Petunjuk Praktikum Pengelolaan Limbah 2020 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PETUNJUK PRAKTIKUM PENGELOLAAN LIMBAH



Disusun oleh: Tim Dosen Laboratorium Pengelolaan Limbah



LABORATORIUM PENGELOLAAN LIMBAH DEPARTEMEN TEKNOLOGI PANGAN DAN HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA 2020



PENGANTAR Berkaitan dengan adanya pandemik Covid-19, maka aktivitas pembelajaran konvensional yg melibatkankan tatap muka dengan mahasiswa dalam jumlah yang banyak dibatasi. Dengan demikian kegiatan praktikum Pengelolaan Limbah pada tahun ini dilakukan secara full online untuk menjaga kesehatan mahasiswa dan civitas akademika yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan praktikum ini. Kegiatan praktikum secara daring pada prinsipnya adalah penyampaian acara -acara praktikum yang ada melalui praktikum interaktif (ppt interaktif), video dan media lain yang dikemas dalam sistem pembelajaran LMS eLOK UGM. Namun demikian, petunjuk praktikum ini disusun dengan tetap mengakomodasi semua langkah kerja untuk kegiatan praktikum luring seperti yang direnca nakan di awal semester, sehingga diharapkan dapat menambah informasi yang sejalan dengan kompetensi yang harus dicapai oleh mahasiswa setelah mengikuti praktikum ini. Acara praktikum Pengelolaan limbah secara online meliputi Praktikum yang dilaksanakan meliputi acara praktikum berkaitan dengan karakteristik limbah cair yaitu Penentuan parameter Padatan dalam limbah cair, Penentuan Chemical Oxygen Demand (COD), Penentuan Biochemical Oxygen Demand (BOD), serta berkaitan dengan proses pengolahan limbah cair, yaitu Proses Koagulasi dan Flokulasi pada Limbah cair dan Proses Lumpur Aktif ( Activated Sludge Process) Dalam pelaksanaan praktikum Pengelolaan Limbah ini, mahasiswa diharapkan memperhatikan halhal sebagai berikut : 1. Semua kegiatan praktikum dilaksanakan secara daring melalui laman LMS eLOK UGM, https://elok.ugm.ac.id/.



i



2. Mahasiswa harus mendaftarkan diri pada kuliah Praktikum Pengelolaan Limbah dengan eLOK enrollment key : PraktPengelolaanLimbah2020, untuk dapat mengakses materi praktikum. 3. Mahasiswa tidak akan dibagi dalam golongan atau kelompok, sehingga semua mahasiswa secara serempak akan melaksanakan praktikum 4. Acara praktikum akan dimulai pada pukul 07.50 dengan presensi, dilanjutkan dengan pre test, materi inti praktikum dan self assessment, diakhiri dengan post test dan selesai pukul 10.00. 5. Setelah acara praktikum akan dilanjutkan dengan sesi diskusi melalui eLOK (pukul 10.00) 6. Sesi diskusi tambahan akan diakomodasi melalui Gmeet/WA setelah diskusi melalui eLOK selesai, sesuai kesepakatan mahasiswa dan ko ass masing-masing acara. 7. Tidak ada inhal dalam praktikum ini sehingga mahasiswa wajib hadir pada setiap rangkaian acara praktikum (10 Agt – 15 Agt 2020). Selamat berpraktikum!!



ii



JADWAL PRAKTIKUM ON LINE PENGELOLAAN LIMBAH TAHUN AJARAN 2019/2020 VIA ELOK



Kegiatan



Tanggal



Waktu



Media



eLok enrollment key & pembagian buku panduan (soft copy)



08 Agt



12.00



WAG & eLOK



Asistensi -1 (MNC)



10 Agt



11.00-12.30



Webex



13.30-15.00



Webex



Praktikum



07.50-10.00



eLOK



Diskusi



10.00-11.15



eLOK



Diskusi Gmeet/WA (optional)*



11.15-12.00



Gmeet/WA



Praktikum



07.50-10.00



eLOK



Diskusi



10.00-11.15



eLOK



Diskusi Gmeet/WA (optional)*



11.15-12.00



Gmeet/WA



Praktikum



07.50-10.00



eLOK



Diskusi



10.00-11.15



eLOK



Diskusi Gmeet/WA (optional)*



11.15-12.00



Gmeet/WA



Praktikum



07.50-10.00



eLOK



Diskusi



10.00-11.15



eLOK



Diskusi Gmeet/WA (optional)*



11.15-12.00



Gmeet/WA



Assistensi-2 (RM, Ko Ass) Acara 1. Padatan



Acara 2. COD



Acara 3. BOD



Acara 4. Koagulasi dan Flokulasi



11 Agt



12 Agt



13 Agt



14 Agt



iii



Acara 5. Lumpur Aktif



15 Agt



Praktikum



07.50-10.00



eLok



Diskusi



10.00-11.15



eLok



Diskusi Gmeet/WA (optional)*



11.15-12.00



Gmeet/WA



Pengumpulan laporan praktikum



28 Agt



16.00



Google Drive



Pengembalian laporan



07 Sep



16.00



Google Drive



Responsi



10 Sep



09.00



eLOK



*) waktu dan media disesuaikan dengan kebutuhan praktikan dan kesepakatan dengan ko ass Pembagian sesi praktikum Pre test 30 menit Praktikum interaktif/video & Self assessment 60 menit Post test 30 menit



iv



DAFTAR ISI



PENGANTAR.................................................................................................................................... i JADWAL PRAKTIKUM ON LINE PENGELOLAAN LIMBAH TAHUN AJARAN 2019/2020 VIA ELOK....................................................................................................................................... iii DAFTAR ISI ..................................................................................................................................... v ANALISIS PADATAN LIMBAH CAIR........................................................................................... 1 CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)....................................................................................... 7 BIOCHEMICAL OXYGEN DEMAND (BOD).............................................................................. 11 KOAGULASI DAN FLOKULASI.................................................................................................. 17 PROSES LUMPUR AKTIF............................................................................................................ 21 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 27



v



ANALISIS PADATAN LIMBAH CAIR Bahan padat dalam limbah cair adalah semua padatan baik yang larut maupun tidak larut (tersuspensi) yang berada dalam limbah cair. Prinsip penentuannya adalah dengan metode gravimetri. Sampel yang berupa limbah cair asli, filtrat, endapan dll. diuapkan airnya sampai kering pada suhu 103 – 105° C, kemudian residu (kering) yang diperoleh ditimbang untuk selanjutnya dihitung kadarnya. Kadang perlu diketahui kadar padatan volatil pada sampel, yang merupakan bahan padat yang hilang sesudah pemanasan pada suhu 550° C (pengabuan / pemijaran). Berikut ini diuraikan cara menentukan parameter-parameter yang berhubungan dengan bahan padat dalam limbah cair seperti Padatan Total, Padatan tersuspensi, Padatan terlarut, Padatan Volatil total, mineral/abu.



