Makalah Tunalaras [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HAMBATAN EMOSI DAN PERILAKU SERTA LAYANAN BIMBINGANNYA Makalah Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus (BABK)



Oleh :



TANTI HERYANI



100641313



Kelas : B.9



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON 2012



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perjalanan hidup manusia, setelah melalui masa perkawinan memiliki anak yang sehat secara fisik dan psikologis menjadi harapan berikutnya. Namun tidak semua harapan manusia bisa menjadi kenyataan, sebagian kecil orang tua memiliki anak yang sejak kecil telah memiliki kelainan. Kelainan bawaan semacam itu bisa terjadi karena selama masa kehamilan kondisi kesehatan ibu secara fisik dan atau psikologis kurang terjaga, sehingga mengganggu dan menghambat perkembangan janin dalam perut ibu. Penyebab lain seringkali juga tidak diketahui dengan pasti, sehingga terjadi diluar jangkauan kemampuan manusia untuk mencegahnya. Down Syndrom merupakan salah satu kelainan bawaan, yang terjadi karena ada kelainan kromosom pada saat kehamilan berlangsung. Selain terlihat dari penampilan fisik dengan ciri2 tertentu, juga disertai dengan keterbelakangan mental, dengan taraf mungkin berat, sedang atau ringan. Dengan keterbatasannya tersebut memang sulit diharapkan perkembangan yang normal/seperti anak yang lahir normal, walaupun berbagai upaya telah dilakukan. Perkembangan manusia sangat dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan. Setiap orang dalam sebuah masyarakat diharapkan untuk menyesuaikan diri dengan standar perilaku tertentu. Norma-norma perubahan perilaku pada saat anak-anak tumbuh dan berkembang melalui berbagai tahap kehidupan mereka. Perilaku-perilaku tertentu, seperti mengkomunikasikan rasa lapar melalui tangisan, mungkin cocok untuk usia tertentu misalnya bayi tetapi tidak untuk semua (misalnya, masa remaja). Sebuah masyarakat memberikan norma-norma tingkah laku untuk berbagai tahap perkembangan dan untuk lingkungan-lingkungan yang spesifik. Misalnya, anak-anak diharapkan secara umum tenang, tertib, kooperatif, dan penuh perhatian saat belajar di sekolah. Anak-anak diharapkan untuk mencintai, membantu dan taat kepada orangtua mereka di rumah. Anak-anak yang perilakunya tidak



konsisten dengan harapan masyarakat cenderung dianggap mengalami masalah. Beberapa masalah perilaku ditunjukkan secara jelas dalam perilaku- perilaku yang mencolok, sementara yang lain pada dasarnya perilaku emosional atau psikologis. Dengan demikian, istilah gangguan perilaku dan gangguan emosi, muncul untuk digunakan bergantian untuk kalangan cacat ataupun seringkali digabungkan dalam satu istilah: emosional/perilaku gangguan (EBD; emotional/ behavioral disorders).



B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut: 1. Apakah yang di maksud dengan hambatan emosi dan perilaku? 2. Sebutkan ciri-ciri seseorang dikatakan memiliki hambatan emosi dan perilaku? 3. Apa sajakah faktor penyebab hambatan emosi dan perilakunya? 4. Layanan bimbingan yang bagaimana untuk mengatasi anak yang memiliki hambatan emosi dan perilaku? 5. Asesment apakah yang cocok untuk mengatasi anak yang memiliki hambatan emosi dan perilaku?



C. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuannya adalah untuk: 1. Menjelaskan pengertian dari hambatan emosi dan perilaku. 2. Mengetahui ciri-ciri seseorang dikatakan memiliki hambatan emosi dan perilaku. 3. Mengetahui penyebab hambatan emosi dan perilakunya. 4. Mengetahui layanan bimbingan untuk mengatasi anak yang memiliki hambatan emosi dan perilaku. 5. Mengetahui asesment yang cocok untuk mengatasi anak yang memiliki hambatan emosi dan perilaku.



