Perlawanan Rakyat [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

perlawanan rakyat sulawesi selatan Di Sulawesi Selatan pada abad 16 terdapat beberapa kerajaan di antaranya Gowa, Tallo, Bone, Sopeng, Wajo dan Sidenreng. Masing-masing kerajaan tersebut membentuk persekutuan sesuai dengan pilihan masing-masing. Salah satunya adalah kerajaan Gowa dan Tallo membentuk persekutuan pada tahun 1528, sehingga melahirkan suatu kerajaan yang lebih dikenal dengan sebutan kerajaan Makasar. Nama Makasar sebenarnya adalah ibukota dari kerajaan Gowa dan sekarang masih digunakan sebagai nama ibukota propinsi Sulawesi Selatan. Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpi Sejarah singkat Sumpah Pemuda dan isi teks Sumpah Pemuda, DI hari ini tepatnya Hari Jumat 28/10 merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia, dimana tercetusnya makna Sumpah Pemuda lahir di tanggal ini. Nah mau tau sejarah singkat Sumpah pemuda, yuk baca. Sumpah Pemuda merupakan suatu pengakuan dari Pemuda-Pemudi Indonesia yang mengikrarkan satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa. Sumpah Pemuda dibacakan pada tanggal 28 Oktober 1928, yang merupakan hasil rumusan dari Kerapatan Pemoeda-Pemoedi atau Kongres Pemuda II Indonesia yang hingga kini setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda. Sejarah singkat Sumpah Pemuda Gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh Indonesia. Atas inisiatif PPPI, kongres dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat. Kongres tersebut dihadiri oleh berbagai wakil organisasi kepemudaan yaitu Jong Java, Jong Batak, Jong, Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Jong Ambon, dsb serta pengamat dari pemuda tiong hoa seperti Kwee Thiam Hong, John Lauw Tjoan Hok, Oey Kay Siang dan Tjoi Djien Kwie. Rapat pertama dilakukan pada hari Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng). Dalam sambutannya, ketua PPPI Sugondo Djojopuspito berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda. Acara dilanjutkan dengan uraian Moehammad Yamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan. Sejarah singkat Sumpah Pemuda Rapat kedua dilaksanakan pada hari Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis. Rapat penutup dilakukan di gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106. Dalam rapat tersebut Sunario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan. Rumusan Sumpah Pemuda ditulis Moehammad Yamin pada sebuah kertas ketika Mr. Sunario, sebagai utusan kepanduan tengah berpidato pada sesi terakhir kongres. Sumpah tersebut awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang-lebar oleh Yamin. Sejarah singkat Sumpah Pemuda Isi Dari Sumpah Pemuda Hasil Kongres Pemuda Kedua adalah sebagai berikut : PERTAMA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe,



Tanah Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Bertumpah Darah Yang Satu, Tanah Indonesia). KEDOEA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Berbangsa Yang Satu, Bangsa Indonesia). KETIGA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia) sendiri pasukannya untuk memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya kedudukan Belanda semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka Belanda memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur. Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan Makasar yaitu dengan melakukan politik adu-domba antara Makasar dengan kerajaan Bone (daerah kekuasaan Makasar). Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa dijajah oleh Makasar mengadakan persetujuan kepada VOC untuk melepaskan diri dari kekuasaan Makasar. Sebagai akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan Makasar. Akibat persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibukota kerajaan Makasar. Dan secara terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui kekalahannya dan menandatangai perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu sangat merugikan kerajaan Makasar. Isi dari perjanjian Bongaya antara lain: a. VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di Makasar. b. Belanda dapat mendirikan benteng di Makasar. c. Makasar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau di luar Makasar. d. Aru Palaka diakui sebagai raja Bone. Walaupun perjanjian telah diadakan, tetapi perlawanan Makasar terhadap Belanda tetap berlangsung. Bahkan pengganti dari Sultan Hasannudin yaitu Mapasomba (putra Hasannudin) meneruskan perlawanan melawan Belanda. Untuk menghadapi perlawanan rakyat Makasar, Belanda mengerahkan pasukannya secara besarbesaran. Akhirnya Belanda dapat menguasai sepenuhnya kerajaan Makasar, dan Makasar mengalami kehancurannya. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Makasar merupakan kerajaan Maritim dan berkembang sebagai pusat perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor : • letak yang strategis, • memiliki pelabuhan yang baik • jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 yang menyebabkan banyak pedagangpedagang yang pindah ke Indonesia Timur. Kehidupan Sosial Budaya Sebagai negara Maritim, maka sebagian besar masyarakat Makasar adalah nelayan dan pedagang. Mereka giat berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka yang merantau untuk menambah kemakmuran hidupnya. Walaupun masyarakat Makasar memiliki kebebasan untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka anggap sakral



