Perbup Benturan Kepentingan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SALINAN



BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 63 TAHUN 2020 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN BENTURAN KEPENTINGAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang



: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 37 Tahun 2012 tentang Pedoman umum Penanganan Benturan Kepentingan dipandang perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pedoman Penanganan Benturan Kepentingan di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Tangerang;



Mengingat



:



1.



2.



3.



Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat (Berita Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2851); Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150);



-24.



5.



6.



7.



8.



9.



10.



11.



12.



13.



Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010); Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038); Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601); Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri Dalam Usaha Swasta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3021); Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135); Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887), sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2019 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 18 tahun 2016 tentang perangkat daerah (lembaran negara RI tahun 2019 nomor 187, tambahan lembaran negara RI nomor 6402); Keputusan Presiden Nomor 47 Tahun 1992 Tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 1974 tentang Beberapa Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri dalam Rangka Pendayagunaan Aparatur Negara dan Kesederhanaan Hidup; Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 6037);



-314. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Penanganan Benturan Kepentingan (Berita Negara Tahun 2013 No. 65, 15. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Tangerang (Lembaran Daerah Kabupaten Tangerang Tahun 2016 Nomor 11, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 1116); MEMUTUSKAN: Menetapkan :



PERATURAN BUPATI TANGERANG TENTANG PEDOMAN PENANGANAN BENTURAN KEPENTINGAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Tangerang. 2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 4. Bupati adalah Bupati Tangerang. 5. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten Tangerang. 6. Instansi pemerintah adalah instansi pemerintah Kabupaten Tangerang. 7. Perangkat daerah adalah unsur pembantu bupati dan dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. 8. Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan fungsi, tugas, tanggung jawab, wewenang dan seorang ASN dalam suatu organisasi. 9. Benturan kepentingan adalah situasi di mana pejabat atau pegawai memiliki atau patut diduga memiliki kepentingan pribadi terhadap setiap penggunaan wewenang sehingga dapat mempengaruhi kualitas keputusan dan/atau tindakannya.



-410. Pejabat adalah pejabat pemerintah kabupaten Tangerang yaitu Bupati, Wakil Bupati, Ketua DPRD, Anggota DPRD. 11. Pegawai adalah Pegawai Aparatur Sipil Negara (Pegawai ASN), yaitu pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan. 12. Kepentingan Pribadi adalah keinginan/kebutuhan pegawai mengenai suatu hal yang bersifat pribadi sebagai akibat dari adanya hubungan afiliasi/hubungan dekat atau balas jasa serta pengaruh dari pihak lain. 13. Hubungan Afiliasi adalah hubungan yang dimiliki oleh seorang pegawai dengan pihak tertentu baik karena hubungan darah, hubungan perkawinan maupun hubungan pertemanan/kelompok/golongan yang dapat mempengaruhi keputusan dan/atau tindakannya. 14. Korupsi adalah perbuatan yang secara melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. 15. Kolusi adalah permufakatan atau kerjasama secara melawan hukum antar pegawai atau antara pegawai dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan atau negara. 16. Nepotisme adalah setiap perbuatan pegawai secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya diatas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. 17. Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 1 Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi pejabat dan pegawai di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tangerang untuk memahami, mengenal, mencegah dan mengatasi terjadinya benturan kepentingan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, sehingga dapat mencegah terjadinya tindak KKN. Pasal 2 Adapun tujuan dari ditetapkannya Pedoman ini adalah sebagai berikut : a. Menciptakan budaya pelayanan kepada mitra kerja, pihak lain, dan pegawai yang dapat mengenal, mencegah, dan mengatasi situasi-situasi benturan



-5kepentingan secara transparan dan efisien tanpa mengurangi kinerja pegawai yang bersangkutan; b. Mencegah terjadinya pengabaian pelayanan kepada mitra kerja, pihak lain, dan pegawai; c. Mencegah terjadinya perbuatan KKN; d. Menegakkan integritas pejabat/pegawai; e. Menciptakan pemerintahan yang bersih dan tata kelola pemerintahan yang baik di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tangerang. Pasal 3 1) Setiap pejabat dan pegawai harus menaati Pedoman Penanganan Benturan Kepentingan. 2) Setiap pegawai yang menghadapi situasi atau kondisi benturan kepentingan harus melaporkan keadaan tersebut kepada atasan langsung. 3) Setiap pegawai yang mengetahui adanya pelanggaran atas Peraturan Bupati ini wajib melaporkan pelanggaran tersebut kepada pimpinan unit kerja. Pasal 4 Atasan langsung pegawai di setiap tingkatan wajib melakukan pembinaan dan pengawasan