KATA PENGANTAR



Puji syukur alhamdulillah, penyusun panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kami sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah “HAMBATAN EMOSI DAN PERILAKU SERTA LAYANAN BIMBINGANNYA”. Penyusunan makalah ini dapat terselesaikan karena adanya bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1.



Ibu Susilawati S.pd, selaku dosen mata kuliah Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus.



2.



Rekan-Rekan penyusun yang telah memberikan bantuan, baik berupa ide, waktu maupun tenaga demi terselesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini banyak kekurangan, baik



menyangkut isi maupun penulisan. Karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapakan oleh penulis untuk menyempurnakan makalah ini. Namun dalam penulisan makalah ini memiliki tujuan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, serta diridlai oleh Allah SWT amiin.



Cirebon, Oktober 2012



Penulis



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan BAB. II PEMBAHASAN A. Pengertian hambatan Emosi dan Perilaku B. Ciri-ciri anak yang memiliki Hambatan Emosi dan Perilaku C. Faktor-faktor Penyebab D. Layanan bimbingan dalam pendidikan E.



Asesment yang cocok untuk mengatasi hambatan emosi dan perilaku



BAB. III PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN



BAB II PEMBAHASAN



F. Pengertian hambatan Emosi dan Perilaku Gangguan Emosional atau Perilaku (EBD) mengacu pada suatu kondisi di mana tanggapan perilaku atau emotional seorang individu di sekolah sangat berbeda dari norma-norma pria/wanita yang umumnya diterima, sesuai dengan usia, etnis, atau budaya yang mempengaruhi secara berbeda kinerja pendidikan di wilayah seperti perawatan diri, hubungan sosial, penyesuaian pribadi, kemajuan akademis, perilaku di ruang kelas atau penyesuaian terhadap pekerjaan. Gangguan EBD lebih dari respon yang diharapkan dan bersifat sementara terhadap tekanan pada lingkup anak-anak atau remaja dan akan bertahan bahkan dengan intervensi individual, seperti umpan balik kepada individu, konsultasi dengan orang tua atau keluarga serta modifikasi pada lingkungan pendidikan. Keputusan kelayakan harus didasarkan pada beberapa sumber data tentang berfungsinya perilaku individu atau emosional. EBD harus dilampirkan dalam setidaknya dua pengaturan yang berbeda, setidaknya salah satu yang harus terkait dengan sekolah. Para guru di sekolah reguler perlu dibekali dengan berbagai pengetahuan beserta karakteristik anak dengan gangguan emosi dan perilaku agar mampu melakukan identifikasi terhadap mereka, baik yang sudah menjadi terdaftar sebagai peserta didik pada sekolah yang bersangkutan maupun yang belum masuk sekolah yang ada atau bertempat tinggal di sekitar sekolah. Secara definitif anak dengan gangguan emosi dan perilaku adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus demi kesejahteraan dirinya maupun lingkungannya (ditjenPLB.com, 2006).



G. Ciri-ciri anak yang memiliki Hambatan Emosi dan Perilaku Dirjen PLB merumuskan ciri-ciri perilaku anak dengan gangguan emosi dan perilaku dengan tipe externalizing behavior setidak-tidaknya memiliki empat ciri (http://www.ditplb.or.id, 2006), yaitu : 1. Bersikap membangkang. 2. Mudah terangsang emosinya/emosional/mudah marah. 3. Sering melakukan tindakan agresif, merusak, mengganggu. 4. Sering bertindak melanggar norma sosial/norma susila/hukum. Hallahan dan Kauffman (2006) dapat dimulai dari tiga ciri khas kondisi emosi dan perilaku, antara lain yaitu : 1. Tingkah laku yang sangat ekstrim dan bukan hanya berbeda dengan tingkah laku anak lainnya. 2. Suatu problem emosi dan tingkah perilaku yang kronis, yang tidak muncul secara langsung. 3. Tingkah laku



