Perdarahan Awal Kehamilan Dan Kehamilan Lanjut [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS MATERNITAS II “ KESEHATAN WANITA PADA MASA REPRODUKSI ”



DOSEN PEMBIMBING : Binarni Suhertusi M.keb DISUSUN OLEH : Sonia Aprilia 10105033 Keperawatan IV A



PROGRAM STUDI KEPERAWATAN STIKes ALIFAH PADANG 2020



2



BAB II PEMBAHASAN 1. Gangguan Perdarahan A. Perdarahan Awal Kehamillan Dan Kehamilan Lanjut A. Definisi Perdarahan antenatal pada trimester pertama (kehamilan muda) adalah  perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 22 minggu (Saifuddin : 2004). Perdarahan antenatal pada kehamilan lanjut adalah perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan atau perdarahan intrapartum sebelum kelahira (Saifuddin : 2004).



B. Etiologi a. Perdarahan pada Kehamilan muda 1) Abortus Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar Rahim, sebagai batasan yaitu kehamilan kurang dari 20mgg atau berat janin kuarang dari 500gram. ( mucthar2012) Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis  jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus.Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan



benda



asing tersebut.Abortus



biasanya disertai dengan perdarahan di dalam desidua  basalis dan perubahan nekrotik di dalam jaringan-jaringan yang berdekatan dengan tempat perdarahan.Ovum yang terlepas sebagian atau seluruhnya dan mungkin menjadi benda asing di dalam uterus sehingga merangsang kontraksi uterus dan mengakibatkan pengeluaranjanin. 2) KehamilanEktopik kehamilanektopikadalahkehamilandiluarRahim,misalnyadalamtuba,rongga  perut, servix, atau dalam tanduk rudimeter Rahim.(kusmiyati 2008)Proses implantasi ovum yang dibuahi terjadi di tuba pada dasarnya sama halnya di



kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner.Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian direasibsu, setekag tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan 3



yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis.Pembentukan desidua di tuba tidak sempurna.Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa factor,seperti tempat



implantasi,



tebalnya



dinding



tuba



dan



banyaknya



perdarahan



yang



terjadiolehinvasitrofoblas.Mengenainasibkehamilandalamtubaterdapat  beberapa kemungkinan .sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. 1. Hasil konsepsi mati dini dan resor 2. Abortus ke dalam lumen tuba 3. Rupture dinding tuba. Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang telah dibuahi dalam prjalanannya menuju kavum utei.Pada suatu saat kebutuhan embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu. Ada beberfapa kemungkinan akibat dari hal ini yaitu : a) Kemungkinan “tubal abortion “, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke ujung distal (timbria)



dan



ke



rongga



abdomen.



Abortus



tuba



biasanya



terjadi



pada



kehamilanampulla,darahyangkeluardankemudianmasukkerongga  peritoneum baisanya tidak begityu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari dindingtuba.  b) Kemungkinan rupture dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat dari distensi berlebihantuba. c) Faktor abortus ke dalam lumen tuba. Rupture dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan  biasanya pada kehamilan muda. Rupture dapat terjadi secara spontan atau karena trauma koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadiperdarahan



4



dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit hinggabanyak, sampai menimbulkansyok dan kematian.



b. Perdarahan pada kehamilan Lanjut 1) PlasentaPrevia Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sedemikia rupa sehingga berdekatan atau menutupi ostium uteri internum secara  partial maupun total. Seluruh plasenta biasanya terletak pada segmen atau uterus.Kadang-kadang  bagian atau seluruh organ dapat melekat pada segmen bawah uterus, dimana hal ini dapat diketahui sebagai plasenta previa.Karena segmen bawah agak merentang selama kehamilan lanjut dan persalinan, dalam usaha mencapai dilatasi serviks dan kelahiran anak, pemisahan plasenta dari dinding uterus



sampai



tingkattertentu tidak dapat dihindarkan sehingga



terjadipendarahan. C. Klasifikasi



Terdapat beberapa kemungkinan implantasi plasenta pada plasenta previa :



a)complete



b)parsial



c)marginal



d) lowlying



1. Plasenta previa totalis atau komplit Plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum 2. Plasenta previa parsialis 5



Plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum



6



3. Plasenta previa marginalis Plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum 4. Plasenta letak rendah Plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dimana tepi plasenta  berjarak < 2 cm dari ostium uteri internum. Apabila



D. Etiologi



Etiologi



plasenta



previa



belum



diketahui



secara



pasti,



namun



beberapa



faktor



risikotelahditetapkansebagaikondisiyangberhubungandenganterjadinya  plasenta previa. Faktor risiko tersebut meliputi hamil usia tua, multiparitas, kehamilan ganda, merokok selama masa kehamilan, janin laki-laki, riwayataborsi, riwayat operasi pada uterus, riwayat plasenta previa pada kehamilan sebelumnya danIVF.



2) Solusio Plasenta Merupakan perdarahan yang terjadi karena lepasnya plasenta dari insersinya di fundus uteri sebelum waktu persalinan.Solusio plasenta adalahterlepasnya  plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500gram.



E. Kllasifikasi 1) Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajatpelepasan  plasenta: a) Solusio plasenta totalis, plasenta terlepasseluruhnya.



7



 b) Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian. c) Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.



2) Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan: a) Solusio plasenta dengan perdarahankeluar  b) Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang membentuk hematoma retroplacenter  c) Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion.



F. Etiologi Penyebab primer belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi  predisposisi, yaitu : 1) Faktor kardio-reno-vaskuler Glomerulonefritis



kronik,



hipertensi



essensial,



sindroma



preeklamsia



daneklamsia.Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi padaseparuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yangdisebabkan olehkehamilan. 1) Faktortrauma a) Dekompresiuteruspadahidroamniondangemeli.  b) Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan c) Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain. 1) Faktor paritas ibu Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Beberapa  penelitian menerangkan bahwa makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaanendometrium. 1) Faktor usiaibu Makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.



8



2) Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkansolusio  plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma 3) Faktor pengunaankokain Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan  pelepasan katekolamin yang bertanggung jawab atas terjadinyavasospasme  pembuluh darah uterus dan berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesisini  belum terbukti secara definitif 4) Faktor kebiasaan merokok Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan  beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya 5) Riwayat solusio plasenta sebelumnya Halyangsangatpentingdanmenentukanprognosisibudenganriwayatsolusio  plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilanberikutnya  jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta 6) Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan,dan lain-lain.



G. ManifestasiKlinik a. Perdarahan kehamilan muda 1) Abortus a. Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu.  b. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil,



suhu badan normal



ataumeningkat. c. Pendarahan pervaginam, mungkin disertai hasil konsepsi.



9



d. Rasa mulas atau keram perut didaerah atas simfisis, sering disertai nyeri  pinggang akibat kontraksi uterus. e. Pemeriksaan ginekologis. (1) Inspeksi vulva: perdarahanpervaginam (2) Inspeksi perdarahan pada kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup. (3) Colok vagina porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atautidak  jaringan dalam kavum uteri.



2) Kehamilanektopik Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda; dari  perdarahan yang banyak yang tiba-tiba dalam ronggaperut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat diagnosanya.Gejala dan tanda tergantung padalamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaanumum penderita sebelum hamil.Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik terganggu.Halini menunjukkan kematian janin.Kehamilan ektopik terganggu sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala  perdarahanmendadak dalam rongga perut dan ditandai oleh abdomen akut sampai gejalagejala yang samar-samar sehingga sulit untuk membuatdiagnosanya. Secara umum, tanda dan gejala kehamilan ektopik adalah a) Nyeri abdomen bawah atau pelvic, disertai amenorrhea atau spottingatau  perdarahan vaginal  b) Menstruasi abnormal c) Abdomen dan pelvis yanglunak d) Perubahan pada uterus yang dapat terdorong ke satu sisi oleh massa kehamilan, atau tergeser akibat perdarahan. Dapat ditemukan sel desidua pada endometriumuterus.



10



e) Penurunan tekanan darah dan takikardi bila terjadi hipovolemi. f) Massapelvis g) Kuldosentesis. Untuk identifikasi adanya hemoperitoneum yang ditandai



Beberapa gejala berikut dapat membantu dalam mendiagnosis kehamilan ektopik: 1. Nyeri: Nyeri panggul atau perut hampir terjadi hampir 100% kasus kehamilanektopik. Nyeri dapat bersifat unilateral atau bilateral , terlokalisasi atau tersebar. 2. Perdarahan: Perdarahan abnormal uterin, biasanya membentuk bercak. Biasanya terjadi pada 75%kasus 3. Amenorhea: Hampir sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik yang memiliki berkas perdarahan pada saat mereka mendapatkan menstruasi, dan mereka tidak menyadari bahwa merekahamil



b. Perdarahan kehamilan tua 1) Plasenta Previa Menururt FKUI (2000), tanda dan gejala plasenta previa diantaranya adalah : 1. Pendarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri dari biasanya dan berulang. 2. Darah biasanya berwarna merah segar atau kehitaman dengan bekuan. 3. Terjadi pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas 4. Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai kelainan letakjanin. 5. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebihbanyak.



11



2) Solusio plasenta Manifestasi klinis solusio plasenta dapat dibagi menjadi : a) Anamnesis Perdarahan biasanya pada trimester ketiga, perdarahan pervaginan berwarnakehitam-hitaman yang sedikit sekali dan tanpa rasa nyeri sampai dengan yang disertai nyeri perut, uterus tegang perdarahan pervaginan yang banyak, syok dankematian janin intra uterin.  b) Pemeriksaan fisik Tanda vital dapat normal sampai menunjukkan tanda syok. c) Pemeriksaan obstetri  Nyeri tekan uterus dan tegang, bagian-bagian janin yang sukar dinilai, denyut  jantung janin sulit dinilai / tidak ada, air ketuban berwarna kemerahan karena tercampur darah.



H. TesDiagnostik a. Perdarahan kehamilanAwal 1) Abortus a) Positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelahabortus  b) Pemeriksaaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup c) Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion



2) Kehamilanektopik Walaupun diagnosanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara ditegakkan, antara lain dengan melihat : a) Anamnesis dan gejalaklinis



12



Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak



ada



perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri bawah.Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpuldalam  peritoneum.  b) Pemeriksaan fisik Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa.Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan ekstremitas dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekandan nyeri lepas dindingabdomen.



c) Pemeriksaan ginekologis. Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris kanan dan kiri. d) PemeriksaanPenunjang (1) Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B-hCG (+). Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapatmeningkat. (2) USG : Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri,Adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri,Adanya massa komplek di ronggapanggul. e) Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas adadarah. f) Diagnosis pasti hanya ditegakkan denganlaparotomi. g) Ultrasonografi berguna pada 5  – 10% kasus bila ditemukan kantong gestasi di luaruterus.



13



b. Perdarahan kehamilanlanjutan 1. Plasenta Previa a) Anamnesis : adanya perdarahan per vaginam pada kehamilan lebih 20 minggudan berlangsung tanpa sebab.  b) Pemeriksaan luar : sering ditemukan kelainan letak. Bila letak kepala maka kepala belum masuk pintu atas panggul. c) Inspekulo : adanya darah dari ostium uterieksternum. d) USG untuk menentukan letak plasenta. Penentuan letak plasenta secara langsung dengan perabaan langsung melalui kanalis servikalis tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu cara inihanya



2. Solusioplasenta a.Pemeriksaanlaboratoriumdarah:hemoglobin,hemotokrit,trombosit,waktu  protombin, waktu pembekuan, waktu tromboplastin, parsial, kadar fibrinogen, dan elektrolit plasma  b. Cardiotokografi untuk menilai kesejahteraan janin. c. USG untuk menilai letak plasenta, usia gestasi dan keadaan janin.



I.



Penatalaksanaan Medis



Perdarahankehamilanmuda 1.Abortus 2. Kehamilan ektopik Penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal, antara lain kehamilan



dan



tampilan



klinis.



Sebagai



contoh,



penatalaksanaan



lokasi



kehamilan



tubaberbedadaripenatalaksanaankehamilanabdominal.Selainitu,perlu



14



dibedakan pula penatalaksanaan kehamilan ektopik yang belum terganggu dari kehamilan ektopik terganggu.Tentunya penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik yang belum terganggu berbeda dengan penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik terganggu yang menyebabkan syok. Seorang pasien yang terdiagnosis dengan kehamilan tuba dan masih dalam kondisi baik dan tenang, memiliki 3 pilihan, yaitu penatalaksanaan ekspektasi (expectant management), penatalaksanaan medis dan penatalaksanaanbedah. 1. PenatalaksanaanEkspektasi Penatalaksanaan ekspektasi didasarkan pada fakta bahwa sekitar 75% -hCG.  pasien dengan kehamilan ektopik akan mengalami penurunan kadar Pada  penatalaksanaan ekspektasi, kehamilan ektopik dini dengan kadar -hCG yang stabil atau cenderung turun diobservasi ketat. Oleh sebab itu, tidak semua pasiendengan kehamilan ektopik dapat menjalani penatalaksanaan seperti ini. Penatalaksanaan ekspektasi dibatasi pada -hCG yang keadaan-keadaanberikut: a. Kehamilan ektopik dengan kadarmenurun  b. Kehamilan tuba c. Tidak ada perdarahan intraabdominal atau rupture d. Diameter massa ektopik tidak melebihi 3.5 cm. Sumber -hCG awal harus kurang dari 1000 mIU/mL,lain menyebutkan bahwa kadar dan diameter massa ektopik tidak melebihi 3.0 cm. Dikatakan bahwa penatalaksanaan ekspektasi ini efektif pada 47-82% kehamilantuba. 2. PenatalaksanaanMedis a.



Methotrexate



Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi keganasan, termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate akan merusak sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik, methotrexate diharapkan dapat



merusak



sel-sel



trofoblassehinggamenyebabkanterminasikehamilantersebut.Sepertihalnya



15



dengan penatalaksanaan medis untuk kehamilan ektopik pada umumnya, kandidat-kandidat untuk terapi methotrexate harus stabil secara hemodinamis dengan fungsi ginjal, hepar dan profil darah yang normal. Harus diketahui pula bahwa terapi methotrexate maupun medis secara umum mempunyai angka kegagalan sebesar 5-10%, dan angka kegagalanmeningkat  pada usia gestasi di atas 6 minggu atau bila massa hasil konsepsi berdiameter lebih dari 4cm. Pasien harus diinformasikan bahwa bila terjadi kegagalan terapi medis,  pengulangan terapi diperlukan, dan pasien harus dipersiapkan untuk kemungkinan menjalani pembedahan.Selain itu, tanda-tanda kehamilan ektopik terganggu harus selalu diwaspadai.Bila hal tersebut terjadi, pasien harus sesegera mungkin menjalani pembedahan.Senggama dan konsumsi asam folat juga dilarang.



Tentunya methotrexate menyebabkan beberapa efek



samping yang harus diantisipasi, antara lain gangguan fungsi hepar, stomatitis, gastroenteritis dan depresi sumsum tulang. Beberapa prediktor keberhasilan terapi dengan methotrexate yang -hCG, progesteron, disebutkan dalam literatur antara lain kadar aktivitas jantung janin, ukuran massa hasil konsepsi dan ada/tidaknya cairan bebas dalam ronggaperitoneum.  Namun disebutkan dalam sumber -hCG-lah yang bermakna secara statistik. Untuk lain bahwa hanya kadar -hCG serial dibutuhkan. Pada memantau keberhasilan terapi, pemeriksaan harihari pertama setelah dimulainya pemberian methotrexate, 65-75% pasien akan mengalami nyeri abdomen yang diakibatkan pemisahan hasil konsepsi dari tempat implantasinya (separation pain), dan hematoma yang meregangkan dinding tuba. Nyeri ini dapat diatasi dengan analgetik -hCG umumnya tidak terdeteksi lagi dalam 14-21 hari nonsteroidal. setelah pemberianmethotrexate. Pada hari-hari pertama pula massa hasil konsepsi akan tampak membesarpadapencitraanultrasonografiakibatedemadanhematoma,sehingga  jangan dianggap sebagai kegagalan terapi. -hCG masih perlu diawasi setiap Setelah terapi berhasil, kadar minggunya hingga kadarnya di bawah 5mIU/mL. Methotrexate



dapat



diberikan



dalam



dosis



tunggal



maupun



dosis



multipel.Dosis



tunggalyangdiberikanadalah50mg/m2(intramuskular),sedangkandosis



16



multipel yang diberikan adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari  pertama, ke-3, 5, dan hari ke-7. Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam regimen pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg (intramuskular), dan diberikan pada hari ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi methotrexate dosis multipel tampaknya memberikan efek negatif pada patensi tuba



dibandingkan



dengan



terapi



methotrexate



dosis



tunggal



9.



Methotrexate dapat  pula diberikan melalui injeksi per laparoskopi tepat ke dalam massa hasil konsepsi. Terapi methotrexate dosis tunggal adalah modalitas terapeutik paling ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belumterganggu.



 b.