Sejarah Perlawanan Rakyat Kalimantan Selatan Terhadap Belanda (1859–1905) - Di Kalimantan Selatan, Belanda telah lama melakukan campur tangan dalam urusan Istana Banjar. Puncak kebencian terhadap Belanda dan akhirnya meletus menjadi perlawanan, ketika terjadi kericuan pergantian takhta Kerajaan Banjar setelah wafatnya Sultan Adam tahun 1857. Dalam hal ini Belanda mengangkat Pangeran Tamjidillah sebagai Sultan Banjar. Rakyat tidak mau menerima sebab Pangeran Hidayat yang lebih berhak dan lebih disenangi rakyat. Pertempuran rakyat Banjar melawan Belanda berkobar pada tahun 1859 di bawah pimpinan Pangeran Antasari. Dalam pertempuran ini Pangeran Hidayat berada di pihak rakyat. Tokoh-tokoh lain dalam pertempuran ini, antara lain Kiai Demang Leman, Haji Nasrun, Haji Buyasin, Tumenggung Suropati, dan Kiai Langlang. Pasukan Antasari menyerbu pos-pos Belanda yang ada di Martapura dan Pangron pada akhir April 1859. Di bawah pimpinan Kiai Demang Leman dan Haji Buyasin pada bulan Agustus 1859 pasukan Banjar berhasil merebut benteng Belanda di Tabanio. Ketika pertempuran sedang berlangsung, Belanda memecat Pangeran Hidayat sebagai mangkubumi karena menolak untuk menghentikan perlawanan. Pada tanggal 11 Juni 1860 jabatan sultan kosong (karena Sultan Tamjidillah diturunkan dari takhtanya oleh pihak Belanda, Andresen) dan jabatan mangkubumi dihapuskan. Dengan demikian, Kerajaan Banjar dihapuskan dan dimasukkan dalam wilayah kekuasaan Belanda. Pertempuran terus meluas ke berbagai daerah, seperti Tanah Laut, Barito, Hulu Sungai Kapuas, dan Kahayan. Dalam menghadapi serangan-serangan ini, Belanda mengalami kesulitan, namun setelah mendapatkan bantuan dari luar akhirnya Belanda berhasil mematahkan perlawanan rakyat. Pada tanggal 3 Februari 1862, Pangeran Hidayat tertangkap dan dibuang ke Jawa. Pangeran Antasari yang pada tanggal 14 Maret 1862 diangkat oleh rakyat sebagai pemimpin tertinggi agama Islam dengan gelar Panembahan Amiruddin Khalifahtul Mukminin gugur dalam pertempuran di Hulu Teweh pada tanggal 11 Oktober 1862. Sepeninggal Pangeran Antasari, perjuangan rakyat Banjar dilanjutkan oleh temanteman seperjuangan. Perlawanan rakyat benar-benar dapat dikatakan padam setelah gugurnya Gusti Matseman tahun 1905.



Pahlawan perang aceh 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Sultan Mahmudsyah Muhamad Daudsyah Panglima Polem Teuku Cik Di Tiro Teuku Ibrahim Teuku Umar dan Cut Nyak Dien (Istri Teuku Umar)



