Pergeseran Anggaran [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pergeseran Anggaran, Korupsikah? (Respon Opini DR. Hendra Karianga tentang Aspek Hukum Pergeseran AnggaranSebelum Perubahan APBD) Oleh : Ramli Saraha Staf Bidang Anggaran pada BPKAD Kota Tidore Kepulauan Menarik membaca opini Malut Post Sabtu, 22 Agustus 2015 berjudul “Aspek Hukum Pergeseran Anggaran Sebelum Perubahan APBD” yang ditulis oleh Hendra Karianga, Doktor Hukum Keuangan Daerah, Dosen Fakultas Hukum Unkhair Ternate dan Unsrat Manado juga Pasca Sarjana dan Praktisi Hukum (Advokat). Karena dari judul opini tersebut, saya membayangkan akan ada aturan yang menjadi dasar hukum dalam hal penggeseran anggaran sebelum perubahan APBD. Bayangan sayapun sirna, karena yang ditulis tidak sekedar aspek hukum, tetapi tulisan ini dikembangkan secara bebas sampai pada soal perilaku, praktek korupsi, mafia perencanaan, pembobolan uang rakyat, dan seterusnya. Doktor Hendra Karianga mencoba mengawali tulisan ini dari contoh kasus Morotai, bahwa Pemerintah Daerah Morotai melaksanakan praktek penggeseran anggaran sebelum perubahan APBD dengan dugaan kuat terjadi praktek korupsi. Morotai dijadikan sampel buruknya pengelolan keuangan daerah di Indonesia. Seolah-olah dia menyusun logika seperti ini: bahwa semua praktek penggeseran anggaran sebelum perubahan APBD adalah korupsi, semua korupsi pasti salah dan melanggar hukum. Maka setiap penggeseran anggaran sebelum perubahan APBD adalah salah dan melanggar hukum. Pertanyaannya, dari perspektif hukum, apakah penggeseran anggaran sebelum perubahan APBD adalah salah dan melanggar hukum? Dr. Hendra Karianga menjawab bahwa praktek penggeseran anggaran adalah tindakan pembobolan uang negara yang masuk pada ranah hukum pidana delik korupsi. Artinya kegiatan penggeseran anggaran adalah salah dan melanggar hukum. Pertanyaannya adalah pelanggaran pada hukum administrasi yang mana ? dari peraturan pengelolaan keuangan daerah yang mana? Kesimpulan Doktor tersebut menurut saya keliru karena tidak diambil dari perspektif hukum administrasi pengelolaan keuangan daerah, tetapi dari perspektif lain. Sehingga saya mencoba menulis dari sudut pandang hukum administrasi pengelolaan keuangan daerah. Menurut saya, dari sudut pandang hukum pengelolaan keuangan daerah ada beberapa argumen yang mendasarinya: Pertama, Dasar Hukum Penggeseran Anggaran Pasca reformasi. Setidaknya terdapat 7 undang-undang (UU 34/2010,



