Pertanggung Jawaban Direksi Dalam Pengurusan BUMN Persero [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pertanggung Jawaban Direksi Dalam Pengurusan BUMN Persero Faculty of Law , Universitas Negeri Semarang ( UNNES ) Jln Taman Siswa, UNNES Sekaran Campus, Gunungpati, Semarang , Indonesia email : [email protected] Rasyanahla Ghaffar Baharudinsyah ABSTRAK Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahum 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, definisi Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN adalah Badan usaha yang selurunya atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Pada dasarnya, keberadaan BUMN di Indonesia memiliki keterkaitan yang erat dengan amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, utamanya ayat (2) dan (3). Ayat 2 ditulis, “Cabangcabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara”. Badan Usaha Milik Negara, selanjutnya disebut BUMN, diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut dengan UU BUMN). Undang-undang ini memberikan pengertian dari BUMN itu sendiri. Pada Pasal 1 angka 1 UU BUMN menyatakan bahwa BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Selanjutnya disini kita akan membahs tentang pertanggung jawaban dari Direksi dalam BUMN Persero. Keywords : Direksi , Persero , BUMN ABSTRACK According to law number 19 Tahum 2003 About State-owned enterprises, the definition of Stateowned enterprises, STATE-OWNED COMPANIES hereinafter referred to as the business entity that is selurunya or the majority of its capital owned by the State through its investment directly that comes from the wealth of the country separated. In essence, the existence of STATEOWNED ENTERPRISES in Indonesia have close linkages with the mandate of Article 33 of the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945, particularly paragraph (2) and (3). Paragraph 2 are written, "branches of production that are essential for the country and that his life is ruled by the people of the country". State-owned enterprises, STATE-OWNED ENTERPRISES, hereinafter referred to as regulated in Act No. 19 Year 2003 about State-owned enterprises ("SOES with law). This Act gives the sense of a STATE-OWNED ENTERPRISE itself. In Article 1 point 1 of the ACT States that the STATE-OWNED ENTERPRISE is a business entity that all or most of the capital is owned by the State through direct participation that comes from the wealth of the country separated. Next here we will membahs on liability of Directors in SOES Persero. Keywords : Direksi , Persero , BUMN



1



PENDAHULUAN Saat dikeluarkan Undang Undang No 19 Tahun 2003 Tentang Badam Usaha Milik Negara ( UUBUMN ), sedang terjadi perkembangan baru dalam pengaturan seputar Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Undang Undang ini mencabut beberapa undang undang yang sebelumnya menjadi dasar bagi eksistensi dan kegiatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pada dasanya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia memiliki keterkaitan yang cukup erat atau dekat dengan amanat dalam Pasal 33 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI 1945) yaitu utamanya ayat (2) dan (3). Ayat 2 ditulis, “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara”. Menurut Pasal 1 Undang Undang Badan Usaha Milik Negara (UUBUMN) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN adalah Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk Perusahaan Perseroan (PERSERO) sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 dan Perusahaan Umum (PERUM) sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi yang paling penting di dalam perekonomian nasional, yang bersama-sama dengan pelaku ekonomi yang lain yaitu swasta (besar-kecil, domestik-asing) dan koperasi, merupakan pengejawantahan dari bentuk bangun demokrasi ekonomi yang akan terus kita kembangkan secara bertahap dan berkelanjutan. Perusahaan Perseroan (PERSERO) sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dimana negara memiliki sebagian atau seluruhnya saham , sebagai salah satu bentuk uaha negara sebagaimana diatur dalam Undang Undang No 40 Tahun 2007. PERSERO sangat berperan dalam perekonomian nasional dimana sebagai penyedia barang dan jasa untuk pemenuhan kebutuhan untuk konsumsi maupun untuk keperluan proses produksi. Berbagai upaya untuk meingkatkan kinerja PERSERO telah dilakukan oleh Pemerintah selama ini dan upaya yang demikian akan terus dilakukan sehingga memungkinkan PERSERO mampu berperan sebagai badan usaha yang sehat dan efisien serta mampu pula meningkatkan sumbangan bagi pembangunan ekonomi Indonesia dan meningkatkan sumbangan bagi negara baik dalam bentuk dividen yang menjadi bagian Negara sebagai pemegang saham maupun dalam bentuk penerimaan pajak bagi Negara.1 Organ dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak berbeda dengan organ yang ada dalam Perseroan Terbatas, karena pada dasarnya BUMN tidak lain adalah Perseroan Terbatas yang sahamnya dimiliki oleh Negara minimal 51% (lima puluh satu persen) dari jumlah seluruh saham yang ada dalam perseroan. Adapun organ BUMN yaitu terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Komisaris, dan Direksi.



