Perjalanan Bersahaja Jenderal Sudirman [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERJALANAN BERSAHAJA JENDERAL SUDIRMAN







Identitas buku: Buku ini merupakan salah satu buku biografi yang ditulis oleh Soekanto S.A. dengan halaman sebanyak 210 halaman dan 39 bab. Buku ini diterbitkan pada tahun 1985 di Jakarta oleh PT Dunia Pustaka Jaya.







Butir-butir penting per-Bab: 1. Tembakan Jitu, bab ini awalnya menceritakan tentang suasana yang terjadi saat pak Camat Cokrosunaryo datang dengan dua orang yang membawa dua celeng yang telah diburu dengan tembakan jitu namun, menjelang akhir bab juga diceritakan peristiwa lahirnya Jenderal Sudirman pada tanggal 24 Januari 1916. 2. Si Tole Demam, bab ini menceritakan tentang betapa khawatirnya ibu Jenderal Sudirman ini saat tahu “Si Tole”-nya demam dan pak Camat Cokrosunaryo di pensiunkan dari pekerjaannya sebagai Camat karena usianya dan masa kerjanya. 3. Menyerang Sungai Gintung, bab ini menceritakan tentang suasana perjalanan pak Cokrosunaryo, bu Cokrosunaryo, bu Siyem, pak Karsid



dan pengantar lainnya dari Rembang ke Bobotsari dan juga menceritakan betapa tak relanya bu Sanidu selaku orang yang telah membantu bu Cokrosunaryo melepaskan “Si Tole”(Jenderal Sudirman) yang telah dimomongnya selama 5 bulan setelah Jenderal Sudirman lahir. 4. Pergi ke Karangsuci, bab ini menceritakan tentang Samingan (adik Jenderal Sudirman yang masih berusia 2 tahun) yang menangis digendongan Jenderal Sudirman yang saat itu hampir 7 tahun karena ditinggal bapaknya pergi ke Karangsuci dan suasana saat Jenderal Sudirman bermain sepak bola bersama Samingan dan anak-anak lainnya di depan Musholla. 5. Tamu pada Hari Minggu, bab ini menceritakan tentang kedatangan Bupati Cokroyuwono di rumah keluarga pak Cokrosunaryo pada hari Minggu dan pembicaraan mereka mengenai perbedaan sikap Jenderal Sudirman saat di sekolah dan saat bermain bola dengan temantemannya. 6. Pindah ke Wiworo Tomo, bab ini menceritakan tentang pandangan Jenderal Sudirman ketika ditanyai oleh gurunya mengenai gambar orang Belanda yang memberikan uang kepada peminta Indonesia dan gambar orang Indonesia yang mencuri, juga pandangan pemerintah pada 1 Oktober 1920-an bahwa Taman Siswa disebut dengan “sekolah liar” (Wilde Shcolen Ordonnantie) dan Jenderal Sudirman pun dipindahkan ke sekolah lain, yaitu Wiworo Tomo. 7. Permainan Satria, bab ini menceritakan tentang bagaimana seorang lelaki seperti Jenderal Sudirman melayani ayahnya yang sedang sakit dengan penuh kesabaran dan ketelatenan selain itu, bab ini juga menceritakan tentang pesan-pesan ayah Jendral Sudirman mengenai perlakuan dan masa depan anaknya nanti. 8. Di Sebuah Tobong Kajang, bab ini menceritakan tentang sebuah perayaan di Tobong Kajang yang diselenggarakan oleh Himpunan Siswa Wiworo Utomo dan suasana yang ramai dengan murid-murid HIS dan Wiworo Utomo yang lulus dan naik kelas serta para tamu, bab ini juga menceritakan tentang suasana ramai penonton bersorak dan bertepuk tangan dengan meriah karena drama yang salah satu pemerannya adalah Jenderal Sudirman 9. Berkemah di Batur, bab ini menceritakan tentang Jenderal Sudirman yang memimpin pasukan kelana untuk berkemah di Batur dan ketika sampai di Batur setelah mendirika tenda dsb. Jenderal Sudirman mulai menjelaskan mengapa diadakan berkemah untuk pasukan kelana. 10. Percakapan Malam Minggu, bab ini menceritakan tentang perjalanan Jenderal Sudirman dan Dimyati kembali ke Cilacap setelah mengajar ilmu tauhid di Kecamatan Kesugihan dan juga menceritakan tentang Jenderal Sudirman yang sangat ingin untuk meminang Alfiah (rekan



