Persalinan Papua [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ETNOGRAFI PAPUA “ PERSALINAN TRADISIONAL MASYARAKAT PAPUA”



Dosen pengampu



:



Dr.Mais M. Yaroseray, S.Sos.,M.Si Disusun oleh : Winda Lestari Pauta



Jurusan D-IV Kebidanan Semester IV Politeknik Kesehatan Kemenkes Jayapura



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas penyertaan-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini berisi tentang “PERSALINAN TRADISIONAL MASYARKAT PAPUA” yang sering dijumpai dalam kehidupan kita. Makalah ini kami harapkan dapat memberikan ilmu atau pengetahuan tentangn persalinan tradisional masyarakat papua juga kami harapkan dapat memberi manfaat bagi pembaca, rekan mahasiswa, serta Dosen. Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih memiliki banyak kekurangan terutama dari segi penulisan, kata-kata. Maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan makalah ini.



D-IV KEBIDANAN



Page i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i DAFTAR ISI...............................................................................................................................................ii BAB I..........................................................................................................................................................1 PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1 A.



Latar Belakang.................................................................................................................................1



BAB II.........................................................................................................................................................2 PEMBAHASAN.............................................................................................................................................2 A.



Kategori Persalinan Tradisional Masyarakat Papua.........................................................................2 1.



Tradisi Blood Taboo Persalinan Masih Berlaku di Papua.........................................................2



2.



Metode Persalinan Suku Asmat...................................................................................................3



BAB III.......................................................................................................................................................5 PENUTUP...................................................................................................................................................5



D-IV KEBIDANAN



Page ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orang Papua mempunyai konsepsi dasar berdasarkan pandangan kebudayaan mereka masing-masing terhadap berbagai penyakit demikian halnya pada kasus tentang kehamilan, persalinan, dan nifas berdasarkan persepsi kebudayaan mereka. Akibat adanya pandangan tersebut di atas, maka orang Papua mempunyai beberapa bentuk pengobatan serta siapa yang manangani, dan dengan cara apa dilakukan pengobatan terhadap konsep sakit yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, perdarahan, pembengkakan kaki selama hamil, berdasarkan pandangan kebudayaan mereka. Sebagai ilustrasi dapat disajikan beberapa contoh kasus pada orang Papua ( Orang Hatam, Sough, Lereh, Walsa, Moi Kalabra). Hal yang sama pula ada pada suku bangsa-suku bangsa Papua lainnya, tetapi secara detail belum dilakukan penelitian terhadap kasus ibu hamil, melahirkan, dan nifas pada orang Papua.



D-IV KEBIDANAN



Page 1



BAB II



PEMBAHASAN



A. Kategori Persalinan Tradisional Masyarakat Papua Berdasarkan pemahaman kebudayaan orang papua secara mendalam dapat dianalisis bagaimana cara persalinan secara tradisional. Oleh karena itu dapat diklasifikasikan persalinan tradisional masyarakat papua yaitu : 1.