1



Putu Erlangga , “Pemabatasan Tanggung Jawab Direksi Persero Dalam Rangka Meningkatkan Keuangan Negara”.2003, hal.5.



2



Dalam Pasal 1 Ayat 9 Undang-Undang No 19 tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan bahwa : Direksi adalah organ Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bertanggung jawab atas kepengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN, serta mewakili BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan. . Berdasarkan ketentuan diatas, maka sudah jelas bahwa kedudukan dan peranan Direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terutama Persero sebagai salah satu organ dalam BUMN, mempunyai peranan yang sangat penting dan menentukan karena tanggung jawab pengurusan BUMN sepenuhnya ada ditangan Direksi. Artinya, maju mundurnya sebuah usaha BUMN, berhasil tidaknya BUMN mengemban misinya secara (ekonomi dan social) sebagaimana diharapkan oleh pemerintah selaku pemegang saham sangat ditentukan oleh kemampuan dan profesionalisme Direksi BUMN dalam mengurus dan mengelola BUMN yang bersangkutan. Hal ini terkait dengan maksud dan tujuan didirikannya BUMN. Karena kali ini kita akan membahas tentang pertanggung jawaban Direksi atas Persero maka kita harus mengetahui lebih lanjut bagaiamana Badan Usaha Milik Negara dahulu , dikarenakan Persero merupakan suatu badan usaha yang berada di bawah BUMN , setelah itu kita akan mengetahui bagaimana persero tersebut berjalan dan bagaimana pertanggung jawaban Direksi didalamnya.



METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode peneletian Yuridis Normatif dan Kepustakaan, Yuridis Normatif adalah suatu pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundangundangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Jurnal ini dilakukan dengan melakukan peneletian dengan penerapan masalah ke Undang-Undang yang mengatur tentang Perikatan dan Perjanjian dan segala hubunganya.



3



HASIL DAN PEMBAHASAN A. BUMN Saat dikeluarkan Undang Undang No 19 Tahun 2003 Tentang Badam Usaha Milik Negara ( UUBUMN ), sedang terjadi perkembangan baru dalam pengaturan seputar Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Undang Undang ini mencabut beberapa undang undang yang sebelumnya menjadi dasar bagi eksistensi dan kegiatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menurut Pasal 1 Undang Undang Badan Usaha Milik Negara (UUBUMN) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN adalah Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk Perusahaan Perseroan (PERSERO) sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 dan Perusahaan Umum (PERUM) sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi yang paling penting di dalam perekonomian nasional, yang bersama-sama dengan pelaku ekonomi yang lain yaitu swasta (besar-kecil, domestik-asing) dan koperasi, merupakan pengejawantahan dari bentuk bangun demokrasi ekonomi yang akan terus kita kembangkan secara bertahap dan berkelanjutan. Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan, ada beberapa unsur yang harus dipenuhi oleh badan usaha agar dapat dikatergorikan sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Yakni 2: 1. Badan Usaha. Pasal 1 Ayat 2 Undang Undang No 8 Tahun 1997 mendifinisikan perusahaan sebagai bentuk usaha yang melakukan kegiatan usaha secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba baik yang diselenggarakan oleh perseorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan di wilayah negara Indonesia. 2. Modal badan usaha tersebut sebagian besar atau seluruhnya dimiliki oleh negara. Sebuah badan usaha dapat dikategorikan atau termasuk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) jika modal badan usaha seluruhnya (100%) dimiliki oleh negara atau sebagaian modal dari usaha tersebut dimiliki oleh negara. Jika modal tersebut tidak seluruhnya dikuasai oleh negara , maka agar tetap dikategorikan atau termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) , maka negara minimum menguasai (51%) modal badan usaha tersebut. 3. Negara melakukan penyertaan modal secara langsung. Mengingat disini ada penyertaan langsung ,maka negara terlibat dalam menanggung resiku untung atau ruginya perusahaan tersebut. Pemisahan kekayaan negara untuk dijadikan penyertaan modal negara kedalam (Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hanya dapat dilakukan dengan penyertaan secara langsung oleh negara ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sehingga setiap oenyertaan tersebut harus ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah (PP). 4. Modal penyertaan tersebut berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Kekayaan yang dipisahkan disini adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada 2