Tujuan praktikum 1. Mahasiswa dapat memahami prinsip penentuan kandungan padatan dalam limbah cair. 2. Mahasiswa dapat melakukan penentuan Total solid (TS), Suspended solid (SS), Filtrable solid (FS), fixed suspended solid (FSS), fixed filtrable solid (FFS), volatile suspended solid (VSS), volatile filtrable solid (VFS), total volatile solid (TVS), total fixed solid (TFS), dan Settleable solid pada sampel limbah cair.



1.



Total Solid (Padatan Total), TS Total solid diperoleh dengan menguapkan sampel limbah cair yang ditempatkan dalam cawan porselin dan selanjutnya dikeringkan pada suhu oven 103 – 105° C sampai berat residunya konstant. Peralatan : - Pipet volume 10 dan 25 ml - Cawan porselin 50 ml - Oven pengering suhu 103 – 105° C - Muffle oven untuk pemanasan pada suhu 550° C - Penangas air mendidih (steambath) - Neraca analitis dengan ketelitian 0,1 mg 1



- Desikator



Cara Kerja 1. Panaskan cawan yang akan dipakai di dalam muffle pada suhu 550°C selama 1 jam, dinginkan, timbang dan catat



beratnya, simpan dalam desssikator sampai saatnya



digunakan. Penentuan berat cawan kosong juga dapat dilakukan dengan cara merendam menggunakan larutan pencuci asam selama 1 hari, kemudian dilakukan proses pencucian dan dilanjutkan dengan pengovenan pada suhu 103 – 105° C, timbang dan catat beratnya, simpan dalam desikator sampai saatnya digunakan. 2. Sejumlah sampel (dalam ml) dipipet dan dituang kedalam cawan yang sudah diketahui beratnya tsb. dan diuapkan diatas steambath. 3. Selanjutnya cawan tersebut dipindah ke oven pengering untuk dikeringkan pada suhu 103 – 105° C. 4. Dinginkan cawan tersebut dalam desikator dan timbang. 5. Ulangi pengeringan dalam oven, dinginkan, masuk desikator dan timbang lagi sampai berat konstan. Catat berat cawan + residu Perhitungan : 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑜𝑙𝑖𝑑, 𝑇𝑆 = Keterangan



(𝐴 − 𝐵) × 1.000 𝑚𝑔/𝐿 𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙



:



A = berat cawan + residu , mg B = berat cawan kosong, mg.



2. Total Volatil Solid (TVS) dan Total Fixed Solid (TFS) Bahan padat volatil total (TVS) adalah bahan padat yang hilang sesudah pemanasan pada suhu 550° C atau merupakan selisih total solid sebelum dan sesudah pemanasan pada suhu muffle. Sedangkan yang tertinggal merupakan abu total, atau “total fixed solid”, (TFS). Peralatan : Peralatan yang digunakan sama seperti pada penentuan Total Solid Cara kerja : 1. Lakukan tahapan seperti pada penentuan Total Solid 2



2. Residu yang diperoleh dipanaskan dalam muffle suhu 550° C., pemanasan selama 15 – 20 menit sudah cukup. 3. Kemudian sampel didinginkan diluar desikator (jangan langsung masuk desikator). Setelah suhu sampel mencapai kira-kira 100° C, masukkan kedalam desikator, timbang segera setelah cukup dingin. Catat beratnya. Perhitungan : 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙 𝑆𝑜𝑙𝑖𝑑, 𝑇𝑉𝑆 =



(𝐴 − 𝐵) × 1.000 𝑚𝑔/𝐿 𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙



𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐹𝑖𝑥𝑒𝑑 𝑆𝑜𝑙𝑖𝑑, 𝑇𝐹𝑆 =



(𝐵 − 𝐶 ) × 1.000 𝑚𝑔/𝐿 𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙



Keterangan : A = berat cawan + residu sebelum pemijaran, mg B = berat cawan + residu sesudah pemijaran, mg C = berat cawan kosong, mg



3. Filtrable solid (FS) Filtrable solid adalah padatan terlarut pada filtrat yang diperoleh (yang lolos filter) pada penentuan Suspended Solid (SS). Besarnya FS dihitung dengan cara “by difference”, yaitu : FS = TS - SS



4. Bahan tersuspensi (Suspended Solid, SS) Penentuan Suspended solid dilakukan dengan filtrasi menggunakan microfibre filter. Suspended solid adalah semua padatan yang tertahan pada filter atau yang tidak lolos filter tersebut. Atau berupa pelet yang diperoleh setelah sentrifugasi. Cara penentuan Suspended Solid dengan menggunakan penyaringan (filtrasi) Peralatan : - Glass microfiber filter disks, 1,2 micron, 4,7 cm (GF/C) ( filter terkecil) - Filter holder yang sesuai dengan filter - Pompa vacuum - Pipet volume 10 dan 25 ml 3