Actinomycin



 Neary dan Rose melaporkan bahwa pemberian actinomycin intravena selama 5 hari berhasil menterminasi



kehamilan



ektopik



pada



pasien-pasien



dengan



kegagalan



terapi



methotrexatesebelumnya. c. Larutan Glukosa Hiperosmolar Injeksi larutan glukosa hiperosmolar per laparoskopi juga merupakan alternatif terapi medis kehamilan tuba yang belum terganggu.Yeko dan kawan-kawan melaporkankeberhasilan injeksi larutan glukosa hiperosmolar dalam menterminasi kehamilan tuba.Namun pada umumnya injeksi methotrexate tetap lebih unggul.Selain itu, angka kegagalan dengan terapi injeksi larutan glukosa tersebut cukup tinggi, sehingga alternatif ini jarang digunakan. 3. PenatalaksanaanBedah 1) Salpingostomi Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang  berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii.Pada  prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil konsepsi, di perbatasan antimesenterik.Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati.Perdarahan yang terjadi umumnya



sedikit



dan



dapat



dikendalikan dengan elektrokauter.Insisikemudian



17



dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam.Prosedur



ini dapat



dilakukan dengan laparotomi maupun laparoskopi.Metode perlaparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk kehamilan tuba yang belum terganggu.Sebuah penelitian di Israel membandingkan



salpingostomi



perlaparoskopi



dengan



injeksi



methotrexate



per



laparoskopi.Durasi pembedahan pada grup salpingostomi lebih lama daripada durasi pembedahan pada grup methotrexate, namun grup salpingostomi menjalani masa rawat inap yang lebih singkat dan insidens aktivitas trofoblastik persisten pada grup ini lebih rendah.Meskipun



demikian



angka



keberhasilan



terminasi



kehamilan



tuba



dan



angkakehamilanintrauterinesetelahkehamilantubapadakeduagruptidak  berbeda secara bermakna. 2) Salpingotomi Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidakada perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba  pascaoperatif antara salpingostomi dan salpingotomi. 3) Salpingektomi Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum maupun yang sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi. Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikutini: a. kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu)  b. pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif c. terjadi kegagalan sterilisasi d. telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya e. pasien meminta dilakukan sterilisasi f. perdarahan berlanjut pasca salpingotomi g. kehamilan tuba berulang h. kehamilan heterotopik, dan massa gestasi berdiameter lebih dari 5cm.



18



Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan  pada kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada kehamilan pars interstitialis, sering kali dilakukan pula histerektomi untuk menghentikan perdarahan masif yang terjadi. Pada salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan massa hasil konsepsi diklem, digunting, dan kemudian sisanya (stump) diikat dengan jahitan ligasi. Arteria tuboovarika diligasi, sedangkan



arteria uteroovarika dipertahankan.Tuba yang direseksi dipisahkan dari



mesosalping. i. Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan menyemburkan cairan di bawah tekanan dengan alat aquadisektor



atau



spuit,



massa



hasil



konsepsi



dapat



terdorong



danlepasdariimplantasinya.Fimbraektomidikerjakanbilamassahasilkonsepsi  berdiameter



cukup besar



sehingga tidak



dapat



diekspulsi



dengan cairan



 bertekanan. b.Perdarahankehamilanlanjutan 1. PlasentaPrevia Menurut Wiknjosastro (2005), penatalaksanaan yang diberikan untuk penanganan  plasenta previa tergantung dari jenis plasenta previanya yaitu : a) Kaji kondisi fisik klien  b) Menganjurkan klien untuk tidak coitus c) Menganjurkan klien istirahat d) Mengobservasi perdarahan e) Memeriksa tanda vital



19



f) Memeriksa kadarHb g) Berikan cairan pengganti intravenaRL h) Berikanbetametasonuntukpematanganparubilaperludanbilafetusmasih  premature i) Lanjutkan terapi ekspektatif bila KU baik, janin hidup dan umurkehamilan



2. Solusioplasenta a. Harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas operasi .  b. Sebelum dirujuk , anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan menghadap kekiri,tidakmelakukansenggama,menghindaripeningkatantekananrongga  perut . c. PasanginfuscairanNaclfisiologi.Bilatidakmemungkinkan.berikancairan  peroral . d. Pantau tekanan darah & frekuensi nadi tiap 15 menit untuk mendeteksi adanya hipotensi / syk akibat perdarahan .pantau pula BJJ & pergerakan janin. e. Bila terdapat renjatan , segera lakukan resusitasi cairan dan tranfusi darah , bila tidakteratasi,upayakanpenyelamatanoptimal.bilateratsiperhatikankeadaan  janin . f. Setelah renjatan diatasi pertimbangkan seksio sesarea bila



janin



masih



hidup atau



persalinan pervaginam diperkirakan akan berlangsung lama .bila renjatan tidak dapat diatasi , upayakan tindakan penyelamatan optimal. g. Setelahsykteratasidanjaninmati,lihatpembukaan.bilalebihdari6cm  pecahkan ketuban lalu infus oksitosin . bila kurang dari 6 cm lakukan seksio sesarea. Bila tidak terdapat renjatan dan usia gestasi kurang dari 37 minggu / taksiran berat  janin kurang dari 2.500 gr .penganganan berdasarkan berat / ringannya penyakit J.



Komplikasi



20



a. Perdarahan kehamilanmuda 1. Abortus Komplikikasi utama dapat mencakup hemoragi, syok, renal failure (faal ginjal rusak), infeksi kadang-kadang sampai terjadi sepsis 2. Kehamilanektopik Komplikasi yang dapat terjadi yaitu :  pengobatan konservatif,Pada yaitu bila kehamilan ektopik terganggu telah lama  berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang, Ini merupakan indikasi operasi. b. Perdarahan kehamilanlanjutan 1. Plasenta Previa Pada ibu dapat terjadi perdarahan hingga syok akibat perdarahan, anemia karena  perdarahan.Plasentitis, dan endometritis pasca persalinan. Pad janin biasanya terjadi persalinan premature dan komplikasinya seperti asfiksiaberat. 2. Solusioplasenta 1. Langsung(immediate) • Perdarahan • Infeksi • emboli dan syokabtetric.  b. Tidak langsung (delayed) • couvelairuterus,sehingakontraksitakbaik,menyebabkanperdarahanpost  partum • hipofibrinogenamia dengan perdarahan postpartum. • nikrosiskorteksneralis,menyebabkananuriadanuremi 21



• kerusakan-kerusakan organ seperti hati,hipofisis.



c. Tergantungluasplasentayangterlepasdanlamanyasolusioplasenta  berlangsung. Komplikasi pada ibu ialah perdarahan, koalugopati konsumtif (kadar fibrinogen kurang dari 150 mg % dan produk degradasi fibrin meningkat), oliguria, gagal ginjal, gawat janin,



kelemahan



janin



dan



apopleksia



utero



plasenta



(uteruscouvelar).Bilajanindapatdiselamatkan,dapatterjadikomplikasiasfiksia,  berat badan lahir rendah da sindrom gagal nafas.



B. Perdarahan Pasca Persalinan A. Definisi Perdarahan pasca salin didefinisikan  kehilangan darah 500 cc dalam persalinan pervaginam atau 1000 cc dalam persalinan perabdominal. ( Ramanathan G, Arulkumaran S ,2006) Menurut waktu terjadinya dibagi menjadi dua: 1) Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum Haemorrhage, atau Perdarahan Postpartum Primer, atau Perdarahan Pasca Persalinan Segera). Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama. 2) Perdarahan masa nifas (perdarahan pasca salin kasep atau Perdarahan Persalinan Sekunder atauperdarahan pasca persalinan lambat). Perdarahan pasca persalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan pasca persalinan sekunder sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik (subinvolusio uteri), atau sisa plasenta yang tertinggal. B. EPIDEMIOLOGI 1. Insiden Angka kejadian perdarahan pasca salin setelah persalinan pervaginam yaitu 5-8 %. Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan yang berlebihan pada kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita hamil dilakukan untuk menggantikan darah yang hilang setelah persalinan.(Alan H, Decherney,2003) 2. Peningkatan angka kematian di Negara berkembang Di negara kurang berkembang merupakan penyebab utama dari kematian maternal. Hal ini disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang memadai, kurangnya layanan transfusi, kurangnya layanan operasi. C. Faktor-faktor yang mempengaruhi perdarahan pasca persalinan 1.Perdarahan pasca persalinan dan usia ibu Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pascapersalinan terutama perdarahan akan lebih besar. Perdarahan 22



pascapersalinan yang mengakibatkan kematian maternal pada wanita hamil yang melahirkan pada usia dibawah 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi daripada perdarahan pascapersalinan yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan pascapersalinan meningkat kembali setelah usia 30-35tahun. (Tsu VD,1993) 2.  Perdarahan pascapersalinan dan gravida Ibu-ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1 kali atau yang termasuk multigravida mempunyai risiko lebih tinggi terhadap terjadinya perdarahan pascapersalinan dibandingkan dengan ibu-ibu yang termasuk golongan primigravida (hamil pertama kali). Hal ini dikarenakan pada multigravida, fungsi reproduksi mengalami penurunan sehingga kemungkinan terjadinya perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar. (Tsu VD,1993) 3.  Perdarahan pasca persalinan dan paritas Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan pascapersalinan lebih tinggi. Pada paritas yang rendah (paritas satu), ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan yang pertama merupakan faktor penyebab ketidakmampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas..(Tsu VD,1993) 4.   Perdarahan pascapersalinan dan Antenatal Care Tujuan umum antenatal care adalah menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental ibu serta anak selama dalam kehamilan, persalinan dan nifas sehingga angka morbiditas dan mortalitas ibu serta anak dapat diturunkan. Pemeriksaan antenatal yang baik dan tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus risiko tinggi terutama perdarahan yang selalu mungkin terjadi setelah persalinan yang mengakibatkan kematian maternal dapat diturunkan. Hal ini disebabkan karena dengan adanya antenatal care tanda-tanda dini perdarahan yang berlebihan dapat dideteksi dan ditanggulangi dengan cepat. (Tsu VD,1993) 5.  Perdarahan pascapersalinan dan kadar hemoglobin Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilai hemoglobin dibawah nilai normal. Dikatakan anemia jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%. Perdarahan pascapersalinan mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500 ml atau lebih, dan jika hal ini terus dibiarkan tanpa adanya penanganan yang tepat dan akurat. D. ETIOLOGI Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan perdarahan pasca salin, faktor-faktor yang menyebabkan perdarahan pasca salin adalah atonia uteri, perlukaan jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta, kelainan, pembekuan darah. Secara garis besar dapat disimpulkan penyebab perdarahan post partum adalah 4 T: ( Mukherjee S, Arulkumaran S, 2009 ) 1. Tone Dimished : Atonia uteri Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum secara fisiologis di kontrol oleh kontraksi serat-serat miometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpasi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan penyebab utama perdarahan pasca salin. Disamping menyebabkan kematian, perdarahan pasca salin memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang. Perdarahan yang banyak bisa menyebabkan “ Sindroma Sheehan “ sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufiensi bagian tersebut dengan gejala : astenia, hipotensi, dengan anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenorea dan kehilangan fungsi laktasi. Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi : ·         Manipulasi uterus yang berlebihan ·         General anestesi (pada persalinan dengan operasi ) ·         Uterus yang teregang berlebihan ·         Kehamilan kembar 23



·         Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 – 5000 gram ) ·         polyhydramnion ·         Kehamilan lewat waktu ·         Partus lama ·         Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus ), ·         Anestesi yang dalam ·         Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia ), ·         Plasenta previa ·         Solutio plasenta 2. Tissue a. Retensio plasenta b. Sisa plasenta Retensio Plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi lahir. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta: 1.Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring. 2.Kelainan dari placenta dan sifat perlekatan placenta pada uterus. 3.Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktu dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus. Sebab-sebab terjadinya retensio plasenta ini adalah: 1. Plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena tumbuh melekat lebih dalam. Perdarahan tidak akan terjadi jika plasenta belum lepas sama sekali dan akan terjadi perdarahan jika lepas sebagian. Hal ini merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Menurut tingkat perlekatannya dibagi menjadi: a.Plasenta adhesiva, melekat pada endometrium, tidak sampai membran basal. b.Plasenta inkreta, vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua sampai ke miometrium. c.Plasenta akreta, menembus lebih dalam ke miometrium tetapi belum menembus serosa. d.Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim. 2.Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (plasenta inkarserata) Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah fundus naik dimana pada perabaan uterus terasa bulat dan keras, bagian tali pusat yang berada di luar lebih panjang dan terjadi perdarahan sekonyong-konyong. Cara memastikan lepasnya plasenta: 1.Kustner Tangan kanan menegangkan tali pusat, tangan kiri menekan di atas simfisis. Bila tali pusat tak tertarik masuk lagi berarti tali pusat telah lepas. 2.Strassman Tangan kanan menegangkan tali pusat, tangan kiri mengetuk-ngetuk fundus. Jika terasa getaran pada tali pusat, berarti tali pusat belum lepas. 3.Klein Ibu disuruh mengejan. Bila plasenta telah lepas, tali pusat yang berada diluar bertambah panjang dan tidak masuk lagi ketika ibu berhenti mengejan.Apabila plasenta belum lahir ½ jam-1 jam setelah bayi lahir, harus diusahakan untuk mengeluarkannya. Tindakan yang dapat dikerjakan adalah secara langsung dengan perasat Crede dan Brant Andrew dan secara langsung adalah dengan manual plasenta. Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta) merupakan penyebab umum terjadinya pendarahan lanjut dalam masa nifas (pendarahan pasca persalinan sekunder). Pendarahan pasca salin yang terjadi segera jarang disebabkan oleh retensi potongan-potongan kecil plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah persalinan bayi harus menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan. (Winkjosastro H dkk ,2002) Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta. (Winkjosastro H dkk ,2002)



24



3. Trauma Sekitar 20% kasus perdarahan postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir a. Ruptur uterus b.Robekan jalan lahir c. Inversio uterus Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya, dan persalinan dengan induksi oxytosin. Rupture uterus sering terjadi akibat jaringan parut section secarea sebelumnya.Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pasca persalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan  serviks atau vagina. Setelah persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan perineum. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum juga perlu dilakukan setelah persalinan. 1.      Robekan vulva Sebagai akibat persalinan, terutama pada seorang primipara, bisa timbul luka pada vulva di sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang bisa timbul perdarahan banyak, khususnya pada luka dekat klitoris. 2.      Robekan perineum Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar dari sirkumferensia suboksipitobregmatika atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal. Tingkatan robekan pada perineum: §  Tingkat 1: hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek §  Tingkat 2: dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang menghubungkan otot-otot diafragma urogenitalis pada garis tengah terluka. §  Tingkat 3: robekan total m. Spintcher ani externus dan kadang-kadang dinding depan rektum. Pada persalinan yang sulit, dapat pula terjadi kerusakan dan peregangan m. puborectalis kanan dan kiri serta hubungannya di garis tengah. Kejadian ini melemahkan diafragma pelvis dan menimbulkan predisposisi untuk terjadinya prolapsus uteri. 3.      Perlukaan vagina Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum jarang dijumpai. Kadang ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum. Robekan atas vagina terjadi sebagai akibat menjalarnya robekan serviks. Apabila ligamentum latum terbuka dan cabang-cabang arteri uterina terputus, dapat timbul perdarahan yang banyak. Apabila perdarahan tidak bisa diatasi, dilakukan laparotomi dan pembukaan ligamentum latum. Jika tidak berhasil maka dilakukan pengikatan arteri hipogastika. §  Kolpaporeksis Adalah robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina. Hal ini terjadi apabila pada persalinan yang disproporsi sefalopelvik terdapat regangan segmen bawah uterus dengan serviks uteri tidak terjepit antara kepala janin dengan tulang panggul, sehingga tarikan ke atas langsung ditampung oleh vagina. Jika tarikan ini melampaui kekuatan jaringan, terjadi robekan vagina pada batas antara bagian teratas dengan bagian yang lebih bawah dan yang terfiksasi pada jaringan sekitarnya. Kolpaporeksis juga bisa timbul apabila pada tindakan per vaginam dengan memasukkan tangan penolong ke dalam uterus terjadi kesalahan, dimana fundus uteri tidak ditahan oleh tangan luar untuk mencegah uterus naik ke atas. §  Fistula Fistula akibat pembedahan vaginal makin lama makin jarang karena tindakan vaginal yang sulit untuk melahirkan anak banyak diganti dengan seksio secarea. Fistula dapat terjadi mendadak karena perlukaan pada vagina yang menembus kandung kemih atau rektum, misalnya oleh perforator atau alat untuk dekapitasi, atau karena robekan serviks menjalar ke tempat menjalar ke tempat-tempat tersebut. Jika kandung kemih luka, urin segera keluar melalui vagina. Fistula dapat berupa fistula vesikovaginalis atau rektovaginalis. 4.      Robekan serviks Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri. Apabila ada robekan, serviks perlu ditarik keluar dengan beberapa cunam ovum, supaya batas antara robekan dapat dilihat dengan baik. Apabila serviks kaku dan his kuat, serviks uteri dapat mengalami tekanan kuat oleh kepala janin, sedangkan pembukaan tidak maju. Akibat tekanan kuat dan lama ialah pelepasan sebagian serviks atau pelepasan serviks secara sirkuler. Pelepasan ini dapat dihindarkan dengan seksio secarea jika diketahui bahwa ada distosia servikalis. (Winkjosastro H dkk ,2002) Inversio uteri dapat menyebabkan pendarahan pasca persalinan segera, akan tetapi kasus inversio uteri ini jarang sekali ditemukan. Pada inversio 25



uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Inversio uteri terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Inversio uteri bisa terjadi spontan atau sebagai akibat tindakan. Pada wanita dengan atonia uteri kenaikan tekanan intraabdominal dengan mendadak karena batuk atau meneran, dapat menyebabkan masuknya fundus ke dalam kavum uteri yang merupakan permulaan inversio uteri. Tindakan yang dapat menyebabkan inversio uteri adalah perasat Crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang belum lepas dari dinding uterus. Pada penderita dengan syok, perdarahan, dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai, pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak di atas serviks atau dalam vagina sehingga diagnosis inversio uteri dapat dibuat. Pada mioma uteri submukosum yang lahir dalam vagina terdapat pula tumor yang serupa, akan tetapi fundus uteri ditemukan dalam bentuk dan pada tempat biasa, sedang konsistensi mioma lebih keras daripada korpus uteri setelah persalinan. Selanjutnya jarang sekali mioma submukosum ditemukan pada persalinan cukup bulan atau hampir cukup bulan. (Winkjosastro H dkk ,2002) Walaupun inversio uteri kadang-kadang bisa terjadi tanpa gejala dengan penderita tetap dalam keadaan baik, namun umumnya kelainan tersebut menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian tinggi (15-70%). Reposisi secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita. (Winkjosastro H dkk ,2002) 4. Thrombin : Kelainan pembekuan darah Kegagalan pembekuan darah atau koagulopati dapat menjadi penyebab dan akibat perdarahan yang hebat. Gambaran klinisnya bervariasi mulai dari perdarahan hebat dengan atau tanpa komplikasi trombosis, sampai keadaan klinis yang stabil yang hanya terdeteksi oleh tes laboratorium. Setiap kelainan pembekuan, baik yang idiopatis maupun yang diperoleh, dapat merupakan penyulit yang berbahaya bagi kehamilan dan persalinan, seperti pada defisiensi faktor pembekuan, pembawa faktor hemofilik A (carrier), trombopatia, penyakit Von Willebrand, leukemia, trombopenia dan purpura trombositopenia. Dari semua itu yang terpenting dalam bidang obstetri dan ginekologi ialah purpura trombositopenik dan hipofibrinogenemia. a.       Purpura trombositopenik Penyakit ini dapat bersifat idiopatis dan sekunder. Yang terakhir disebabkan oleh keracunan obat-obat atau racun lainnya dan dapat pula menyertai anemia aplastik, anemia hemolitik yang diperoleh, eklampsia, hipofibrinogenemia karena solutio plasenta, infeksi, alergi dan radiasi. b.      Hipofibrinogenemia Adalah turunnya kadar fibrinogen dalam darah sampai melampaui batas tertentu, yakni 100 mg%, yang lazim disebut ambang bahaya (critical level). Dalam kehamilan kadar berbagai faktor pembekuan meningkat, termasuk kadar fibrinogen. Kadar fibribogen normal pada pria dan wanita rata-rata 300mg% (berkisar 200-400mg%), dan pada wanita hamil menjadi 450mg% (berkisar antara 300-600mg%). E. Hubungan Faktor Resiko dengan Pendarahan Pasca Partum 1)      Grande multipara Uterus yang telah melahirkan banyak anak cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala persalinan. Paritas tinggi merupakan salah satu faktor resiko terjadinya perdarahan postpartum. Hal ini disebabkan pada ibu dengan paritas tinggi yang mengalami persalinan cenderung terjadi atonia uteri. Atonia uteri pada ibu dengan paritas tinggi terjadi karena kondisi miometrium dan tonus ototnya sudah tidak baik lagi sehingga menimbulkan kegagalan kompresi pembuluh darah pada tempat implantasi plaseta yang akibatnya terjadi perdarahan postpartum. (Oktinikilah, 2009) 2)      Perpanjangan persalinan Bukan hanya rahim yang lelah cenderung berkontraksi lemah setelah melahirkan tetapi juga ibu yang kelelahan kurang mampu bertahan terhadap kehilangan darah.(Oktinikilah, 2009) 3)      Chorioamnionitis Chorioamnionitis merupakan infeksi selaput ketuban yang juga akan merusak selaput amnion sehingga bisa pula pecah. Penyebabnya adalah peningkatan tekana intracterine seperti pada kehamilan kembar dan polihidromion,trauma pada amniosintesis, hipermotilitas uterus dimana kontraksi otot uterus rahim menjadi meningkat, menekan selaput amnion. Semua hal tersebut dapat menyebabkan ketuban pecah dini. Pada ibu dengan ketuban pecah dini tetapi his (-) sehingga pembukaan akan terganggu dan terhambat sementara janin mudah kekeringan karena pecahnya selaput amnion tersebut, maka Janin harus segera untuk dilahirkan atau pengakhiran kehamilan harus segera dilakukan. Ketuban yang telah pecah dapat menyebabkan persalinan menjadi terganggu karena tidak ada untuk pelicin Jalan lahir. Sehingga persalinan menjadi kering ( dry labor). Akibatnya terjadi persalinan yang lama. (Iche Baretz, 2012) 4)      Hipertensi 26



Hipertensi atau tekanan darah tinggi terjadi ketika darah yang dipompakan oleh jantung mengalami peningkatan tekanan, hingga hal ini dapat membuat adanya tekanan dan merusak dinding arteri di pembuluh darah. Seseorang dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan darahnya di atas 140/90 mmHG (berarti 140 mmHg tekanan sistolik dan 90 mmHg tekanan diastolik). Hipertensi pada kehamilan banyak terjadi pada usia ibu hamil di bawah 20 tahun atau di atas 40, kehamilan dengan bayi kembar, atau terjadi pada ibu hamil dengan kehamilan pertama. 5)      Kehamilan multiple Uterus yang mengalami peregangan secara berlebihan akibat keadaan-keadaan seperti bayi besar, kehamilan kembar dan polihidramnion cenderung mempunyai daya kontraksi yang jelek. (Oktinikilah, 2009) 6)      Injeksi Magnesium sulfat dan Perpanjangan pemberian oxytocin Terjadi relaksasi miometrium yang berlebihan, kegagalan kontraksi serta retraksi, atonia uteri dan perdarahan post partum. Stimulasi dengan oksitoksin atau protaklandin dapat menyebabkan terjadinya inersia sekunder karena kelelahan pada otot-otot uterus( (Oktinikilah, 2009) F   Perdarahan Post Partum berdasar Penyebabnya a.    Perdarahan Postpartum akibat Atonia Uteri Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atoni uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum. Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar; persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim. Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan lembek. Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim. Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim. Adapun Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : Umur, Paritas, Partus lama dan partus terlantar, Obstetri operatif dan narkosa, Uterus terlalu regang dan besar misalnya pada gemelli, hidramnion atau janin besar, Kelainan pada uterus seperti mioma uterii, uterus couvelair pada solusio plasenta, Faktor sosio ekonomi yaitu malnutrisi. (Abdul Bari, dkk, 2008) b.    Perdarahan Pospartum akibat Retensio Plasenta Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir.  Penyebab retensio plasenta : 1)      Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya: a)      Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam. b)      Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium sampai ke miometrium c)      Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa. d)     Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding rahim. 2)      Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata). Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan. (Abdul Bari, dkk, 2008) c.       Perdarahan Postpartum akibat Subinvolusi Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi, dan keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab terumum 27



perdarahan pascapartum. Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu pascapartum. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen/ pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bentuk serosa, lalu ke bentuk lokia alba. Lokia bisa tetap dalam bentuk rubra, atau kembali ke bentuk rubra dalam beberapa hari pacapartum. Lokia yang tetap bertahan dalam bentuk rubra selama lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah perlu dicurigai terjadi kasus subinvolusi. Jumlah lokia bisa lebih banyak dari pada yang diperkirakan. Leukore, sakit punggung, dan lokia berbau menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi. Ibu bisa juga memiliki riwayat perdarahan yang tidak teratur, atau perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran. (Abdul Bari, dkk, 2008) d.      Perdarahan Postpartum akibat Inversio Uteri Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah. Pembagian inversio uteri : 1)   Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim. 2)   Inversio uteri sedang : Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina. 3)   Inversio uteri berat : Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina. Penyebab inversio uteri : 1)   Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk). 2)   Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim. Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri : 1)   Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya. 2)   Tarikan tali pusat yang berlebihan. Gejala klinis inversio uteri :Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagbila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis. Pemeriksaan dalam : 1)      Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam. 2)      Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik). (Abdul Bari, dkk, 2008)



e.       Perdarahan Postpartum Akibat Hematoma Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau perineum yang ekimotik. Hematoma yang kecil diatasi dengan es, analgesic dan pemantauan yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap kembali secara alami. (Dian Husada, 2011) f.       Perdarahan Postpartum akibat Laserasi /Robekan Jalan Lahir Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robelan servik atau vagina. 1)   Robekan Serviks Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan servik uteri 2)   Robekan Vagina Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih 28



sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum 3)   Robekan Perineum Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika 4)   Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat. (Dian Husada, 2011) C. Syok Hemoragik A. Pengertian Syok Hemoragik Syok hemoragik adalah suatu kondisi dimana perfusi jaringan menurun dan menyebabkan in adekuatnya hantaran oksigen dan nutrisi yang diperlukan sel. Keadaan apapun yang menyebabkan kurangnya oksigenasi sel, maka sel dan organ akan berada dalam keadaan syok.Ditingkat multiseluler syok lebih sulit untuk dijelaskan karena tidak semua jaringan dan organsecara klinis terganggu akibat kurangnya oksigen ini. Dekade terakhir ini para klinisi berusahamenjelaskan dan memonitor utilisasi oksigen tingkat intraseluler, yang bermanfaat secarafisiologis dalam menegakkan klinis dan pemeriksaan penunjang apa yang harus dilakukan.Ada 4 kelas syok, sebagai berikut: 1. Hipovolemik 2. Vasogenik (septik) 3. Kardiogenik 4. Obstuktif Hipovolemik syok sering dijumpai dalam klinis, secara etiologi adalah akibat hilangnya volumsirkulasi, misal: pasien luka tusuk dan trauma tumpul, perdarahan saluran cerna dan perdarahansaat kehamilan. Tubuh sebenarnya punya mekanisme kompensasi terhadap kehilangan ini dalam batas tertentu melalui mekanisme neuronal dan humoral. Dengan pengetahuan tatalaksana trauma terkini memungkinkan pasien bisa diselamatkan disaat mekanisme kompensasi tubuh tidak memadai. Syok hemoragik disebabkan kehilangan akut dari darah atau cairan tubuh. Jumlah darah yang hilang akibat trauma sulit diukur dengan tepat bahkan pada trauma tumpul sering diperkirakan terlalu rendah. Ingat bahwa: Sejumlah besar darah dapat terkumpul dalam rongga perut dan pleura. Perdarahan patah tulang paha (femur shaft) dapat mencapai 2 (dua) liter. Perdarahan patah tulang panggul (pelvis) dapat melebihi 2 liter Tindakan  utama dari syok hemoragik adalah mengontrol sumber perdarahan secepat mungkin dan penggantian cairan.  Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melalui transfuse massif.  Terdapat  banyak masalah terkait dengan transfuse masif, termasuk infeksi, imunologi, dan komplikasi fisiologis yang berhubungan dengan pengumpulan, pengujian, pemeliharaan, dan penyimpanan produk darah. Dokter harus menyadari komplikasi ini dan strategi untuk mencegah dan mengobatinya. Syok hemoragik merupakan komplikasi yang jarang namun serius, yang mungkin terjadi dalam situasi kandungan atau ginekologi banyak. Perdarahan merupakan penyebab utama kematian ibu di negara berkembang dunia. Kematian dan morbiditas sekunder untuk perdarahan menjadi kurang umum karena pengenalan dini dan intervensi dan meningkatkan ketersediaan rekomendasi resources. Ten medis untuk pengelolaan syok hemoragik adalah tercantum dalam teks berikut dan telah dinilai sesuai dengan tingkat bukti sebagaimana ditentukan oleh kriteria Kanada Task Force pada Pemeriksaan Kesehatan Berkala  Dengue Shock dalam kebidanan Perdarahan obstetrik sering akut, dramatis, dan meremehkan. B. Etiologi Syok Penyebab syok bervariasi, tetapi semua ditandai dengan perfusi jaringan inadekuat. Mekanisme patofisiologi dasar yang tejadi pada syok adalah: Vasokonstriksi atau vasodilatasi luas memperburuk tonus & resistensi vaskuler  perifer. Penurunan volume intravaskuler (hipovolemia) Cardiac output inadekuat Apapun jenis penyebab utama syok, respon tubuh pada umumnya sama. Syok dapat terjadi akibat berbagai keadaan yang dapat digolongkan sesuai empat mekanisme etiologi dasarnya : (1) mekanisme kardiogenik, (2) mekanisme obstruktif, (3) perubahan dalam volume sirkulasi, dan (4) perubahan dalam distribusi sirkulasi. 29



C. Manifestasi Klinis Secara umum manifestasi klinis syock yang muncul antara lain : pucat, bingung, coma tachicardy, Sianosis, Arithmia, gagal jantung kongestif, Berkeringat, takipneu, Perubahan suhu, Oedem paru, Gelisah, Disorientasi. Sedang manifestasi klinis lain yang dapat muncul 1. Menurunnya filtrasi glomerulus 2. Menurunnya urin out put 3. Meningkatnya keeping darah 4. Asidosis metabolic 5. Hyperglikemi Tubuh yang berusaha mempertahankan ke otak dan jantung perlu dibrikan pertolongan secepatnya. Terutama pada syok hipovelemik sedang dan berat. Kesadaran adalah tanda yang vital dari pasien dengan shock hipovelemik sehingga perlu dievaluasi dengan sebaik mungkin. Utamakan untuk memperbaiki sirkulasi terutama pada daerah otak dan jantung dan segera mungkin tangani penyebabnya agar shock tidak berkembang (worthley,2000). D. Tanda dan Gejala Sistem Kardiovaskuler Gangguan sirkulasi perifer – pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya pengisian vena perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah, Nadi cepat dan halus, Tekanan darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena adanya mekanisme kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi darah Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik, CVP rendah. Sistem Respirasi Pernapasan cepat dan dangkal. Sistem saraf pusat Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak sadar. Obat sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya pasien memang karena kesakitan. Sistem Saluran Cerna Bisa terjadi mual dan muntah. Sistem Saluran Kencing Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa adalah 60 ml/jam (1/5–1 ml/kg/jam). E. Tahapan Syok Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih). Tahap kompensasi adalah tahap awal syok saat tubuh masih mampu menjaga fungsi normalnya. Tanda atau gejala yang dapat ditemukan pada tahap awal seperti kulit pucat, peningkatan denyut nadi ringan, tekanan darah normal, gelisah, dan pengisian pembuluh darah  yang lama. Gejalagejala pada tahap ini sulit untuk dikenali karena biasanya individu yang mengalami syok terlihat normal. Tahap dekompensasi dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsi-fungsinya. Yang terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organorgan vital yaitu dengan mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai, dan perut dan mengutamakan aliran ke otak, jantung, dan paru. Tanda dan gejala yang dapat ditemukan diantaranya adalah rasa haus yang hebat, peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, kulit dingin, pucat, serta kesadaran yang mulai terganggu. Tahap ireversibel dimana kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki. Tahap ini terjadi jika tidak dilakukan pertolongan sesegera mungkin, maka aliran darah akan mengalir sangat lambat sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah dan denyut jantung. Mekanisme pertahanan tubuh akan mengutamakan aliran darah ke otak dan jantung sehingga aliran ke organ-organ seperti hati dan ginjal menurun. Hal ini yang menjadi penyebab rusaknya hati maupun ginjal. Walaupun dengan pengobatan yang baik sekalipun, kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki.



F. Stadium-Stadium Syok Syok memiliki beberapa stadium sebelum kondisi menjadi dekompensasi atau irreversible. Stadium 1 ANTICIPATION STAGE Gangguan sudah ada tetapi bersifat lokal. Parameter-paramater masih dalam batas normal. Biasanya masih cukup waktu untuk mendiagnosis dan 30



mengatasi kondisi. Stadium 2. PRE-SHOCK SLIDE Gangguan sudah bersifat sistemik. Parameter mulai bergerak dan mendekati batas atas atau batas bawah kisaran  normal. Sadium 3 COMPENSATED SHOCK Compensated shock bisa berangkat dengan tekanan darah yang normal rendah, suatu kondisi yang disebut “normotensive, cryptic shock”  Banyak klinisi gagal mengenali bagian dini dari stadium syok ini. Compensated shock memiliki arti khusus pada pasien DBD dan perlu dikenali dari tandatanda berikut: Capillary refill  time > 2 detik; penyempitan tekanan nadi, takikardia, takipnea, akral dingin. Stadium 4 DECOMPENSATED SHOCK, REVERSIBLE Di sini sudah terjadi hipotensi. Normotensi hanya bisa dipulihkan dengan cairan intravena dan/atau vasopresor Stadium 5 DECOMPENSATED IRREVERSIBLE SHOCK Kerusakan mikrovaskular dan organ sekarang menjadi menetap dan tak bisa diatasi. Langkah Pertama Menangani Shock Langkah pertoongan pertama menangani shock(Alexander R H, Proctor H J. Shock,1993). Posisi tubuh Posisi tubuh diletakkan berdasarkan letak luka, secara umum posisi penderita dibaringkan terlentang dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital. Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakan, penderita jangan digerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk menghindari terjadinya luka yang lebih parah atau untuk memberikan pertyolonga pertama seperti membebaskan jalan napas. Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau penderita tiidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh untuk memudahkan cairan keluar dari rongga mulut untuk menghindari sumbatan jalan napas oleh muntah atau darah. Penanganan yang sangat penting adalah meyakinkan bahwa saluran napas tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia. Penderita dengan luka dikepala dapat dibaringkang terlentang datar atau kepala agak ditinggikan. Tidak di benarkan posisi kepala lebih rendah dari bagian tubuh lainnya. Kalau masih ragu dengan posisi luka penderita, sebaiknya penderita dibaringkan dengan posisi terlentang datar. Pertahankan respirasi Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan bila ada sekresi atau muntah. Kalau perlu pasang alat bantu jalan napas. Berikan oksigen 6 liter/menit. Bila pernapasan tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup atau ETT. Pertahankan sirkulasi Segera pasang infus intravena, bisa lebih dari satu infus, pantau nadi, tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi urine dan CVP



D. Gangguan Pembekuan Darah Pada Kehamilan



A. Pengertian Gangguan pada faktor pembekuan darah (trombosit) adalah Pendarahan yang terjadi karena adanya kelainan pada proses pembekuan darah sang ibu, sehingga darah tetap mengalir. B. Etiologi Pada periode post partum awal, kelainan sistem koagulasi dan platelet biasanya tidak menyebabkan perdarahan yang banyak, hal ini bergantung pada kontraksi uterus untuk mencegah perdarahan. Deposit fibrin pada 31



tempat perlekatan plasenta dan penjendalan darah memiliki peran penting beberapa jam hingga beberapa hari setelah persalinan. Kelainan pada daerah ini dapat menyebabkan perdarahan post partun sekunder atau perdarahan eksaserbasi dari sebab lain, terutama trauma. Abnormalitas dapat muncul sebelum persalinan atau didapat saat persalinan. Trombositopenia dapat berhubungan dengan penyakit sebelumnya, seperti ITP atau sindroma HELLP sekunder, solusio plasenta, DIC atau sepsis. Abnormalitas platelet dapat saja terjadi, tetapi hal ini jarang. Sebagian besar merupakan penyakit sebelumnya, walaupun sering tak terdiagnosis. Abnormalitas sistem pembekuan yang muncul sebelum persalinan yang berupa hipofibrinogenemia familial, dapat saja terjadi, tetapi abnormalitas yang didapat biasanya yang menjadi masalah. Hal ini dapat berupa DIC yang berhubungan dengan solusio plasenta, sindroma HELLP, IUFD, emboli air ketuban dan sepsis. Kadar fibrinogen meningkat pada



saat hamil, sehingga kadar fibrinogen pada kisaran normal seperti pada wanita yang tidak hamil



harus mendapat perhatian. Selain itu, koagulopati dilusional dapat terjadi setelah  perdarahan post partum masif yang mendapat resusiatsi cairan kristaloid dan transfusi PRC. DIC, yaitu gangguan mekanisme pembekuan darah yang umumnya disebabkan oleh hipo atau afibrinigenemia atau pembekuan intravascular merata (Disseminated Intravaskular Coagulation) DIC juga dapat berkembang dari syok yang ditunjukkan oleh hipoperfusi jaringan, yang menyebabkan kerusakan dan pelepasan tromboplastin jaringan. Pada kasus ini terdapat  peningkatan kadar D-dimer dan penurunan fibrinogen yang tajam, serta pemanjangan waktu trombin (thrombin time).