Ridwan Khairandy, Pokok Pokok Hukum Dagang Indonesia (Yogyakarta : FH UII Press, 2013), hal.159.



4



Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk dijadikan modal oleh BUMN. Setelah itu pembinaan dan pengelolaanya tidak lagi didasarkab pada system APBN, namun pembinaan dan pengelolaanya tetap dalam prinsip perusahaan yang sehat. Sebagai konsekuensi pemisahan kekayaan tersebut, maka begitu negara telah melakukan penyertaan ke dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kekayaan tersebut telah menjadi milik BUMN. Bukan lagi kekayaan dari negara sebagai pendiri BUMN tersebut. Pada dasarnya, keberadaan BUMN di Indonesia memiliki keterkaitan yang erat dengan amanat dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (UUDNRI 1945) , utamanya ayat (2) dan (3). Ayat 2 ditulis, “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara”. Sedangkan pada ayat (3) ditulis, “ Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar--besarnya kemakmuran rakyat”. Penguasaan oleh Negara sebagaimana yang disampaikan oleh Pasal 33 tersebut, bersifat penting agar kesejahteraan rakyat banyak terjamin dengan dapatnya rakyat memanfaatkan sumbersumber kemakmuran rakyat yang berasal dari bumi, air dan kekayaan alam di dalamnya. Perusahaan perusahaan besar yang menyangkut hajat hidup orang banyak di Indonesia memang harus berada di bawah lingkup Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dikarenakan jika tidak dikhawatirkannya dapat menjadi monopoli atau semacamnya dan membuat rakyat tidak sejahtera. Badan Usaha Milik Negara, selanjutnya disebut BUMN, diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut dengan UU BUMN). Undang-undang ini memberikan pengertian dari BUMN itu sendiri. Pada Pasal 1 angka 1 UU BUMN menyatakan bahwa BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Tujuan didirikanya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat dilihat dari Pasal 2 Ayat 1 Undang Undang Badan Usaa Milik Negara (UUBUMN) menentukan bahwa maksud dan tujua didirikanya (Badan Usaha Milik Negara) adalah :3 a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekenomian nasional pada umumnya dan penerimaan pada khususnya Disini Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus memberikan kontribusi dalam meningkatkan pertumbuan ekonomi nasional dan membantu penerimaan keungan negara. b. Mengejar Keuntungan Menurut Penjelasan Pasal 1 Ayat (1) huruf a, meskipun maksud dan tujuan persero adalah mengejar keuntungan, namun dalam hal tertentu untuk melakukan pelayanan umum, Persero dapat diberikan tugas khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. 3



Ibid., hal.163.



5



c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. Dengan maksud dan tujuan seperti ini , setiap usaha Badan Usaha Milik Negara (BUMN), baik barang maupun jasa dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. d. Menjadi perintis kegiatan kegiatan yang belum dapat dilaksanakan oleh sector swasta dan koperasi, dan turut aktif dalam memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah , koperasi dan masyarakat. Menurut Penjelasan Pasal 1 Ayat 1 huruf d, kegiatan perintisan merupakan suatu kegiatan usaha untuk menyediakan barang dan atau jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat, namun kegiatan tersebut belum dapat dilakukan oleh swasta dan koperasi karena secara komersial tidak menguntungkan.