UU 17/2003, UU 1/2004, UU 15/2004, UU 32/2004 dan UU 33/2004) sebagai dasar hukum pengelolaan keuangan daerah. Sebagai penjabaran dari ketujuh undang-undang tersebut ditetapkan 11 Peraturan Pemerintah, salah satunya adalah Peraturan Pemerintah nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. PP 58/2005 ini adalah yang paling seksi dan menarik. Dia sebagai omnibus regulation dimana secara komprehensif telah mengakomodir dan menjabarkan lebih lanjut ke-7 paket UU tersebut. Selanjutnya peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang telah mengalami perubahan antara lain perubahan pertama Permendagri 59 Tahun 2007 dan Perubahan kedua Permendagri 21 Tahun 2011. Nah, di mana dasar hukum pergeseran anggaran? Kita bisa menemukannya pada, 1). Undang – Undang 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Menurut angka 6 pada penjelasan UU 17/2003, “......dalam undang-undang ini disebutkan bahwa belanja negara/belanja daerah dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja harus mendapat persetujuan DPR/DPRD. Kedua, Peraturan Pemerintah nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 81 ayat 1b “Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi: (a) perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD; (b) keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja; Ketiga, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Bab VIII Bagian Ketiga Pasal 160. (1) Pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja serta pergeseran antar obyek belanja dalam jenis belanja dan antar rincian obyek belanja diformulasikan dalam DPPASKPD. (2) Pergeseran antar rincian obyek belanja dalam obyek belanja berkenaan dapat dilakukan atas persetujuan PPKD. (3) Pergeseran antar obyek belanja dalam jenis belanja berkenaan dilakukan atas persetujuan sekretaris daerah. (4) Pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan dengan cara mengubah peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD sebagai dasar pelaksanaan untuk selanjutnya dianggarkan dalam rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD. (5) Pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja dapat dilakukan dengan cara merubah peraturan daerah tentang APBD. (6) Anggaran yang mengalami perubahan baik berupa penambahan dan/atau pengurangan akibat pergeseran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dijelaskan dalam kolom keterangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD. (7) Tata cara pergeseran sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (3)



diatur



dalam



peraturan



kepala



daerah.



Dari ketiga dasar hukum tersebut, yakni UU 17/2003, PP 58/2005 dan Permendagri 13/2006 dapat saya terjemahkan bahwa; a. Penggeseran anggaran sebelum perubahan APBD adalah kegiatan menggeser anggaran antar unit organisasi (SKPD yang satu ke SKPD yang lain), antar kegiatan (kegiatan a diganti kegiatan b atau kegiatan a ditambah atau dikurangi anggarannya), antar jenis belanja (digeser dari belanja pegawai ke belanja barang dan jasa, belanja pegawai ke belanja modal, dan atau sebaliknya) dan antar rincian obyek belanja; b. Penggeseran anggaran secara normatif harus mendapat persetujuan DPRD; c. Penggeseran anggaran dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan perubahan Peraturan Kepala Daerah berdasarkan persetujuan DPRD; d. Pemerintah Daerah harus menjamin seluruh dokumen penggeseran anggaran akan dimasukkan pada Perubahan APBD. Dengan demikian saya bisa mengambil kesimpulan bahwa perbuatan penggeseran anggaran sebelum perubahan APBD tidak salah dan tidak melanggar hukum. Kondisi



Darurat



mengharuskan



dilakukan



penggeseran



anggaran.



Menurut saya dalam situasi tidak normal/darurat maka penggeseran anggaran sebelum perubahan APBD adalah sah, dan tidak melanggar hukum. Sebagaimana pasal 81 Peraturan Pemerintah nomor 58 tahun 2005 : “Dalam keadaan darurat, pemerintah daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD, dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran”.



Ketika dikaitkan dengan kasus penggeseran anggaran Morotai misalnya, saya kira yang paling tepat menjelaskan kondisi itu adalah Pemerintah Daerah Morotai itu sendiri, dalam hal ini Sekretaris Daerah Plt. Bupati, Bapak Ramli Yaman, S.Pd, MPd. Karena pembangunan Rumah Sakit Umum Morotai misalnya adalah contoh apakah hal itu dilakukan atas dasar kejahatan korupsi ataukah pembangunan Rumah Sakit Umum, merupakan keharusan atas kebutuhan dasar masyarakat Morotai yang segera diambil langkah mendahului perubahan APBD. Lebih lanjut, menurut PP 58 tersebut untuk mengetahui situasi darurat atau tidak, setidak-tidaknya memenuhi 4 kriteria sebagai berikut, yakni bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas pemerintah daerah dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya; tidak diharapkan, terjadi secara berulang; berada di luar kendali dan pengaruh pemerintah daerah; dan memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam rangka pemulihan yang disebabkan oleh keadaan darurat. Dengan demikian kegiatan penggeseran anggaran sebelum perubahan APBD menurut saya harus dilandasi oleh alasan, dasar dan argumen yang jelas,



sebagaimana kriteria di atas. Kalau kemudian ada dugaan terjadi tindakan korupsi, kejahatan perencanaan, dan seterusnya adalah bagian dari ikhtiar bersama yang serta-merta tidak bisa disalahkan. Namun yang tidak bisa dibenarkan adalah kesimpulan Dr Hendra yang menyatakan pergeseran anggaran sebelum perubahan APBD adalah sesuatu yang salah dan melanggar hukum. Tidak