Tradisi Blood Taboo Persalinan Masih Berlaku di Papua Tradisi blood taboo atau tindakan isolasi perempuan yang didasari anggapan bahwa darah yang dikeluarkan perempuan pada saat menstruasi atau saat melahirkan (persalinan) adalah darah yang membawa sial masih terjadi di berbagai wilayah Papua. Fakta tersebut diungkapkan oleh inisiator sekaligus penanggung jawab Balai Kesehatan Terpadu Ibu dan Anak Mimika, dr. Tjondro Indarto kepada indonesiatimur.co ketika dihubungi melalui ponsel. Menurutnya walaupun beragam perlakuannya, tradisi blood taboo ini masih terjadi di berbagai tempat di Papua maupun Papua Barat. “Bentuk perlakuan itu misalnya Ibu Hamil Suku Burate & suku rawa-rawa lainnya di Nabire, bila tiba saatnya untuk melahirkan tiba mereka diisolasi di luar kampungnya dan tidak boleh keluar dari pagar yang telah ditentukan.” katanya menjelaskan. Secara tegas dokter yang juga pendiri Gerakan Sayang Ibu Papua ini menyatakan bahwa tradisi pengisolasian perempuan hamil itu tidak terjadi hanya di pelosokpelosok saja, namun juga di kota-kota besar seperti Timika dan kota lainnya di Papua. Tentunya tradisi ini dapat dinilai kurang menghargai ibu dan kesehatannya. “Aktivitas seperti makan, memasak, kebelakang, & tidur selama kurang-lebih 2-3 minggu menunggu proses persalinan sendirian ditengah hutan belantara atau di pantai, bila Ibu meninggal semuanya menjadi abu. Semua itu hingga masa persalinan tiba dilewati sendiri oleh sang ibu di lokasi isolasi di luar kampung. Masa kita tega?” ujarnya mempertanyakan. Dia berharap pemerintah lebih proaktif dalam menyikapi fakta-fakta di lapangan untuk mengejar target penurunan Angka Kematian Ibu Hamil (AKI). Pemahaman budaya dan kondisi lapangan sangatlah diperlukan untuk membangun program yang tepat sasaran.



D-IV KEBIDANAN



Page 2



“Jangan standar program di Jawa main diterapkan saja di Papua, pasti tidak jalan! Standar pencapaian seperti AKI harus sama, tapi caranya dan sarannya disesuaikan. Karena Papua ini juga bagian dari Indonesia!” katanya. (ps)



2.



Metode Persalinan Suku Asmat Tradisi melahirkan yang digambarkan Sekarningsih dalam NT merupakan kebiasaan melahirkan suku Asmat sebelum masuknya para misi zending kedaerah ini. Tradisi tersebut mendapat tempat istimewa di hati pengarang karena diberi porsi banyak daripada tradisi Asmat lainnya. Sekarningsih mengawali dan mengakhiri kisahnya dengan mendeskripsikan proses kelahiran dalam suku Asmat yang kontradiktif dan riskan terhadap kelangsungan hidup ibu dan bayi. Teweraut nama yang dipakai untuk menyebutkan tokoh utama roman ini merupakan salah satu tanaman lokal bernama anggrek Teweraut. Anggrek ini berkelopak merah jingga dan termasuk tanaman langka. Tanaman ini hidup sebagai epifit di pohonpohon besar, seperti habitat anggrek pada umumnya. Dari sisi budaya, nama Teweraut merupakan lambang tradisi bersalin di bawah pohon lebat dan tinggi. Ketika Tewer dilahirkan, ia hanya beralaskan dedaunan dan berteduh di bawah pohon lebat. Hidup begitu cepat berputar, ia kini mengalami hal yang pernah dirasakan Endew lima belas tahun lalu, berjibaku di tengah hutan yang buas dan liar, demi menyelamatkan benih kehidupan yang dititipkan dalam rahim Endew. Saat ini, Tewer pun harus berjuang menyelamatkan kehidupan dalam rahimnya. Ketika tanda-tanda melahirkan mulai terasa, Tewer bersama Endew bergegas mendayung perahu menuju gubuk bersalin yang dibuat nDiwi di tepi hutan. Gubuk seluas satu setengah meter, tinggi atap hanya satu setengah meter, rangka lantainya kasar, menggunakan gaba-gaba (pelepah pohon sagu) dalam kodisi tidak beraturan, dan di atasnya dialasi daun-daun kering. Atap dan dindingnya ditutupi anyaman daun nipah yang nampak masih hijau. menjelaskan tradisi melahirkan suku Asmat yang berlangsung di tengah hutan, di bawah pohon besar, dan di gubuk bersalin. Tradisi persalinan menyirat falsafah masyarakat pedalaman tentang hutan dan pohon. Hutan adalah ibu yang memberikan sumber kehidupan bagi manusia, seperti halnya seorang ibu yang melahirkan benih kehidupan. Masyarakat pedalaman identik dengan hutan dan kebun. Pohon yang besar dan tinggi dimaknai sebagai sumber kekuatan hidup. Pohon yang tinggi menjadi penaung atau pelindung tanaman lain yang lebih kecil. Dalam roman NT disimbolkan dengan tanaman anggrek teweraut yang menggantungkan hidup dibalik pohon besar yang tinggi. Jika dikaitkan dengan usia pernikahan dini Teweraut, pohon bisa melambangkan ibu Teweraut sementara tanaman anggrek teweraut melambangkan seorang anak manusia yang bernama Teweraut. Di usia