Sebelum berlakunya Undang Undang No. 19 Tahun 2000, berdasarkan Undang Undang No 9 Tahun 1969, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diklasifikasikan dalam tiga badan usaha, yaitu : 1. Perusahaan Jawatan ( Perjan ) 2. Perusahaan Umum ( Perum ) 3. Perusahaan Perseroan ( Persero ) Kemudianm berdasarkan Undang Undang No. 19 Tahun 2003, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hanya dikelompokkan menjadi dua badan perusahaan: 1. Perusahaan Perseroan 2. Perusahaan Umum Karena kali ini kita akan membahas tentang pertanggung jawaban Direksi atas Persero maka kita harus mengetahui lebih lanjut bagaiamana persero tersebut berjalan dan bagaimana pertanggung jawaban Direksi didalamnya. PERUSAHAAN PERSEROAN Mengenai pengertian Persero dapat ditemukan di Pasal 1 Ayat 1 Undang Undang Badan Usaha Milik Negara (UUBMN). Pasal ini mendefinisikan Persero adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau yang paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki negara Republik Indonesia yang tujuannya mengejar keuntungan.4 Perusahaan Perseroan yang selanjutnya disebut Persero, merupakan BUMN yang berbentuk perseroan yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya adalah mengejar keuntungan. Adapun pendiriannya berbeda dengan pendirian badan hukum (perusahaan) pada umumnya. Persero didirikan dengan diusulkan oleh menteri kepada presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Teknis dan Menteri Keuangan. Organ Persero terdiri atas RUPS, Direksi dan Komisaris. 4



Ibid., hal. 164.



6



Berdasarkan definisi diatas , dapat ditarik unsur unsur yang melekat dalam Persero, yakni : 1. 2. 3. 4.



Persero adalah badan usaha. Persero adalah Perseroan Terbatas. Modalnya terbagi dalam saham Tujua didirikanya Persero adalah untuk mengejar keuntungan.



Istilah ”perseroan” menunjuk pada cara menentukan modal, yaitu terbagi dalam saham, sedangkan “terbatas” menunjukan pada tanggung jawab pemegang saham, yaitu sebatas jumlah nomimal saham yang dimiliki. Perseroan terbatas adalah perusahaan persekutuan berbadan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang selanjutnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undangundang ini, serta peraturan pelaksananya. Pada Perseroan Terbatas terdapat apa yang disebut organ PT, demikian juga halnya dengan Persero memiliki organ Persero, yaitu : 1. RUPS ( Rapat Umum Pemegang Saham ) RUPS atau Rapat Umum Pemegang Saham mempunyai pengertian yang dijelaskan pada Pasal 1 Ayat 4 Undang Undang No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yaitu Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar. Pemegang saham berhak untuk memperoleh keterangan yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang keterangan tersebut berhubungan dengan mata acara rapat dalam RUPS dan tidak bertentangan dengan kepentingan Perseroan. Mata acara rapat lain-lain tidak berhak disetujui oleh RUPS, kecuali semua pemegang saham yang hadir atau wakilnya menyetujui adanya penambahan mata acara rapat. Rapat Umum Pemegang Saham diadakan di tempat keduduka perseroan atau ditempat perseroan melakukan kegiatan usahanya berdasarkan anggaran dasar. Bagi RUPS Perseroan Terbuka dapat diadakan di tempat kedudukan bursa dimana tempat saham perseroan dicatatkan. Tempat dilaksanakannya Rapat Umum Pemegang Saham harus terletak diwilayah Republik Indonesia. Selain itu, RUPS dapat juga diselenggarakan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat. Setiap penyelenggaraan RUPS yang dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya harus dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS .RUPS terdiri atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya. RUPS tahunan wajib diadakan dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir. 7