Semua



Kepala



Daerah



melakukan



Korupsi



Dr. Hendra menulis “ jika ada daerah-daerah otonom yang mengeluarkan kebijakan penggeseran anggaran sebelum perubahan APBD, maka hanya ada tiga kemungkinan, yakni kepala daerah ingin menampung anggaran untuk kepentingan pribadi dengan kompensasi fee 10-15%, kepala daerah ingin memuluskan pekerjaan proyek itu kepada mitra bisnis/orang dekatnya, dan kepala daerah berkeinginan pekerjaan proyek tersebut tidak dikuasai pihak lain. Intinya beliau menuduh praktek penggeseran anggaran adalah sarat korupsiyang dilakukan oleh pengambil kebijakan, dan pengambil kebijakan dalam sebuah pemerintahan tentunya adalah kepala daerah. Saya melihat adanya kekacauan dalam menyimpulkan hal ini. Dugaan atas tindakan korupsi berhubungan dengan perilaku. Jika terbukti secara hukum benar dugaan itu maka yang disalahkan adalah perilakunya, korupsinya. Bukan disalahkan pada cara atau sarananya. Pada kasus penggeseran anggaran mendahului Perubahan APBD adalah sarana dan ruang untuk mengakomodir program dan kegiatan yang belum tersedia dalam APBD. Ini sama dengan mengakomodir program kegiatan pada APBD induk dan Perubahan APBD. Artinya, jika kita mencurigai adanya niat dan perilaku koruptif pada penggeseran anggaran mendahului perubahan APBD, sama halnya dengan kita mencurigai kebijakan kepala daerah pada APBD induk dan perubahan APBD, mencurigai badan anggaran, mencurigai DPRD, mencurigai APBN dan perubahan APBN, mencurigai negara, dan semua hal pasti dicurigai. Terakhir, tulisan Doktor ini seolah-olah menggeneralisir semua tindakan penggeseran anggaran adalah sarat korupsi dan menjastifikasi semua kepala daerah melakukan tindakan korupsi. Saya tegaskan, belum tentu orang yang suka mengkritik itu orang baik, orang baik bukan hanya ada di luar pemerintahan. Masih banyak orang baik yang ada di pemerintahan. Bahkan masih banyak orang baik memimpin daerah ini dengan hati, kejujuran, kesederhanaan, dan tanpa sedikitpun berniat merampok uang rakyat. Mohon Maaf Sebelumnya, Terima Kasih. (*)



Nomor : S- / / 2014 (tanggal-bulan)2014 Sifat : Segera



Lampiran : Satu Berkas Hal : Usulan Revisi Anggaran Yth. Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan………………………………… Di …………………………… 1. Dasar Hukum: a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor /pmk.02/2014 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2014 b. …….. c. DIPA petikan …………………………… No…………………………….Tanggal…………………..kode digital stamp 2. Alas an/pertimbanganperlunya Revisi Anggaran a. …………….. b. ………………. 3. Bersama ini diusulkan Revisi Anggaran dengan rincian sebagai berikut: a. Kategori Revisi………….. b. Jenis Revisi………………………. 4. Sebagai bahan pertimbangan, dengan ini dilampirkan data dukung berupa: a. Matriks peubahan (semula-menjadi) sebagaimana daftar terlampir b. SPTJM c. ADK RKA-K/L DIPA Revisi d. ………………………… Demikian kami sampaikan, atas kerjsamanya diucapkan terima kasih. Kuasa Pengguna Anggran ………………………………………….. NIP/NR