dilakukan, mulai dari fase rekrutmen penyelenggara pemilu, setting metodologis pendidikan dan pelatihan serta bimbingan teknis bagi penyelenggara pemilu, hingga evaluasi atas dugaan laporan yang disampaikan terhadap kinerja penyelenggara pemililu, baik berkaitan dengan laporan administratif maupun etik. Disamping itu, perlu dukungan sistem kerja yang informatif, penggunaan teknologi yang terbuka dan sederhana, sistem pendataan berbasis aplikasi yang telah dilakukan dirasa memudahkan proses, keterbukaan informasi penyelenggaraan pemilu bagi publik juga bagian dari pengawasan yang baik. Ketersediaan aturan penyelenggaraan pemilu juga turut menguatkan legitimasi proses penyelenggaraan, tinggal bagaimana pelaksanaan aturan secara normatif dan tegas. Yang paling penting adalah, integrasi antara perangkat pendukung yang ada, sehingga saling melengkapi, menguatkan, dan menyempurnakan proses penyelenggaraan pemilu itu sendiri. Pemilu yang baik tentu melibatkan semua pihak, dengan posisi dan tanggung jawab berbeda. Komisi pemilihan umum (KPU) dan badan pengawas pemilu (BAWASLU) diharapkan dapat bersinergis melaksanakan seluruh tahapan, walaupun pelaksanan teknis penyelenggaraan ada pada KPU, namun diperlukan kerja integral antar semua stakeholder, baik dengan BAWASLU, dengan pemerintah, dengan lembaga-lembaga non goverment organization yang concern terhadap isu-isu kepemiluan, serta yang paling penting melibatkan partisipasi publik secara aktif. Perbaikan proses pelaksanaan pemilu terus dilakukan, mulai dari tahapan perencanaan yang telah dilewati, tahapan pelaksanaan yang meliputi tahap pencalonan, kampanye, sampai pada pemungutan suara, serta tahapan penetapan hasil. Hal ini tak lain adalah bentuk perbaikan tata kelola penyelenggaraan pemilu secara hirarkis, sehingga setiap tahapan yang tengah berjalan selalu dilaksanakan secara korektif dan evaluatif. Tahapan Pemilu 2019 Prapemilu Tanggal



Kegiatan



30 September 2017



Pembentukan panwaslu kecamatan, kelurahan dan luar negeri



17 Agustus 2017



Perencanaan program dan anggaran serta penyusunan peraturan pelaksana



7



penyelenggaraan pemilu 17 Oktober 2017



Pendaftaran partai politik peserta pemilu



17 Desember 2017



Menteri Dalam Negeri menyerahkan data kependudukan ke KPU



17 Februari 2018



Verifikasi partai politik calon peserta pemilu diselesaikan



18 Februari 2018 Pengumuman nama partai politik peserta pemilu 17 Maret 2018



Daftar pemilih tetap dapat dilengkapi daftar pemilih tambahan



25 Maret 2018



Pembentukan pengawas TPS



17 Juli 2018



Pendaftaran calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kota/Kabupaten



4-10 Agustus 2018



Pendaftaran pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden



20 September 2018



KPU melakukan verifikasi pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden



21 September 2018



Pengumuman nama pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden



17 Oktober 2018



Pembentukan panitia pemilihan kecamatan dan panitia pemungutan suara



23 September 201813 April 2019



Kampanye pemilu



8-14 April 2019



Pemungutan dan penghitungan suara luar negeri



14-16 April 2019 Masa tenang 17 April 2019



Pemungutan dan penghitungan suara dalam negeri



Pascapemilu Tanggal



Kegiatan



18 April21 Mei 2019



Rekapitulasi hasil perhitungan suara pemilu



21 Mei 2019



Pengumuman hasil rekapitulasi pemilihan umum



14-27 Juni 2019



Sidang penyelesaian sengketa hasil pemilu legislatif



30 Juni 2019



Penetapan presiden dan wakil presiden terpilih



9 Juli9 Agustus 2019



Sidang penyelesaian sengketa hasil pemilu legislatif



1 Oktober 2019



Pelantikan anggota DPR dan DPD



20 Oktober 2019



Pelantikan presiden dan wakil presiden



8



Hasil resmi



Merah: Jokowi-Amin, Emas tua: Prabowo-Sandi Hasil resmi ditetapkan pada tanggal 21 Mei 2019 dini hari Calon Joko Widodo