Dalam RUPS tahunan, harus diajukan semua dokumen dari laporan tahunan Perseroan. Sedangkan RUPS lainnya dapat diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan dan/atau kepentingan Perseroan ( Pasal 78 Undang Undang No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas). 2. Direksi Direksi menurut Pasal 1 Ayat 5 Undang Undang No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas ialah “Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar”. Tugas Direksi Perseroan dijelaskan pada pasal 92 Ayat 1 , 2 dan Pasal 97 Ayat 2 Undang Undang Perseroan Terbatas yaitu menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang dan/ atau anggaran dasar dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab. Saat direksi mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan, direksi disebut sebagai tugas representasi sedangkan saat direksi mengurus Perseroan dengan menjalankan kepemimpinan Perseroan, disebut sebagai tugas manajemen. Direksi dalam menjalankan reprentasi di luar pengadilan diantaranya adalah melakukan kontrak atau transaksi bisnis dengan pihak ketiga, mewakili Perseroan untuk menandatangi kontrak tersebut, mewakili Perseroan untuk menghadap pejabat negar dan masih banyak lagi yang lainnya.5 3. Dewan Komisaris Dewan Komisiaris atau komisaris menurut Pasal 1 Ayat 6 Undang Undang No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yaitu Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) dapat ditetapkan seorang komisiaris atau lebih disamping direksi oleh karena Undang undang tidak mengharuskan adanya komisaris itu , maka tugas dan kewajibannya wajib pula diatur dalam akta itu. Tugas komisaris ialah untuk mengawasi serta mengamat segala tindakan direksi dan menjaga agar tindakanya tidak merugikan perseroan. Para komisiaris bersama sama ataupun sendiri sendiri ada hal sewaktu waktu masuk dalam gedung gedung dan pekarangan pekarangan yang digunakan oleh perseroan, memeriksa segala buku buku dan surat surat milik perseroan, memeriksa persediaan barang , uang kas , dan sebagainya , dan pada umumnya diperkenankan bertindak leluasa untuk dapat melaksanakan pengawasan dengan baik. Direksi diwajibkan memberi keterangan keterangan sejelas jelasnya yang diminta oleh komisaris komisaris. Komisaris tak berhak mewakili sebuah Perseroan Terbatas keluar terhadap pihak ketiga kecuali dalam beberapa hal yang diperkenankan oleh undang undang.6 Setelah mengetahui apa itu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Persero secara umum dan juga organ organ yang ada di Persero maka sekarang kita menjuju ke point utama pembahasan yaitu pertanggung jawaban Direksi kepada Persero. Siti Hapsah , “Tanggung Jawab Organ Perseroan Terbatas Dalam Kasus Kepailitan” ARENA HUKUM.Volume.7.Nomor 2, Agustus 2014, hal. 162. 6 C.S.T Kansil , Pokok Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia ( Jakarta : Sinar Grafika, 2013). Hal.89. 5



8



PERTANGGUNG JAWABAN DIREKSI DALAM PERSEROAN Dalam Pasal 1 Ayat 9 Undang-Undang No 19 tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan bahwa : Direksi adalah organ Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bertanggung jawab atas kepengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN, serta mewakili BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan. . Berdasarkan ketentuan diatas, maka sudah jelas bahwa kedudukan dan peranan Direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terutama Persero sebagai salah satu organ dalam BUMN, mempunyai peranan yang sangat penting dan menentukan karena tanggung jawab pengurusan BUMN sepenuhnya ada ditangan Direksi. Artinya, maju mundurnya sebuah usaha BUMN, berhasil tidaknya BUMN mengemban misinya secara (ekonomi dan social) sebagaimana diharapkan oleh pemerintah selaku pemegang saham sangat ditentukan oleh kemampuan dan profesionalisme Direksi BUMN dalam mengurus dan mengelola BUMN yang bersangkutan. Hal ini terkait dengan maksud dan tujuan didirikannya BUMN. Berdasarkan Pasal 14 Ayat1 Undang Undang No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang berbunyi “Perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, hanya boleh dilakukan oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota Dewan Komisaris Perseroan dan mereka semua bertanggung jawab secara tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebu” dapat disimpulkan bahwa hanya Direksi yang dapat melakukan suatu tindakan hukum dalam Perseroan yang belom berbadan hukum. Hal ini menunjukkan bahwa seorang Direksi sangatlah bertanggung jawab atas jalannya sebuah Perseroan. Berkenaan dengan direksi memiliki tugas dan kewajiban sebagai berikut :     