Perang tersebut terjadi pada saat kerajaan Aceh masih merdeka. Dalam sebuah Traktat London tahun 1824, Inggris dan Belanda diberi kebebasan menaklukkan Sumatra termasuk Aceh. Oleh karena itu, Aceh mencari bantuan ke Turki dan menghubungi kedutaan Italia dan Amerika Serikat di Singapura, namun usaha itu hanya sia-sia, Belanda mendahului menyerang Aceh pada tahun 1873 yang dipimpin Mayor Jenderal Kohler dalam insiden tersebut Belanda berhasil dipukul mundul, bahkan Kohler diketahui tewas. Pada akhir 1873 Belanda melakukan serangan lagi yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Van Swieten. Untuk menghadapi perlawanan pasukan Aceh, Belanda menggunakan teknik Konsentrasi stelsel (garis pemusatan), yaitu dengan menempatkan tentara-tentara Belanda pada benteng pemusatan. Namun ternyata Teuku Umar berhasil menyergap benteng-benteng tersebut sehingga sistem pemusatan dinilai gagal. Akhirnya Belanda menggunakan cara lain, yaitu dengan siasat adu domba oleh Dr. Snouck Hurgronje dalam bukunya De Acehers yang diterapkan oleh Van Heutsz dengan membentuk pasukan gerak cepat, Jenderal Van Heutsz berhasil mendesak perlawan Aceh. Teuku Umar terdesak ke Meulaboh dan akhirnya gugur pada tahun 1899, panglima Polim menyerah pada tahun 1903, demikian pula dengan Sultan Muhamad Daudsyah, sementara Cik Di Tiro sudah meninggal dan Cut Nyak Dien tertangkap pada tahun 1906 lalu dibuang ke Sumedang. Dia meninggal pada bulan November 1908 dan jenazahnya dimakamkan di Cadas Panneran dekat Sumedang. Pada tahun 1904 perang Aceh dianggap selasai .



Darlis S Gultom/A / SI3 Kerajaan Batak terletak di wilayah Tapanuli, dengan pusat kedudukan dan pemerintahannya terletak di Bakkara ( sebelah barat daya Danau Toba ). Sejak tahun1860, misi kristen mulai memasuki Silindung dan Toba. Pos-pos zending juga mulai berdiri di daerah tersebut. Sejalan dengan itu pemerintah kolonial Belanda mengerahkan ekspedisi militernya ke daerah Barus dan Singkel dan kemudian memasuki pedalaman Aceh. Dalam keadaan itu, raja Batak Si Singa Mangaraja XI meninggal dunia dan digantikan oleh anaknya, Patuan Bosar Pulo Batu dengan gelar Si Singa Mangaraja XII. · Alasan Si Singa Mangaraja XII melakukan perlawanan terhadap Belanda: Pertama, Raja Si Singa Mangaraja XII tidak mau daerah kekuasaannya dikuasai dan makin diperkecil oleh Belanda. Ia tak terima kota Natal, Mandailing, Angkola, Sipirok di Tapanuli Selatan di kuasai oleh Belanda. Kedua, Belanda ingin mewujudkan Pax Netherlandica (lingkungan Hindia-Belanda). Ketiga, Si Singa Mangaraja XII memandang gerakan kristenisasi akan membahayakan tanah Batak. · Proses Jalannya Perang Batak Untuk mewujudkan tujuan Pax Netherlandica (lingkungan Hindia-Belanda), Belanda menguasai daerah Tapanuli Utara sebagai lanjutan pendudukannya atas Tapanuli Selatan, dan Sumatera Timur. Belanda menempatkan pasukan pendudukannya di Tarutung dengan dalih melindungi para penyebar agama kristen yang tergabung dalam Rhijnsnhezending. Tokoh penyebarnya bernama Nommenssen (orang Jerman). Menghadapi perluasan wilayah yang dilakukan oleh Belanda, maka pada tahun 1877, Si Singa Mangaraja XII, mengadakan kampanye keliling daerah untuk mengajak rakyat mengusir zending-zending kristen. Sejalan dengan itu Si Singa Mangaraja meminta bantuan kepada Sultan Aceh untuk merencanakan penyerangan terhadap kedudukan Belanda di daerah Tapanuli Utara yakni, zending di Silindung. Namun isu itu terdengar oleh garnisiun militer Belanda di Sibolga. Sehingga pada tanggal 8 Januari 1878 tentara di pos Sibolga diperintahkan untuk memasuki daerah Silindung dan mengawasinya. Namun kedatangan militer Belanda ke Silindung segera dijawab oleh Si Singa Mangaraja XII dengan pernyataan perang. Peperangan berlangsung kira-kira tujuh tahun dan terjadi pada daerah-daerah seperti di Bahal Batu, Buntar, Siborong-borong, Balige, Lumban Julu, dan Laguboti. Dengan memanfaatkan benteng alam dan juga beberapa benteng buatan, beberapa kali pasukan Si Singa Mangaraja berhasil mematahkan serangan Belanda. Dan untuk menghindari sergapan Belanda, berkali-kali Si Singa Mangaraja memindahkan pusat pemerintahanya. Pada tahun1894, Belanda mengerahkan kekuatan untuk menguasai Bakkara sebagai pusat kekuasaan Si Singa Mangaraja XII. Pertempuran sengit terjadi di daerah Pakpak Dairi, sebelah barat Danau Toba. · Akhir Perang Batak Pada tahun 1907 pasukan Belanda berhasil memotong hubungan Si Singa Mangaraja XII dengan Aceh dan membatasi ruang gerak pasukan Si Singa Mangaraja di sekitar Barus dan Singkel. Pada bulan Juni 1907 pasukan Belanda di bawah pimpinan Kapten Hans Christofel berhasil menemukan Si Singa Mangaraja di dekat Aek Sibulbulon, daerah Dairi. Dalam kondisi terkepung, Si Singa Mangaraja besrta pengikutnya tetap melakukan perlwanan. Dan dalam pertempuran itu, Si Singa Mangaraja beserta dua orang puteranya, Sutan Nagari dan Patuan Anggi, serta seorang puterinya Lopian gugur bersama pasukan lainnya. Istri dan anak-anaknya yang masih hidup kemudian ditawan dan di buang keluar daerah Batak. Jenazah Si Singa ke Mangaraja XII dibawa ke Tarutung dan dimakamkan didepan Tangsi Militer Belanda. Tahun1953 dipindahkan ke Soposurung Balige. Perlawanannya diteruskan oleh Parsihu Damdam.



