5 0 3 MB
PITEUNfONIA I(ONfUNITAS
PEDOMAN DIAGNOSIS
& PENATALAKSANAAN DI INDONESIA
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Edisi II Tahun 2014
PNEUMONIA I(OMUITITAS PEDOMAN DIAGNOSIS & PENATALAKSANAAN DI INDONESIA
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
TIM PENYUSUN Priyanti Zusway'uda Soepandi, Erlina Burhan, Arifin Nawas, Sardikin Giriputro, Fathiyah Isbaniah, Heidy Agustin, Diah Handayani
KONTRIBUTOR: Cahyarini*, Harsini, Irvan Medison, JF. Palilingan, Laksmi Wulandari, Ni Made Mertaniasih*, Setia Putra Tarigan, Soedarsono, Teguh Rahayu Sartono, Tutik Kusmiati, Yani Jane Sugiri *Spesialis Mikrobiologi Klinik
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Komunitas di Indonesia
Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak, mencetak dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara dan dalam bentuk apapun tanpa seijin penulis dan penerbit.
Diterbitkan pertama kali oleh: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Jakarta, 2003
Edisi 2,2014 Pencetakan buku ini dikelola oleh Badan Penerbit FKUI
rsBN
ll
:
978-602-97308-3-8
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Komunitas di Indonesia
PITEUMONIA I(OMUNITAS PEDOMAN DTAGNOSIS & PENATALAKSANAAN DI INDONESIA
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
TIM KELOMPOK KERJA INFEKSI 2OII - 2014 Ketua : Priyanti Zuswayuda Soepandi, Anggota: Arifin Nawas, Erlina Burhan, Fathiyah Isbaniah, Harsini, Heidy Agustin, Hilalludin Sembiring, Ida Bagus Sila Wiweka,Ida Bagus Suta, Indra Yofi, Ira Melintira, Irvan Medison, JF. Palilingan, Joni Anwar, Koko Hamoko, Laksmi Wulandari, Maurits Marpaung, Mohamad Isa, Muhammad Irfan, Munir IJmar, Nana Sunarya, Reviono, Salim S Thalib, Setia Putra Tarigan, Soedarsono, Taufik, Teguh Rahayu Sartono, Wahyuningsih Soeharno, Yani Jane Rosihaningsih Sugiri, Yusrizal Jam'an Saleh, Zainudrn Amir.
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Komunitas di Indonesia
rll
SAMBUTAN KETUA UMUM PDPI
Assalamu' alaikum Wr.Wb.
Pneumonia merupakan penyakit infeksi paru yang menyebabkan risiko kematian dan kesakitan terbanyak di dunia. Di Indonesia. saat ini pneumonia tercatat masuk dalam 10 penyakit terbanyak pada rawat inap di rumah sakit. Pemberian antibiotik yang tidak rasional pada penyakit infeksi paru menyebabkan kuman resisten sehingga dibutuhkan antibiotik baru yang berspektrum luas.
Buku Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia Komunitas Edisi I Tahun 2003 banyak dijadikan rujukan dalam penatalaksanaan pneumonia. Kami
berharap dengan terbitnya Buku Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia Komunitas Edisi II Tahun 2014 ini lebih meningkatkan kualitas pelayanan dalam diagnosis dan penatalaksanaan pneumonia komunitas di Indonesia.
Pengurus Pusat PDPI mengucapkan terima kasih yang sebesar-besamya kepada Pokja Pneumonia dengan kerja kerasnya dapat menyelesaikan buku Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia Komunitas Edisi II Tahun 2014.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb.
Dr. Arifin Nawas. Sp.P(K). MARS Ketua Umum
lv
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Komunitas di Indonesia
KATA PENGANTAR Buku Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia Komunitas Edisi II Tahun 2014 ini merupakan penyempurnaan buku pedoman terdahulu yang diterbitkan pada tahun 2003 untuk mewujudkan keseragarnan dalam hal penanganan pneumonia komunitas di Indonesia. Pedoman ini disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, penelitian terkini dan pedoman dari berbagainegara.
Kami berharap buku pedoman ini dapat dijadikan pegangan bagi Sejawat untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien pneumoni komunitas di Indoensia. Pedoman ini juga dapat digunakan oleh institusi kesehatan khususnya rumah sakit untuk meny:usun Clinical Pathway, Standar Pelayanan Operasional (SPO) untuk terwuj udnya ke s elam atan p asien (patient s afety).
Kami menyadari bahwa buku ini belum sempuma, oleh karena itu kami mohon masukan dan saran dari teman sejawat untuk penyempumaan buku pedoman ini pada masa mendatang.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berparlisipasi pada penyusunan Pedoman Diagnosis dan Pendtalaksanaan Pneumonia Komunitas
Edisi ll Tahun 2014 ini. Terima kasih.