yang tidak



diharapkan oleh



lingkungan karena



bertentangan dengan harapan sosial dan cultural. Heward & Orlansky (1988) dalam Sunardi (1996) mengatakan seseorang dikatakan mengalami gangguan perilaku apabila memiliki satu atau lebih dari lima karakteristik berikut dalam kurun waktu yang lama, yaitu: 1. Ketidakmampuan untuk belajar yang bukan disebabkan oleh faktor intelektualitas, alat indra maupun kesehatan. 2. Ketidakmampuan untuk membangun atau memelihara kepuasan dalam menjalin hubungan dengan teman sebaya dan pendidik. 3. Tipe perilaku yang tidak sesuai atau perasaan yang di bawah keadaan normal. 4. Mudah terbawa suasana hati (emosi labil), ketidakbahagiaan, atau depresi. 5. Kecenderungan untuk mengembangkan simtom-simtom fisik atau 6. Ketakutan-ketakutan



yang



diasosiasikan



permasalahan pribadi atau sekolah.



dengan



permasalahan



Simptom gangguan emosi dan perilaku biasanya dibagi menjadi dua macam,



yaitu



externalizing



behavior



dan



internalizing



behavior.



Externalizing behavior memiliki dampak langsung atau tidak langsung terhadap orang lain, contohnya perilaku agresif, membangkang, tidak patuh, berbohong, mencuri, dan kurangnya kendali diri. Internalizing behavior mempengaruhi siswa dengan berbagai macam gangguan seperti kecemasan, depresi, menarik diri dari interaksi sosial, gangguan makan, dan kecenderungan untuk bunuh diri. Kedua tipe tersebut memiliki pengaruh yang sama buruknya terhadap kegagalan dalam belajar di sekolah (Hallahan & Kauffman, 1988; Eggen & Kauchak, 1997).



H. Faktor-faktor Penyebab Secara tepat (beberapa) penyebab dari gangguan emosi dan perilaku dalam individu biasanya tidak diketahui karena sejumlah variabel yang terlibat. Kita jarang mampu melacak setiap satu variabel dengan kepastian sebagai penyebab gangguan emosi dan perilaku. Namun demikian, empat area umum diidentifikasi turut berperan untuk terjadinya gangguan emotioal dan perilaku: biologis, lingkungan atau keluarga, sekolah, dan masyarakat. Diantaranya sebagai berikut: 1. Faktor biologis Beberapa penyebab biologis telah ditemukan berhubungan dengan gangguan emosi dan perilaku tertentu. Contohnya termasuk anak-anak yang lahir dengan sindrom alkohol janin yang menunjukkan masalah dalam pengendalian impuls dan hubungan interpersonal yang dihasilkan dari kerusakan otak. Malnutrisi dapat juga menyebabkan perubahan perilaku dalam penalaran dan berpikir (Ashem dan Janes, 1978). Selain itu, kelainan seperti skizofrenia mungkin memiliki dasar genetik. 2. Faktor lingkungan atau keluarga Keluarga sangat penting dalam perkembangan anak-anak. Interaksi negatif atau tidak sehat di dalam keluarga seperti pelecehan dan penelantaran, kurangnya pengawasan, minat, dan perhatian, dapat