satu organisasinya) namun ia takut untuk menghadap ayah Alfiah (Bapak Jubaedi). 11. Sekujur Punggungku sakit, bab ini menceritakan suasana persiapan pernikahan sampai suasana pernikahan antara Jenderal Sudirman dengan Alfiah dan punggung Jenderal Sudirman yang sakit karena tidak terbiasa tidur di Kasur dan terbiasa tidur di lantai beralaskan tikar. 12. Setengah Lusin Bedak, bab ini menceritakan tentang Jenderal Sudirman yang membelikan istrinya, Alfiah yang kini sudah menjadi ibu Sudirman baju baru dan setengah lusin bedak selain itu, Jenderal Sudirman bercerita tentang bagaimana menghadapi serangan udara dan pecahan bom 13. Sekolah Ditutup, bab ini menceritakan tentang suasana yang terjadi saat balatentara Jepang memeritahkan sekolah-sekolah yang berbau tentara ditutup. 14. Sing Amba Mripate, bab ini menceritakan tentang suasana sekolahsekolah dan jalanan yang telah dikuasai jepang. Nama-nama sekolah, peraturan dan aba-aba diganti ke bahasa Jepang. Juga asal mula keinginan Jenderal Sudirman untuk menjadi seorang tentara 15. Dari menthingilke Menthongol, bab ini menceritakan tentang berbedanya Jenderal Sudirman yang dulu dengan yang setelah pemerintah Jepang mengambil alih pemerintahan Indonesia dan Belanda. Juga menceritakan tentang betapa kacaunya suasana pemberontakan PETA. 16. Kita Harus Mantap, Bu!, bab ini menceritakan tentang kemantapan hati ibu Sudirman yang menghaargai keputusan suaminya, dan peristiwa jatuhnya bom atom di kota Hiroshima (6 Agustus 1945) dan Nagasaki, Jepang (9 Agustus 1945) juga peristiwa Presiden Truman dari Amerika dan Perdana Menteri Attlee dari Inggris mengumumkan penyerahan Jepang yang tak bersyarat. 17. Jauh Malam di Markas Divisi, bab ini menceritakan tentang Kolonel Sudirman yang sedang memikirkan janji Jenderal Christison semula di Jakarta hanya akan menduduki kota-kota Jakarta, Semarang dan Surabaya. Tetapi kenyataannya mereka menuju Ambarawa dan Magelang. 18. Palagan Ambarawa (I), bab ini menceritakan tentang suasana saat pertempuran Ambarawa dan juga tekad dan semangat kuat dari para pejuang untuk membela negaranya sendiri yang patut ditiru. 19. Palagan Ambarawa (II), bab ini menceritakan tentang suasana hari berikutnya perang Ambarawa dan perjuangan para pejuang untuk menerjang hujan peluru musuh hanya dengan bambu runcing. 20. Pelantikan Panglima Besar, bab ini menceritakan tentang suasana pelantikan Panglima Sudirman yang dibuka oleh Presiden Sukarno yang amat meriah disambut oleh para prajurit lain.