- Cawan porselin yang telah kering oven atau setelah pemijaran - Oven pengering - Muffle oven untuk pemanasan pada suhu 550° C - Penangas air mendidih (steambath) - Neraca analitis dengan ketelitian 0,1 mg - Dessikator Cara kerja : a. Penyiapan filter 1. Dengan menggunakan pinset tempatkan filter tepat pada dasar alat penyaring (filter holder), pastikan permukaan filter yang keriput/kasar (wrinkled) menghadap ke atas 2. Hidupkan pompa vacuum agar filter duduk dengan baik, kemudian cucilah filter dengan aquadest, setelah aquadest habis (tuntas), penyaringan vacuum dihentikan 3. Ambil filter tersebut taruh pada cawan porselin keringkan dalam oven selama 1 jam, masukkan dalam desikator sampai dingin dan timbang. b. Penyaringan sampel 1. Taruh filter yang telah disiapkan seperti diatas (pastikan permukaan filter yang keriput/kasar menghadap keatas. 2. Setelah filter terpasang dengan baik, hidupkan pompa vacuum kemudian basahilah filter dengan aquadest sehingga filter duduk dengan baik. 3. Dalam keadaan vacuum, sejumlah sampel ( mis: a ml) dituang kepermukaan filter, saring sampai tuntas, kemudian cuci residu dengan 3 x 10 ml aquadest, pada setiap kali pencucian biarkan tuntas terlebih dulu sebelum pencucian berikutnya. 4. Matikan pompa vacuum, ambil filter yang berisi residu dan tempatkan dalam cawan yang telah diketahui beratnya. 5. Keringkan dalam oven dinginkan dalam desikator. 6. Setelah dingin timbang cawan dan residu, catat beratnya, Perhitungan : 𝑆𝑢𝑠𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑑 𝑆𝑜𝑙𝑖𝑑, 𝑆𝑆 = A = berat cawan + filter + residu , mg B = berat cawan + filter , mg 4



( 𝐴−𝐵) × 1.000 𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙



𝑚𝑔/𝐿



5. Fixed Suspended Solid (FSS), Fixed Filtrable Solid (FFS) Hasil yang diperoleh pada langkah 6 diatas dapat dilanjutkan untuk menentukan besarnya fixed suspended solid (FSS), fixed filtrable solid (FFS). Caranya : 1. Panaskan cawan krus yang berisi suspended solid maupun filtrable solid di dalam muffle oven pada suhu 550oC selama 20-24 jam. Pastikan pemanasan dilakukan sampai beratnya konstan. Timbanglah cawan krus yang berisi abu dari filtrable solid (C gram) dan cawan porselen yang berisi abu dari suspended solid (R gram). 2. Hitunglah fixed suspended solid (FSS), fixed filtrable solid (FFS), dan total fixed solid (TFS) menggunakan rumus: 𝐹𝑖𝑥𝑒𝑑 𝑆𝑢𝑠𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑑 𝑆𝑜𝑙𝑖𝑑, 𝐹𝑆𝑆 =



(𝑅 − 𝑃) × 1.000 𝑚𝑔/𝐿 𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙



P = berat cawan kosong , mg R = berat cawan + residu , mg



𝐹𝑖𝑥𝑒𝑑 𝐹𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑏𝑙𝑒 𝑆𝑜𝑙𝑖𝑑, 𝐹𝐹𝑆 =



(𝐶 − 𝐴) × 1.000 𝑚𝑔/𝐿 𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙



A = berat cawan kosong , mg C = berat cawan + residu , mg 3.



Parameter padatan yang lain dihitung sbb.: Volatile Suspended Solid, VSS = SS – FSS Volatile Filtrable Solid, VFS = FS – FFS Total Fixed Solid, TFS= VSS + VFS Total Volatile Solid, TVS = TS - FFS



6. Settleable Solid Besarnya Settleable solid atau bahan yang mengendap ditentukan berdasarkan volume , ml/L atau berdasarkan berat, mg/L. Berikut ini akan diuraikan penentuan bahan yang mengendap berdasarkan volume.



5



Peralatan : Imhoff cone 1 liter.dan stand



Cara kerja : 1. Isilah Imhoff cone dengan sampel limbah cair yang telah digojog sampai tanda satu liter yang tertera pada dinding labu. 2. Biarkan mengendap. Setelah 45 menit, dengan bahan pengaduk gelas, tempelkan batang pengaduk tsb pada dinding dalam labu tersebut dan putar pelan-pelan pada sekeliling dinding sehingga semua endapan yang menempel di dinding lepas dan turun. 3. Setelah total waktu 60 menit, catatlah volume endapan yang diperoleh dengan satuan ml/L.



MACAM PADATAN DALAM AIR LIMBAH Settleable solid



Sampel



Evaporation 103 - 105 oC



Filtration Whatman GF/C, 1.2 µm



Filtrate



Settling Imhoff cone, 60 min Residue Evaporation 103 - 105 oC



Evaporation 103 - 105 oC



SS



FS



Muffle oven 550 oC



Muffle oven 550 oC



VSS



FSS



TS



VFS



TVS



FFS



TFS TS



Keterangan : TS = Total Solid



VFS = Volatile Filtrable Solid



SS = Suspended Solid



FFS = Fixed Filtrable Solid



FS = Filtrable Solid



TVS = Total Volatile Solid



VSS = Volatile Suspended Solid



TFS = Total Filtrable Solid



FSS = Fixed Suspended Solid 6



CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)



Pengujian COD dilakukan untuk mengetahui jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi secara kimiawi komponen organik pada limbah menghasilkan CO2 dan air. Pengujian dengan menambahkan oksidator kuat dalam jumlah tertentu pada sampel limbah. Namun tanpa penambahan katalis metode ini tidak mampu mengoksidasi be berapa senyawa organik seperti asam asetat, alkohol dan asam amino. Oksidator yang sering digunakan pada pengujian COD adalah potassium dikromat dalam asam sulfat dan penambahan katalis Ag2SO4 . Campuran oksidator dan limbah tersebut direflux selama 2 jam. Sebagian besar dari bahan organik akan mengalami penguraian selama pemanasan bersama dikromat dan asam sulfat. Reaksi yang terjadi selama pemanasan dan titrasi adalah sebagai berikut : 1. Selama oksidasi , sampel dipanaskan dengan kelebihan dikromat. Bah an organik diubah menjadi karbondioksida (CO2) dan air, sedangkan dikromat direduksi menjadi Cr 3+. CaHbOc + Cr2O72- + H+



CO2 +H2O + 2Cr3+



Zat Organik (Warna Kuning)



(Warna Hijau)



Jika terdapat Klorida (Cl) seperti dalam limbah industri kecap, industri tekstil dan kertas, limbah desinfektan, dan limbah pada proses penggaraman ikan, maka akan ikut teroksidasi oleh K2Cr2O7→ akan mengganggu pengukuran dan menghambat kerja katalisator: Reaksi: 6 Cl- + Cr2O72- + 14 H+



3 Cl2 + 2 Cr3+ + 7 H2O



Ag+ +



AgCl



Cl



dengan penambahan HgSO 4 maka ion Hg akan mengikat Cl → ion Cl- menjadi sangat kecil → tidak mengganggu oksidasi zat organik dalam pengujian COD. Hg2+ + 2 Cl-



HgCl2



2. Dikromat berlebih digunakan untuk menentukan berapa oksigen yang telah terpakai. Oksigen yang telah terpakai ditentukan dengan cara titrasi menggunakan Ferro Amonium Sulfat. Dalam titrasi, sisa K2Cr2O7 di titirasi oleh Ferro Ammonium Sulfat.