Direksi wajib menyiapkan rencana jangka panjang yang merupakan rencana strategis yang memuat sasaran dan tujuan Persero yang hendak dicapai dalam jangka waktu 5 (lima) tahun. Direksi wajib menyiapkan rencana kerja dan anggaran perusahaan yang merupakan penjabaran tahunan dari rencana jangka panjang tersebut. Direksi wajib menyampaikan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan kepada RUPS. Direksi wajib menyerahkan perhitungan tahunan Persero kepada akuntan publik atau badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BPKP) sebagaimana ditetapkan oleh RUPS. Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pemegang saham yang beritikad baik yang timbul akibat pembelian kembali yang batal karena hukum tersebut. (Pasal 37 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam hal laporan keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota Direksi (dan anggota Dewan Komisaris) secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan. (Pasal 69 ayat (3) Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan Perseroan apabila yang 9















bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya (Pasal 97 ayat (3) UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas), dan dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab tersebut berlaku secara tanggung renteng. (Pasal 97 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Anggota Direksi yang tidak melaksanakan kewajibannya melaporkan kepada Perseroan saham yang dimiliki anggota Direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam Perseroan dan Perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus, dan akibatnya menimbulkan kerugian bagi Perseroan, bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan tersebut. (Pasal 101 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas). Dalam hal kepailitan, baik karena permohonan Perseroan Terbatas maupun permohonan pihak ketiga, terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut. Tanggung jawab tersebut berlaku juga bagi anggota Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. (Pasal 104 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas) Dalam hal Direksi diwajibkan untuk meminta persetujuan atau bantuan kepada Dewan Komisaris sebelum Direksi melakukan perbuatan hukum tertentu. Meskipun UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dinyatakan bahwa perbuatan hukum tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lainnya dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik, hal tersebut dapat mengakibatkan tanggung jawab pribadi anggota Direksi, manakala terjadi kerugian pada Perseroan. (Pasal 117 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas).



TANGGUNG JAWAB HUKUM OLEH DIREKSI KEPADA PERSEROAN TERBATAS Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas, pada umumnya pasti berorientasi profit, hal itu dilakukan untuk menjaga keberlangsungan dan perkembangan perusahaan tersebut. Dengan demikian , Direksi sebagai organ Perseroan yang mengurus Perseroan sehari-hari, dapat mencapai prestasi terbesar untuk kepentingan Perseroan tersebut , maka para Direksi harus diberi kewenangan-kewenangan tertentu untuk melakukan pengelolaan organisasi dan untuk mencapai hasil yang optimal dalam mengurus Perseroan. Disini bukan hanya kewenangan saja yang diberikan perusahaan untuk kemajuan sebuah Perseroan , tetapi juga kualitas dari para Direksi yang harus ditingkatkan sejalan dengan kewenangan kewenangan yang mereka pegang. Melalui kewenangan yang telah diberikan tersebut, Direksi juga perlu diberi tanggung jawab dalam mengurus Perseroan. Hal ini berarti dalam membicarakan kewenangan Direksi, diperlukan pemahaman tentang tanggung-jawabnya. Disini tanggung jawab sendiri adalah suatu kewajiban seorang individu yang diberikan kepadanya dan harus dikerjakan dengan sebaik mungkin , yang sesuai dengan kemampuannya. 10



