Pertanyaan Akad Istishna [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1. Bagaimana penerapan Istishna’ di Bank Syariah? Bank syariah adalah lembaga keuangan intermediari yang beroperasional mengacu kepada  prinsip-prinsip syariah dalam transaksi muamalah. Artinya bank syariah bukanlah sektor riil tapi sektor moneter. Oleh karena itu, bank syariah tidak bisa mempraktikan akad istishna’ secara sendiri dalam pembiayaannya tanpa adanya akad istishna’ yang kedua (istishna’ paralel) karena  bank syariah bukanlah produsen barang (Ascarya, 2007). Menurut Antonio (2010) ada beberapa ketentuan apabila bank syariah ingin menerapkan istisghna’ paralel yaitu; akad istishna’ antara bank syariah dengan nasabah harus terpisah dengan akad istishna’, antara bank syariah dengan subkontraktor, bank syariah bertanggung jawab kepada nasabah atas setiap kelalaian dan  pelanggaran kontrak begitu juga sebaliknya subkontraktor bertanggung jawab kepada bank syariah, dan tidak ada hubungan hukum atau kaitan antara nasabah dan subkontraktor. Ketentuan mengenai pembiayaan istishna’ bank syariah dengan akad paralel terdapat dalam fatwa DSN No. 22/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual Beli Istishna’ Paralel. Dalam fatwa tersebut dijelaskan mengenai kebolehan akad istishna’ dengan cara paralel dan larangan pemungutan Margin During Construction (MDC) dari pembeli, sedangkan ketentuan teknisnya diatur dalam fatwa DSN No. 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna’. Fatwa tersebut dibagi menjadi 3 bagian yaitu; ketentuan tentang pembayaran, ketentuan tentang barang dan ketentuan lain. Perbedaan antara pembiayaan istishna’ bank syariah dengan praktik di perbankan konvensional adalah yaitu terletak pada hubungan langsung antara subkontraktor dengan bank syariah dan terhindar dari mark up yang dilakukan oleh nasabah. Praktik istishna’ di bank syariah lebih mencerminkan transaksi utang piutang (penyediaan dana) dari pada kegiatan jual beli. Implikasinya adalah pengakuan piutang istishna’ yang lebih mencerminkan piutang uang daripada piutang barang. 2. Apa Kendala Dan Tantangan Penerapan Psak 104 Akuntansi Istishna' Pada Bank Syariah? PSAK Syariah yang mengatur tentang transaksi istishna’ yaitu PSAK 104 juga terkendala dalam implementasinya di bank syariah. Kendala yang dihadapi adalah dalam hal pengakuan keuntungan. PSAK Syariah dalam penerapannya di bank syariah terbentur oleh kelaziman bisnis yang berlaku di Indonesia sehingga tidak bisa diterapkan secara penuh. Dalam PSAK 104, hal-hal yang tidak bisa diterapkan secara penuh adalah terkait  pencairan dana dari bank syariah kepada sukkontraktor/produsen, pencatatan untuk kebutuhan distribusi bagi hasil, dan terkait pengakuan margin/keuntungan pada angsuran nasabah ketika masa kontruksi. Pertama, praktik dilapangan sulit untuk menggunakan metode prosentasi penyelesaian dalam pencairan dana karena lazimnya industri menerima pencairan uang terlebih dahulu, baru melakukan produksi. Hal ini dikarenakan produsen/subkontraktor tidak ingin menanggung risiko yang tinggi. Pencairan diawal juga ditujukan sebagai jaminan dan uang muka kerja  produsen/sunkontraktor. Dari kondisi tersebut, maka jika penerapan pencairan dilakukan sesuai dengan PSAK 104 maka bank syariah akan terkendala untuk memperoleh rekanan kerja yang  bias menyediakan pesanan



nasabah. Karena metode prosentasi penyelesaian mengharuskan  pencairan dana dilakukan dengan melihat pembangunan secara pisik yang dilakukan oleh subkontraktor atau Kedua, pendapatan operasi utama merupakan pendapatan bank syariah yang akan didistribusikan kepada pemilik dana. Perhitungan besaran bagi hasil yang akan didistribusikan  berasal dari pendapatan yang sudah diterima oleh bank syariah bukan pendapatan yang masih dalam pengakuan (accrual). Sistim IT bank syariah kesulitan untuk membaca dan membedakan antara pendapatan istishna’ yang sudah diterima (kas) dan yang belum diterima. Mengingat terdapat dua tahapan dalam pembayaran tangguh yaitu pengakuan pendapatan ketika masa kontruksi dan pengakuan pendapatan setelah penyerahan asset. Akad dalam transaksi bank syariah sangat beragam dan kompleks sehingga membutuhkan investasi IT yang besar. Ketika kendala IT tidak dapat dipenuhi maka diperlukan SDM yang handal dan teliti dalam pengerjaan manual dan komputerisasi untuk meminimalisir risisko. Sekalipun IT terpenuhi, bank syariah tetap dihadapkan pada kendala mencari SDM yang mengerti untuk mengoperasikan sistim tersebut. Tabel Kendala & Tantangan Implementasi PSAK 104



