Perbedaan Tunalaras Dan Autisme [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Perbedaan Tunalaras dan Autisme TUNALARAS Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu tunalaras biasanya menunjukan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Istilah yang digunakan untuk anak yang berkelainan perilaku (anak tunalaras) dalam konteks kehidupan sehari-hari di kalangan praktisi sangat bervariasi. Perbedaan pemberian julukan kepada anak yang berperilaku menyimpang tidak lepas dari konteks pihak yang berkepentingan. Misalnya, para orangtua cenderung menyebut anak tunalaras denga istilah anak jelek (bad boy), para guru menyebutnya dengan anak yang tidak dapat diperbaiki (incurrigible), para psikiater/psikolog lebih senang menyebut dengan anak yang terganggu emosinya (emotional disturb child), para pekerja sosial menyebutnya sebagai anak yang tidak dapat mengikuti aturan atau norma sosial yang berlaku (social maladjusted child), atau jika mereka berurusan dengan hukum maka para hakim biasa menyebutnya sebagai anak-anak pelanggar/penjahat (deliquent). A. Gangguan Emosi. Anak tunalaras yang mengalami hambatan atau gangguan emosi terwujud dalam tiga jenis perbuatan, yaitu: senang-sedih, lambat cepat marah, dan releks-tertekan. Secara umum emosinya menunjukkan sedih, cepat tersinggung atau marah, rasa tertekandan merasa cemas. Gangguan atau hambatan terutama tertuju pada keadaan dalam dirinya. Macam-macam gejala hambatan emosi, yaitu: 1. Gentar 2. Takut 3. Gugup 4. Iri hati 5. Perusak 6. Malu 7. Rendah diri



B. Gangguan sosial. Mereka tidak dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan hidup bergaul. Gejala-gejala perbuatan itu adalah seperti sikap bermusuhan, agresip, bercakap kasar, menyakiti hati orang lain, keras kepala, menentang menghina orang lain, berkelahi, merusak milik orang lain dan sebagainya. Perbuatan mereka terutama sangat mengganggu ketenteraman dan kebahagiaan orang lain. Beberapa data tentang anak tunalaras dengan gangguan sosial antara lain adalah: 1. Mereka datang dari keluarga pecah (broken home) atau yang sering kena marah karena kurang diterima oleh keluarganya. 2. Anak yang mengalami konflik kebudayaan yaitu, perbedaan pandangan hidup antara kehidupan sekolah dan kebiasaan pada keluarga. 3. Anak berkecerdasan rendah atau yang kurang dapat mengikuti kemajuan pelajaran sekolah. 4. Pengaruh dari kawan sekelompok yang tingkah lakunya tercela dalam masyarakat. 5. Dari keluarga kurang mampu. 6. Dari keluarga yang kurang harmonis sehingga hubungan kasih sayang dan batin umumnya bersifat perkara. Ada beberapa kriteria yang dijadikan sebagai pedoman untuk menetapkan berat ringannya tunalaras adalah : 1. Besar kecilnya gangguan emosi, artinya semikin tinggi memiliki perasaan negative terhadap orang lain. Makin dalam rasa negative semakin berat tingkat kenakalan anak tersebut. 2. Frekuensi tindakan, artinya frekuensi tindakan semakin sering dan tidak menunjukkan penyesalan terhadap perbuatan yang kurang baik semakin berat kenakalannya. 3. Berat ringannya pelanggaran/kejahatan yang dilakukan dapat diketahui dari sanksi hukum.



4. Tempat/situasi kenalakan yang dilakukan artinya Anak berani berbuat kenakalan di masyarakat sudah menunjukkan berat, dibandingkan dengan apabila di rumah. 5. Mudah sukarnya dipengaruhi untk bertingkah laku baik. Para pendidikan atau orang tua dapat mengetahui sejauh mana dengan segala cara memperbaiki anak. Anak “bandel” dan “keras kepala” sukar mengikuti petunjuk termasuk kelompok berat. 6. Tunggal atau ganda ketunaan yang dialami. Apabila seorang anak tunalaras juga mempunyai ketunaan lain maka dia termasuk golongan berat dalam pembinaannya. Maka kriteria ini dapat menjadi pedoman pelaksanaan penetapan berat-ringan kenakalan untuk dipisah dalam pendidikannya.