7



6 Fe2+ + Cr2O72- + 14 H+



6 Fe3+ + 2 Cr3+ + 7 H2O



(Warna Hijau-biru)



(Warna Coklat-merah) (Wardhana, 1995)



Gula, senyawa alifatis, komponen yang bercincin benzen tersubstitusi akan teroksidasi sempurna oleh dikromat. Tetapi beberapa komponen organik seperti benzen, piridin, dan toluene tidak dapat teroksidasi. Setelah pendinginan dan pengenceran, dikromat yang tersisa dititrasi menggunakan larutan standar ferro ammonium sulfat dengan indikator ferroin. Ion ferro bereaksi dengan ion dikromat dengan titik akhir titrasi terjadi perubahan warna dari biru-kehijauan menjadi merah kecoklatan.



Tujuan Praktikum 1. Mahasiswa dapat memahami prinsip pengujian COD 2. Mahasiswa dapat melakukan pengujian COD pada sampel limbah cair 3. Mahasiswa dapat melakukan standarisasi larutan Ferro Ammonium Sulfat [Fe(NH 4)2(SO4)2] 4.



Mahasiswa dapat mengetahui nilai COD pada sampel limbah cair



A. Standarisasi larutan ferro ammonium sulfat a. Alat • Pipet ukur 10 ml



• Erlenmeyer 250 ml



• Gelas ukur 100 ml



• Propipet



• Pipet tetes



• Labu takar 100 mL



• Buret dan Statif b. Bahan • Kalium dikromat (K2Cr2O7) 0,25 N



• Larutan [Fe(NH4)2(SO4)2]



• Larutan H2SO4 pekat



• Akuades



• Indikator ferroin c. Cara Kerja 1. Encerkan 10 ml larutan kalium dikromat 0,25 N 2. Encerkan hingga tanda batas labu ukur 100 ml menggunakan akuades 3. Tambahkan 30 ml H2SO4 pekat dan dinginkan 4. Tambahkan 2-3 tetes indikator ferroin. 8



5. Titrasi dengan larutan ferro ammonium sulfat 6. Normalitas larutan ferro ammonium sulfat dihitung sebagai berikut : Nferroamonium sulfat = B. Pengujian COD a. Alat • Pipet Ukur 10 ml



• Gelas ukur 50 mL



• Propipet



• Gelas beker 50 mL



• Erlenmeyer 250 ml



• Buret + Statif



• Ruang asam



• Pinset



• Refluks



• Baskom



• Pipet tetes



• Hot plate



• Gelas ukur 100 ml



• Pipet ukur 2 ml



b. Bahan • Akuades



• Ag2SO4 dalam H2SO4



• Limbah cair



• Larutan



• Indikator ferroin



ferro ammonium sulfat



[Fe(NH4)2(SO4)2] • Es batu



• Batu didih c. Cara Kerja



1. Masukan 20,0 ml sampel limbah (atau kurang dari 20,0 ml yang diencerkan menjadi 20,0 ml) ke dalam labu Erlenmeyer. 2. Tambahkan beberapa butir batu didih dan 2,0 ml H2SO4 pekat yang mengandung Ag2SO4. Lakukan dengan hati-hati sambil didinginkan untuk menghindari kehilangan bahan yang volatile. 3. Tambahkan 10,0 ml larutan kalium dikromat 0,25 N dan campurlah hingga homogen. 4. Pasang labu Erlenmeyer pada pendingin balik dan didihkan di atas hot plate. 5. Tambahkan 28 ml H2SO4 pekat yang mengandung Ag2SO4, melalui ujung pendingin balik yang terbuka sambil digoyang agar bercampur dengan baik. 6. Panaskan labu Erlenmeyer hingga sampel mendidih dan tunggu selama 30 menit-2 jam atau hingga sampel jernih (tidak keruh). 7. Penambahan 80 mL akuades untuk membilas dinding refluks dan menurunkan keasaman 9



8. Setelah pemanasan selesai, biarkan labu Erlenmeyer dingin terlebih dahulu tanpa perlu melepasnya dari pendingin balik 9. Dinginkan dalam baskom berisi es batu dan kemudian titrasi sisa kalium dikromat dengan larutan larutan ferro amonium sulfat 0,10 N, gunakan indikator ferroin 2-3 tetes. 10. Titrasi diakhiri bila larutan berubah dari hijau biru menjadi coklat kemerahan. 11. Blanko dibuat dengan perlakuan yang sama dengan mengganti sample dengan akuades. 12. Perhitungan nilai COD: COD (mg/l) = (a-b) x N x 8000 x fp ml sampel



a



: ml ferro ammonium sulfat untuk titrasi blanko



b



: ml ferro ammonium sulfat untuk titrasi sampel



N



: normalitas larutan ferro ammonium sulfat



Fp



: faktor pengencer



10



BIOCHEMICAL OXYGEN DEMAND (BOD)



Pengujian BOD dilakukan untuk mengetahui jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik dalam air limbah dengan bantuan mikrobia dalam suatu kondisi lingkungan tertentu. Pengukuran BOD pada umumnya membutuhkan waktu 5 hari. Suhu operasi diset pada 20 oC pada suatu ruang yang gelap untuk mencegah terjadinya reaksi fotosintesis sehingga akan ada penambahan oksigen yang dapat mengacaukan pengukuran. Penguraian senyawa-senyawa dalam limbah oleh mikrobia terjadi secara dua tahap. Pada tahap pertama, senyawa organik diurai menjadi CO 2 dan H2O. Pada tahap kedua, senyawa ammonium, dioksidasi menjadi nitrit (fase nitrifikasi) untuk selanjutnya menjadi nitrat oleh bakteri Nitrosomas atau Nitrobacter. Hanya saja reaksi nitrifikasi tidak selalu terjadi pada air limbah karena ketidakadaannya nitrifying bacteria, sehingga hasil uji menjadi tidak dapat dipastikan. Oleh karena itu dalam pengukuran BOD, reaksi yang ditinjau hanyalah reaksi yang terjadi di tahap pertama, yaitu: nutrisi (N, P, C) Limbah (BOD) + O2 ⎯cells, ⎯⎯ ⎯⎯⎯ ⎯→ Cells + CO2 + H2O



Untuk mencegah reaksi nitrifikasi pada pengujian BOD sehingga hasil uji dapat dibandingkan satu dengan yang lainnya, maka dilakukan penambahan suatu senyawa inhibitor seper ti N-allyl thiourea. Pada praktikum ini akan dilakukan pengukuran BOD dengan 2 cara, yaitu metode konvensional yang dikenal dengan metode botol, dan metode manometrik.