mengakibatkan atau memperburuk kesulitan emosional yang ada dan/ atau kesulitan perilaku. Di sisi lain, interaksi yang sehat seperti kehangatan dan responsif, disiplin. konsisten dengan panutan, dan perilaku yang mengharapkan penghargaan dapat sangat meningkatkan perilaku positif pada anak-anak (Anderson, 1981). 3. Faktor Sekolah Guru memiliki pengaruh yang sangat besar dalam interaksi dengan siswa. Interaksi positif dan produktif guru-murid dapat meningkatkan pembelajaran siswa dan perilaku sekolah yang sesuai serta memberikan dukungan ketika siswa mengalami masa-masa sulit. Lingkungan akademik yang tidak sehat dengan guru yang tidak terampil atau tidak sensitif dapat menyebabkan atau memperburuk perilaku atau gangguan emosi yang sudah ada. 4. Faktor Masyarakat Masalah masyarakat, seperti kemiskinan ekstrim disertai dengan gizi buruk, keluarga yang tidak berfungsi, berbahaya dan lingkungan yang penuh kekerasan, dan perasaan putus asa, dapat mengakibatkan atau memperburuk gangguan emosi atau perilaku. Kita tidak boleh melupakan contoh anak muda yang telah selamat dari situasi yang mengerikan dan tumbuh menjadi orang dewasa yang sehat. Kita belajar dari individual yang ulet ini bahwa lingkungan yang merugikan tidak tak terhindarkan untuk menyebabkan kesulitan emosional atau perilaku.



I. Layanan bimbingan dalam pendidikan Di dalam pelaksanaannya beberapa bentuk penyelenggaraan pendidikan anak tunalaras antara lain adalah sebagai berikut: 1. Penyelenggaraan bimbingan dan penyuluhan di sekolah reguler. Jika diantara murid di sekolah tersebut ada anak yang menunjukan gejala kenakalan ringan segera para pembimbing memperbaiki mereka. Mereka



masih tinggal bersama-sama kawannya di kelas, hanya mereka mendapat perhatian dan layanan khusus. 2. Kelas khusus apabila anak tunalaras perlu belajar terpisah dari teman pada satu kelas. Kemudian gejala-gejala kelainan baik emosinya maupun kelainan tingkah lakunya dipelajari. Diagnosa itu diperlukan sebagai dasar penyembuhan. Kelas khusus itu ada pada tiap sekolah dan masih merupakan bagian dari sekolah yang bersangkutan. Kelas khusus itu dipegang oleh seorang pendidik yang berlatar belakang PLB dan atau Bimbingan dan Penyuluhan atau oleh seorang guru yang cakap membimbing anak. 3. Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras tanpa asrama Bagi Anak Tunalaras yang perlu dipisah belajarnya dengan kata kawan yang lain karena kenakalannya cukup berat atau merugikan kawan sebayanya. 4. Sekolah dengan asrama. Bagi mereka yang kenakalannya berat, sehingga harus terpisah dengan kawan maupun dengan orangtuanya, maka mereka dikirim ke asrama. Hal ini juga dimaksudkan agar anak secara kontinyu dapat terus dibimbing dan dibina. Adanya asrama adalah untuk keperluan penyuluhan. Beberapa penelitian juga mengungkapkan bahwa pendidikan yang tepat untuk anak-anak Tunalaras ini adalah pendidikan Inklusi. Pendidikan inklusi ini sendiri merupakan pendidikan tidak berpihak pada homogenitas sekelompok siswa. Dengan kata lain secara implikasi pendidikan ini merupakan pendidikan yang tidak mengenal penyetaraan baik kemampuan akademik maupun non akademik bagi calon siswa, dan tidak pula mengenal istilah „mengeluarkan‟ siswa dari sekolah karena bermasalah. Pendidikan ini memungkinkan siswa untuk belajar bersama dengan anak normal lainnya, dan menyatakan penerimaan sepenuhnya pada anak berkebutuhan khusus, termasuk didalamnya anak-anak tunalaras.