Sejarah Perlawanan Rakyat Bali Terhadap Belanda (1846–1905) - Di Bali timbulnya perlawanan rakyat melawan Belanda, setelah Belanda berulang kali memaksakan kehendaknya untuk menghapuskan hak tawan karang. Hak tawan karang yakni hak bagi kerajaan-kerajaan Bali untuk merampas perahu yang terdampar di pantai wilayah kekuasaan kerajaan yang bersangkutan. Telah berulang kali kapal Belanda hendak dirampas, namun Belanda memprotes dan mengadakan perjanjian sehingga terbebas. Raja-raja Bali yang pernah diajak berunding ialah Raja Klungklung dan Raja Badung (1841); Raja Buleleng dan Raja Karangasem (1843). Akan tetapi, kesemuanya tidak diindahkan sehingga Belanda memutuskan untuk menggunakan kekerasan dalam usaha menundukkan Bali. Dalam menghadapi perlawanan rakyat Bali, pihak Belanda terpaksa mengerahkan ekspedisi militer secara besar-besaran sebanyak tiga kali. Ekspedisi pertama (1846) dengan kekuatan 1.700 orang pasukan dan gagal dalam usaha menundukkan rakyat Bali.



Ekspedisi kedua (1848) dengan kekuatan yang lebih besar dari yang pertama dan disambut dengan perlawanan oleh I Gusti Ktut Jelantik, yang telah mempersiapkan pasukannya di Benteng Jagaraga sehingga dikenal dengan Perang Jagaraga I. Ekspedisi Belanda ini pun juga berhasil digagalkan. Kekalahan ekspedisi Belanda baik yang pertama maupun yang kedua, menyebabkan pemerintah Hindia Belanda mengirimkan ekspedisi ketiga (1849) dengan kekuatan yang lebih besar lagi yakni 4.177 orang pasukan, kemudian menimbulkan Perang Jagaraga II. Perang berlangsung selama dua hari dua malam (tanggal 15 dan 16 April 1849) dan menunjukkan semangat perjuangan rakyat Bali yang heroik dalam mengusir penjajahan Belanda. Dalam pertempuran ini, pihak Belanda mengerahkan pasukan darat dan laut yang terbagi dalam tiga kolone. Kolone 1 di bawah pimpinan Van Swieten; kolone 2 dipercayakan kepada La Bron de Vexela, dan kolone 3 dipimpin oleh Poland. Setelah terjadi pertempuran sengit, akhirnya Benteng Jagaraga jatuh ke tangan Belanda. Prajurit Bali dan para pemimpin mereka termasuk I Gusti Jelantik, berhasil meloloskan diri. Perlawanan rakyat Bali tidaklah padam. Pada tahun 1858, I Nyoman Gempol mengangkat senjata melawan Belanda, namun berhasil dipukul mundur. Selanjutnya, tahun 1868 terjadi lagi perlawanan di bawah pimpinan Ida Made Rai, ini pun juga mengalami kegagalan. Perlawanan masih terus berlanjut dan baru pada awal abad ke20 (1905), seluruh Bali berada di bawah kekuasaan Belanda.