Ketua Pokja Pneumonia 2011-2014 Perhimpunan Dokter Paru [ndonesia
Dr. Priyanti Z. Soepandi, Sp.P(K), MARS
Pecloman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Komunilas di Indonesia
DAFTAR ISI
PDPI......... KATA PENGANTAR............. DAFTAR ISI.............. DAFTAR SINGKATAN................ PENDAHULUAN........ PNEUMONIA KOMUNITAS.......... ETIOLOG1................. DIAGNOSIS............... PENATALAKSANAAN................ SAMBUTAN KETUA UMUM
iv v vr
vii I 3
s 8
22
PENATALAKSANAAN LAINNYA YANG PERLU
DIPERTIMBANGKAN
29
EVALUASI PASIEN PNEUMONIA YANG TIDAK
RESPONS PROGNOSrS............... PENCEGAHAN......... DAFTAR PUSTAKA
30 35
37
..........39-41
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vl
42-51
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Komunitas di Indonesia
DAFTAR SINGKATAN
L 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
ARDS ATS BAL BTS CAP CDC CRP CURB-65
Acute Respiratory Distress Syndrome
American Thoracic Society Bronchoalveolar Lavage
British Thoracic SocieQ Community-Acquired Pneumonia Centers
for Disease Control and Prevention
C-Reactive Protein
Confusion, Ureum, Respiratory rctte, Blood Pressure, 65
9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
EIA ETT ESBL HAP HCAP ICU IDSA IGD IM IV MERS CoV MIF MODS
Enzyme Immuno Assays
Endotracheal Tube Extended Spectrum p laktamase
Hospital-Acquired P4eumonia
Health Care Associated Pneumonia Intensive Care Unit Infectious Diseases Sociefi.t of America Instalasi Gawat Darurat
Intra Muscular
Intra
Vena
Middle East Respiratoryt Syndrome Corona Virus Microlmmuno Fluorescence
Multiorgan Dysfunction Syndrome
Pedoman Diagnosis & Penatalakssnaan
Pneumonia Komunitas di Indonesia
vlt
22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35.
vlll
MRSA NAPZA NA NIV PCT PCR PDPI PSI PPOK RSV SARI SARS UAT VAP
Methicilin Resistant Staphylococcus aureus Narkotik Psikotropik Zat Adlktif Not Aplicable
l{oninvansiye Ventilation
Procalcitonin Polymerase Chain Reaction Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Pneumonia Severity Index Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Respiratory SynctitialVirus Severe Acute Respiratoryt Infection Seyere Acute Respiratoryt Syndrome (Jrinaryt Antigen Test
Ventilator Asociated Pneumonia
Pedoman Diagnosis & Penatalaksunaan
Pneumonia Komunitas di Indonesia
PENDAHULUAN Pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan akut parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk.t'' Peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.3 Berdasar klinis dan epidemiologis, pneumonia dibedakan atas pneumonia komunitas
:
CAP), Pneumonia didapat di Rumah Sakit (Hospital-Acquired Pneumonia:HAP), Health Care Associated Pneumonia : HCAP dan pneumonia akibat pemakaian ventilator (Ventilator Associated Pneumonia :VAP).4 (Community-Acquired Pneumonia
Pedoman ini merupakan revisi dari pedoman sebelumtya yang diterbitkan tahun 2003, dengan beberapa penambahan atau perubahan sesuai dengan perkembangan
yang terjadi selama kurun wakfu tersebut. Perubahan dalam pola kuman perlu disesuaikan dengan data terakhir dari beberapa pusat pelayanan di dalam negeri. Beberapa hasil penelitian maupun sureilens tentang infeksi paru ditambahkan dalam edisi ini. Selama 10-15 tahun terakhir terjadi perubahan situasi epidemiologis disebabkan munculnya beberapa new emerging diseases yang melibatkan paru terutama infeksi oleh virus seperti virus inluenza baru (termasuk H5N1, HlNl, pandemi), virus corona dll yang perlu mendapatkan perhatian kita khususnyapara dokter spesialis paru. Peran fluorokuinolon respirasi pada pengobatan pneumonia juga semakin
mendapatkan tempat dalam pengobatan pneumonia dewasa ini. Pemberian antibiotik secara empiris perlu memperlimbangkan riwayat pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya, faktor komorbid dan risiko terjadinya infeksi pseudomonas. Pedoman ini banyak mengambil rujukan dari berbagai pedoman yang direkomendasikan oleh organisasi seperti American Thoracic Society @fS), Infectious Diseases Society of America dan British Thoracic Society (IDSA)
Pedoman Diagnosis & Penotalaksanaun Pneumonia Komunitas di Indonesia
Metodologi Penulisan panduan ini berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan secara manual maupun elektronik dengan kata kunci pneumonia, guideline, community acquired pneumonia, diagnosis and treatment. Setiap bukti ilmiah yang diperoleh dilakukan telaah kritis oleh pakar dalam bidang
pulmonologi. Sebagai peringkat bukti dipakai level of evidence