Beberapa hal yang sebenarnya menyebabkan pendidikan inklusi banyak direkomendasikan untuk pendidikan anak tunalaras ini antara lain yaitu : 1. Pendidikan inklusi mau merekrut semua jenis siswa Pendidikan ini menyatakan bahwa anak yang beresiko tidak disukai bahkan mengalami penolakan lingkungan (Farell, 2008) sebagai sesuatu yang khas menimpa anak dengan tunalaras. 2. Pendidikan inklusi menghindarkan semua aspek negatif seperti labeling. Labeling merupakan hal yang dapat memberikan dampak buruk pada mereka yang diberi label negatif, dan sering kali mereka yang mendapat label adalah anak-anak kebutuhan khusus. Dengan penerimaan pada anak kebutuhan khusus dan normal dalam satu lingkungan belajar, tentu perasaan inferioritas tersebut bisa dihindarkan. 3. Pendidikan inklusi selalu melakukan checks dan balances. Pendidikan inklusi bukan hanya diatur oleh pihak formal, pemerintah dan sekolah sebagai



penyelenggara.



Dimana



pendidikan



ini



memerlukan



keseimbangan terkait pihak-pihak yang berkaitan dengan siswa itu sendiri, seperti orang tua, masyarakat, serta ahli terkait dengan karakteristik khusus (Farrell, 2008). Sejalan dengan pendidikan Inklusi, hal yang juga penting untuk pendidikan anak Tunaraksa adalah Welcoming school. Ketika komunitas sekolah, seperti guru dan anak-anak bekerja bersama-sama untuk meminimalkan



hambatan



yang dihadapi



anak



dalam



belajar



dan



mempromosikan keikutsertaan dari seluruh anak di sekolah, maka ini merupakan salah satu ciri dari sekolah yang ramah (Welcoming School). Welcoming School ini telah diperkuat dalam Pernyataan Salamanca (Salamanca Statement 1994) yang ditetapkan pada konferensi Dunia tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus tahun 1994 yang mengakui bahwa “Pendidikan untuk Semua” (Education for All) sebagai suatu institusi. Hal ini bisa dimaknai bahwa setiap anak dapat belajar (all children can learn), setiap anak berbeda (each children are different) dan perbedaan itu merupakan kekuatan (difference ist a strength), dengan demikian kualitas



proses belajar perlu ditingkatkan melalui kerjasama dengan siswa, guru, orang tua, dan komunitas atau masyarakat. Di Sekolah yang Ramah (Welcoming Schools) semua komunitas sekolah mengerti bahwa tujuan pendidikan adalah sama untuk semua, yaitu semua murid mempunyai hak untuk merasa aman dan nyaman (to be save and secure), untuk mengembangkan diri (to develop a sense of self), untuk membuat pilihan (to make choices), untuk berkomunikasi (to communicate), untuk menjadi bagian dari komunitas (to be part of a community), untuk mampu hidup dalam situasi dunia yang terus berubah (live in a changing world), untuk menghadapi banyak transisi dalam hidup, dan untuk memberi kontribusi yang bernilai (to make valued contributions).



J. Asesment yang cocok untuk mengatasi hambatan emosi dan perilaku Asesmen pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus merupakan satu prosessistematik dengan menggunakan instrumen yang relevan untuk mengetahui perilaku belajar anak bertujuan penempatan dan pembelajaran (Wallace & Mc Loughlin,1979). Segala informasi yang berkaitan dengan individu anak harus dikumpulkan dan karenanya, asesmen pendidikan khusus merupakan upaya interdisipliner melibatkan berbagai profesi, seperti dokter, fisioterapis, ahli bina wicara, psikolog, psikiater, dan profesi lain. Ada beberapa istilah lain yang berkaitan dengan asesmen, yaitu pengujian (testing) dan diagnosa. Kedua istilah ini memang berhubungan erat dengan istilah asesmen, tetapi bukan sinonim. Testing adalah pemberian seperangkat pertanyaankepada peserta dalam kondisi sangat terstruktur. Respon yang diperoleh dari tessedapat mungkin berupa data kuantitatif, mungkin berupa angka, daftar keterampilanyang telah dikuasai, dan sebagainya. Testing hanya merupakan salah satu strategidalam asesmen pendidikan untuk mengumpulkan informasi tentang ALB. Diagnosis adalah proses