D-IV KEBIDANAN



Page 3



15 tahun, Teweraut masih menggantungkan hidup kepada kedua orang tua. Ia ingin hidup tenang dan nyaman dalam pelukan sang ibu. Akan tetapi, tradisi perjodohan anak usia dini telah menghalau dan memusnahkan semua harapan ibu dan anak. Tradisi demikian memiliki resiko terhadap keselamatan ibu dan bayi. D menunjukkan tradisi yang berisiko itu akhirnya merenggut nyawa Teweraut beserta bayinya. Setelah berapa lama berjuang mengeluarkan kehidupan di dalam perutnya, Tewer pun menyerah tidak berdaya. Tubuhnya terkulai lemas. sKeringat bercucuran tiada henti. Sementara itu jabang bayi belum juga menampakkan kepala. Dalam keadaan sakit tak terkirakan, Tewer memutuskan melahirkan di puskesmas. Dengan bantuan Endew dan beberapa nelayan Bugis, ia diusung menuju puskesmas. Dalam kondisi setengah sadar, ia hanya bisa berharap semoga sang bayi bisa menghirup udara dunia dan berbaring di atas kasur empuk. Rupanya garis kehidupan belum berpihak padanya. Bahkan jabang bayi pun tidak diberi kesempatan menikmati ranjang beralas kasur tipis, tanpa kain penutup, dengan warna yang sudah tidak jelas juntrungannya. menjelaskan dampak negatif tradisi bersalin suku Asmat terhadap keselamatan ibu dan bayi. Proses persalinan yang dilakukan berdasarkan adat menjadi tragedi kematian ibu dan bayi. Tanpa bantuan medis, keduanya akhirnya meninggal. Kematian Tewer dan jabang bayinya menyiratkan makna bahwa mengubah kebiasaan bersalin dari yang tradisional ke modern bukanlah hal muda. Apalagi kondisi sosial budaya dan geografis masyarakat yang tidak mendukung. Hal penting yang ingin dikemukakan pengarang terkait penggambaran budaya bersalin ini adalah kepatuhan terhadap tradisi ini membawa dampak negatif terhadap kelangsungan hidup ibu dan sang jabang bayi.



D-IV KEBIDANAN



Page 4



BAB III PENUTUP Orang Papua yang terdiri dari keaneka ragaman kebudayaan memiliki pengetahuan tentang mengatasi berbagai masalah kesehatan yang secara turun temurun diwariskan dari generasi ke genarasi berikutnya. Nampaknya pengetahuan tentang mengatasi masalah kesehatan pada orang Papua yang berada di daerah pedesaan lebih cenderung menggunakan pendekatan tradisional karena faktor-faktor kebiasaan, lebih percaya pada kebiasaan leluhur mereka, dekat dengan praktisi langsung seperti dukun, lebih dekat dengan kerabat yang berpengalaman mengatasi masalah kesehatan secara tradisional, mudah dijangkau, dan pengetahuan penduduk yang masih berorientasi tradisional.



D-IV KEBIDANAN



Page 5



DAFTAR PUSTAKA



https://www.academia.edu/12099883/Etnofarmakologi_Papua



D-IV KEBIDANAN



Page 6