21. Jauh Malam di Mesjid Agung, bab ini menceritakan tentang keindahan masjid agung pada zaman itu dan suasana masjidnya yang sepi di malam hari, juga menceritakan tugas pertama Panglima Sudirman untuk menyempurnakan organisasi TKR dan rasa hormat Panglima Sudirman kepada orang yang lebih tua walaupun jabatan orang tersebut dibawah Panglima Sudirman. 22. Selamat Datang di Jakarta!, bab ini menceritakan tentang perjalanan Panglima Sudirman dan Letnan Jenderal Urip Sumohardjo pada 20 Oktober 1946 menuju Jakarta yang saat itu menggunakan KLB (Kereta Api Luar Biasa), sebelum memasuki Jakarta, Belanda meminta supaya para pengawal Panglima Besar dilucuti senjatanya dan KLB itu kembali ke Yogyakarta. 23. Apa Kabar, Dik?, bab ini menceritakan tentang perundinganperundingan antara Indonesia dengan Belanda, pengeluaran Komunike bersama Gencatan Senjata tanggal 14 Oktober dan 4 Nopember 1946, juga menceritakan tentang Panglima Besar Sudirman yang saat itu dipertemuka kembali dengan adiknya. 24. Ibu Pertiwi Memanggil, bab ini menceritakan tentang bahwa sebenarnya “Ibu Pertiwi Memanggil” itu adalah sebuah kode yang ditetapkan Jenderal Sudirman melalui RRI Yogyakarta untuk menyatakan dimulainya perang, dan pada tanggal 27 Mei 1947 Belanda mengajukan ultimatum yang harus dijawab oleh pemerintah RI dalam dua minggu. 25. Wis Madhang Kowe, Gus?, bab ini menceritakan tentang Panglima Besar yang menanyai prajurit yang sedang jaga seorang diri itu apa sudah makan atau belum. Pada sore harinya pak Dirman mengadakan pertemuan dengan Staf Divisi IV, ia menerangkan bahwa gencatan senjata merupakan langkah pertama yang harus diselenggarakan. 26. Percobaan Demi Percobaan, bab ini menceritakan tentang tanah air yang saat itu mengalami percobaan yang sangat besar selagi bersengketa dengan Belanda yang menghendaki persatuan rakyat yang bulat di belakang pemerintah, juga pemberontakan PKI yang saat itu di Madiun. 27. Ja, Hier Maguwo, bab ini menceritakan tentang Dr. Beel yang menyatakan bahwa Belanda sudah tidak lagi terikat perjanjian Renville pada pukul 23.30 dan sumber Belanda Minggu pagi itu memberitakan bahwa pukul 6.45 Belanda berhail mendaratkan pasukannya di Maguwo. Namun, judul bab ini diambil dari Suryadarma yang mencoba menelpon melalui saluran militer ke Maguwo dan mendapat balasan “Ja, Hier Maguwo”. 28. Operasi Telah Selesai, bab ini menceritakan tentang Jenderal Spoor yang memipmpin Perang Kolonial ke-II ini menyatakan bahwa operasi yang diadakannya telah selesai lalu, akan melakukan pembersihan terhadap sisa-sisa perang.