penentuan



penyebab



penyakit



atau



kelainan



dan



mendiskripsikan penyembuhan yang cocok. Jenis penyakit atau kelainan



dinyatakan dalam satu label,misalnya schizoid dan label tersebut sudah menunjukkan implikasi penyembuhan. Asesmen merupakan kegiatan penyaringan terhadap anak-anak yang telah teridentifikasi sebagai anak berkebutuhan khusus . Kegiatan asesmen dapat dilakukan oleh guru (untuk beberapa hal), dan tenaga profesional lain yang tersedia sesuai dengan kompetensinya. Kegiatan asesmen yang cocok untuk anak yang memiliki hambatan emosi dan perilaku yaitu sebagai berikut: 1. Asesemen Psikologik, Emosi dan Sosial. Asesmen psikologik dapat digunakan untuk mengetahui potensi intelektual dan kepribadian anak, Juga dapat diperluas dengan tingkat emosi dan sosial anak. Oleh sebab itu asesmen ini sangat cocok untuk untuk anak penyandang tunalaras agar seorang guru dapat mengetahui, mengontrol dan mengawasi penyandang tunalaras terhadap hasil akademik untuk perkembangan intelektual serta perkembangan terhadap gangguan emosi dan peilaku. 2. Asesemen lain yang dianggap perlu Misalnya aspek kesehatan, status gizi dan perkembangan fisik anak. Informasi ini sangat penting karena aspek kesehatan sangat berpengaruh terhadap kinerja belajar anak. Ada



bagian-bagian



tertentu



yang



dalam



pelaksanaan



asesmen



mebutuhkan tenaga profesional sesuai dengan kewenangannya. Guru dapat membantu dan memfasilitasi terselenggaranya asesmen tersebut sesuai dengan kemampuan orang tua dan sekolah.



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Secara definitif anak dengan gangguan emosi dan perilaku adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus demi kesejahteraan dirinya maupun lingkungannya (ditjenPLB.com, 2006). Ciri-ciri perilaku anak dengan gangguan emosi dan perilaku dengan tipe externalizing



behavior



setidak-tidaknya



memiliki



empat



ciri



(http://www.ditplb.or.id, 2006), seperti bersikap membangkang, mudah terangsang emosinya/emosional/mudah marah, sering melakukan tindakan agresif, merusak, mengganggu dan bertindak melanggar norma sosial/norma susila/hukum. Secara tepat (beberapa) penyebab dari gangguan emosi dan perilaku dalam individu biasanya tidak diketahui karena sejumlah variabel yang terlibat. Kita jarang mampu melacak setiap satu variabel dengan kepastian sebagai penyebab gangguan emosi dan perilaku. Namun demikian, empat area umum diidentifikasi turut berperan untuk terjadinya gangguan emotioal dan perilaku: biologis, lingkungan atau keluarga, sekolah, dan masyarakat. Program layanan pendidikan untuk anak dengan gangguan emosi dan perilaku di sekolah dasar hendaknya mulai dirintis untuk menjawab kemungkinan keberadaan mereka di sana. Peningkatan kemampuan identifikasi guru terhadap keberadaan anak-anak ini menjadi prasyarat mutlak yang diperlukan dalam pengelolaan gangguan emosi dan perilaku sekaligus untuk merancang program pendidikan dan pembelajaran yang sesuai untuk mereka di lingkungan sekolah dasar. Beberapa fase dari proses identifikasi akan melibatkan praktisi atau profesional lain yang berkaitan dengan anak. mengalami gangguan emosi dan perilaku.



Asesmen pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus merupakan satu prosessistematik dengan menggunakan instrumen yang relevan untuk mengetahui perilaku belajar anak bertujuan penempatan dan pembelajaran (Wallace & Mc Loughlin,1979). Segala informasi yang berkaitan dengan individu anak harus dikumpulkan;dan karenanya, asesmen pendidikan khusus merupakan upaya interdisipliner melibatkan berbagai profesi, seperti dokter, fisioterapis, ahli bina wicara, psikolog, psikiater, dan profesi lain.