Karakteristik anak tunalaras Heward dan Orlansky (1988) dalam Sunardi (1996) mengatakan seseorang dikatakan mengalami gangguan perilaku apabila memiliki satu atau lebih dari lima karakteristik berikut dalam kurun waktu yang lima, yaitu: 1. Ketidakmampuan untuk mengembangkan atau memelihara kepuasan dalam menjalin hubungan dengan teman sebaya dan pendidik 2. Tipe perilaku yang tidak sesuai atau perasaan yang dibawah keadaan normal 3. Mudah terbawa suasana hati (emosi labil), ketidakbahagiaan, atau depresi 4. Cenderungan untuk mengembangkan simptom-simptom fisik atau ketakutan-ketakutan yang diasosiasikan dengan permasalahan permasalahn pribadi atau sekolah. Menurut Hallahan dan Kauffman : 1. Anak yang mengalami gangguan perilaku 2. Anak yang mengalami kecemasan dan menyendiri: 3. Anak yang kurang dewasa 4. Anak yang agresif bersosialisasi



Penyebab Tunalaras : 1. Keadaan fisik Kondisi fisik ini dapat berupa kelainan yang menyebabkan keterbatasan dalam memenuhi kebutuhannya. Selain itu juga adanya sikap atau perlakuan negative dari lingkungan masyarakat dapat menimbulkan rasa rendah diri, rasa tidak mampu, mudah putus asa, merasa tidak berguna, memperlihatkan perilaku agresif. Sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi / keadaan fisik yang dinyatakan secara tidak langsung dalam ciri-ciri kepribadian atau secara tidak langsung dalam reaksi menghadapi kenyataan memiliki implikasi bagi penyesuaian diri seseorang. 2. Masalah Perkembangan Erikson (dalam Singgih D. Gunarso, 1985 : 107) menjelaskan bahwa setiap memasuki fase perkembangan baru, individu dihadapkan pada berbagai tantangan atau krisis emosi. Krisis emosi ini dapat diatasi jika pada diri anak tumbuh kemampuan baru yang berasal dari adanya proses kematangan yang menyartai perkembangan. jika kurang mendapatkan bimbingan dan pengarahan dari orang dewasa maka anak akan mudah terjerumus pada tingkah laku menyimpang. 3. Lingkungan keluarga Keluarga memiliki pengaruh penting dalam membentuk kepribadian keluarga merupakan peletak dasar perasaan aman (emotional security) pada anak, dan anak dapat memperoleh pengalaman pertama mengenai perasaan dan sikap social di lingkungan keluarga. Apabila keluarga tidak dapat memenuhi itu semua maka akan menimbulkan gangguan emosi dan tingkah laku anak. Masalah pada lingkungan keluaraga ini dapat disebabkan karena kurangnya perhatian dari orang tua. Selain itu masalahnya juga dapat disebabkan oleh karena ketidakharmonisan keluarga dan ekonomi yang rendah. 4. Lingkungan sekolah Sofyan Willis (1978) bahwa dalam rangka pembinaan anak didik kearah kedewasaan, kadang-kadang sekolah juga penyebab dari tinbulnya kenakalan



remaja. Timbulnya gangguan tersebut dapat disebabkan oleh perilaku guru yang otoriter yang menyebabkan anak tertekan dan takut mengikuti pelajaran, sehingga anak memilih untuk membolos. Selain itu, fasilitas pendidikan juga dapat menimbulkan masalah. 5. Lingkungan masyarakat Salah satu hal yang nampak mempengaruhi pola perilaku anak dalam lingkungan social adalah keteladanan, yaitu menirukan perilaku orang lain. Sikap masyarakat yang negatif dan hiburan yang tidak sesuai dengan perkembangan jiwa anak merupakan sumber terjadinya kelainan tingkah laku anak Upaya pemerintah untuk memberdayakan tunalaras : 1. Meningkatkan layanan kesehatan jiwa di puskesmas dan rumah sakit umum 2. Pengembangan model pembangunan kesehatan jiwa 3. Peningkatan sistem rujukan kesehatan jiwa