Pasangan



Koalisi



Suara



Ma'ruf Amin Koalisi Indonesia Kerja



85.607.362



55,50



68.650.239



44,50



Prabowo Subianto Sandiaga Uno Koalisi Indonesia Adil Makmur



%



Total



154.257.601



Suara sah



154.257.601



97,62



3.754.905



2,38



158.012.506



81,97



32.757.823



18,03



Suara tidak sah Pemilih pengguna hak pilih Pemilih golput Pemilih terdaftar



100%



190.770.329



2.3 Perbedaan Pemilu Tahun 1955 dengan 2019 Pemilu tahun 1955 merupakan pemilu yang berhasil menerapkan standar tinggi dalam konteks politik dan demokrasi liberal di Indonesia. Meski pemilu pertama yang digelar di Indonesia, Pemilu 1955 merupakan pemilu paling ideal. Situasi politik pada Pemilu 1955 tak jauh berbeda dengan yang terjadi pada Pemilu 2019. Peserta pemilu yang multi-partai, serta terjadinya keterbelahan di masyarakat. Namun, terdapat sejumlah perbedaan antara Pemilu 1955 dan Pemilu 2019. Dalam konteks media massa misalnya, meskipun memiliki kecenderungan politik, pada Pemilu 1955 media massa mampu mengelola konflik dengan baik. Selain itu, kultur siap menang dan siap kalah dipraktikkan dengan baik oleh elite politik era 1950-an. Saat itu, sirkulasi kepemimpinan politik berjalan dengan sangat cepat. Figur politik silih berganti mengisi Kabinet dan menjadi hal yang biasa. Orang berganti itu biasa saja. Sekarang sudah dinyatakan berkali-kali kalah masih ngotot. Dengan demikian spirit ini yang harus diwarisi generasi politik sekarang. Siap menang dan siap kalah merupakan bagian dari kultur politik dan etika politik yang harus dibangun berkaca dari tahun 50-an. Lebih jauh, tokoh-tokoh politik saat itu berhasil menjadi role model atau panutan yang baik dan dewasa. Contohnya meskipun pendiri Masyumi M. Natsir kerap berdebat keras dengan tokoh PKI DN Aidit atau dengan Soekarno, tetapi mereka masih tetap berkawan di luar politik. Menurutnya, role model semacam itu yang tidak terlihat ditunjukkan oleh tokoh-tokoh politik saat ini. Untuk itu, harapannya elite politik saat ini meneladani tokoh politik era 1950-an dalam mengendalikan konflik dan membangun konsensus.



9



Lebih jauh, terdapat perbedaan penting antara partai politik saat ini dan era 1950-an. Saat itu, ideologi partai politik dibangun dengan kuat dan matang. Dengan demikian, meski ideologi berbeda dan bahkan saling bertentangan, partai politik tidak khawatir kehilangan konstituen. Kondisi tersebut berbeda dengan partai politik saat ini, di mana setiap partai tidak memiliki ideologi yang jelas dan bahkan seragam. Identifikasi sangat gamblang. Bagaimana proses ideologisasi ini tidak jalan. Tidak ada segmentasi khusus. Hanya pragmatis dan berorientasi kekuasaan.



10



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Pemilu 1955 dianggap lebih demokrasi dibanding pemilu 2019 karena tingkat partisipasi rakyat sangat besar, ada sekitar 90% dari semua warga yang punya hak pilih ikut berpartisipasi. Lebih dari 39 juta orang memberikan hak suaranya dan mewakili 91,5% dari para pemilih terdaftar. Presentase suara sah yang besar, ada 80% dari suara yang masuk. Padahal 70%+ penduduk Indonesia masih buta huruf. Pemilu berjalan aman, tertib dan disiplin serta jauh dari unsur kekerasan dan kecurangan.



3.2 Saran Seharusnya hal-hal atau aspek yang dijelaskan pada penjelasan pemilu tahun 1955 juga terdapat pada penjelasan pemilu tahun 2019, atau sebaliknya. Agar dapat membandingkan kedua buah pemilu dengan lebih baik.



11



DAFTAR PUSTAKA https://www.kpud-balangankab.go.id/pemilu-tahun-1955/ https://www.kompasiana.com/brahmat/5b593ae6d1962e406c185883/penyelenggaraan-pemilu2019-proyeksi-demokrasi-indonesia?page=all# https://infopemilu.kpu.go.id/ https://www.eduspensa.id/pemilu-pertama-di-indonesia/ https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Presiden_Indonesia_2019 https://www.beritasatu.com/politik/556943/pemilu-1955-berbeda-karena-yang-kalah-mau-terima



12