32



C. Patofisiologi Kelainan koagulasi generalisata ini dianggap sebagai akibat dari lepasnya substansi  –  substansi serupa tromboplastin yang berasal dari produk konsepsi ke dalam sirkulasi darah ibu atau akibat aktivasi factor XII oleh endotoksin. Setelah itu mulailah serangkaian reaksi  berantai yang mengaktifkan mekanisme pembekuan darah, pembentukan dan pengendapan fibrin dan, sebagai konsekuensinya, aktivasi sistem fibrinolitik yang normalnya sebagai  proteksi. Gangguan patofisiologi yang kompleks ini menjadi suatu lingkaran setan yang muncul sebagai diathesis perdarahan klinis dengan berubah  –   ubahnya hasil rangkaian tes  pembekuan darah sehingga membingungkan.



a. Tanda dan gejala 1.



Perdarahan berlangsung terus



2.



Merembes dari tempat tusukan (Chapman, 2006)



b. Komplikasi Komplikasi-komplikasi obstetric yang diketahui berhubungan dengan DIC (Koagulasi Intravaskuler Diseminata) : 1.



Sepesi oleh kuman gram negative, terutama yang mneyertai dengan abortus septic



2.



Syok berat



3. Pemberian cairan hipertonik ke dalam uterus (Schward, 2000)



c. Diagnosis Umum Didapatkan pada semua parturient dengan HPP Primer :  Data Subyektif : Keluar darah bergumpal dari alat kemaluan  Inspeksi : Adanya pengeluaran darah > 400 cc, parturient tampak pucat, pada keadaan serius tampak tanda-tanda syok  Pada kehilangan darah lebih dari 25%, dijumpai TTV Tensi



: turun



 Nadi



: lemah dan cepat



RR



: meningkat



Suhu



: turun



33



Khusus DIC -



Perdarahan dari tempat lain, missal vagina, hidung, gusi, kulit, dll



-



Darah yang keluar sama sekali tidak ada gumpalan, walau sudah terkena udara Klausal PPP karenan gangguan darah baru dicurigai bila penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal yang sama pada persalinan sebelumnya. Akan ada tedensi mudah terjadi perdarahn setiap dilakukan penjahitan dan  perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan digusi, rongga hidung dan lain-lain. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasilpemeriksaan faal hemostatis yang abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi hipofibriogenemia dan terdeteksi adanya FDP ( fibrin degradation product) serta  perpanjangan tes protombin dan PTT ( PARTIAL THROMBOPLASTIN TIME) (Sarwono, 2008)



d. Pencegahan Klasifikasi



kehamilan



resiko



rendah



dan



resiko



tinggi



akan



memudahkan



 penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat  perawatan antenatal dan melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana yang sesuai dan jenjang rumah sakit rujukan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua kehamilan mempunyai resiko untuk terjadinya patologi persalinan, slah satunya adalah perdarahan  pascapersalinan. Antisipasi terhadap hal tersebut dapat dilakukan sebagai berikut: 1.



Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap penyakit kronis, anemia dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada dalam keadaan optimal.



2.



Mengenal faktor predisposisi PPP seperti multiparitas, anak beras, hamil kembar, hidroamnion, bekas seksio, ada riwayat PPP sebelumnya dan kehamilan resiko tinggi lainnya yang resikonya akan muncul saat persalinan



3.



Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lamaa



4.



Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan



5.



Kehamilan resiko rtendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan menghindari  persalinan dukun



6.



Mengesuai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi PPP dan mengadakan rujukan sebagaimana mestinya.



34



e. Pengobatan Pasien perlu dirawat bila secara klinis ada gangguan pembekuaan darah atau dari serangkaian



pemeriksaan



laboratorium



diperlihatkan



adanaya



kemunduran



fungsi



 pemebekuan darah secara progresif.



Nilai normal



Kehamilan



DIC



Hitung trombosit



Sama



Lebih rendah



Memendek



Memanjang



Memendek



Memanjang



Memendek



Memanjang



300-600 mg%



Menurun



 Negative



Dapat diukur



Sama



Menurun



Mungkin meningkat



menurun



150.000-400.000/mm3 Waktu protombin yang cepat 75-125% Waktu protomboplastin  parsial 30-45% Waktu thrombin 10-15 detik Pengukuran fibrinogen (atau titer) 200-400 mg% Produk-produk pecahan fibrin Pengukuran faktor V 75125% Pengukuran faktor VII 50-200% Tujuan utama pengobatan adalah menghilngkan sumber material serupa tromboplastin, tetapi evalusai produk konsepsi akan mendatangkan resiko perdarahan vaginal atau bedah. Dengan alasan inilah, proses pembekuaan normal harus dipulihkan lebih dahulu sebelum melakukan persalina operatif. 1.



Pemberian faktor-faktor pembekuan



35



2.



Menghambat proses patofisiologi dengan antikoagulasi heparin samapi faktor-faktor  pembekuan pulih kembali Cara pengobatan yang akan dipilih tergantung kepada ancaman jiwa pasien segera akibat  perdarahan yang aktif pada saat diagnosis ditegakkan atau akibat persalinan yang akan segera terjadi.



1.



Bila dicurigai ada perdarahan aktif dari uterus dari persalinan operatif, harus diberikan  pengobtan sebagai terjadi :



a.



Monitor tanda-tanda vital secara kontiyu termasuk pengukuran tekanan vena sentral dan mempertahankan produksi urin



 b.



Berikan oksigen melalui masker



c.



Mengatasi syok dengan segera adalah penting, bila memungkinkan dengan darah lengkap segar.



d.



Pemberian faktor-faktor pembekuan : pengobatan denga plasma beku segar lebih disukai daripada dengan preparat depot fibrinogen (pooled fibrinogen) komersial karena dapat memperkecil resiko penularan hepatitis, pengantian volume tambahan, serta tersediannya aneka macam faktor-faktor pembekuaan. Setiap liter plasma beku segar dapat diharapkan mengandung 2-3 g fibrinogen. Karena kira-kira diperlukan 2-6 g fibrinogen, bila hal tidak dapat disediakan dengan  perparat tersebut (baik karena tidak tersedia atau karena masalah-masalah hipervolema) dapat dipakai fibrinogen depot komersial. Masalah utama yang berkaitan dengan pengantian fibrinogen dengan menggunakan salah satu preparat tersebut di atas adlah waktu psruhnya yang singkat kalkau ada banyak trombhin dan timbunan fibrin intravaskuler lebih lanjut. Dengan alasan inilah,



preparat-preparat



tersebut hanya boleh digunakan untuk segera mengendalikan perdarahan sebelum persalina ndan pertama bila persalinan harus dilaksankan dengan operasi seksio sesaria. Dengan demikian prosedur pengobatan seperti di atas serta melakukan pengosongan uterus, biasanya akan terjadi perbaikan spontan pembekuan darahnya, sehingga tidak diperhatikan terapi lebih lanjut. 2.



Bila tidak ada perdarahan uterus dan persalinannya dapat ditunda (yaitu, sindrom janin mati yang tertinggal dalam uterus tetapi jelas tidak ada soluiso plasenta), tindakan sebagai berikut dilakukan :



a. Heparinisasi : 100 IU/kg setiap 4 jam, atau 600 IU/kg/24 jamdenga infuse kontiu Pemberian heparin dihentikan setelash terjadi perbaikan faktor-faktor pembekuan kedalam  batas normal, dan hanya dalam keadaan inilah persalina boleh dilaksanakan.



36



Terapi fibrinogen jarang dilakukan jika sekiranya diindikasikan pada pasien obstetric selalu karena DIC dan akan berhenti sendiri setelah pengobtan primer. Kita harus selalu ingat  bahwa keberadaan fibrinolisis merupakan suatu respons protektifterhadap koagulasi intravaskuler. (Schward, 2000) f. Penatalaksanaan Jika tes koagulasi darah menunjukkan hasil abnormal dari onset terjadinya perdarahan  post partum, perlu dipertimbangkan penyebab yang mendasari terjadinya perdarahan post  partum, seperti solutio plasenta, sindroma HELLP, fatty liver pada kehamilan, IUFD, emboli air ketuban dan septikemia. Ambil langkah spesifik untuk menangani penyebab yang mendasari dan kelainan hemostatik. Penanganan DIC identik dengan pasien yang mengalami koagulopati dilusional. Restorasi dan penanganan volume sirkulasi dan penggantian produk darah bersifat sangat esensial. Perlu saran dari ahli hematologi pada kasus transfusi masif dan koagulopati. Konsentrat trombosit yang diturunkan dari darah donor digunakan pada pasien dengan trombositopenia kecuali bila terdapat penghancuran trombosit dengan cepat. Satu unit trombosit biasanya menaikkan hitung trombosit sebesar 5.000  –   10.000/mm3. Dosis biasa sebesar kemasan 10 unit diberikan bila gejala-gejala perdarahan telah jelas atau bila hitung trombosit di bawah 20.000/mm3. transfusi trombosit diindakasikan bila hitung trombosit 10.000 –  



50.000/mm3, jika direncanakan suatu tindakan operasi, perdarahan aktif atau



diperkirakan diperlukan suatu transfusi yang masif. Transfusi ulang mungkin dibutuhkan karena masa paruh trombosit hanya 3  –  4 hari. Plasma segar yang dibekukan adalah sumber faktor-faktor pembekuan V, VII, IX, X dan fibrinogen yang paling baik. Pemberian plasma segar tidak diperlukan adanya kesesuaian donor, tetapi antibodi dalam plasma dapat bereaksi dengan sel-sel penerima. Bila ditemukan koagulopati, dan belum terdapat pemeriksaan laboratorium, plasma segar yang dibekukan harus dipakai secara empiris. Kriopresipitat, suatu sumber faktor-faktor pembekuan VIII, XII dan fibrinogen,



dipakai



dalam penanganan hemofilia A, hipofibrinogenemia dan penyakit von Willebrand. Kuantitas faktor-faktor ini tidak dapat diprediksi untuk terjadinya suatu pembekuan, serta bervariasi menurut keadaan klinis. DIC -



Uterotonika dosis adekuat



-



Tambahan fibrinogen langsung



-



Analisa factor bekuan darah 37



3.



Infeksi Maternal



A. Penyakit Menular seksual



Penyakit menular seksual, atau PMS adalah berbagai infeksi yang dapat menular dari satu orang ke orang yang lain melalui kontak seksual. Menurut the Centers for Disease Control (CDC) terdapat lebih dari 15 juta kasus PMS dilaporkan per tahun. Kelompok remaja dan dewasa muda (15- 24 tahun) adalah kelompok umur yang memiliki risiko paling tinggi untuk tertular PMS, 3 juta kasus baru tiap tahun adalah dari kelompok ini. Hampir seluruh PMS dapat diobati. Namun, bahkan PMS yang mudah diobati seperti gonore telah menjadi resisten terhadap berbagai antibiotik generasi lama. PMS lain, seperti herpes, AIDS, dan kutil kelamin, seluruhnya adalah PMS yang disebabkan oleh virus, tidak dapat disembuhkan. Beberapa dari infeksi tersebut sangat tidak mengenakkan, sementara yang lainnya bahkan dapat mematikan. Sifilis, AIDS, kutil kelamin, herpes, hepatitis, dan bahkan gonore seluruhnya sudah pernah dikenal sebagai penyebab kematian. Beberapa PMS dapat berlanjut pada  berbagai kondisi seperti Penyakit Radang Panggul (PRP), kanker serviks dan berbagai komplikasi kehamilan. Sehingga, pendidikan mengenai  penyakit ini dan upaya-upaya pencegahan penting untuk dilakukan. Penting untuk diperhatikan bahwa kontak seksual tidak hanya hubungan seksual melalui alat kelamin. Kontak seksual juga meliputi ciuman, kontak oral-genital, dan pemakaian “mainan seksual”, seperti vibrator. Sebetulnya, tidak ada kontak seksual yang dapat benar-benar disebut sebagai “seks aman” . Satu-satunya yang betul-betul “seks aman” adalah abstinensia. Hubungan seks dalam konteks hubungan monogamy di mana kedua individu bebas dari IMS juga dianggap “aman”. Kebanyakan orang menganggap berciuman sebagai aktifitas yang aman. Sayangnya, sifilis, herpes dan penyakit-penyakit lain dapat menular lewat aktifitas yang



38



nampaknya tidak berbahaya ini. Semua bentuk lain kontak seksual juga  berisiko. Kondom umumnya dianggap merupakan perlindungan terhadap IMS. Kondom sangat berguna dalam mencegah beberapa penyakit seperti HIV dan gonore. Namun kondom kurang efektif dalam mencegah herpes, trikomoniasis dan klamidia. Kondom memberi proteksi kecil terhadap  penularan HPV, yang merupakan penyebab kutil kelamin. MACAM-MACAM PMS 1) KLAMIDIA. klamidia adalah PMS yang sangat berbahaya dan biasanya menunjukkan gejala; 75% dari perempuan dan 25% dari pria yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala sama sekali. Adalah infeksi yang disebabkan oleh kuman Chlamydia trachomatis dan dapat diobati.







Cara Penularan: Hubungan seks vaginal dan anal. Kuman ini menyerang sel pada selaput lendir : a) Uretra, vagina, serviks dan endometrium. b) Saluran tuba fallopi. c) Anus dan rektum. d) Kelopak mata. e) Tenggorokan (insiden jarang).







Tanda dan Gejala: Sampai 75% kasus pada perempuan dan 25% kasus pada laki-laki tidak menunjukkan gejala. Gejala yang ada meliputi keputihan yang abnormal, dan rasa nyeri saat kencing baik   pada laki-laki maupun perempuan. Perempuan juga dapat mengalami rasa nyeri pada perut bagian bawah atau nyeri saat hubungan seksual, pada laki-laki mungkin akan mengalami  pembengkakan atau nyeri pada testis.







Pada perempuan, gejalanya bisa berupa :







Keluarnya cairan dari alat kelamin atau sering disebut keputihan encer 



•  berwarna kuning kecoklatan.



39







Rasa nyeri di rongga pinggul.







Pendarahan setelah hubungan seksual.







Sedangkan pada laki-laki, gejalanya bisa berupa :







Keluar cairan bening dari saluran kencing.







Rasa nyeri saat kencing.







Infeksi lebih lanjut dapat menyebabkan banyak cairan keluar dan



•  bercampur nanah. •



Pengobatan: Infeksi dapat diobati dengan antibiotik. Namun  pengobatan tersebut tidak dapat menghilangkan kerusakan yang timbul sebelum pengobatan dilakukan.







Pencegahan: Tidak melakukan hubungan seksual secara vaginal maupun anal dengan orang yang terinfeksi adalah satu-satunya cara  pencegahan yang 100% efektif. Kondom dapat mengurangi tetapi tidak dapat menghilangkan sama sekali risiko tertular penyakit ini.