Dalam Perseroan biasanya antara wewenang dan tanggung jawab seorang Direksi harus mempunyai tingkatan yang sama atau setara. Dengan demikian, wewenang seorang Direksi memberikan kepadanya kekuasaan untuk membuat serta menjalankan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan bidang tugasnya yang telah ditetapkan dan tanggung jawab dalam bidang tugasnya tersebut menimbulkan kewajiban baginya untuk melaksanakan tugas–tugas tersebut dengan jalan menggunakan wewenang yang ada untuk mencapai tujuan Perseroan7 Untuk itulah Pasal 97 ayat (1) UUPT menentukan bahwa Direksi bertanggung-jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1). Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab (ayat (2)). Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan bila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), demikian bunyi ayat (3)-nya. Kemudian ayat (4) mengatakan bahwa dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi. Ayat (5) menyatakan bahwa anggota Direksi tidak dapat dipertangungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), apabila dapat membuktikan :8 1. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya. 2. Telah melakukan pengurusan dengan iktikad baik dan kehati hatian untuk kepentingan dan maksud dengan sesuai dari tujuan persero. 3. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian pada persero. 4. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. Ketentuan Pasal 97 ayat (5) tersebut di atas, tidak mengurangi hak pada anggota Direksi lain dan/atau anggota Dewan Komisaris untuk mengajukan gugatan atas nama Perseroan. Selanjutnya menurut Pasal 97 ayat (6), atas nama Perseroan, Pemegang Saham yang mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian Perseroan. Dalam Pasal 101 ayat (2) UUPT bahwa anggota Direksi yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada Pasal 101 ayat (1) dan menimbulkan kerugian bagi Perseroan, bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan tersebut. Tanggung jawab hukum direksi dalam hal kepailitan di dalam melakukan pengurusan Perseroan, Direksi memiliki kewenangan yang luas. Akan tetapi, kewenangan tersebut bukan tanpa batas. UUPT memberikan cukup pembatasan atas kewenagan Direksi, diantaranya yang diatur dalam Pasal 104 ayat (1) Ridel S, “Kajian Hukum Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Perusahaan Perseroan (PERSERO). “. Kajian Hukum. Vol.II No.1 ,Januari-Maret 2014, hal. 21. 8 Ibid. 7



11



mengenai permohonan kepailitan atas Perseroan. Dalam pasal tersebut ditetetapkan bahwa Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas Perseroan sendiri kepada pengadilan niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. PEMBATASAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSERO DALAM PENGURUSAN KEUANGAN NEGARA Dari Pembahasan dan analisa yang paling tepat untuk menganalisis permasalahan dari teori tanggung jawab Shidarta adalah prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability principle). Pelaku usaha disini tidak harus menanggung semua tanggung jawab yang ada dalam perusahaan.. Bagaimana mungkin Persero yang jati dirinya adalah sebuah perusahaan, namun Persero dapat di audit oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) sehingga Direksi dapat dikenakan sanksi pidana apabila memberikan kerugian pada negara. Hal ini membuat Persero tidak kreatif dalam menjalankan usaha Persero sehingga keuangan negara sulit untuk berkembang. Masalah rugi untung adalah hal wajar dalam menjalankan usaha, akan tetapi jika perusahaan rugi dan direksi di Pidana hal ini tidak mencerminkan keadilan. Penerapan hukum publik pada Persero, adalah akibat adanya pandangan atau persepsi bahwa Persero adalah aset negara. Pandangan demikian bertentangan dengan hukum yang terdapat dalam perseroan, dimana Persero dianggap sebagai badan hukum privat (privaat rechtelijk rechtpersoon) yang mempunyai hak dan kewajiban tersendiri lepas dari pengaruh Negara atau pemegang saham. Tidak diterimanya dividen dan kemungkinan penurunan harga saham seharusnya juga merupakan risiko yang telah diperhitungkan pemegang saham seharusnya Upaya hukum yang dapat dilakukan Negara apabila penurunan harga saham terjadi karena perbuatan melawan hukum atau kelalaian Direksi dan atau Komisaris persero , adalah berdasar Pasal 1365 BW (onrechtmatigedaad) bukan melalui penuntutan atas tindak pidana korupsi. TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERBUATAN MELAWAN HUKUM



DALAM



PERSEROAN



TERBATAS



DALAM



Menurut Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain. Ilmu hukum mengenal 3 (tiga) kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu : 1. Perbuatan melawan hukuk dikarenakan kesengajaan. 2. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan ataupun kelalain ). 3. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian.