Tujuan Praktikum 1. Mahasiswa dapat memahami prinsip pengujian BOD. 2. Mahasiswa dapat melakukan pengujian BOD pada sampel limbah cair.



METODE BOTOlL Alat dan Bahan 1. Botol tes narrow neck glass, 250 mL dengan ground glass stoppers 2. Inkubator untuk menjaga suhu operasi 20 oC 3. Aquadest 11



4. Sumber oksigen 5. Nutrisi untuk pertumbuhan mikrobia:



-



H2PO4



-



NaOH



-



NH4SO4



-



MgSO4.7H2O



-



CaCl2



-



FeCl3.6H2O



6. Inokulum (diperoleh dari sampel proses activated sludge yang diencerkan dengan aquadest) 7. N-allyl thiourea



Cara Kerja 1. Persiapan Bahan dan Reagen • Pembuatan larutan nutrisi 1. Larutkan 42,5 g H2PO4 dalam 700 ml aquadest. Tambahkan 8,8 g NaOH dan 2 g NH 4SO4 dan tambahkan aquadest sampai volume mencapai 1 liter. Aturlah pH larutan menjadi 7,2. 2. Larutkan 22,5 g MgSO4.7H2O dalam aquadest hingga 1 liter 3. Larutkan 27,5 g CaCl2 dalam aquadest hingga 1 liter 4. Larutkan 0,25 g FeCl3.6H2O dalam aquadest hingga 1 liter • Pembuatan larutan pengencer jenuh oksigen 1. Ambil 1 ml masing-masing larutan nutrisi untuk ditambahkan ke dalam 1 liter aquadest. 2. Aerasikan selama beberapa hari di ruang gelap agar jenuh dengan oksigen. 2. Pengukuran BOD 1. Jika perkiraan nilai BOD 5 untuk sampel maksimum 6 mg/l, dalam pengukuran sampel limbah tidak diencerkan. Pengenceran dengan aquadest jenuh oksigen dilakukan jika setelah diinkubasi selama 5 hari paling tidak 2 mg/l oksigen sudah dikonsumsi dan konsentrasi oksigen sisa tidak berada di bawah 2 mg/l. Karena pada umumnya nilai BOD sampel tidak diketahui sebelumnya, beberapa tingkat pengenceran sebaiknya dilakukan sehingga salah satu dari nilai BOD sampel dari pengenceran itu akan berada dalam kisaran pengukuran yang sesuai. Perkiraan nilai BOD dapat diambil dari nilai COD yang sudah 12



ditentukan yaitu



COD . Sedangkan tingkat pengenceran ditentukan berdasarkan tabel di 2



bawah ini. Tabel 1. Pengenceran sampel limbah cair pada penentuan BOD Perkiraan BOD5



Volume sampel yang diambil untuk diencerkan menjadi 1



(mg/l)



liter (ml)



0-6



1000



4 - 12



500



10 - 30



200



20 - 60



100



40 - 120



50



100 - 300



20



200 - 600



10



400 -



5



1.200



2



1.000 -



1



3.000 2.000 6.000



Setelah pengenceran, sampel dicampur dan dipindahkan ke dalam botol uji. Diamkan sebentar sambil diamati apakah ada gelembung-gelembung udara. Usahakan untuk tidak terjadi gelembung-gelembung udara karena akan mengacaukan pengukuran. Jika pun ada ’ketok-ketok’ botol uji beberapa kali sehingga gelembung udara akan hilang. Pasang ground glass stoppers pada botol uji dengan hati-hati untuk mencegah timbulnya gelembung udara. 2. Tentukan oksigen terlarut pada sampel segera. 3. Inkubasi sampel pada suhu 20 oC di ruang gelap selama 5 hari. 4. Tentukan oksigen terlarut pada sampel setelah 5 hari.



13



5. Perhitungan nilai BOD didasarkan pada konsentrasi oksigen terlarut sebelum dan sesudah inkubasi, dengan rumus BOD5 (mg/l) = B (C – D) A A = volume total sebelum pengenceran (ml) B = volume sampel setelah pengenceran (ml) C = kadar oksigen terlarut awal D = kadar oksigen terlarut akhir 3. Penentuan kadar oksigen terlarut (Metode Azida) Alat dan Bahan 1. Buret 25 ml 2. Larutan MnSO4 Larutkan 480 g MnSO 4.2H2O atau 364 g MnSO 4.H2O dalam aquadest dan encerkan hingga 1 liter. 3. Larutan alkali-iod-azida Larutkan 500 g NaOH dan 135 g NaI dalam aquadest dan encerkan hingga 1 liter. Tambahkan 10 g sodium azida (NaN 3) yang dilarutkan dalam 40 ml aquadest 4. Asam sulfat pekat 5. Larutan pati Suspensikan 5 g pati dalam 800 ml aquadest mendidih sambil diaduk. Encerkan hingga 1 liter, dan didihkan dalam beberapa menit. Biarkan semalam. Gunakan beningannya. Untuk mengawetkan, tambahkan 1,25 g/l asam salisilat atau beberapa tetes toluen. 6. Larutan standar sodium thiosulfat Na2S2O3 0,025 N



Cara Kerja 1. Tambahkan ke dalam sampel (yang berada dalam botol uji 300 ml) 2 ml larutan MnSO4 dan 2 ml larutan alkali-iod-azida. Pastikan penambahannya di dasar botol uji.



14



2. Tutuplah botol uji dengan hati-hati. Pastikan tidak ada gelembung udara yang terperangkap. Campurlah isi botol dengan membalikkan botol sebanyak minimum 15 kali. 3. Setelah dibiarkan mengendap selama 2 menit, buka tutup botol dan tambahkan segera 2 ml asam sulfat pekat lewat dinding leher botol. 4. Tutuplah botol dan campurlah isi botol dengan membalikkan botol beberapa kali. 5. Ambilah sampel sebanyak equivalen dengan 200 ml sampel awal. 6. Titrasilah dengan larutan sodium thiosulfat 0,025 N sampai berwarna kuning pucat. Tambahkan 1-2 ml larutan pati dan lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang untuk pertama kalinya.