terhadap



pelaksanaan



Pedoman



Penanganan



Benturan



Kepentingan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. BAB V BENTUK, JENIS DAN SUMBER PENYEBAB BENTURAN KEPENTINGAN Pasal 5 Bentuk-bentuk benturan kepentingan yang dapat terjadi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tangerang antara lain : 1. Penerimaan gratifikasi atau pemberian/penerimaan hadiah atas suatu keputusan/jabatan; 2. Penggunaan aset jabatan/instansi untuk kepentingan pribadi/golongan; 3. Penggunaan informasi jabatan untuk kepentingan pribadi/golongan; 4. Proses pengawasan yang tidak mengikuti prosedur karena adanya pengaruh dan harapan dari pihak yang diawasi; 5. Penyalahgunaan jabatan. 6. Bekerja di luar pekerjaan pokoknya secara melawan hukum. 7. Memberikan informasi lebih dari yang ditentukan, keistimewaan maupun peluang dengan cara melawan hukum bagi calon penyedia barang/jasa.



-6Pasal 6 Jenis-Jenis benturan kepentingan antara lain: (1) Kebijakan yang berpihak akibat pengaruh/hubungan dekat/ ketergantungan/pemberian gratifikasi; (2) Pemberian izin yang diskriminatif; (3) Pengangkatan/mutasi/promosi yang tidak adil dan/atau berindikasi adanya pengaruh dan/atau kepentingan pihak tertentu. (4) Pemilihan rekanan kerja berdasarkan keputusan yang tidak profesional; (5) Komersialisasi pelayanan publik; (6) Penggunaan aset dan informasi rahasia untuk kepentingan pribadi; (7) Menjadi bagian dari pihak yang diawasi; (8) Melakukan pengawasan yang tidak sesuai dengan norma, standar, dan prosedur; (9) Menjadi bagian dari pihak yang memiliki kepentingan atas sesuatu yang dinilai; dan (10) Melakukan pengawasan atau penilaian atas pengaruh pihak lain dan tidak sesuai norma, standar, dan prosedur. Pasal 7 Sumber-sumber penyebab benturan kepentingan antara lain : 1) Penyalahgunaan wewenang, yaitu pejabat/pegawai membuat keputusan atau tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan atau melampaui batas-batas pemberian wewenang yang diberikan oleh peraturan perundangundangan; 2) Perangkapan jabatan, yaitu pegawai menduduki dua atau lebih jabatan publik sehingga tidak bisa menjalankan jabatannya secara profesional, independen dan akuntabel; 3) Hubungan afiliasi (pribadi, golongan) yaitu hubungan yang dimiliki oleh seorang pegawai dengan pihak tertentu baik karena hubungan darah, hubungan



perkawinan



maupun



hubungan



pertemanan



yang



dapat



mempengaruhi keputusannya; 4) Gratifikasi, yaitu pemberian dalam arti luas meliputi pemberian uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya; dan 5) Kelemahan sistem organisasi, yaitu keadaan yang menjadi kendala bagi pencapaian tujuan pelaksanaan kewenangan pegawai yang disebabkan karena struktur dan budaya organisasi yang ada.