29. Tandu yang Pertama, bab ini menceritakan tentang tandu yang dibuatkan pada hari Senin, 20 Desember 1948 oleh para prajurit untuk Pak Dirman yang akan sangat menghemat tenaganya. 30. Serangan Pagi Natal, bab ini menceritakan tentang hari Natal pada hari Sabtu, 25 Desember 1948 itu ditandai dengan serangan musuh dari udara di atas Kediri dan Pak Dirman beserta Prajuritnya melakukan penyamaran untuk mengecoh musuh yang ternyata berhasil. 31. Juki Kanju 7,7, bab ini menceritakan tentang Belanda yang mengadakan patroli dari Ponorogo hingga jarak satu kilometer dari kedudukan Pak Dirman. Juga menceritakan tentang suasana pagi hari tempat persembunyian Pak Dirman. Dan judul bab ini berasal dari pagi itu juga Kopral Mustafa dan Kopral Kusno melayani senapan mesin juki kanju 7,7 untuk Sugeng, Jasin dan Parto menuju pos terdepan. 32. Markas Gerilya di Lipatan Bumi, bab ini menceritakan tentang Pak Dirman yang melanjutkan perjalanan dari Bedhak rombongan ke Nogosari, lalu dua hari kemudian Pak Dirman melanjutkan perjalanannya ke Pringapus. Bab ini juga menceritakan tentang kondisi terkini Pringapus saat didatangi oleh Pak Dirman dan lanjutan perjalanan Pak Dirman ke Tirtomoyo yang dibatalkan karena mendapat laporan bahwa patroli Belanda sangat aktif di daerah Tirtomoyo. 33. Makin Dekat Cita-cita, bab ini menceritakan tentang cita-cita Pak Dirman yang hanya ingin persatuan rakyat Indonesia yang dapat segera digalangkan, sehingga perang total dapat di ujudkan. 34. Kembali ke Yogyakarta, bab ini menceritakan tentang sekembalinya Pak Dirman ke Yogyakarta, pada hari Rabu 29 Juni 1949 tentara Belanda mulai ditarik dari Yogyakarta. Dan suasana di Yogyakarta sangat sunyi senyap, pintu-pintu rumah ditutup, tak seorang pun penduduk keluar dari rumah ketika penarikan mundur tebtara Belanda sedang berlangsung. 35. Pada Akhir Perjalanan (I), bab ini menceritakan tentang akhir perjalanan Pak Dirman yang akhirnya harus dirawat di Panti Rapih lagi dan Sidang Dewan Siasat Militer terpaksa diadakan di rumah sakit itu. 36. Pada Akhir Perjalanan (II), bab ini menceritakan tentang peristiwa KMB (Konferensi Meja Bundar) yang dibuka resmi di Den Haag pada tanggal 23 Agustus 1949. Tanggal 5 Oktober 1949 pun sampailah Hari Angkatan Perang RI ke-4 di Lun-alun Utara Yogya. Hari Sabtu, 29 Oktober 1949 di Scheveningen, Belanda ditandatangani Persetujuan tentang Konstitusi RIS antara wakil RI dan BFO. Hari Jumat, 18 Nopember 1949 kabinet RI menerima persetujuan KMB. Hari Kamis, 15 Desember 1949 Sidang Oleno KNIP dengan suara 226 setuju dan 62 anti.



37. Bu, aku Telah Rela..., bab ini menceritakan tentang Bu Dirman yang berdiri terpaku melihat anak-anak yang menyerbu Pak Dirman dan menelungkup menangisi. Setelah hiruk pikuk, Bu Dirman telah tersadar bahwa Pak Dirman telah menyelesaikan perjalanan bersahajanya. 38. Hujan Laksana Ikut Berduka, bab ini menceritakan tentang suasana iring-iringan jenazah Jenderal Sudirman yang dihadiri oleh para rakyat yang berjejalan untuk memberikan hormat yang penghabisan kepada Jenderal Sudirman 39. Seolah Engkau Mendengar Tangisku, bab ini menceritakan tentang ungkapan Ibu Sudirman yang sebenarnya ingin suaminya tetap hidup untuk bercengkrama dengannya.







Kekurangan buku: Terdapat beberapa istilah bahasa asing, banyak ejaan yang salah dan langsung melompat ke kejadian beberapa tahun kemudian.







Kelebihan buku: Sampul bukunya seperti menggambarkan tahun 1945 itu seperti apa, gambar-gambar yang ada di dalam bab-bab tertentu menggunakan gambar ilustrasi buatan tangan dan nilai-nilai moral berharga dalam buku ini patut dicontoh para generasi muda zaman sekarang







Simpulan: Buku ini merupakan salah satu buku biografi yang ditulis oleh Soekanto S.A. dengan halaman sebanyak 210 halaman dan 39 bab yang diterbitkan pada tahun 1985 di Jakarta oleh PT Dunia Pustaka Jaya. Buku ini menceritakan tentang latar belakang Jenderal Sudirman saat sebelum menjadi Jenderal, juga menceritakan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi setelah kemerdekaan Republik Indonesia yang belum sepenuhnya merdeka dari serangan militer Belanda.