2) GONORE Infeksi akut yang disebabkan bakteri neiserria gonorrhoe (gonococcus)  berbentuk menyerupai kacang buncis, hanya tumbuh pada membran yang lembab dan hangat, antara lain : anus dan genetalia. Penyebabnya adalah kuman Neisseria Gonorrhoea, disebut juga gonokokus, berbentuk diplokokus. •



Cara



penularan:



Infeksi



gonorrhoe



terjadi



melalui



kontak



fisik



(seksual)secara langsung tanpa pemakaian “pelindung” dan mengabaikan seks yang aman. Hubungan seks vaginal, anal dan oral. Kuman ini menyerang selaput lendir dari : 40



• • • • •







Vagina, saluran kencing dan daerah rahim/ leher rahim. Saluran tuba fallopi. Anus dan rektum. Kelopak mata. Tenggorokan.



Tanda dan Gejala: Walaupun beberapa kasus tidak menunjukkan gejala, jika gejala muncul, sering hanya ringan dan muncul dalam 2-10 hari setelah terpapar. Gejala-gejala meliputi discharge dari  penis, vagina, atau rektum dan rasa panas atau gatal saat buang air kecil Lelaki • • • •



Keluar cairan putih kekuning-kuningan melalui penis. Terasa panas dan nyeri pada waktu kencing. Sering buang air kecil. Terjadi pembengkakan pada pelir (testis).



Perempuan • •







Pengeluaran cairan vagina tidak seperti biasa. Panas dan nyeri saat kencing. Keluhan dan gejala terkadang  belum tampak meskipun sudah menular ke saluran tuba fallopi.



Pengobatan: Infeksi dapat disembuhkan dengan antibiotik.  Namun tidak dapat menghilangkan kerusakan yang timbul sebelum  pengobatan dilakukan.







Pencegahan: Tidak melakukan hubungan seksual baik vaginal, anal dan oral dengan orang yang terinfeksi adalah satu-satunya cara yang 100% efektif untuk pencegahan. Kondom dapat mengurangi tetapi tidak dapat menghilangkan sama sekali risiko penularan  penyakit ini.



3) HEPATITIS B (HBV) Memiliki masa inkubasi antara 45-160 hari dan mengenai pada seluruh usia. Gejala yang muncul meliputi: lelah, kerongkongan terasa pahit, sakit kepala, diare, nafsu makan menurun, oto pegal-pegal dan sakit perut,



41



demam tinggi serta vomitus.







Cara Penularan: Hubungan seks vaginal, oral dan khususnya anal; memakai jarum suntik bergantian; perlukaan kulit karena alat- alat medis dan kedokteran gigi; melalui transfusi darah.







Gejala: Sekitar sepertiga penderita HBV tidak menunjukkan gejala. Gejala yang muncul meliputi demam, sakit kepala, nyeri otot, lemah, kehilangan nafsu makan, muntah dan diare. Gejala- gejala yang ditimbulkan karena gangguan di hati meliputi air kencing berwarna gelap, nyeri perut, kulit menguning dan mata  pucat.







Pengobatan: Belum ada pengobatan. Kebanyakan infeksi bersih dengan sendirinya dalam 4-8 minggu. Beberapa orang menjadi terinfeksi secara kronis.







Pencegahan: Tidak melakukan hubungan seks dengan orang yang terinfeksi khususnya seks anal, di mana cairan tubuh, darah, air mani dan secret vagina paling mungkin dipertukarkan adalah satu- satunya cara pencegahan yang 100% efektif mencegah penularan virus hepatitis B melalui hubungan seks. Kondom dapat menurunkan risiko tetapi tidak dapat sama sekali menghilangkan risiko untuk tertular penyakit ini melalui hubungan seks. Hindari  pemakaian narkoba suntik dan memakai jarum suntik bergantian. Bicarakan dengan petugas kesehatan kewaspadaan yang harus diambil untuk mencegah penularan Hepatitis B, khususnya ketika akan menerima tranfusi produk darah atau darah. Vaksin sudah tersedia dan disarankan untuk orang-orang yang berisiko terkena infeksi Hepatitis B. Sebagai tambahan, vaksinasi Hepatitis B sudah



dilakukan



secara



rutin



pada



imunisasi



anak-anak sebagaimana



direkomendasikan oleh the American Academy of Pediatrics.



42



4) HERPES GENETAL (HSV-2) Adalah infeksi akut pada genetalia dengan gejala khas berupa vesikel. •



Cara Penularan: Herpes menyebar melalui kontak seksual antar kulit dengan bagian-bagian tubuh yang terinfeksi saat melakukan hubungan seks vaginal, anal atau oral. Virus sejenis dengan strain lain yaitu Herpes Simplex Tipe 1 (HSV-1) umumnya menular lewat kontak non-seksual dan umumnya menyebabkan luka di  bibir. Namun, HSV-1 dapat juga menular lewat hubungan seks oral dan dapat menyebabkan infeksi alat kelamin.







Tanda dan Gejala-gejala: Gejala-gejala biasanya sangat ringan dan mungkin meliputi rasa gatal atau terbakar; rasa nyeri di kaki,  pantat atau daerah kelamin; atau keputihan. Bintil-bintil berair atau luka terbuka yang terasa nyeri juga mungkin terjadi, biasanya di daerah kelamin, pantat, anus dan paha, walaupun dapat juga terjadi di bagian tubuh yang lain. Luka-luka tersebut akan sembuh dalam  beberapa minggu tetapi dapat muncul kembali.







Pengobatan: Belum ada pengobatan untuk penyakit ini. Obat anti virus biasanya efektif dalam mengurangi frekuensi dan durasi (lamanya) timbul gejala karena infeksi HSV-2.







Pencegahan: Tidak melakukan hubungan seks secara vaginal, anal dan oral dengan orang yang terinfeksi adalah satu-satunya cara  pencegahan yang 100% efektif mencegah penularan virus herpes genital melalui hubungan seks. Kondom dapat mengurangi risiko tetapi tidak dapat samasekali menghilangkan risiko tertular   penyakit ini melalui hubungan seks. Walaupun memakai kondom saat melakukan hubungan seks, masih ada kemungkinan untuk tertular penyakit ini yaitu melalui adanya luka di daerah kelamin.



5) HIV/AIDS



43



Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang hidup di dalam darah manusia, tidak dalam darah setiap orang tetapi hanya dalam darah seseorang yang terinfeksi. Meskipun begitu, siapa saja bisa terinfeksi, termasuk anda. HIV tidak membedakan usia, warna kulit, orientasi seksual, agama, kebangsaan ataupun faktor pembeda lainnya. Sekali saja HIV sudah berada dalam diri anda (artinya anda telah terinfeksi HIV), tidak ada yang bisa anda lakukan untuk mengeluarkannya. Tetapi ada  banyak cara agar anda bisa menghindarinya. HIV berkembang dari infeksi menjadi suatu penyakit yang mengancam jiwa manusia, yaitu Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), •



Cara Penularan: Hubungan seks vaginal, oral dan khususnya anal; darah atau produk darah yang terinfeksi; memakai jarum suntik bergantian pada pengguna narkoba; dan dari ibu yang terinfeksi kepada janin dalam kandungannya, saat persalinan, atau saat menyusui.







Gejala-gejala: Beberapa orang tidak mengalami gejala saat terinfeksi pertama kali. Sementara yang lainnya mengalami gejala- gejala seperti flu, termasuk demam, kehilangan nafsu makan, berat  badan turun, lemah dan pembengkakan saluran getah bening. Gejala-gejala tersebut biasanya menghilang dalam seminggu sampai sebulan, dan virus tetap ada dalam kondisi tidak aktif (domant) selama virus



tersebut



beberapa



tahun.



Namun,



secara terus menerus melemahkan sistem kekebalan,



menyebabkan orang yang terinfeksi semakin tidak dapat bertahan terhadap infeksi- infeksi oportunistik. •



Pengobatan: Belum ada pengobatan untuk infeksi ini. Obat-obat anti retroviral digunakan untuk memperpanjang hidup dan kesehatan orang yang terinfeksi. Obat-obat lain digunakan untuk melawan infeksi oportunistik yang juga diderita.



44







Pencegahan: Tidak melakukan hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi, khususnya hubungan seks anal, di mana cairan tubuh, darah, air mani atau secret vagina paling mungkin dipertukarkan, adalah satu-satunya cara yang 100% efektif untuk mencegah penularan HIV melalui hubungan seks. menurunkan



risiko



penularan



tetapi



tidak



Kondom



menghilangkan



sama



dapat sekali



kemungkinan penularan. Hindari pemakaian narkoba suntik dan saling berbagi jarum suntik. Diskusikan dengan petugas kesehatan tindakan kewaspadaan yang harus dilakukan untuk mencegah penularan



HIV,



terutama



saat



harus



menerima transfusi darah maupun produk darah. 6) HUMAN PAPILOMA VIRUS (HPV) • Cara Penularan: Hubungan seksual vaginal, anal atau oral. • Gejala-gejala: Tonjolan yang tidak sakit, kutil yang menyerupai  bunga kol tumbuh di dalam atau pada kelamin, anus dan tenggorokan. • Pengobatan: Tidak ada pengobatan untuk penyakit ini. Kutil dapat dihilangkan dengan cara-cara kimia, pembekuan, terapi laser atau bedah. • Pencegahan: Tidak melakukan hubungan seks secara vaginal, anal dan oral dengan orang yang terinfeksi adalah satu-satunya cara  pencegahan yang 100% efektif mencegah penularan. Kondom hampir tidak berfungsi sama sekali dalam mencegah penularan virus ini melalui hubungan seks. 7) SIFILIS Adalah penyakit yang disebabkan oleh Treponema Pallidum, bersifat kronik dan sistematik. Nama lain adalah Lues venereal atau raja singa.



45



• Cara Penularan: Cara penularan yang paling umum adalah hubungan seks vaginal, anal atau oral. Namun, penyakit ini juga dapat ditularkan melalui hubungan non-seksual jika ulkus atau lapisan mukosa yang disebabkan oleh sifilis kontak dengan lapisan kulit yang tidak utuh dengan orang yang tidak terinfeksi. •



Gejala-gejala: Pada fase awal, penyakit ini menimbulkan luka yang tidak terasa sakit atau "chancres" yang biasanya muncul di daerah kelamin tetapi dapat juga muncul di bagian tubuh yang lain,  jika tidak diobati penyakit akan berkembang ke fase berikutnya yang dapat meliputi adanya gejala ruam kulit, demam, luka pada tenggorokan, rambut rontok dan pembengkakan kelenjar di seluruh tubuh. Masa tanpa gejala berlangsung 3-4 minggu, kadang-kadang sampai 13 minggu. Kemudian timbul benjolan di sekitar alat kelamin. Kadang-kadang disertai pusing-pusing dan nyeri tulang seperti flu, yang akan hilang sendiri tanpa diobati. Ada bercak kemerahan pada tubuh sekitar 6-12 minggu setelah hubungan seks. Gejala ini akan hilang dengan sendirinya dan seringkali penderita tidak memperhatikan hal ini.



Selama 2-3 tahun pertama penyakit ini tidak menunjukkan gejala apa-apa, atau disebut masa laten. Setelah 5-10 tahun penyakit sifilis akan menyerang susunan syaraf otak, pembuluh darah dan jantung. Pada perempuan hamil sifilis dapat ditularkan kepada bayi yang dikandungnya dan bisa lahir dengan kerusakan kulit, hati, limpa dan keterbelakangan mental.



46







Pengobatan: Penyakit ini dapat diobati dengan penisilin; namun, kerusakan pada organ tubuh yang telah terjadi tidak dapat diperbaiki.



• Pencegahan: Tidak melakukan hubungan seks secara vaginal, anal dan oral dengan orang yang terinfeksi adalah satu-satunya cara  pencegahan yang 100% efektif mencegah penularan sifilis melalui hubungan seksual. Kondom dapat mengurangi tetapi menghilangkan risiko tertular



penyakit



ini



melalui



hubungan



seks. Masih ada kemungkinan



tertular sifilis walaupun memakai kondom yaitu melalui luka yang ada di daerah kelamin. Usaha untuk mencegah kontak non-seksual dengan luka, ruam atau lapisan  bermukosa karena adanya sifilis juga perlu dilakukan. 8) TRIKOMONIASIS Trikomoniasis adalah PMS yang disebabkan oleh parasitTricho monas vaginalis. •



Cara Penularan: Trikomoniasis menular melalui kontak seksual. Trichomonas vaginalis dapat bertahan hidup pada benda-benda seperti baju-baju yang dicuci, dan dapat menular dengan pinjam meminjam pakaian tersebut.







Gejala-gejala: Pada perempuan biasa terjadi keputihan yang  banyak, berbusa, dan berwarna kuning-hijau. Kesulitan atau rasa sakit pada saat buang air kecil dan atau saat berhubungan seksual  juga sering terjadi. Mungkin terdapat juga nyeri vagina dan gatal atau mungkin tidak ada gejala sama sekali. Pada laki-laki mungkin akan terjadi radang pada saluran kencing, kelenjar, atau kulup dan/atau luka pada penis, namun pada lakilaki umumnya tidak ada gejala.







Pengobatan: Penyakit ini dapat disembuhkan. Pasangan seks juga harus diobati.



47







Pencegahan: Tidak melakukan hubungan seks secara vaginal dengan orang yang terinfeksi adalah satu-satu cara pencegahan yang 100% efektif mencegah penularan trikomoniasis melalui hubungan seksual. Kondon dan berbagai metode penghalang sejenis yang lain dapat mengurangi tetapi tidak menghilangkan risiko untuk tertular penyakit ini melalui hubungan seks. Hindari untuk saling pinjam meminjam handuk atau pakaian dengan orang lain untuk mencegah penularan non-seksual dari penyakit ini.



B. Human Papolloma Virus A. Pengertian HPV



Human Papilloma Virus (HPV) adalah jenis virus yang cukup lazim. Jenis yang berbeda dapat menyebabkan kutil atau pertumbuhan sel yang tidak normal (displasia) dalam atau di sekitar leher rahim atau dubur yang dapat menyebabkan kanker leher rahim atau dubur. Kutilkutil ini pada umumnya tumbuh di permukaan kulit yang lembab dan di daerah sekitar alat kelamin sehingga disebut kutil kulit dan kutil kelamin. Infeksi HPV pada alat kelamin dapat disebarkan melalui hubungan seks, sedangkan penularan kutil kulit pada tangan atau kaki dapat terjadi tanpa hubungan seks (penularannya dapat melalui sentuhan atau penggunaan barang secara bersama). B. Klasifikasi HPV merupakan virus DNA dengan klasif ikasi



Familia : Papovaviridae Genus : Papillomavirus Spesies : Human Papillomavirus C. Morfologi



Papovavirus merupakan virus kecil ( diameter 45-55 nm ) yang mempunyai genom beruntai ganda yang sirkuler diliputi oleh kapsid (kapsid ini berperan pada tempat infeksi pada sel) yang 48



tidak berpembungkus menunjukkan bentuk simetri ikosahedral. Berkembang biak pada inti sel menyebabkan infeksi laten dan kronis pada pejamu alamiahnya dan dapat menyebabkan tumor  pada beberapa binatang (Contoh : Virus Papilloma manusia (kutil), Virus BK (diasingkan dari air kemih penderita yang mendapat obat-obat imunosupresif)).



49



Mekanisme infeksi virus diawali dengan protein menempel pada dinding sel dan mengekstraksi semua protein sel kemudian protein sel itu ditandai (berupa garis-garis)  berdasarkan polaritasnya. Jika polaritasnya sama denagn polaritas virus maka, dapat dikatakan  bahwa sel yang bersangkutan terinfeksi virus. Setelah itu, virus menginfeksikan materi genetiknya ke dalam sel yang dapat menyebabkan terjadinya mutasi gen jika materi genetik virus ini bertemu dengan materi genetik sel. Setelah terjadi mutasi, DNA virus akan bertambah banyak seiring pertambahan jumlah DNA sel yang sedang bereplikasi. Ini menyebabkan displasia (pertumbuhan sel yang tidak normal) jadi bertambah banyak dan tak terkendali sehingga menyebabkan kanker. “Papova” berasal dari tiga nama yang sering dipelajari ( Papilloma, Polyoma, Vacoulating ). Yang akan dibahas termasuk virus Papilloma yaitu yang menyebabkan tumor jinak dan ganas  pada banyak tipe mamalia. Virus ini merupakan salah satu dari virus DNA yang diketahui menyebabkan tumor alamiah pada tuan rumah aslinya. Virus Papilloma menyebabkan beberapa  jenis kutil yang berbeda pada manusia, meliputi kutil kulit, kondiloma genital/ kondiloma akuminata(KA) atau kutil kelamin/ atau genital wart (di masyarakat dikenal sebagai jengger ayam dengan masa inkubasi :1-6 bulan rata-rata 3 bulan, tampak benjolan seperti jengger ayam di sekitar kemaluan dan anus serta kebanyakan tanpa keluhan ), dan papilloma larings. Papillomavirus sangat tropik terhadap sel-sel epitel kulit dan membran mukosa. Tahaptahap dalam siklus replikasi virus tergantung pada faktor-faktor spesifik yang terdapat dalam status diferensiasi berikutnya dari sel epitel. Ketergantungan kuat replikasi virus pada status diferensiasi sel inang ini, meyebabkan sulitnya perkembangbiakan Papillomavirus in vitro. Dengan mikroskop elektron virus, HPV berbentuk ikosahedral dengan ukuran 55 nm, memiliki 72 kapsomer dan 2 protein kapsid,  yaitu L1 dan L2. Virus DNA ini dapat bersifat mutagen. Infeksi HPV telah dibuktikan menjadi penyebab lesi prakanker, kondiloma akuminatum, dan kanker. Terdapat 138 strain HPV yang sudah diidentifikasi, 30 di antaranya dapat ditularkan lewat hubungan seksual.