o o o o
Level T Level II Level III Level IV
yaifi
Metaanalisis, uji klinis besar dengan randomisasi Uji klinik lebih kecil tidak randomisasi Penelitian retro spektif, observasional Serial kasus, laporan kasus, konsensus, pendapat ahli
Berdasarkan peringkat di atas, dapat dibuat rekomendasi sebagai berikut: o Rekomendasi A Bila berdasarkan bukti level I . Rekomendasi B Bila berdasarkan bukti level II o Rekomendasi C Bila berdasarkan bukti level III o Rckomendasi D Bila berdasarkan bukti level IV
& P e n ata luks anaan Pneumonia Komunitas di Indonesia
Pe dom an Diagn o sis
PNEUMONIA KOMUNITAS Pneumonia komunitas adalah peradangan akut pada parenkim paru yang didapat di masyarakat. Pneumonia komunitas merupakan penyakit yang sering terjadi dan bersifat serius, berhubungan dengan angka kesakitan dan angka kematian, khususnya umur lanjut dan pasien dengan komorbid.' Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyakit infeksi yang banyak terjadi dan juga penyebab kematian dan kesakitan terbanyak di dunia. Infeksi saluran napas bawah termasuk pneumonia komunitas menduduki urutan ke-3 dari 30 penyebab kematian di dunia. Angka kematian pneumonia komunitas pada rawat jalan2o/o, rawat inap 5-20oh,lebih meningkat pada pasien di ruang intensif yaitu lebih dari 50%. Risiko kematian lebih meningkat pada pasien umur > 65 tahun, laki-laki dan ada komorbid
6'7
Di Amerika, rerata insidens tahunan 6/1000 pada kelompok umur 18-39 tahun dan meningkat menjadi 3411000 pada kelornpok umur diatas 75 tahun. Sekitar 20-40% pasien pneumonia komunitas memerlukan perawatan rumah sakit dan sekitar 5oh 107o memerlukan perawatan intensif. Angka kematian pada pasien rawat jalan 1 dan pada pasien rawat inap meningkat menjadi sekitar 25o/o sehingga diperlukan 8 tatalaksana adekuat dan optimal untuk mencegah peningkatan angka kematian Di Jepang pneumonia komunitas merupakan penyqbab kematian urutan ke- 4.e
Di Indonesia, pneumonia termasuk dalam 10 besar penyakit rawat inap di rumah sakit dengan proporsi kasus 53.95Yo laki-laki dan 46.050/, perempuan, dengan crurle fataList rate (CFR) 7 .6o/o, paling tinggi bila dibandingkan penyakit lainnya.r0 Data pneumonia komunitas di rawat jalan maupun rawat inap dari beberapa rumah sakit di Indonesia dapat terlihat pada tabel ldan 2.
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Komunitas di Indonesia
Tabel 1. Jumlah pasien pneumonia komunitas di rawat inap tahun 2012 pada beberapa rumah sakit di lndonesra Rawat inap
Nama rumah sakit
RS Adam Malik
Jumlah total paslen paru 355
RS DR M Jamil
1
Jumlah pasien o/ /o
pneumonla komunitas 256
1)
565
94
16,6
RSUP Persahabatan
25 10
ttl
4,J
RSUD Moewardi RSUD Saiful Anwar RSUD Dr Soetomo
t9t]
225
2119
514
870
4'7'7
r
I1,1 4,t ?5
s
Sumber data (1 I )
Tabel
2. Jumlah pasien pneumonia komunitas di rawat jalan
tahun
2012 pada beberapa rumah sakit di Indonesia Nama rumah sakit
Rawat jalan Jumlah total Jumlah pasien paslen panr
o/ /n
pneumonia
komunitas RS Adam Malik RS DR M Jamil RSUP Persahabatan
RSUD Moewardi RSUD Saiful Anwar RSUD Dr Soetomo
9800
150
8325
108
1,3
32018 1455 14603 26s73
805
)5
837 140
5,J
|2
1,5
1,5
0.5
Sumber data (11)
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Komunitas di Indonesia
ETIOLOGI Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam kuman, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Penelitian di beberapa negara melaporkan bahwa bakteri Gram positif penyebab utama pneumonia komunitas.a
Tabel 3. Penyebab pneumonia komunitas menurut ATS/IDSA 2007 Rawat jalan
Streptococcus p neumoniae Mycoplasma pneumoniae
Haemophilus influenzae Ch I am idoph il a pneu mon
iae
Virus respirasi Rawat inap (non ICU)
S pneumoniae M pneumoniae C pneumonia
H inJluenzae Legionella spp Aspirasi
Virus respirasi Rawat ICU
S
pneumoniae
Staphylococcus aureus
Legionella spp Basil Gram negatif H Influenzae
Dikutip dari (4)
Data dari beberapa rumah sakit di Indonesia tahm 2012 menunjukkan bahwa penyebab terbanyak pneumonia komunitas di ruang rau,at inap dari bahan sputum adalah kuman gram negatif seperli Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter baumqnii, Pseudomortas aeruginosa sedangkan gram positif seperli Streptococcus pneumoniae, Streptococcus viridnns, Staphylococcu,s aureus diternukan dalam jumlah sedikit (lihat lampiran 3).I2 Hal ini menunjukkan bahwa dalam 10 tahun terakhir terjadi perubahan pola kuman pada pneumonia komunitas di Indonesia sehingga perlu penelitian lebih lanjut.