-7BAB VI PRINSIP DASAR DALAM PENANGANAN BENTURAN KEPENTINGAN Pasal 8 Penanganan benturan kepentingan pada dasarnya dilakukan melalui perbaikan nilai, sistem, pribadi dan budaya. Pasal 9 Pejabat/Pegawai pemerintah daerah mengutamakan kepentingan publik terdiri dari : 1) Pejabat/Pegawai harus memperhatikan asas umum pemerintahan yang baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. 2) Dalam pengambilan keputusan, pejabat/pegawai pemerintah daerah harus berdasarkan peraturan perundang-perundangan dan kebijakan yang berlaku tanpa memikirkan keuntungan pribadi atau tanpa dipengaruhi preferensi pribadi ataupun afiliasi dengan agama, profesi, partai atau politik, etnisitas, dan keluarga. 3) Pejabat/Pegawai tidak boleh memasukkan unsur kepentingan pribadi dalam pembuatan keputusan dan tindakan yang dapat mempengaruhi kualitas keputusannya. Apabila terdapat benturan kepentingan, maka pejabat/pegawai pemerintah daerah tidak boleh berpartisipasi dalam pembuatan keputusan-keputusan resmi yang dapat dipengaruhi oleh kepentingan dan afiliasi pribadinya. 4) Pejabat/Pegawai harus menghindarkan diri dari tindakan pribadi yang diuntungkan oleh "inside information" atau informasi orang dalam yang diperolehnya dari jabatannya, sedangkan informasi ini tidak terbuka untuk umum. 5) Pejabat/Pegawai tidak boleh mencari atau menerima keuntungan yang tidak seharusnya sehingga dapat mempengaruhi pelaksanaan tugasnya. Pejabat /pegawai pemerintah daerah juga tidak mengambil keuntungan yang tidak seharusnya dari jabatan yang pernah dipegangnya termasuk mendapatkan informasi hal-hal dalam jabatan tersebut pada saat pejabat yang bersangkutan tidak lagi duduk dalam jabatan tersebut. Pasal 10 Pejabat menciptakan keterbukaan penanganan dan pengawasan benturan kepentingan meliputi : 1) Pejabat/pegawai harus bersifat terbuka atas pekerjaan yang dilakukannya. Kewajiban ini tidak sekadar terbatas pada mengikuti undang-undang dan peraturan tetapi juga harus mentaati nilai-nilai pelayanan publik seperti bebas kepentingan (disinterestedness), tidak berpihak dan memiliki integritas. 2) Kepentingan pribadi dan hubungan afiliasi pejabat pemerintah daerah yang dapat menghambat pelaksanaan tugas publik harus diungkapkan dan dideklarasikan agar dapat dikendalikan dan ditangani secara memadai. 3) Pejabat/pegawai harus menyiapkan mekanisme dan prosedur pengaduan dari masyarakat terkait adanya benturan kepentingan yang terjadi.



-84) Pejabat/pegawai harus menjamin konsistensi dan keterbukaan dalam proses penyelesaian atau penanganan situasi benturan kepentingan. 5) Pejabat/pegawai harus mendorong keterbukaan terhadap pengawasan dalam penanganan situasi benturan kepentingan sesuai dengan kerangka hukum yang ada. 6) Pejabat/pegawai harus dapat memberikan akses kepada masyarakat untuk mendapatkan berbagai informasi yang terkait dengan penggunaan kewenangannya. 7) Pejabat/pegawai harus menyiapkan prosedur pengajuan keberatan dari masyarakat tentang penggunaan kewenangannya. Pasal 11 Pejabat/pegawai mendorong tanggung jawab pribadi dan sikap keteladanan meliputi : 1) Pejabat/pegawai senantiasa bertindak sedemikian rupa agar integritas mereka dapat menjadi teladan bagi penyelenggara negara lainnya dan bagi masyarakat. 2) Pejabat/pegawai harus sebisa mungkin bertanggung jawab atas pengaturan urusan pribadinya agar dapat menghindari terjadinya benturan kepentingan pada saat dan sesudah masa jabatannya sebagai penyelenggara negara. 3) Pejabat/pegawai harus bertanggung jawab untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan benturan kepentingan yang merugikan kepentingan publik apabila terjadi benturan kepentingan. 4) Pejabat/pegawai harus menunjukkan komitmen mereka pada integritas dan profesionalisme dengan menerapkan kebijakan penanganan benturan kepentingan yang efektif. 5) Pejabat/pegawai harus bertanggung jawab atas segala urusan yang menjadi tugasnya sesuai peraturan perundang-undangan. pasal 12 Pejabat/pegawai menciptakan dan membina budaya organisasi yang tidak toleran terhadap benturan kepentingan meliputi : 1) Pemerintah daerah harus menyediakan dan melaksanakan kebijakan, proses, dan praktek manajemen yang memadai dalam lingkungan kerja yang dapat mendorong pengawasan dan penanganan situasi benturan kepentingan yang efektif. 2) Pemerintah daerah harus mendorong penyelenggara negara untuk mengungkapkan dan membahas masalah-masalah benturan kepentingan serta harus membuat ketentuan yang melindungi keterbukaan dari penyalahgunaan oleh pihak-pihak lain. 3) Pemerintah daerah harus menciptakan dan mempertahankan budaya komunikasi terbuka dan dialog mengenai integritas dan bagaimana mendorongnya. 4) Pemerintah daerah harus memberi pengarahan dan pelatihan untuk meningkatkan pemahaman serta memungkinkan evolusi dinamis dari ketentuan yang telah ditetapkan dan aplikasi ketentuan tersebut di tempat kerja.