B. Saran Berdasarkan dari kesimpulan yang penulis paparkan diatas, maka dapat disarankan bahwa: 1. Para guru di sekolah reguler perlu dibekali dengan berbagai pengetahuan beserta karakteristik anak dengan gangguan emosi dan perilaku agar mampu melakukan identifikasi terhadap mereka, baik yang sudah menjadi terdaftar sebagai peserta didik pada sekolah yang bersangkutan maupun yang belum masuk sekolah yang ada atau bertempat tinggal di sekitar sekolah. 2. Seorang guru diharapkan bias membedakan cirri-ciri serta karakteristik anak berkebutuhan khusus 3. Dengan mengetahui penyebab anak memiliki hambatan emosi dan perilaku maka seorang guru diharapkan dapat mencegah terulang kembali pada anak yang normal. 4. Dengan mengetahui layanan bimbingan anak berkebutuhan khusus disni hambatan emosi dan perilaku diharapkan seorang guru dapat maksimalkan dalam memberikan pengajaran di kelas. 5. Seorang guru harus menguasai assessment yang cocok untuk mengatasi anak yang memiliki hambatan emosi dan perilaku.



DAFTAR PUSTAKA



A. Edward Blackhurst & William H. Berdine. (1981). An Introduction to Special Education. Little, Brown and Company : Boston. Bill Rogers. (1994). Recovery Behaviour. Terj. A.D Rahayu. (2004). Pemulihan Perilaku, Program Menyeluruh untuk Sekolah-sekolah Umum. Grasindo: Jakarta. Hallahan, D.P. & Kauffman, J.M. (1988). Exceptional Children: Introduction to Special Education. 4th ed. New Jersey: Prentice Hall. Hewett & Frank D. (1968). The Emotionally Disturbed Child in The Classroom. Ellyn and Bacon, Inc : USA. Mahabbati, Aini. 2006. Identifikasi Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku di Sekolah Dasar. JURNAL PENDIDIKAN KHUSUS (JPK) ISSN 1858-0998. Vol.2 No.2 Nopember. Nafsiah Ibrahim, Rohana Aldy. (1996). Etiologi dan Terapi Anak Tunalaras, Depdiknas Dikti. Nancy H. Fallen & Warren Umansky. 1989. Young Children with Special Needs. Ohio : A Bell & Howell Company. Sunardi. (1996). Ortopedagogik Anak Tunalaras I, Depdiknas Dikti. Triyanto Pristiwaluyo & M. Sodiq AM. (2005). Pendidikan Anak Gangguan Emosi. Depdiknas Dikti. http://www.ditplb.or.id/profile. http://id.wikipedia.org/wiki. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132318126/ARTIKEL%202006%20IDEN TIFIKASI.pdf http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2008/12/13 http://singkrof.blogspot.com/2012/06/anak-dengan-gangguan-emosi-danperilaku.html http://adapa08.wordpress.com/2009/06/17/pendidikan-bagi-anak-tunalaras/



LAMPIRAN-LAMPIRAN A. Identifikasi Anak Biodata Anak Nama



:



Saudara



:



Temp. Tgl. Lahir



:



Sekolah



:



Usia



:



Kelas



:



Agama



:



Alamat



:



Berat Badan



:



Hobby



:



Biodata Orang Tua Nama Ayah



:



TTL



:



Usia



:



Agama



:



Pekerjaan



:



Pendidikan Terakhir:



Nama Ibu



:



TTL



:



Usia



:



Agama



:



Pekerjaan



:



Pendidikan Terakhir:



B. Riwayat Kesehatan Anak ….. C. Hasil Asesmen 1. Instrumen hasil observasi di Sekolah dan di Lingkungan Rumah Pengisi Instrumen : Tanggal Pelaksanaan : Jawaban Aspek yang diamati Keterangan Ya Tidak SOSIAL 1. Anak dapat menyebutkan identitas dirinya 2. Anak dapat memulai percakapan dengan teman sebayanya 3. Anak dapat mengajak teman untuk bermain 4. Anak dapat berempati apabila ada teman yang tidak mempunyai mainan 5. Anak dapat berkomunikasi dengan teman sebayanya atau dengan orang yang lebih dewasa 6. Anak dapat menjalin hubungan dengan orang-orang yang baru dikenalnya 7. Anak mau membagi makanan dengan teman sebayanya 8. Anak memiliki ketertarikan yang besar untuk bergabung dengan anak lain yang sebayanya 9. Anak menegur temannya atau orang yang ia kenal saat bertemu di jalan. 10. Anak memiliki empati terhadap bintang seperti ayam, kucing atau anjing Mis. Memberikan makan 11. Anak memiliki sifat agresif dan posesisf yang tinggi akan suatu hal



Pengisi Instrumen : Tanggal Pelaksanaan : Aspek yang diamati PEMBELAJARAN 1. Anak telat masuk kelas 2. Anak tidak konsentrasi dengan pelajarannya 3. Anak merasa tidak nyaman di tempat duduknya 4. Anak menggangu teman di kelasnya



FREKUENSI 30 I 2 menit jam Jam



Ket



5. Anak memukul meja atau kursi 6. Anak membanting alat-alat belajarnya seperti buku / pensil 7. Anak marah-marah karena alas an yang tidak jelas 8. Anak berteriak di kelas 9. Anak menangis tanpa sebab yang jelas 10. Anak menunjukkan kecemasan akan dirinya 11. Anak izin ke luar kelas 12. Anak sibuk dengan buku-bukunya dan tidak mendengarkan perintah guru 13. Anak telat mengumpulkan tugas 14. Anak tidak mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru 15. Anak memukul teman sebangkunya 16. Anak memakan bekalnya di kelas. 17. Anak membentak guru ketika diberi tahu / dinasihati 18. Anak tidur di kelas



2. Instrumen yang diisi oleh Orang Tua Aspek yang diamati SOSIAL & EMOSI



Jawaban Ket Ya Tidak



1.Anak merespon dengan baik perintah dari orang tua 2.Anak dapat memulaik komunikasi dengan orang-orang di rumah 3.Anak menunjukkan rasa empati kepada keluarga 4.Anak mudah tersenyum social dengan orang-orang rumah 5.Anak menunjukkan rasa sayangnya kepada kelaurga seperti memeluk atau mencium ibu atau ayahnya 6.Anak dapat bergabung ketika keluarga sedang berkumpul seperti duduk bersama ketika nonton TV 7.Anak mudah tersinggung 8.Agresivitas anak akan suatu hal 9.Anak mudah marah akibat hal-hal kecil seperti diambil mainannya 10. Anak memiliki teman yang banyak 11. Anak memiliki masalah dalam membina hubungan dengan teman sebayanya dan keluarga 12. Anak suka berekreasi seperti pergi berenang 13. Anak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap sesuatu hal yang baru. 3. Wawancara dengan Orang Tua Berisi tentang tanya jawab antara anda dengan orang tua mengenai segala macam perkembangan dan pertumbuhan anak Lebih detail lagi kita bisa bertanya mengenai pre, natal, dan post natal kepada Ibu. 4. Wawancara Dengan Guru Berisi tanya jawab dengan guru kelas yang memang mengamti perkembangan belajar anak. Di sini juga kita mengumpulkan informasi yang relevan mengenai anak. Pancing guru untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan anak dalam pembelajaran serta minat anak dalam bidang akdemik atau non akademik. 5. Hasil belajar anak (akademik ) Kita dapat melihat portofolio anak, dari sini kita bisa mengetahui juga apakah anak memiliki kesulitan dalam masalah akademik.