12



Perbuatan melawan hukum bukan hanya bertentangan dengan Undang-Undang atau ketentuan yang ada, namun juga berbuat atau tidak berbuat yang melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban orang yang berbuat atau tidak berbuat bertentangan dengan kesusilaan maupun sifat berhati-hati, kepantasan dan kepatutan dalam lalu lintas masyarakat. Adapun unsur unsur melawan hukum :9 1. Adanya perbuatan melawan hukum Dikatakan perbuatan melawan hukum, tidak hanya hal yang bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga jika berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang memenuhi salah satu unsur berikut. a. Bertentangan dengan hak orng lain. b. Bertentangan dengan kewajiban hukum dirinya sendiri. c. Bertentangan dengan kesusilaan. d. Bertentangan dengan keharusan (kehati-hatian, kepantasan, kepatutan) yang harus diindahkan dalam pergaulan masyarakat mengenai orang lain atau benda. 2. Adanya unsur kesalahan Unsur kesalahan yang dimaksud dalam hal ini adalah kesalahan perbuatan dan akibat atau kesalahan yang dipertanggung jawabkan oleh pelaku. 3. Adanya Kerugian Yaitu kerugian yang timbul karena adanya perbuatan melawan hukum. Tiap perbuatan melawan hukum tidak hanya dapat mengakibatkan kerugian uang saja, namun juga dapat menyebabkan kerugian moril atau idiil, yakni ketakutan, terkejut, sakit dan kehilangan kesenangan hidup. 4. Adanya hubungan sebab akibat Unsur sebab-akibat dimaksudkan untuk meneliti adalah hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dan kerugian yang ditimbulkan sehingga si pelaku dapat dipertanggung jawabkan. Pasal 82 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Sedangkan Pasal 85 Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menetapkan bahwa setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab dalam menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha Perseroan. Pelanggaran terhadap hal ini dapat menyebabkan Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya tersebut. Untuk dapat disebut sebagai perseroan terbatas, suatu badan usaha harus mempunyai ciriciri, antara lain harus mempunyai kekayaan sendiri, ada pemegang saham sebagai pemasok 9



Pasal 1365 Burgelijk Wetboek



13



modal yang tanggung jawabnya tidak melebihi dari nilai saham yang diambilnya (modal yang di setor) dan harus ada pengurus yang terorganisir guna mewakili perseroan dalam menjalankan aktivitasnya dalam lalu lintas hukum, baik di luar maupun di dalam pengadilan dan tidak bertanggungjawab secara pribadi terhadap perikatan-perikatan yang dibuat oleh perseroan terbatas. KESIMPULAN Dalam Pasal 1 Ayat 9 Undang-Undang No 19 tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan bahwa : Direksi adalah organ Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bertanggung jawab atas kepengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN, serta mewakili BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan. . Berdasarkan ketentuan diatas, maka sudah jelas bahwa kedudukan dan peranan Direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terutama Persero sebagai salah satu organ dalam BUMN, mempunyai peranan yang sangat penting dan menentukan karena tanggung jawab pengurusan BUMN sepenuhnya ada ditangan Direksi. Artinya, maju mundurnya sebuah usaha BUMN, berhasil tidaknya BUMN mengemban misinya secara (ekonomi dan social) sebagaimana diharapkan oleh pemerintah selaku pemegang saham sangat ditentukan oleh kemampuan dan profesionalisme Direksi BUMN dalam mengurus dan mengelola BUMN yang bersangkutan. Hal ini terkait dengan maksud dan tujuan didirikannya BUMN. Pasal 82 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Sedangkan Pasal 85 Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menetapkan bahwa setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab dalam menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha Perseroan. Pelanggaran terhadap hal ini dapat menyebabkan Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya tersebut.



14



15



DAFTAR PUSTAKA Kansil , C.S.T. 2013. Pokok Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika. Khairandy, Ridwan. 2013. Pokok Pokok Hukum Dagang Indonesia, Yogyakarta : FH UII PRESS. Erlangga, Putu. 2013. Pembatasan Tanggung Jawab Direksi Persero Dalam Rangka Meningkatkan Keuangan Negara.Makalah. Hapsah Siti.2014.Tanggung Jawab Organ Perseroan Terbatas Dalam Kasus Kepailitan. ARENA HUKUM .7, (2):151-302. Tumbel , Ridel.2014. Kajian Hukum Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Perusahaan Perseroan (PERSERO). Kajian Hukum.II (1) :. 16-30.



16