50



Ada lebih dari seratus virus yang dikenal sebagai virus papilloma manusia (human  papilloma virus/HPV). HPV dapat menyebabkan kanker leher rahim karena dapat membuat  pertumbuhan sel menjadi tidak normal (dengan cara virus masuk ke dalam inti sel di leher rahim dan mengubah bentuk sel sehingga sel menjadi mudah rapuh dan pertumbuhannya menjadi tidak  beraturan). Satu penelitian menemukan 11.000 perempuan terdeteksi HPV-positif di AS dan sekitar 4000 orang meninggal karenanya. HPV menular dengan mudah melalui hubungan seks. Diperkirakan 75 persen orang yang aktif secara seksual terutama berusia 15-49 tahun di AS mengalami sedikitnya satu jenis infeksi HPV. Virus ini terdiri dari puluhan genotype, dan dapat menyerang berbagai bagian tubuh seperti jari dan tangan, telapak kaki, wajah, genital. Tipe  Human papillomavirus cukup beragam. Dari 100 tipe HPV, hanya 30 di antaranya yang berisiko kanker serviks. Adapun tipe yang paling berisiko adalah HPV 16, 18, 31, dan 45. Sedangkan tipe 33, 35, 39, 51, 52, 56, 58, 59, dan 68 merupakan tipe berisiko sedang. Dan yang berisiko rendah adalah tipe 6,11, 26, 42, 43, 44, 53, 54, 55, dan 56. Dari tipe-tipe ini, HPV tipe 16 dan 18 merupakan  penyebab 70% kanker rahim yang terjadi, sedangkan HPV tipe 6 dan 11 merupakan penyebab 90% kandiloma akuminata jinak dan Papilloma laring pada anak-anak. Infeksi HPV memiliki keterkaitan dengan lebih dari 99% kasus kanker serviks di seluruh dunia. D. Penyakit Yang Ditimbulkan



Berbagai jenis HPV menyebabkan kutil umum pada tangan atau kaki. HPV juga dapat mengakibatkan masalah pada mulut atau pada lidah dan bibir. Beberapa jenis HPV dapat menyebabkan kutil kelamin pada penis, vagina dan dubur. Jenis HPV lain dapat menyebabkan  pertumbuhan sel yang tidak normal yang disebut displasia. Displasia dapat berkembang menjadi kanker dubur pada laki-laki dan perempuan, dan kanker leher rahim (cervical cancer) , atau kanker penis. Displasia di sekitar dubur disebut neoplasia intraepitelial anal (anal intraepithelial neoplasia/AIN). Epitel adalah lapisan sel yang meliputi organ atau menutupi permukaan tubuh yang terbuka. Neoplasia berarti perkembangan baru sel yang tidak normal. AIN adalah



51



 perkembangan sel baru yang tidak normal pada lapisan dubur. Displasia pada daerah leher rahim disebut neoplasia intraepitelial serviks (cervical intraepithelial neoplasia/CIN). Kondiloma genital dapat ditularkan melalui sentuhan dan hubungan seksual. Penyakit ini



dapat menyerang siapa saja, namun ada sebagian orang yang berisiko untuk terjangkit penyakit ini antara lain: orang yang sering kontak dengan air/bekerja di tempat basah (seperti tukang ikan, tukang daging, pemotong hewan), orang yang hiperhidrosis/ telapak tangan atau kakinya selalu  basah, anak-anak. Penyakit ini menular baik dengan kontak langsung maupun tidak langsung seperti pemakaian handuk dan baju yang bersamaan. Pada orang-orang yang berisiko terjangkit  penyakit ini dapat terjadi kekambuhan karena virus ini mudah hidup dan berkembang pada kulit yang sering terkena trauma dan selalu basah. Pada orang yang imunnocompromise atau daya tahan tubuh kurang baik atau buruk virus ini dapat berkembang cepat pada seluruh badan atau  bekembang menjadi keganasan kulit seperi kanker skuamosa. i. Kutil kulit Genital warts/ kutil kelamin Kanker serviks merupakan penyebab kematian akibat kanker yang terbesar setelah kanker



 payudara pada wanita di negara-negara berkembang, bahkan tiap tahunnya sekitar seperempat  juta wanita meninggal karena penyakit ini. Tidak hanya itu, kanker serviks juga berdampak pada sekitar setengah juta wanita tiap tahunnya dan 80% penderita kanker serviks hidup di negaranegara dengan pendapatan penduduk yang rendah atau sedang. Menurut penelitian yang dikemukakan oleh yayasan kanker Indonesia menyatakan bahwa tiap 1 jam, seorang wanita di Indonesia meninggal akibat kanker serviks. Peristiwa kanker serviks diawali dari normal serviks yang terinfeksi HPV dan menyebabkan timbulnya displasia sehingga menimbulkan kanker. Kanker Serviks cenderung muncul pada wanita usia 35-55 tahun (pada saat usia produktif). Namun dapat pula muncul pada perempuan  berusia lebih muda. Penyebab dari kanker ini adalah Human Papilloma Virus yaitu sejenis virus yang menyerang manusia dan berpotensi menyebabkan terjadinya komplikasi dan kemandulan. Serviks normal bentuknya lurus, sedangkan serviks yang terinfeksi bentuknya membesar, keluar karena berkutil. Inilah yang menyebabkan rasa sakit pada penderita kanker serviks saat 52



melakukan hubungan seks.



53



Beberapa faktor yang dapat mempermudah terinveksi virus HPV yaitu menikah atau memulai aktivitas seksual pada usia muda (kurang dari 18 tahun), berganti-ganti pasangan seks (pasangan wanita tersebut maupun pasangan suaminya), wanita melahirkan banyak anak (sering melahirkan), sering menderita infeksi di daerah rahim, dan wanita perokok yang mempunyai resiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Perlu diingat bahwa setiap perempuan beresiko untuk terinfeksi HPV walaupun setia pada satu pasangan. Pasangan yang terinfeksi akan menjadi sumber infeksi HPV bagi wanita lainnya. Ternyata walaupun kanker leher rahim adalah penyakit perempuan tetapi lelaki memiliki peran  penting di dalam penyebarannya. Lelaki yang pernah menikah dengan perempuan penderita kanker leher rahim otomatis bisa menularkan penyakit tersebut kepada perempuan lain melalui hubungan seksual. Maka disarankan pada kaum lelaki yang suka ”jajan” agar berhati-hati, sebab  bukan tidak mungkin ia menjadi media perantara penyakit kanker leher rahim ke istrinya sendiri. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah lesi (kutil) dapat membesar dan tumbuh bersama. Tetapi resiko terbesar dari HPV adalah kanker leher rahim atau bahkan kematian. Kanker leher rahim dapat dideteksi dengan menggunakan tes Pap sehingga pertumbuhan sel yang abnormal  pada leher rahim tersebut terdeteksi lebih awal dan dapat dilakukan konisasi (mengambil bagian sel yang berubah) sebelum ia berkembang menjadi kanker. B. Kanker serviks



Gejala awal kondisi pra-kanker umumnya ditandai dengan ditemukannya sel-sel abnormal serviks yang dapat ditemukan melalui tes Pap Smear. Sering kali kanker serviks tidak menimbulkan gejala. Namun bila sel-sel abnormal ini berkembang menjadi kanker serviks,  barulah muncul gejala-gejala sebagai berikut : 1. Pendarahan vagina yang tidak normal seperti : o Pendarahan di antara periode menstruasi yang regular o Pendarahan di luar waktu haid



54



o Periode menstruasi yang lebih lama dan lebih banyak dari biasanya



55



o Pendarahan setelah hubungan seksual atau pemeriksaan panggul o Pendarahan sesudah menopause o Kelainan pada vagina (keluarnya cairan kekuningan, berbau) 2. Rasa sakit saat berhubungan seksual 3. Rasa sakit/ nyeri pada pinggul dan kaki Bila mengalami salah satu gejala di atas, segeralah hubungi dokter! Kondisi di atas tidak selalu disebabkan oleh kanker serviks, tapi dapat merupakan tanda infeksi vagina yang perlu segera diobati. Beberapa peneliti menganggap bahwa tes Pap/ pap smear pada dubur dan leher rahim sebaiknya dilakukan setiap tahun untuk orang yang berisiko lebih tinggi: •



Orang yang menerima seks anal (penis masuk pada duburnya)







Perempuan yang pernah mengalami CIN







Siapa pun dengan kadar CD4 di bawah 500



 Namun peneliti lain menganggap pemeriksaan fisik dengan teliti dapat menemukan semua kasus kanker dubur yang ditemukan melalui tes Pap pada dubur.



b. Infeksi HPV



Infeksi HPV dapat terjadi saat hubungan seksual pertama, biasanya pada masa awal remaja dan dewasa. Prevalensi tertinggi (sekitar 20%) ditemukan pada wanita usia kurang dari 25 tahun. Pada wanita usia 25-55 tahun dan masih aktif berhubungan seksual berisiko terkena kanker serviks sekitar 5-10 persen. Meski fakta memperlihatkan, terjadi pengurangan risiko infeksi HPV seiring pertambahan usia, namun sebaliknya risiko infeksi menetap/persisten malah meningkat. Hal ini diduga karena seiring pertambahan usia terjadi perubahan anatomi (retraksi) dan histologi (metaplasia). Selama serviks matang melebihi masa reproduktif seorang wanita, maka 56



cervical ectropion digantikan melalui suatu proses squamous metaplasia, untuk membagi secara  bertingkat epitel skuamosa. Epitel skuamosa bertingkat ini diperkirakan lebih protektif pada  banyak orang melawan penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Selain itu, hasil imunitas dari paparan infeksi sebelumnya, juga diduga sebagai biang dibalik penurunan insiden tersebut. Infeksi HPV dapat mengakibatkan kanker serviks karena : Apoptosis (dari bahasa



Yunani apo = "dari" dan ptosis = "jatuh") adalah mekanisme biologi yang merupakan salah satu  jenis kematian sel terprogram. Apoptosis digunakan oleh organisme multisel untuk membuang sel yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh. Apoptosis berbeda dengan nekrosis. Apoptosis pada umumnya berlangsung seumur hidup dan bersifat menguntungkan bagi tubuh, sedangkan nekrosis adalah kematian sel yang disebabkan oleh kerusakan sel secara akut. Contoh nyata dari keuntungan apoptosis adalah pemisahan jari pada embrio. Apoptosis yang dialami oleh sel-sel yang terletak di antara jari menyebabkan masing-masing  jari menjadi terpisah satu sama lain. Apoptosis dapat terjadi misalnya ketika sel mengalami kerusakan yang sudah tidak dapat diperbaiki lagi. Keputusan untuk melakukan apoptosis berasal dari sel itu sendiri, dari jaringan yang mengelilinginya, atau dari sel yang berasal dari sistem imun. Bila sel kehilangan kemampuan untuk melakukan apoptosis (misalnya karena mutasi), atau bila inisiatif untuk melakukan apoptosis dihambat (oleh virus), sel yang rusak dapat terus membelah tanpa terbatas, yang akhirnya menjadi kanker. Sebagai contoh, salah satu hal yang dilakukan oleh virus papilloma manusia (HPV) saat melakukan pembajakan sistem genetik sel adalah menggunakan gen E6 yang mendegradasi  protein p53. Padahal protein p53 berperan sangat penting pada mekanisme apoptosis. Oleh karena itu HPV dapat menyebabkan kanker serviks. c. Penyebaran HPV



Penyebaran HPV dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : letak geografis, genetik, status sosial ekonomi rendah, nutrisi, sistem imun alami, banyak pasangan seks, usia, dan rokok (nikotin). Tipe yang paling umum dijumpai justru yang paling berbahaya, yakni 16 dan 18. Tipe 16 biasa ditemukan di wilayah seperti Eropa, Amerika Serikat, dan wilayah lainnya. Sementara 57



tipe 18 lebih banyak ditemukan di Asia.



58



d. Penularan HPV



HPV tidak hanya tertular melalui pertukaran cairan tubuh (terutama malalui hubungan seks,  pertukaran jarum suntik untuk digunakan bersama,dll) tetapi juga lewat penggunaan barang secara bersama (handuk, sprei, dll), sentuhan (apabila ada kutil di badan), melalui ciuman (bila HPV sudah menyebabkan gangguan pada mulut), serta kurangnya kesadaran untuk menjaga kebersihan tubuh (terutama daerah sekitar organ kelamin). Oleh karenanya bukan tidak mungkin seseorang terinfeksi HPV jauh sebelum ia melakukan hubungan seks pertamakalinya. Namun pada umumnya penularan HPV terjadi melalui kontak seksual (umur 15 hingga 49 tahun), tetapi tidak seorang dokter pun dapat memperkirakan kapan infeksi itu terjadi. Kebanyakan infeksi HPV juga dapat mengalami remisi setelah beberapa tahun. Beberapa di antaranya bahkan akan menetap dengan atau tanpa menyebabkan abnormalitas pada sel. Untuk menemukan HPV, dokter mencari displasia atau kutil kelamin. Oleh karenanya jika tampak adanya kutil maka segeralah memeriksakan diri sehingga dokter dapat memeriksanya sedangkan perubahan pada leher rahim dapat diperiksa atau diketahui dengan melakukan tes Pap. Walaupun Pap smear dapat menyembuhkan kanker rahim, tidak berarti bahwa seseorang dapat terbebas begitu saja. Orang yang pernah terinfeksi HPV harus rutin melakukan Pap smear karena virus ini dapat sewaktu-waktu kembali tanpa disadari.



e. Gejala HPV



HPV bukan jenis virus baru namun, banyak orang tidak menyadarinya karena virus ini jika menjangkiti manusia tidak manimbulkan gejala dan tidak menyebabkan masalah kesehatan yang serius sampai infeksi virusnya menjadi parah. Setiap saat HPV dapat menginfeksi tanpa menunjukkan gejala. HPV tidak seperti virus lainnya yang menunjukkan gejala fisik menurun apabila terjangkit virus ini tetapi seseorang baik pria maupun wanita dapat terkena HPV  bertahun-tahun sebelum ia menyadarinya.



59



Tanda-tanda terserang HPV sering hanya ditunjukkan oleh tumbuhnya kutil. Kutil yang tumbuh mungkin berwarna merah muda, putih, abu-abu ataupun coklat. Awalnya hanya berupa  bintil-bintil kecil yang kemudian bersatu membentuk kutil yang lebih besar. Semakin lama kutil dapat menjadi semakin besar. Pertumbuhan kutil akan semakin besar dan banyak jika tumbuh di kulit lembab akibat kebersihan kulit kurang dijaga. Kutil-kutil ini dapat menyebabkan rasa sakit dan gatal sehingga membuat tidak nyaman dan sering kali baru disadari keberadaannya saat jumlahnya sudah bertambah banyak dan besar. Kutil dapat bertumbuh dengan cepat segera setelah terinfeksi atau pun beberapa bulan bahkan  beberapa tahun setelah terinfeksi HPV, dan bahkan tidak pernah tumbuh sampai dinyatakan kita terinfeksi HPV (atau sampai kita menyadari bahwa kita terinfeksi HPV). Oleh karenanya, untuk menjaga segala sesuatu yang tidak diinginkan maka dianjurkan untuk rutin melakukan Pap smear/ tes Pap minimal setahun sekali bagi wanita di atas usia 21 tahun. Umumnya dokter dapat menentukan apakah kita mempunyai kutil kelamin dengan melihatnya. Kadang kala alat yang disebut anoskop dipakai untuk memeriksa daerah dubur. Jika perlu, contoh kutil dipotong dan diperiksa diperiksa dengan mikroskop (biopsi) . HPV yang menyebabkan kutil kelamin tidak sama dengan virus yang menyebabkan kanker. Tetapi jika kita mempunyai kutil, maka kita mungkin terinfeksi jenis HPV lain yang dapat menyebabkan kanker. i.



Gejala fisik yang terlihat pada wanita :



 Kutil pada organ kelamin, dubur/anus atau pada permukaan vagina  Pendarahan yang tidak normal  Vagina menjadi gatal, panas atau sakit ii.



Gejala fisik yang terlihat pada pria :



 Kutil pada penis, anus atau skrotum  Kutil pada uretra (mungkin terjadi penurunan jumlah urin)



60



C. Infeksi Traktus Genitalis



A.



DEFINISI Radang atau infeksi pada alat-alat genetal dapat timbul secara akut dengan akibat meninggalnya penderita atau penyakit bisa sembuh sama sekali tanpa bekas atau dapat meninggalkan bekas seperti penutupan lumen tuba. Penyakit ini bisa juga menahun atau dari permulaan sudah menahun. Salah satu dari infeksi tersebut adalah pelviksitis, serviksitis, adneksitis dan salpingitis.Infeksi nifas adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia, terjadi sesudah melahirkan, ditandai kenaikan suhu sampai 38 derajat selsius atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan.



B.



MACAM-MACAM INFEKS TRAKTUS GENETALIA 1. Servisitis a.



Pengertian Servisitis Servisitis merupakan infeksi pada serviks uteri. Infeksi uteri sering terjadi karena luka kecil bekas persalinan yang tidak dirawat dan infeksi karena hubungan seks. Servisitis yang akut sering dijumpai pada sebagian besar wanita yang pernah melahirkan. Servisitis ialah radang dari selaput lendir canalis cervicalis. Karena epitel selaput lendir cervicalis hanya terdiri dari satu lapisan sel silindris maka mudah terkena infeksi dibandingkan dengan selaput lendir vagina.



b.