METODE MANOMETRIK Prinsip pengukuran secara manometrik adalah bahwa konsumsi ok sigen dalam sampel limbah menyebabkan penurunan tekanan parsial oksigen dalam head space. Karena selama masa inkubasi tersebut produksi gas CO 2 diserap oleh tablet KOH, penurunan tekanan udara dalam head space dapat ditunjukkan secara manometrik dan dapat dikorelasikan dengan tingkat konsumsi oksigen dalam sampel limbah. Cara Kerja 1.



Aturlah suhu sampel pada 20 ± 1 oC sebelum dimasukkan ke dalam botol sampel.



2.



Masukkan sejumlah sampel ke dalam botol. Lihat Tabel 2 untuk menentukan volume sampel yang akan dimasukkan ke dalam botol sampel. Apabila perkiraan nilai BOD sampel di luar kisaran yang ada di Tabel 2, encerkan sampel.



3.



Masukkan batang magnetik ke dalam botol sampel.



4.



Letakkan botol sampel pada unit pengukur BOD.



5.



Masukkan kristal potasium hidroksida (KOH) ke tempatnya di penutup botol sampel, dan tutuplah botol sampel. Botol jangan ditutup terlalu rapat.



6.



Hubungkan unit dengan sumber listrik dan on-kan.



7.



Kencangkan tutup manometer, tetapi jangan terlalu kencang.



8.



Masukkan unit ke dalam inkubator 20 oC.



9.



Setelah 30 menit (sampai suhu unit mencapai 20 oC), kencangkan tutup manometer maupun tutup botol sampel. 15



10.



Aturlah skala nol pada manometer pada batas atas air raksa.



11.



Catatlah waktu permulaan pengukuran.



12.



Catatlah nilai BOD satu kali sehari selama 5 hari. Jangan lupa mencatat waktu (jam, menit) pengamatan.



13.



Pada akhir masa pengukuran, yaitu hari kelima (pada jam dan menit yang tepat), catatlah nilai BOD pada skala manometer. Tabel 2. Volume sampel pada pengukuran BOD secara manometrik Kisaran



Volume sampel



BOD5 (mg/l)



(ml)



0 – 1000



100



0 – 600



150



0 – 250



250



0 – 90



400



16



KOAGULASI DAN FLOKULASI



Pengolahan limbah cair dengan proses koagulasi adalah salah satu pengolahan limbah secara kimiawi. Pengolahan limbah secara kimiawi adalah proses pengolahan limbah yang melibatkan perubahan bahan pencemar dalam limbah, yang terjadi melalui reaksi kimia. Proses koagulasi diperlukan untuk mengolah limbah yang tingkat kekeruhannya cukup tinggi, yang disebabkan oleh bahan pencemar padat yang berukuran sangat kecil (partikel) se hingga dalam air limbah membentuk larutan suspensi koloidal. Proses koagulasi selalu diikuti dengan proses flokulasi. Koagulasi dimaksudkan untuk menurunkan gaya tolak-menolak antar partikel dengan bahan elektrolit (koagulan) dalam larutan, sehingga terbentuk partikel netral yang dapat bergabung. Sedangkan flokulasi dikenal sebagai proses penggabungan partikel-partikel dengan jembatan kimia, sehingga terbentuk gumpalan padatan (flok) dengan ukuran yang lebih besar dari partikel asalnya sehingga dapat dipis ahkan dengan pengendapan. Kedua proses itu memerlukan kecepatan pengadukan yang berbeda, di mana koagulasi memerlukan pengadukan secepat-cepatnya dalam waktu singkat, sedangkan flokulasi memerlukan pengadukan perlahan-lahan dalam waktu relatif lama. Beberapa contoh bahan kimia yang digunakan sebagai koagulan antara lain Alum [Al2(SO)4.18H2O], Lime [Ca(OH)2], Ferrous sulfat, Ferric sulfate, Ferric chloride, dll. Reaksireaksi yang terjadi dalam proses koagulasi dan flokulasi adalah : Alum : Bila alum ditambahkan kedalam air (limbah cair) yang biasanya mengandung Ca atau Mg bikarbonat maka akan bereaksi sbb.: Al2(SO)4.18H2O + 3Ca(HCO3)2  3CaSO4 + 2Al(OH)3 ↓ + 6CO2 + 18H2O Pada reaksi tersebut terbentuk Al-hidroksida yang tidak larut dan berupa “gelatinous floc” (alum floc) yang akan mengendap sambil membawa partikel atau padatan yang ada dalam limbah cair. Reaksi yang sama juga terjadi bila terdapat Mg-carbonat



17



Lime : Bila lime sebagai presipitan ditambahkan kedalam air (limbah cair), prinsip penjernihan terjadi karena reaksi sbb: Ca(OH)2 + H2CO3  CaCO3 + 2H2O Ca(OH)2 + Ca(HCO3)2  2CaCO3 + 2H2O Lime yang cukup jumlahnya ditambahkan untuk bereaksi dengan asam karbonat bikarbonat untuk menghasilkan Ca-carbonat yang berperan sebagai koagulan. Untuk optimasi penggunaan koagulan dilakukan serangkaian percobaan dengan menggunakan alat yang disebut JAR TEST seperti pada gambar. Alat tersebut dapat digunakan untuk enam percobaan yang dapat diproses serentak dengan kecepatan pengaduk yang dapat diatur kecepatannya (rpm) dengan waktu yang ditentukan. Gelas Beker yang digunakan untuk percobaan mempunyai volume 500 ml.



Tujuan Praktikum 1. Mahasiswa dapat memahami prinsip pengolahan limbah dengan proses koagulasi dan flokulasi menggunakan sampel suspensi pati 2. Mahasiswa dapat melakukan pengujian secara kualitatif suspensi pati dengan proses koagulasi dan flokulasi



18



Alat dan Bahan



1.



Beker glass 1000 ml



7.



Timer/stopwatch,



2.



Beker glass 500 ml



8.



Spektrofotometer



3.



Gelas ukur 500 ml



9.



pH-meter



4.