AUTISME Autisme adalah gangguan perkembangan otak yang memengaruhi kemampuan penderita dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Di samping itu, autisme juga menyebabkan gangguan perilaku dan membatasi minat penderitanya. Autisme sekarang disebut sebagai gangguan spektrum autisme atau autism spectrum disorder(ASD). Hal ini karena gejala dan tingkat keparahannya bervariasi pada tiap penderita. Gangguan yang termasuk dalam ASD adalah sindrom Asperger, gangguan perkembangan pervasif (PPD-NOS), gangguan autistik, dan childhood disintegrative disorder. Berdasarkan data yang dihimpun WHO, autisme terjadi pada 1 dari 160 anak di seluruh dunia. Sedangkan di Indonesia, hingga saat ini belum ada data yang pasti mengenai jumlah penderita autisme.



Sangat penting untuk mewaspadai gejala autisme sedini mungkin, karena meskipun autisme tidak bisa disembuhkan, terdapat berbagai metode untuk menangani autisme yang bertujuan agar penderita dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan sehari-hari. Autisme menjadi lebih sering terjadi, dilihat dari bertambah banyaknya anak yang terdiagnosis. Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention (CDC), studi melaporkan prevalensi autisme di dunia sebanyak 1%. Ini artinya, 1 dari 100 anak menderita autisme. Autisme adalah penyakit yang lebih sering terjadi laki-laki dibanding wanita. Laki-laki lebih 5 kali lebih mungkin terkena autisme daripada wanita. Tanda-tanda dan Gejala Beberapa gejala autisme dapat bervariasi dari ringan hingga berat. Gejala biasanya dimulai saat masih kecil, bahkan usia 1-2 tahun. Tanda dan gejala autisme adalah: 1.



Tenang dan pasif



2.



Tidak suka dipeluk atau hanya membolehkan dipeluk saat mereka ingin saja



3.



Tidak akan melihat lurus objek saat orang lain menunjuk ke arah objek tersebut



4.



Lebih suka menyendiri



5.



Tidak peduli saat orang bicara dengannya, namun merespon suara lain



6.



Mengikuti sikap atau perilaku, seperti menjetikkan jari, menyusun objek, dan memiliki kebiasaan/ritual yang harus dilakukan



7.



Sulit beradaptasi dengan perubahan rutinitas



8.



Sulit mengekspresikan kebutuhannya menggunakan kata-kata umum atau gerakan



9.



Anak yang lebih besar dapat terlalu sensitif pada suara, bau, sentuhan, atau rasa



10.



Mereka kurang dapat berimajinasi



11.



Terlambat bicara



Kemungkinan ada tanda-tanda dan gejala yang tidak disebutkan di atas. Bila Anda memiliki kekhawatiran akan sebuah gejala tertentu, konsultasikanlah dengan dokter Anda. Anda harus menghubungi dokter bila Anda merasa anak Anda lambat berkembang. Beberapa gejala dapat dilihat dalam 2 tahun pertama. Gejala dapat berupa berikut ini: 1.



Tidak merespon saat dipanggil



2.



Perkembangan komunikasi lambat



3.