 



3. Bagaimana Mekanisme Akad Istishna pada KPR Syariah? Jadi, nasabah bisa memesan rumah sesuai spesifikasi yang diinginkan kepada penjual yang dalam hal ini bisa dilakukan oleh BPRS atau bank syariah lainnya. Setelah kesepakatan terkait spesifikasi rumah telah terselesaikan maka Pemesan alias nasabah bisa menentukan metode pembayaran yang diinginkan. Setidaknya ada 2 cara yang diberikan. Skema Pertama Nasabah bisa membayar rumah dengan skema pembayaran per bagian rumah. Jadi setiap ada bagian rumah yang jadi nasabah membayar atas bagian rumah yang sudah jadi tersebut. Ilustrasi sederhananya, misal si Fauzan ingin membeli rumah. Ia membeli rumah melalui BPRS Sejahtera. BPRS menawarkan skema akad istishna untuk pembelian rumah. Fauzan setuju, lalu ia menjabarkan spesifikasi rumah yang diinginkan. Kemudian, BPRS Sejahtera menghitung biaya-biaya yang dibutuhkan untuk membuat rumah sesuai sepesifikasi yang disampaikan. Dalam skema perhitungan, BPRS akan menambahkan biaya jasa sebagai keuntungan yang berhak mereka dapatkan atas pemesanan rumah tersebut. Setelah perhitungan selesai, disampaikan perhitungan tersebut kepada Fauzan dan Fauzan menyepakati perhitungan yang diberikan. Fauzan membayar dengan cara pembayaran setiap bagian rumah. Jadi, jikalau dalam proses pembuatan rumah tersebut ada bagian-bagian yang sudah mulai jadi Fauzan akan membayarnya. Kalau pondasi udah jadi, Fauzan membayar cicilan pertama. Kemudian ketika dinding udah jadi, Fauzan membayar cicilan kedua. Begitupun seterusnya sampai rumah tersebut jadi dan siap untuk digunakan. Skema Kedua Nasabah bisa membayar rumah dengan skema cicilan tanpa perlu menunggu setiap bagian rumah tersebut jadi. Misal si Haruman ingin membeli rumah dengan cara cicil. Ia memesan rumah tersebut kepada BPRS Sentosa. BPRS menawarkan skema akad istishna. Kemudian Haruman menyampaikan spesifikasi rumah yang diinginkan. Kemudian, BPRS akan menghitung biaya-biaya yang diperlukan ditambah biaya jasa. Setelah terhitung, disampaikan hitungan tersebut kepada Haruman. Ia menyepakati termasuk jumlah cicilan yang harus dibayarkan per bulan. Katakanlah total harga rumah yang dipesan adalah 250 juta. Kemudian BPRS memberikan tambahan margin sebanyak 30 juta sebagai biaya jasa sehingga total menjadi 280 juta. Durasi pembayaran adalah selama 28 bulan sehingga setiap bulan Haruman harus mencicil sebanyak 10 juta per bulan.



4. Bagaimana praktek Akad Istishna dan Akad Salam dalam Kehidupan Sehari-Hari?



Akad istishna sering diterapkan pada produk-produk yang sifatnya untuk konstruksi seperti bahan bangunan ataupun furniture. Sedangkan akad salam lebih sering digunakan untuk produk-produk seperti buah-buahan dan sebagainya. Mengapa berbeda? Karena pada produk buah-buahan, contoh buah tersebut sudah pernah ada. Adapun karena jumlahnya terbatas maka perlu dipesan terlebih dahulu. Ditambah penjual tidak perlu membuatkannya terlebih dahulu apalagi sampai menuruti spesifikasi yang diminta pembeli karena buah pada umumnya memiliki bentuk yang sama.Penjual yang merupakan petani hanya perlu menanamkan bibit tanaman yang dipesan kemudian dirawat sampai tanaman tersebut menumbuhkan buah yang kemudian akan diserahkan kepada pembeli. Lain halnya dengan barang-barang seperti furniture yang mana pembeli perlu memberikan secara spesifik barang furniture yang dibutuhkan. Misal, kalau ia memerlukan sebuah lemari maka pembeli harus menyebutkan secara jelas seperti jumlah pintu lemari, ada kaca atau enggak dan sebagainya. Setelah spesifikasi disepakati maka pembeli bisa menyerahkan uangnya langsung, belakangan setelah barangnya jadi atau dengan cara dicicil. 5. Sebutkan contoh-contoh al-istishna’ dalam kehidupan kita sehari-hari? 1. Seseorang memesan kepada tukang kayu untuk membuatkan rak buku dengan tipe tertentu, nanti bayarnya ketika rak buku itu sudah selesai. Semua bahannya yang menyediakan adalah tukang kayu tersebut . 2. Seseorang memesan kepada pemilik konveksi baju untuk membuat baju dengan motif dan model tertentu. 3. Seseorang memesan kepada kontraktor untuk membangun kantor atau rumah di atas tanah miliknya dengan bentuk dan ukuran tertentu. Semua bahan bangunan berasal dari kontraktor tersebut.