Gelas ukur 100 ml



10. Koagulan: Al2(SO4)3 dan Ca(OH)2



5.



Spatula



11. Limbah Industri Pangan



6.



Timbangan analit



Cara Kerja 1. Pada alat JAR TEST, posisi pengaduk diangkat (ditarik ke atas) untuk dapat menaruh gelas Beker 500 ml 2. Siapkan suspensi yang dipakai untuk percobaan. 3. Masukkan 500 ml suspensi kedalam gelas beker tersebut 4. Buat larutan koagulan dari salah satu dari koagulan yang disediakan Al2(SO4)3 dan Ca(OH)2 dan tambahkan ke dalam gelas Beker sesuai dengan dosis yang ditentukan. 5. Setelah koagulan dimasukkan ke dalam gelas Beker, pengaduk diturunkan kemudian pengadukan dimulai dengan kecepatan 200 rpm selama 12 menit. 6. Kemudian kecepatan pengadukan diturunkan hingga 20 rpm dan lanjutkan pengadukan selama 20 menit.



19



7. Setelah pengadukan dihentikan, biarkan selama 30 menit dan amati volume endapan setelah 10, 10, 20 dan 30 menit 8. Amati pembentukan flok selama periode tersebut. 9. Setelah pengamatan selesai, ambil cairan yang bening dan ukur pH dan kekeruhannya dengan pH-meter dan Spektrofotometer. Catat hasilnya, 10. Sebagai kontrol, lakukan langkah ke-5 dengan menggunakan suspensi tanpa koagulan. 11. Amati seperti pada percobaan dengan koagulan.



Catatan : Setiap kelompok melakukan percobaan dengan jenis koagulan dan dosis yang ditentukan (akan diberitahukan oleh assisten) dengan pola percobaan tertentu untuk memperoleh hasil yang maksimal.



20



PROSES LUMPUR AKTIF



Proses lumpur-aktif dikembangkan di Inggris pada tahun 1914 oleh Ardern dan Lockett, dinamai demikian karena pada poses ini melibatkan produksi massa mikrobia yang aktif sebagai akibat mengkonsumsi senyawa-senyawa organik yang terdapat pada limbah cair secara aerob. Berikut ini akan diuraikan tentang kerja proses lumpur aktif. Pada gambar dibawah ini adalah skema proses lumpur aktif yang terdiri dari dua tangki yaitu tangki aerasi dan pengendapan. Tangki pengendapan



Tangki aerasi Q+Qr , X,S



Q, So Influent



S,Q - Qw , Xe



A



Mixed liquor



X,V,S



Effluent



Qr , Xr



Qw , Xw P



Return activated sludge (RAS)



Waste activated sludge (WAS) (WAS)



A



= luas permukaan tangki pengendapan Qw



= laju aliran WAS



V



= volume tangki aerasi



X



= kadar MLSS dalam tangki aerasi



Q



= laju aliran influent



Xr



= kadar SS pada RAS



Qr



= laju aliran RAS



Xw



= kadar SS pada WAS (Xr = Xw = Xu )



P



= pompa lumpur pekat



Xe



= kadar SS pada effluent



Proses lumpur aktif terdiri dari dua tahap yaitu aerasi dan pengendapan lumpur. Pada tahap pertama, limbah cair dengan laju aliran Q, masuk ke dalam tangki aerasi (dengan volume V) yang mengandung populasi mikrobia campuran (lumpur aktif) dan diberikan aerasi baik dengan “surface aerator” atau udara bertekanan yang dilewatkan diffuser yang dipasang didasar tangki aerasi. Aerasi mempunyai dua fungsi yaitu sebagai (1) suplai oksigen untuk respirasi mikrobia aerobik dan juga untuk (2) memberikan pengadukan yang kontinyu sehingga flok mikrobia 21



tersuspensi dengan baik untuk menciptakan kontak yang maksimal antara floc dengan limbah cair. Didalam tangki aerasi ini mikrobia mengoksidasi senyawa limbah untuk memperoleh energi yang digunakan untuk tumbuh berkembang. Dengan kata lain terjadi konversi senyawa limbah menjadi mikrobia baru. Proses itu berlangsung selama waktu tinggal limbah cair dalam tangki tersebut yaitu V/Q. Massa cairan dalam tangki aerasi disebut “mixed liquor suspended solid” (MLSS) Selanjutnya MLSS tersebut dialirkan ke tangki pengendapan lumpur, di dalam tangki ini massa mikrobia akan membentuk flok (karena tidak ada lagi pengadukan) yang mempunyai massa lebih berat sehingga akan mengendap dengan cepat ke dasar tangki sebagai lumpur (sludge) yang lebih pekat dengan kadar suspended solid (SS) sebesar Xu dan diperoleh cairan yang lebih jernih sebagai efluent dengan kadar SS sebesar Xe. Sebagian lumpur pekat sebanyak Qr diresirkulasikan kembali ke tangki aerasi yang berfunsi sebagai inokulum untuk mempertahankan kadar MLSS dalam tangki aerasi tetap sebesar X. Kelebihan lumpur pekat dibuang dengan laju aliran sebesar Qw.. Dari uraian singkat diatas nampak bahwa keberhasilan proses lumpur aktif sangat tergantung dari kemampuan massa mikrobia dalam mengabsorbsi bahan/senyawa limbah untuk di oksidasi (di dalam tangki aerasi) dan juga tak kalah pentingnya kemampuannya membentuk flok pada proses pengendapan.



Tujuan Praktikum 1.



Mahasiswa dapat memahami prinsip pengolahan limbah cair dengan proses lumpur aktif



2.



Mahasiswa dapat mengukur parameter-parameter proses lumpur aktif



3.