Sulit bersikap dan berperilaku atau mengalami beberapa gejala seperti yang sudah disebutkan di atas



Jika Anda memiliki tanda-tanda atau gejala-gejala di atas atau pertanyaan lainnya, konsultasikanlah dengan dokter Anda. Tubuh masing-masing orang berbeda. Selalu konsultasikan ke dokter untuk menangani kondisi kesehatan Anda. Penyebab Ilmuwan tidak mengetahui penyebab pasti autisme namun menyatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan berperan dalam autisme. Yang menjadi perhatian khusus yaitu autisme meningkat pada dekade ini tanpa diketahui alasannya. Peneliti menemukan sejumlah gen berhubungan dengan kelainan ini. Dalam pencitraan pada penderita autisme ditemukan perbedaan pada perkembangan beberapa area otak. Studi menyatakan bahwa autisme dapat merupakan hasil dari gangguan pertumbuhan otak normal di awal. Gangguan ini dapat merupakan hasil defek gen yang mengontrol perkembangan otak dan pengaturan bagaimana sel otak



berhubungan satu sama lain. Autisme lebih sering terjadi pada anak yang lahir prematur. Faktor lingkungan juga berperan dalam fungsi dan perkembangan gen, namun faktor lingkungan tersebut belum diketahui secara spesifik. Teori bahwa cara orangtua membesarkan anak adalah salah satu faktor autisme belum terbukti. Beberapa studi menunjukkan bahwa vaksinasi untuk mencegah penyakit infeksi anak-anak tidak akan meningkatkan risiko autisme. Faktor–faktor resiko Beberapa hal yang bisa meningkatkan faktor risiko seseorang mengalami autisme adalah: A.



Jenis kelamin. Autisme terjadi 5 kali lebih sering pada laki-laki dibanding wanita.



B.



Riwayat keluarga. Keluarga yang memiliki anak autis mungkin akan memiliki anak autis lain.



C.



Penyakit lain. Autis cenderung terjadi lebih sering pada anak dengan genetik atau kondisi kromosom tertentu, seperti sindrom fragile X atau sklerosis tuberous.



D.



Bayi prematur. Autisme lebih tering terjadi pada bayi prematur. Biasanya bayi lebih berisiko jika lahir sebelum 26 minggu



E.



Usia orangtua. Peneliti menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara usia orangtua dengan anak autisme. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengonfirmasi hubungan ini



Obat dan Pengobatan Tidak ada yang bisa menyembuhkan autisme. Meski begitu, peneliti menunjukkan bahwa terapi intervensi dini dapat memperbaiki perkembangan anak. Terapi intervensi yang bisa dilakukan sebagai pengobatan autisme adalah:



1.



Terapi bicara dan bahasa. Metode untuk memperbaiki perkembangan komunikasi pada anak autis, melalui latihan bicara dan dukungan interaktif audio-visual



2.



Terapi okupasional. Terapi yang membantu anak berkembang dan meningkatkan kemampuan untuk hidup dan bekerja normal setiap hari



3.



Terapi fisik: terapi yang meningkatkan perkembangan fisik dengan metode fisik seperti pijat dan latihan



Diagnosis Diagnosis autisme dilakukan melalui 2 langkah proses, yaitu: 1.



Langkah pertama melibatkan skrining perkembangan umum selama anak periksa dengan dokter anak saat masa kanak-kanak. Anak yang menunjukan beberapa masalah perkembangan dirujuk untuk evaluasi tambahan.



2.



Langkah kedua melibatkan evaluasi dari tim dokter dan dokter spesialis lain. Pada tahap ini, anak dapat didiagnosis menderita autisme atau gangguan perkembangan lain.



Pengobatan di rumah Beberapa gaya hidup dan pengobatan rumahan yang dapat membantu Anda menangani anak autisme adalah: 1.



Lakukan rutinitas teratur di rumah Anda untuk membantu mengurangi perilaku yang diulang-ulang.



2.



Selalu libatkan anak Anda dalam program terapi yang diadakan tim dokter dan konselor.



3.



Carilah layanan dukungan dan kelompok dukungan lokal untuk oran tua atau anak autis.



4.



Ikuti instruksi dokter setelah terapi