-9BAB VI LARANGAN TINDAKAN BERPOTENSI BENTURAN KEPENTINGAN Pasal 13 Dalam hal terdapat potensi atau kondisi/situasi benturan kepentingan, pejabat dilarang melakukan perbuatan sebagai berikut : 1) Ikut dalam proses pengambilan keputusan apabila terdapat potensi terjadinya benturan kepentingan; 2) Memanfaatkan jabatan untuk memberikan perlakuan istimewa kepada keluarga, kerabat, kelompok dan/atau pihak lain atas beban APBD; 3) Memegang jabatan lain yang patut diduga memiliki benturan kepentingan, kecuali sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; 4) Melakukan transaksi dan/atau menggunakan harta/aset Barang Milik Daerah untuk kepentingan pribadi, keluarga atau golongan; 5) Menerima, memberi, menjanjikan hadiah (cinderamata) dan atau hiburan (entertainment)



dalam



bentuk



apapun



yang



berkaitan



dengan



kedudukannya, termasuk dalam rangka hari raya keagamaan atau acara lainnya; 6) Mengijinkan mitra usaha atau pihak ketiga memberikan sesuatu dalam bentuk apapun kepada Pejabat/Pegawai Pemerintah Kabupaten Tangerang; 7) Menerima refund dan keuntungan pribadi lainnya yang melebihi dan atau bukan haknya dari pihak manapun dalam rangka kedinasan atau hal-hal yang dapat menimbulkan potensi benturan kepentingan; 8) Bersikap diskriminatif dan tidak adil serta melakukan kolusi untuk memenangkan satu atau beberapa pihak dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tangerang; 9) Baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam kegiatan Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tangerang, yang pada saat dilaksanakan perbuatan untuk seluruh dan sebagian yang bersangkutan sedang ditugaskan untuk melaksanakan pengurusan dan pengawasan terhadap kegiatan yang sama. BAB VII TATA CARA MENGATASI TERJADINYA BENTURAN KEPENTINGAN Pasal 14 Tata cara mengatasi terjadinya benturan kepentingan sebagai berikut 1) Pada prinsipnya seluruh pegawai dalam melaksanakan tugas dan fungsinya harus menghindarkan diri dari sikap, perilaku, dan tindakan yang dapat mengakibatkan terjadinya benturan kepentingan.



-102) Dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan terkait tugas dan fungsinya itu, pejabat/pegawai harus mendasarkan diri pada : a. Peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang berlaku; b. Kode Etik Pegawai; c. Profesionalitas, integritas, obyektifitas, independensi, transparansi, dan responsibilitas; 3) Prinsip-prinsip pelayanan prima, serta : a. Tidak memasukkan unsur kepentingan pribadi/golongan; b. Tidak dipengaruhi hubungan afiliasi. 4) Dalam hal pegawai terlibat atau memiliki potensi untuk terlibat secara langsung dalam situasi benturan kepentingan, maka pejabat/pegawai yang bersangkutan



wajib



melaporkan



kepada



Atasan



Langsung



dengan



mencantumkan identitas jelas pelapor dan melampirkan bukti-bukti terkait. 5) Pegawai atau pihak-pihak lainnya (Mitra Usaha/Mitra Kerja/Pihak Ketiga dan Masyarakat) yang tidak memiliki keterlibatan secara langsung, namun mengetahui adanya atau potensi adanya benturan kepentingan, dapat melaporkan melalui "Sistem Pelaporan Pengaduan Orang Dalam"/Whistle Blowing System. Mekanisme pelaporan melalui sistem ini diatur dalam peraturan tersendiri. 6) Apabila pejabat/pegawai berada dalam situasi benturan kepentingan, maka untuk mencegah terjadinya tindakan yang mengarah kepada penyimpangan atau KKN, pegawai tersebut dapat melakukan salah satu atau beberapa tindakan sbb : a. Pengurangan (divestasi) kepentingan pribadi; b. Penarikan diri (recusal) dari proses pengambilan keputusan; c. Membatasi akses informasi; i. Mutasi; ii. Pengalihan tugas dan tanggungjawab; iii. Pengunduran diri dari jabatan. BAB VIII ATURAN PELAKSANAAN Pasal 15 Teknis pelaksanaan peraturan bupati ini selanjutnya akan diatur secara rinci dalam keputusan bupati.



-11BAB IX PENUTUP Pasal 16 Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Tangerang.



Ditetapkan di Tigaraksa pada tanggal 5 Oktober 2020 BUPATI TANGERANG, ttd A. ZAKI ISKANDAR Diundangkan Di Tigaraksa pada tanggal 5 Oktober 2020 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN TANGERANG, ttd MOCH. MAESYAL RASYID BERITA DAERAH KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2020 NOMOR 63