Mahasiswa dapat mengevaluasi proses lumpur aktif berdasarkan parameter-parameter yang diukur



Alat yang digunakan Dalam praktikum ini digunakan peralatan proses lumpur aktif (skala lab) yang sederhana, seperti pada gambar dibawah ini :



22



Seperti dijelaskan dimuka pada alat ini terdiri dua bagian , bagian aerasi dan pengendapan yang dibuat dalam satu unit. Influent dialirkan dengan kecepatan tertentu (Q) secara kontinyu (menggunakan peristaltic pump), efluent akan keluar lewat lubang pengeluaran dalam tangki pengendapan dengan kecepatan yang sama dengan influent (sebagai over flow) Cara kerja Kedalam tangki aerasi diisi limbah cair dan lumpur (volume, V) dan kemudian dialirkan udara menggunakan aerator dan dengan bantuan alat sirkulasi maka akan terjadi aerasi yang homogen. Lumpur aktif yang digunakan sebelumnya sudah diaklimasikan d engan limbah cair yang akan diproses dengan metode “fill and draw”. Kemudian limbah cair dialirkan secara kontinyu kedalam tangki dengan kecepatan Q (dengan mengatur kecepatan yang tertera pada pompa peristaltik). Proses lumpur aktif dalam alat tsb. berlangsung sampai tercapai keadaan steady-state sehingga siap dilakukan pengamatan untuk mengetahui kinerja proses lumpur aktif pada kondisi operasi tersebut. Pengamatan-pengamatan yang dikerjakan meliputi : 1. Volume tangki , V (liter) Volume tangki diukur secara manual menggunakan air yang dituang ke dalam tangki dan ditandai setiap volume air tertentu dan setiap panjang sisi tangki tertentu. Misalnya air sebanyak 100 ml ditambahkan ke dalam tangki lalu ditandai tingginya dengan spidol. Hal ini dilakukan berulang sampai tangki terisi penuh. Metode lainnya adalah membuat batas-batas tinggi tangki misalnya setiap 2 cm diberi tanda dengan spidol, lalu dilihat jumlah air yang diperlukan untuk mengisi batas-batas tersebut. Hasil dari kedua pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai pendekatan untuk menentukan volume tangki.



23



2. Kecepatan aliran influen, Q (liter/hari) Untuk menentukan aliran influen diperlukan beberapa alat berupa gelas ukur 50 ml, selang efluen, dan stopwatch. Bahan yang diperlukan adalah cairan efluen. Pengukuran aliran influen dilakukan dengan memasukkan ujung selang efluen ke dalam gelas ukur dan dilakukan pencatatan waktu saat efluen mencapai 10 ml pada gelas ukur lalu hasilnya dihitung untuk menentukan debitnya. Rumus perhitunagn debit adalah sebagai berikut. Q=



volume waktu



3. Waktu tinggal Penentuan HRT (Hydraulic Retention Time) dilakukan dengan menggunakan hasil pengukuran volume tangki dan kecepatan aliran air limbah (influen) yang dihitung dengan rumus berikut. HRT=



Volume tangki (liter) liter Q( ) hari



4. Sifat pengendapan SVI (sludge volume index) menunjukkan besarnya volume yang dapat ditempati 1 gram lumpur. SVI diukur dengan cara mengukur endapan flok yang berada di tangki aerasi dengan mengambil sejumlah tertentu cairan dari tangki aerasi dalam gelas ukur, didiamkan selama 30 menit dan 60 menit. Kemudian volume endapan diukur. SVI=



Volume (ml) x 1000 MLSS



Baku mutu SVI sebesar 50-150 mL/g. Apabila nilai SVI > 150, maka akan terjadi sludge bulking yang mengakibatkan endapan menjadi sangat banyak. 5. Kadar bahan organik, COD influent (So) dan efluent (S) Cara pengukuran COD dapat dilihat pada sub acara COD.



6. MLSS (mg/L) MLSS merupakan parameter yang digunakan untuk menunjukkan banyaknya biomassa dan mikrobia dalam tangkai aerasi. Dengan MLSS jumlah suspended solid yang terdiri dari 24



mikroorganisme, bahan organik, dan bahan anorganik dapat diketahui sehingga nilai rasio F/M dapat ditentukan. Dengan begitu, aliran influent dapat diatur dengan mempertimbangkan rasio.



Cara kerja: 1. Ambil cairan dari tangki aerasi, 2. Teteskan sedikit- sedikit pada filter, 3. Cawan+filter+padatan dioven selama 24 jam, 4. Perhitungan MLSS: 𝑀𝐿𝑆𝑆 (



𝑚𝑔 (𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 + 𝑠𝑎𝑚p𝑒𝑙 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 (𝑔)) − (Berat cawan + filter) (g) )= 𝐿 𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙



7. F/M ratio (1/hari) Nilai F/M ratio ditentukan dengan cara mengetahui debit, nilai COD influen, volume tangki aerasi dan nilai MLSS. F/M ratio merupakan perbandingan muatan organic yang ditambahkan ke dalam air limbah dengan jumal mikroorganismenya. F/M ratio =



Q  COD V  MLSS



8. Effisiensi proses, E = S/So x 100 %



COD removal efficiency (non-filter)=



𝐶𝑂𝐷 𝑟𝑒𝑚𝑜𝑣𝑎𝑙 𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑒𝑟 =



COD influent-COD effluent non-filter ×100% COD influent



𝐶𝑂𝐷 𝑖𝑛𝑓𝑙𝑢𝑒𝑛𝑡 − 𝐶𝑂𝐷 𝑒𝑓𝑓𝑙𝑢𝑒𝑛𝑡 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑒𝑟 × 100% 𝐶𝑂𝐷 𝑖𝑛𝑓𝑙𝑢𝑒𝑛𝑡



9. Kadar oksigen terlarut Pengukuran oksigen terlarut pada influen dan efluen menggunakan Dissolved Oxygen (DO) meter.



10. Pengamatan mikroskopis (dengan OptiLab), rekam gambar dan video.



25



Preparat dibuat dari MLSS (dari tangka aerasi), kemudian diamati dengan mikroskop yang sudah terhubung dengan Komputer. Mikrobia yang terekam di screenshoot kemudian diidentifikasi jenisnya dengan cara mencocokkan pada buku panduan. 11.



Kekeruhan Pengamatan kekeruhan pada influent dan effluent menggunakan spektrofotometer pada



panjang gelombang 660 nm. Dari parameter-parameter yang diperoleh dilakukan pembahasan tentang kinerja proses lumpur aktif tersebut.



26



DAFTAR PUSTAKA



Gray,N.F.1992. Biology of Waste Water Treatment. Oxford University Press. Hammer, M.J. 1977. Water and Waste Water Technology. S1 Version. John Wiley, Sons. New York Toras,M.J,AWWA, Chairman, et al. 1997. Standard Methods for the Examination of water and Waste Water. American Public Health association. Washington D.C. 13 th Ed Tchobanoglous, G and Burton, F. 1991. Waste Water Engineering 3 rd ed. Metcalf and Eddy Inc.



27