Etiologi Servisitis disebabkan oleh kuman-kuman seperti : trikomonas vaginalis, kandida dan mikoplasma atau mikroorganisme aerob dan anaerob endogen vagina seperti streptococcus, enterococus, e.coli, dan stapilococus . Dapat juga disebabkan oleh robekan serviks terutama yang menyebabkan ectropion, alatalat atau alat kontrasepsi, tindakan intrauterine seperti dilatasi, dan lain-lain. 2)



mungkin terjadi kontak berdarah (saat hubungan seks terjadi perdarahan)



3)



pada pemeriksaan terdapat perlukaan serviks yang berwarna merah



4)



pada umur diatas 40 tahun perlu waspada terhadap keganasan serviks.



c. patofisiologi Proses inflamasi atau peradangan merupakan bagian dari respons imun untuk melawan agen penyebab infeksi atau zat berbahaya yang masuk ke dalam tubuh. Proses ini melibatkan sel leukosit dan produk darah lain seperti protein plasma. Migrasi sel leukosit ke tempat inflamasi diikuti dengan vasodilatasi



pembuluh darah serta peningkatan aliran



darah.Aktivasi proses inflamasi dimulai ketika reseptor yang berada di sel imun mendeteksi molekul patogen yang diikuti dengan produksi mediator inflamasi seperti sitokin Interferon (IFN)-tipe I. Setelah respon imun alamiah muncul, tubuh akan membentuk respon imun adaptif yang lebih spesifik dengan melibatkan sel limfosit T dan sel limfosit B. Berdasarkan jenis antigennya, limfosit T yang naif akan berubah menjadi sel limfosit T helper (Th)-1,2 dan 17 atau sel limfosit T sitotoksik. Sedangkan sel limfosit B akan membentuk antibodi yang dapat melawan patogen atau zat berbahaya tersebut.Proses inflamasi akan mereda setelah patogen atau zat berbahaya hilang. Namun, bila stimulus menetap, proses inflamasi akan terjadi terus-menerus dan bersifat kronis. d. Penatalaksanaan 61



Kauterisasi radial. Jaringan yang meradang dalam dua mingguan diganti dengan jaringan sehat. Jika laserasi serviks agak luas perlu dilakukan trakhelorania. Pinggir sobekan dan endoserviks diangkat, lalu luka baru dijahit. Jika robekan dan infeksi sangat luas perlu dilakukan amputasi serviks e. Faktor Resiko Beberapa faktor yang mempengaruhi insiden kanker serviks yaitu: a



Hygiene dan sirkumsisi



b



Status sosial ekonomi



c



Pola seksual



d



Terpajan virus terutama virus HIV



e



Merokok



f. Pencegahan terhadap kanker serviks dapat dilakukan dengan program skrinning dan pemberian vaksinasi. Di negara maju, kasus kanker jenis ini sudah mulai menurun berkat adanya program deteksi dini melalui pap smear. Vaksin HPV akan diberikan pada perempuan usia 10 hingga 55 tahun melalui suntikan sebanyak tiga kali, yaitu pada bulan ke nol, satu, dan enam(Sarwono, 2012) g. Komplikasi 1)



Radang pinggul



2)



Infertilitas



3)



Kehamilan ektopik



4)



Nyeri panggul kronik



2. Adnexitis a.



Pengertian adnexitis Adnexitis adalah radang pada tuba fallopi dan ovarium yang biasanya terjadi bersamaan.Adnexitis adalah suatu radang pada tuba fallopi dan radang ovarium yang biasanya terjadi bersamaan. Radang ini kebanyakan akibat infeksi yang menjalar keatas dari uterus, walaupun infeksi ini bisa datang dari tempat ekstra vaginal lewat jalan darah atau menjalar dari jaringan sekitarnya.Adnex tumor ini dapat berupa pyosalpinx atau hidrosalpinx karena perisalpingitis dapat terjadi pelekatan dengan alat alat disekitarnya.



D. Infeksi Pasca Partum



Pengertian Infeksi Nifas atau Postpartum Infeksi postpartum adalah infeksi bakteri pada traktus genetalia yang terjadi setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu



hingga 38 C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan dengan mengecualikan 24 jam pertama.



2. Periode Nifas atau Postpartum a. Periode Immediate postpartum : terjadi dalam 24 jam pertama setelah melahirkan. b. Periode Early postpartum : terjadi setelah 24 jam postpartum sampai akhir minggu pertama sesudah melahirkan, dimana resiko sering terjadi pada ibu postpartum, hampir seluruh sistem tubuh mengalami perubahan secara drastic. 62



c. Periode late postpartum : terjadi mulai minggu kedua sampai minggu keenam sesudah melahirkan, dan terjadi perubahan secara bertahap.



3. Adaptasi Fisiologis Postpartum Akhir dari persalinan, hampir seluruh sistem tubuh mengalami perubahan secara progresif. Semua perubahan pada ibu postpartum perlu dimonitor oleh perawat, untuk menghindari terjadinya komplikasi. Perubahan-perubahan tersebut adalah sebagai berikut : a. Sistem Respirasi Penggunaan obat-obat anesthesia umum selama proses pembedahan menyebabkan perubahan kecepatan frekuensi, kedalaman dan pola respirasi. Setelah operasi mungkin terjadi penumpukan secret pada jalan nafas yang menyebabkan perubahan pola nafas, juga suara tambahan berupa rales. Hal ini tidak ditemukan pada anesthesia spinal. Sedangkan peningkatan respirasi mungkin terjadi sebagai respon klien terhadap adanya nyeri. b. Sistem Cardiovaskuler Selama



masa kehamilan



dan



persalinan



sistem cardiovaskuler banyak mengalami perubahan antara lain :



1) Cardiak Output Penurunan cardiac output menyebabkan bradikardi (50-70x/menit) pada hari pertama setelah persalinan. Bila frekuensi denyut nadi cepat mengindikasikan adanya perdarahan, kecemasan, kelelahan, infeksi penyakit jantung, dapat terjadi hipotensi orthostatik dengan penurunan tekanan systolic kurang lebih 20 mmHg yang merupakan kompensasi pertahanan tubuh untuk menurunkan resistensi vaskuler sebagai akibat peningkatan tekanan vena. Biasanya ini terjadi beberapa saat setelah persalinan, dan saat pertama kali melakukan mobilisasi (ambulasi). Bila terjadi penurunan secara drastic merupakan indikasi terjadinya perdarahan uteri. 2) Volume dan Konsentrasi Darah Pada 72 jam pertama setelah persalinan banyak kehilangan plasma dari pada sel darah. Selama persalinan erithropoesis meningkat menyebabkan kadar hemoglobin menurun dan nilainya akan kembali stabil pada hari keempat postpartum. Jumlah leukosit meningkat pada early postpartum hingga nilainya mencapai 30.000/mm3 tanpa adanya infeksi. Apabila peningkatan lebih dari 30 % dalam 6 jam pertama, maka hal ini mengindikasikan adanya infeksi. Jumlah darah yang hilang selam persalinan sekitar 400-500 ml. Pada klien postpartum dengan seksio sesarea kehilangan darah biasanya lebih banyak dibanding persalinan normal (600-800 cc). c. Sistem Gastrointestinal Pada klien dengan postpartum seksio sesarea biasanya mengalami penurunan



tonus otot



dan



motilitas



traktus gastrointestinal dalam beberapa waktu. Pemulihan kontraksi dan motilitas otot tergantung atau dipengaruhi oleh penggunaan analgetik dan anesthesia yang digunakan, serta mobilitas klien. Sehingga berpengaruh pada pengosongan usus. Secara spontan mungkin terhambat hingga 2-3 hari. Selain itu klien akan merasa pahit pada mulut karena dipuasakan atau merasa mual karena pengaruh anesthesia umum. Sebagai akibatnya klien akan mengalami gangguan pemenuhan asupan nutrisi serta gangguan eliminasi BAB. Klien dengan spinal anesthesia tidak perlu puasa sebelumnya. d. Sistem Reproduksi 1)Payudara Setelah persalinan behubung lepasnya plasenta dan berkurangnya fungsi korpus luteum, maka estrogen dan progesterone berkurang, prolaktin akan meningkat dalam darah yang merangsang sel-sel acini untuk memproduksi ASI. Keadaan payudara pada dua hari pertama postpartum sama dengan keadaan dalam masa kehamilan. Pada hari ketiga dan keempat buah dada membesar, keras dan nyeri ditandai dengan sekresi air susu sehingga akan terjadi proses laktasi. Laktasi merupakan suatu masa dimana terjadi perubahan pada payudara ibu, sehingga mampu memproduksi ASI dan merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks antara rangsangan mekanik, saraf dan berbagai macam hormon sehingga ASI dapat keluar. 2)Involusi Uterus Segera setelah plasenta lahir, uterus mengalami kontraksi dan retraksi ototnya akan menjadi keras sehingga dapat menutup/menjepit pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas inplantasi plasenta. Proses involusi uterus terjadi secara 63



progressive dan teratur yaitu 1-2 cm setiap hari dari 24 jam pertama postpartum sampai akhir minggu pertama saat tinggi fundus sejajar dengan tulang pubis. Pada minggu keenam uterus kembali normal seperti keadaan sebelum hamil kurang lebih 50-60 gram. Pada seksio sesarea fundus uterus dapat diraba pada pinggir perut. Rasa tidak nyaman karena kontraksi uterus bertambah dengan rasa nyeri akibat luka sayat pada uterus terjadi setelah klien sadar dari narkose dari 24 jam post operasi. 3)Endometrium Dalam dua hari postpartum desidua yang tertinggal dan berdiferensiasi menjadi 2 lapisan, lapisan superficial menjadi nekrotik dan terkelupas bersama lochea. Sedangkan lapisan basah yang bersebelahan dengan miometrium yang berisi kelenjar tetap utuh dan merupakan sumber pembentukan endometrium baru. Proses regenerasi endometrium berlangsung cepat. Seluruhnya endometrium pulih kembali dalam minggu kedua dan ketiga. 4)Cerviks, Vagina, Vulva, Perineum Pada persalinan dengan seksio sesarea tidak terdapat peregangan pada serviks dan vagina kecuali bila sebelumnya dilakukan partus percobaan serviks akan mengalami peregangan dan kembali normal sama seperti postpartum normal. Pada klien dengan seksio sesarea keadaan perineum utuh tanpa luka. 5)Lochea Lochea adalah secret yang berasal dari dalam rahim terutama luka bekas inplantasi plasenta yang keluar melalui vagina. Lochea merupakan pembersihan uterus setelah melahirkan yang secara mikroskopik terdiri dari eritrosit, kelupasan desidua, selsel epitel dan bakteri yang dikeluarkan pada awal masa nifas. Lochea dibagi berdasarkan warna dan kandungannya yaitu : a)Lochea Rubra Keluar pada hari pertama sampai hari ketiga postpartum. Warna merah terdiri dari darah, sel-sel desidua, vernik caseosa, rambut lanugo, sisa mekonium dan sisa-sisa selaput ketuban. b)Lochea Serosa Mengandung sel darah tua, serum, leukosit dan sisa-sisa jaringan dengan warna kuning kecoklatan, berlangsung hari keempat dan kesembilan postpartum. c) Lochea Alba Berwarna putih kekuningan, tidak mengandung darah, berisi sel leukosit, sel-sel epitel dan mukosa serviks. Dimulai pada hari



ke-10 sampai



minggu



ke



2-6



postpartum



(Cuningham, 195 : 288). Perdarahan lochea menunjukan keadaan normal. Jika pengeluaran lochea berkepanjangan, pengeluaran lochea tertahan, lochea yang prulenta (nanah), aras nyeri yang berlebihan, terdapat sisa plasenta yang merupakan sumber perdarahan dan terjadi infeksi intra uterin. e. Sistem Endokrin Kaji kelenjar tiroid, adakah pembesaran pada kelenjar tiroid, pembengkakan kelenjar getah bening dan kaji .juga pengeluaran ASI dan kontraksi uterus. f. Sistem Perkemihan Pada klien seksio sesarea terutama pada kandung kemih dapat terjadi karena letak blass berdempetan dengan uterus, sehingga pengosongan kandung kemih mutlak dilakukan dan biasanya dipasang folly kateter selama pembedahan sampai 2 hari post operasi. Dengan demikian kmungkinan dapat terjadi gangguan pola eliminasi BAK, sehingga klien perlu dilakukan bldder training. Kaji warna urine yang keluar, jumlahnya dan baunya. g. Sistem Persarafan Sistem persarafan pada klien postpartum biasanya tidak mengalami gangguan kecuali ada komplikasi akibat dari pemberian anesthesia spinal atau penusukan pada anesthesi epidural dapat menimbulkan komplikasi penurunan sensasi pada ekstremitas bawah. Klien dengan spinal anesthesia perlu tidur flat selama 24 jam pertama. Kesadaran biasanya h. Sistem Integumen Cloasma/hyperpigmentasi kehamilan sering hilang setelah persalinan akibat dari penurunan hormon progesterone dan melanotropin, namun pada beberapa wanita ada yang tidak menghilang secara keseluruhan, kadang ada yang hyperpigmentasi yang menetap. Pertumbuhan rambut yang berlebihan terlihat selama kehamilan seringkali menghilang setelah persalinan, sebagai akibat dari penurunan hormon progesterone yang mempengaruhi folikel rambut sehingga rambut tampak rontok. 64



i. Sistem Muskuloskletal Selama kehamilan otot abdomen teregang secara bertahap, hal ini menyebabkan hilangnya kekenyalan otot pada masa postpartum, terutama menurunnya tonus otot dinding dan adanya diastasis rektus abdominalis. Pada dinding abdomen sering tampak lembek dan kendur dan terdapat luka/insisi bekas operasi, secara berangsur akan kembali pulih, selain itu sensasi ekstremitas bawah dapat berkurang selama 24 jam pertama setelah persalinan, pada klien postpartum dengan seksio sesaria, hal ini terjadi bila dilakukan regio anestesi dapat terjadi pula penurunan kekuatan otot yang disebabkan oleh peregangan otot.



4. Etiologi Penyebab dari infeksi postpartum ini melibatkan mikroorganisme anaerob dan aerob patogen yang merupakan flora normal serviks dan jalan lahir atau mungkin juga dari luar. Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50 % adalah streptococcus dan anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir. Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi postpartum antara lain : a. Streptococcus haematilicus aerobic Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari penderita lain , alat alat yang tidak steril , tangan penolong , dan sebagainya. b. Staphylococcus aurelis Masuk



secara



eksogen,



infeksinya



sedang, banyak



ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah sakit c. Escherichia coli Sering berasal dari kandung kemih dan rectum , menyebabkan infeksi terbatas d. Clostridium welchii Kuman anaerobik yang sangat berbahaya , sering ditemukan pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar rumah sakit.



5. Faktor Predisposisi a. Faktor predisposisi infeksi postpartum 1) Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti perdarahan, dan kurang gizi atau malnutrisi 2) Partus lama, terutama partus dengan ketuban pecah lama. 3) Tindakan bedah vaginal yang menyebabkan perlukaan jalan lahir. 4) Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan dara 5) Anemia, higiene, kelelahan 6) Proses persalinan bermasalah : 7) Partus lama/macet, korioamnionitis, persalinan traumatik, kurang baiknya proses pencegahan infeksi, manipulasi yang berlebihan, dapat berlanjut ke infeksi dalam masa nifas. b. Cara Terjadinya infeksi 1) Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau alat-alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman. 2) Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas kesehatan lainnya. Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin harus ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran pernafasan dilarang memasuki kamar bersalin. 65



3) Dalam rumah sakit terlalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara kemana-mana termasuk kain-kain, alat-alat yang suci hama, dan yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu nifas. 4) Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali apabila mengakibatkan pecahnya ketuban. 5) Infeksi Intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu berlangsungnya persalinan. Infeksi intraparum biasanya terjadi pada waktu partus lama, apalagi jika ketuban sudah lam pecah dan beberapakali dilakukan pemeriksaan dalam. Gejal-gejala ialah kenaikan suhu, biasanya disertai dengan leukositosis dan takikardia; denyut jantung janin dapat meningkat pula. Air ketuban biasanya menjadi keruh dan berbau. Pada infeksi intra partum kuman-kuman memasuki dinding uterus pada waktu persalinan, dan dengan melewati amnion dapat menimbulkan infeksi pula pada janin.



6. Patofisiologi Reaksi tubuh dapat berupa reaksi lokal dan dapat pula terjadi reaksi umum. Pada infeksi dengan reaksi umum akan melibatkan syaraf dan metabolik pada saat itu terjadi reaksi ringan limporetikularis diseluruh tubuh, berupa proliferasi sel fagosit dan sel pembuat antibodi (limfosit B). Kemudian reaksi lokal yang disebut inflamasi akut, reaksi ini terus berlangsung selama menjadi proses pengrusakan jaringan oleh trauma. Bila penyebab pengrusakan jaringan bisa diberantas, maka sisa jaringan yang rusak disebut debris akan difagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reksi sel fagosit kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses atau bekumpul dijaringan tubuh yang lain membentuk flegman (peradangan yang luas dijaringan ikat). (Sjamsuhidajat, R, 1997 ). .



8. Manifestasi Klinis a. Peningkatan suhu b. Takikardie. c. Nyeri pada pelvis d. Demam tinggi e. Nyeri tekan pada uterus f. Lokhea berbau busuk/ menyengat g. Penurunan uterus yang lambat h. Nyeri dan bengkak pada luka episiotomy



9. Jenis-jenis infeksi postpartum a. Infeksi Payudara 1) Mastitis a) Definisi Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara. Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, bisa terbentuk abses payudara (penimbunan nanah di dalam payudara). b) Penyebab Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan pada kulit yang normal (Staphylococcus aureus). Bakteri seringkali berasal dari mulut bayi dan masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan di kulit (biasanya pada puting susu). Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah melahirkan. 66



Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami mastitis pada beberapa minggu pertama setelah melahirkan. Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan peradangan menahun dari saluran air susu yang terletak di bawah puting susu. Perubahan hormonal di dalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan saluran air susu oleh selsel kulit yang mati. Saluran yang tersumbat ini menyebabkan payudara lebih mudah mengalami infeksi. c) Gejala Gejalanya berupa : • Nyeri payudara • Benjolan pada payudara • Pembengkakan salah satu payudara • Jaringan payudara membengkak, nyeri bila ditekan, kemerahan dan teraba hangat • Nipple discharge (keluar cairan dari puting susu, bisa mengandung nanah) • Gatal - gatal • Pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan payudara yang terkena • Demam. d) Diagnosa Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Jika tidak sedang menyusui, bisa dilakukan mammografi atau biopsi payudara. e) Pengobatan Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama 15-20 menit, 4 kali/hari. Diberikan antibiotik dan untuk mencegah pembengkakan, sebaiknya dilakukan pemijatan dan pemompaan air susu pada payudara yang terkena. • Berikan klosasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan sebelum terbentuk abses biasanya keluhannya akan berkurang. • Sangga payudara. • Kompres dingin. • Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam. • Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada PUS. • Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan. f)



Pencegahan Untuk mencegah terjadinya mastitis bisa dilakukan beberapa tindakan berikut



• Menyusui secara bergantian payudara kiri dan kanan • Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan payudara dengan cara memompanya • Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah robekan/luka pada puting susu • Minum banyak cairan • Menjaga kebersihan puting susu • Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui. 2) Bendungan ASI a) Definisi Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena penyempitan duktus laktiferi atau oleh kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada putting susu (Mochtar, 1996). Menurut Huliana (2003) payudara bengkak terjadi karena hambatan aliran darah vena atau saluran kelenjar getah bening akibat ASI terkumpul dalam payudara. Kejadian ini timbul karena produksi yang berlebihan, sementara kebutuhan bayi pada hari pertama lahir masih sedikit. b) Patologi Faktor predisposisi terjadinya bendungan ASI antara lain : 67







Faktor hormon







Hisapan bayi







Pengosongan payudara







Cara menyusui







Faktor gizi







Kelainan pada puting susu



c) Patofisiologi • Gejala yang biasa terjadi pada bendungan ASI antara lain payudara penuh terasa panas, berat dan keras, terlihat mengkilat meski tidak kemerahan. • ASI biasanya mengalir tidak lancar, namun ada pula payudara yang terbendung membesar, membengkak dan sangat nyeri, puting susu teregang menjadi rata. • ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap ASI. Ibu kadang-kadang menjadi demam, tapi biasanya akan hilang dalam 24 jam (Mochtar, 1998). d) Penatalaksanaan • Upaya pencegahan untuk bendungan ASI adalah : 1. Menyusui dini, susui bayi sesegera mungkin (setelah 30 menit) setelah dilahirkan 2. Susui bayi tanpa jadwal atau ondemand 3. Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa, bila produksi melebihi kebutuhan bayi 4. Perawatan payudara pasca persalinan • Upaya pengobatan untuk bendungan ASI adalah : 1. Kompres hangat payudara agar menjadi lebih lembek 2. Keluarkan sedikit ASI sehingga puting lebih mudah ditangkap dan dihisap oleh bayi. 3. Sesudah bayi kenyang keluarkan sisa ASI 4. Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara, berikan kompres dingin 5. Untuk mengurangi statis di vena dan pembuluh getah bening lakukan pengurutan (masase) payudara yang dimulai dari putin kearah korpus. (Sastrawinata, 2004) 3) Abses Payudara a) Definisi Abses payudara berbeda dengan mastitis. Abses payudara terjadi apabila mastitis tidak tertangani dengan baik, sehingga memperberat infeksi. b) Gejala • Sakit pada payudara ibu tampak lebih parah. • Payudara lebih mengkilap dan berwarna merah. • Benjolan terasa lunak karena berisi nanah. • Payudara yang tegang dan padat kemerahan. • Pembengkakan dengan adanya fluktuasi. • Adanya pus/nanah. c) Penanganan • Teknik menyusui yang benar. • Kompres payudara dengan air hangat dan air dingin secara bergantian. • Meskipun dalam keadaan mastitis, harus sering menyusui bayinya. • Mulailah menyusui pada payudara yang sehat. • Hentikan menyusui pada payudara yang mengalami abses, tetapi ASI harus tetap dikeluarkan. 68



• Apabila abses bertambah parah dan mengeluarkan nanah, berikan antibiotik. • Rujuk apabila keadaan tidak membaik.



b. Infeksi Parineal 1) Definisi Masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh melalui robekan dan serambi liang senggama waktu bersalin, sehingga luka terasa nyeri dan mengeluarkan nanah. 2) Penyebab Disebabkan oleh keadaan yang kurang bersih dan tindakan pencegahan infeksi yang kurang baik. 3) Tanda / Gejala a) Nyeri pada luka. b) Luka pada perineal yang mengeras. c) Demam. d) Keluar pus / cairan. e) Kemerahan. f) Berbau busuk. 4) Penatalaksanaan a) Bila didapati pus dan cairan pada luka, buka jahitan dan lakukan pengeluaran serta kopmres antiseptic. b) daerah jahitan yang terinfeksi dihilangkan dan lakukan debridemen. c) Bila infeksi sedikit tidak perlu antibiotika. d) Bila infeksi relative superficial, berikan Ampisilin 500mg per oral selama 6 jam dan Metronidazol 500 mg per oral 3 kali/hari selaa 5 hari. e) Bila infeksi dalam dan melibatkan otot dan menyebabkan nekrosis, beri Pennisilin G 2 juta U IV setiap 4 jam ( atau Ampisilin inj 1 g 4x/hari ) ditambah dengan Gentamisin 5 mg/kg berat badan per hari IV sekali ditambah dengan Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam, sampai bebas panas selama 24 jam. Bila ada jaringan nekrotik harus dibuang, lakukan jahitan sekunder 2 – 4 minggu setelah infeksi membaik. f) Berikan nasihat kebersihan dan pemakaian pembalut yang bersih dan sering diganti. 5) Pelaksanaan a) Jika terdapat pus atau cairan, buka dan drain luka tersebut. b) Angkat kulit yang nekrotik dan jahitan subkutis dan lakukan debridement.  Jangan angkat jahitan fasia. c) Jika infeksi hanya superficial dan tidak meliputi jaringan dalam, atau akan timbulnya abses dan berikan antibiotika.  Ampisilin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 5 hari. d) Jika infeksi cukup dalam, meliputi otot dan menimbulkan nekrotik atau berikan kombinasi antibiotika sampai pasien bebas panas 48 jam. • Penisilin G sebanyak 2 juta unit I.V setiap 6 jam. • Ditambah Gentamisin 5 mg/kgBB I.V setiap 24 jam. • Ditambah Metronidazol 500 mg per oral 3 kali sehari selaa 5 hari. • Jika sudah bebas demam 48 jam, berikan : 1. Ampisilin 500mg per oral 4 kali sehari selama 5 hari. 2. Ditambah Metronidazol 400 mg per oral 3 kali sehari selama 5 hari. Catatan : Fasilitas nekrotikan membutuhkan debridement dan jahitan situasi. Lakukan jahitan reparasi 2 – 4 minggu kemudian, bila luka sudah bersih. 69



3. Jika infeksi parah pada fasilitas nekrotikan, rawat pasien untuk kompres 2 kali sehari.



c. Infeksi Uterus 1) Endometritis (Lapisan dalam rahim) Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim). infeksi ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahim (Anonym, 2008). Endometritis adalah infeksi yang berhubungan dengan kelahiran anak, jarang terjadi pada wanita yang mendapatkan perawatan medis yang baik dan telah mengalami persalinan melalui vagina yang tidak berkomplikasi. Infeksi pasca lahir yang paling sering terjadi adalah endometritis yaitu infeksi pada endometrium atau pelapis rahim yang menjadi peka setelah lepasnya plasenta, lebih sering terjadi pada proses kelahiran caesar, setelah proses persalinan yang terlalu lama atau pecahnya membran yang terlalu dini. Juga sering terjadi bila ada plasenta yang tertinggal di dalam rahim, mungkin pula terjadi infeksi dari luka pada leher rahim, vagina atau vulva. Tanda dan gejalanya akan berbeda bergantung dari asal infeksi, sedikit demam, nyeri yang samar-samar pada perut bagian bawah dan kadang-kadang keluar dari vagina berbau tidak enak yang khas menunjukkan adanya infeksi pada endometrium. Pada infeksi karena luka biasanya terdapat nyeri dan nyeri tekan pada daerah luka, kadang berbau busuk, pengeluaran kental, nyeri pada perut atau sisi tubuh, gangguan buang air kecil. Kadang-kadang tidak terdapat tanda yang jelas kecuali suhu tunbuh yang meninggi. Maka dari itu setiap perubahan suhu tubuh pasca lahir harus segera dilakukan pemeriksaan. Infeksi endometrium dapat dalam bentuk akut dengan gejala klinis yaitu nyeri abdomen bagian bawah, mengeluarkan keputihan, kadang-kadang terdapat perdarahan dapat terjadi penyebaran seperti meometritis (infeksi otot rahim), parametritis (infeksi sekitar rahim), salpingitis (infeksi saluran tuba), ooforitis (infeksi indung telur), dapat terjadi sepsis (infeksi menyebar), pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur (Anonym, 2008). Terjadinya infeksi endometrium pada saat persalinan, dimana bekas implantasi plasenta masih terbuka, terutama pada persalinan terlantar dan persalinan dengan tindakan pada saat terjadi keguguran, saat pemasangan alat rahim yang kurang legeartis (Anonym, 2008). Kadang-kadang lokia tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiametra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu. Uterus pada endometritis agak membesar, serta nyeri pada perabaan dan lembek. Pada endometritis yang tidak meluas, penderita merasa kurang sehat dan nyeri perut pada hari-hari pertama. Mulai hari ke3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali. Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan kadangkadang berbau. Hal ini tidak boleh dianggap infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokia yang sedikit dan tidak berbau. Untuk mengatasinya biasanya dilakukan pemberian antibiotik, tetapi harus segera diberikan sesegera mungkin agar hasilnya efektif. Dapat pula dilakukan biakkan untuk menentukan jenis bakteri, sehingga dapat diberikan antibiotik yang tepat. 2) Miometritis (infeksi otot rahim) Miometritis adalah radang miometrium. Sedangkan miometrium adalah tunika muskularis uterus. Gejalanya berupa demam, uterus nyeri tekan, perdarahan vaginal dan nyeri perut bawah, lokhea berbau, purulen. Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi postpartum. Penyakit ini tidak brerdiri sendiri akan tetapi merupakan bagian dari infeksi yang lebih luas yaitu merupakan lanjutan dari endometritis. Kerokan pada wanita dengan endometrium yang meradang dapat menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini miometrium menunjukkan reaksi radang berupa pembengkakan dan infiltarsi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan limfe atau lewat tromboflebitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses. Metritis kronik adalah diagnosa yang dahulu banyak dibuat atas dasar menometroragia dengan uterus lebih besar dari bisa, sakit pnggang, dan leukore. Akan tetapi pembesaran uterus pada multipara umumnya disebabkan oleh pemanbahan jaringan ikat akibat kehamilan. Terapi dapat berupa antibiotik spektrum luas seperti amfisilin 2gr IV per 6 jam, gentamisin 5 mg kg/BB, metronidasol mg IV per 8 jam, profilaksi anti tetanus, efakuasi hasil konsepsi. 3) Parametritis (infeksi daerah di sekitar rahim). Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig latum. Radang ini biasanya unilatelar. Tanda dan gejala suhu 70



tinggi dengan demam tinggi, Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti muntah. Penyebab Parametritis yaitu : a) Endometritis dengan 3 cara yaitu : •



Per continuitatum : endometritis → metritis → parametitis







Lymphogen







Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis



b) Dari robekan serviks c) Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD )



d. Peritonitis Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingoooforitis dan sellulitis pelvika. Selanjutnya, ada kemungkinan bahwa abses pada sellulitis pelvika mengeluarkan nanahnya ke rongga peritoneum dan menyebabkan peritonitis. Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis. Gejala-gejalanya tidak seberapa berat seperti pada peritonitis umum. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik. Pada pelvioperitonitis bisa terdapat pertumbuhan abses. Nanah yang biasanya terkumpul dalam kavum douglas harus dikeluarkan dengan kolpotomia posterior untuk mencegah keluarnya melalui rektum atau kandung kencing. Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita, yang mula-mula kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin; terdapat apa yang dinamakan facies hippocratica. Mortalitas peritonitis umum tinggi. e. Tromboflebitis 1)



Definisi Perluasan infeksi nifas yang paling sering ialah perluasan atau invasi mikroorganisme pathogen yang mengikuti aliran darah disepanjang vena dan cabang – cabangnya sehingga terjadi trobpoflebitis. Tomboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah disertai pembentukan pembekuan darah. Tomboflebitis cenderung terjadi pada periode pasca partum pada saat kemampuan penggumpalan darah meningkat akibat peningkatan fibrinogen; dilatasi vena ekstremitas bagian bawah disebabkan oleh tekanan keopala janin gelana kehamilan dan persalinan; dan aktifitas pada periode tersebut yang menyebabkan penimbunan, statis dan membekukan darah pada ekstremitas bagian bawah (Adele Pillitteri, 2007).



b.



Pencegahan infeksi postpartum : 1) Anemia diperbaiki selama kehamilan. Berikan diet yang baik. Koitus pada kehamilan tua sebaiknya dilarang. 2) Membatasi masuknya kuman di jalan lahir selama persalinan. Jaga persalinan agar tidak berlarut-larut. Selesaikan persalinan dengan trauma sesedikit mungkin. Cegah perdarahan banyak dan penularan penyakit dari petugas dalam kamar bersalin. Alat-alat persalinan harus steril dan lakukan pemeriksaan hanya bila perlu dan atas indikasi yang tepat. 3) Selama nifas, rawat higiene perlukaan jalan lahir. Jangan merawat pasien dengan tanda-tanda infeksi nifas bersama dengan wanita sehat yang berada dalam masa nifas.



c.



Penanganan umum 1) Antisipasi setiap kondisi (faktor predisposisi dan masalah dalam proses



persalinan)



yang



dapat berlanjut



menjadi



penyulit/komplikasi dalam masa nifas. 2) Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami infeksi nifas. 3) Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi yang dikenali pada saat kehamilan ataupun persalinan. 4) Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui. 5) Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan gejala-gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan dengan segera. 6) Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari ibu yang mengalami infeksi pada saat persalinan. Dan Berikan hidrasi oral/IV secukupnya. d.



Pengobatan secara umum 71



1) Sebaiknya segera dilakukan pembiakan (kultur) dan sekret vagina, luka operasi dan darah serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat dalam pengobatan., 2) Berikan dalam dosis yang cukup dan adekuat. 3) Karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu, maka berikan antibiotika spektrum luas (broad spektrum) menunggu hasil laboratorium. 4) Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh penderita, infus atau transfusi darah diberikan, perawatan lainnya sesuai dengan komplikasi yang dijumpai. e.



Penanganan infeksi postpartum : 1) Suhu harus diukur dari mulut sedikitnya 4 kali sehari. 2) Berikan terapi antibiotik, Perhatikan diet. Lakukan transfusi darah bila perlu, Hati-hati bila ada abses, jaga supaya nanah tidak masuk ke dalam rongga perineum.



BAB



III



PENUTUP



72



A. KESIMPULAN Perdarahan selama kehamilan yaitu terjadi banyak faktor yang menyebabkan  pengurangan pemberdayaan wanita. dan telahbanyak pula hal-hal yang diberikan dalam caracara penanggulangannya di tinjaupula dari segi kesehatan sehingga keberdayaan wanita itu dapat puladitingkatkan dibelakang hari. Terutama pada generasi wanita yang akan datang.Sebab dari sekian banyak kendala telah pula diberikan beberapa caraantisipasinya, sehingga betul-betul keberdayaan wanita itu akan bertambahditinjau dari satu segi kesehatan yang begitu komplex.Kematianibu



selama



kehamilan



ada



tiga



hal



pokok



yaitu,



perdarahanselama kehamilan,  pereklamsi,eklamsi dan infeksi. Tetapi yang kamiketengahkan, baru kematian ibu akibat perdarahan selama kehamilan danpenanggulangannya, untuk meningkatkan keberdayaan seorang wanita.Diantaranya adalah abortus, mola hidatidosa, kehamilan ektopik yang terganggu,menstruasi



dan



kehamilan



normal,



kelainan



lokalpadavaginadanserviksepertivarises,perlukaan,erosi,polipdankeganasan,  partus prematus, solusioplasenta, inkopetensi servik, perdarahan ante partum seperti plasenta previa,



danlain-lain.



Untuk



meningkatkan



pemberdayaan



wanita



maka



diharapkan



setiapwanita yang mengalami perdarahan pervagina selama kehamilan seyogyanyaharus memeriksakan diri ke dokter spesialis, untuk selanjutnya dapat ditanganiolehnya begitupun bagi wanita sendiri (penderita),  perlu mengetahui haripertama haid terakhir, gejala dan tanda kehamilan, riwayat obstetri teruahulu,riwayat



ginekologi



seperti



servisitis



atau



operasi,



riwayat



Keluarga



Berencana,perdarahan kwalitas dan kwantitasnya dan lain-lain. Juga disamping itu perludiketahui



pemeriksaan



penunjang



seperti



vaginal



smear,



USG,



Test



kehamilan,pemeriksaan hemoglobin, pemerisaan inkomtabiliti rhesus dan sistem ABC danlain-lain. Dengan demikian kita dapat yakin bahwa kesetaraan dengan pria ini, akandapat terwujud ditinjau dari segi kesehatan.



73