Pedoman Diagnosis & Penatulaksanaan Pneumonia Komunitas di Indonesia
Data Survelans Sentinel SARI (Severe Acute Respiratory Infection) 2010 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI mendapatkan hasil biakan sputum yaitrt Klebsiella pneumoniae (29%o), Acinetobacter baumanii (27%), staphylococcus aureus (16%0), streptococcus pneumonia (r2%,), Acinetobacter calcoaticus (B%o) Pseudomonas aeruginosa (6%) dan Escherichia coli (2%o). (Level II!r0 Pada pasien penyakit paru kronik seperti bronkiektasis, fibrosis kistik dan PPOK bila terdapat infeksi biasanya berhubungan dengan kuman Gram negatif seperti Pseudomonas aeruginosa. a Penelitian pada tahun 2006 sampai 2008 di beberapa
Negara Asia yaitu Indonesia, Philipina, Korea, Thailand, Malaysia, Taiwan dan Hong Kong terhadap pasien PPOK eksaserbasi mendapatkan pola kuman sebagai berikut Klebsiella pneumoniae 26,5o , Haemophilus influenzae r7,44 %, Pseudomonas aeruginosa 15,47oh, streptococcus pneumoniae 7,860/o, Acinetobacter baumannii 5,40o/o dan Moraxella catarrhctlis 5,15o/o (Level III).13 Hal ini tak berbeda dengan yang dilaporkan AJTS/IDSA 2007.
Faktor risiko yang berkaitan dengan infeksi pseudomonas menurut ATS/IDSA 2001 adalah pemakaian kortikosteroid > l0 mg perhari, riwayat penggunaan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan sebelumnya dan malnutrisi. Faktor risiko yang berhubungan dengan infeksi Gram negatif lainnya adalah keganasan, penyakit kardiovaskular dan merokok. a Pemberian antibiotik yang ideal adalah berdasarkan kuman penyebab sehingga diperlukan pemeriksaan spesimen untuk mendapatkan etiologi. Cara pengambilan dan pengiriman spesimen harus benar agar didapatkan hasil yang representatif. cara pengambilan dan pengiriman spesimen yang baik dapat mengikuti pedoman Pemeriksaan Mikrobi ogi Klinik. a I
I
Cara pengambilan dan pengiriman spesimen Spesimen dahak langsung
' o
Pengatnbilan spesimen dahak dilakukan sebelum pemberian terapi antibiotika.
Pasien diharapkan batuk sekuat dan sedalam mungkin untuk mengeluarkan dahak. Dahak ditampung pada pot lebar steril (volume minimal 25 ml) bertutup ulir dan segera ditutup dengan rapat.
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Komunitas di Indonesit
o
Apabila jumlah spesimen dahak kurang dari l-2 ml, maka prosedur batuk dapat diulang, sebaiknya tidak lebih dari I jam. Pastikan bahwa dahak berkualitas baik (mukopurulen atau purulen).
Spesimen aspirat trakeostomi dan pipa endotrakeal o Metode ini digunakan pada pasien dengan pipa endotrakeal atau trakeostomi. o Peralatan yang dibutuhkan adalah sarung tangan steril, penampung dahak, cairan pelicin, pipa suction steril dan pompa suction. Dokter/analis laboratorium/perawat mengenakan sarung tangan steril serta memasang penampung dahak diantara pipa suction dan sumber/pompa suction. . Cairan pelicin dioleskan pada sisi distal pipa suction lalu masukkan ujung pipa suction ke lubang pipa endotrakeal atau lubang trakeostomi hingga ke saluran
o o
napas (pada pasien dewasa sekitar 25-30 cm).
Lubang suction ditutup dengan jari secara berulang selama 5-10 detik unfuk menghisap sputum yang ada di lumen trakea. Suction dapat diulang setelah 1 menit untuk memberi waktu bernapas paslen. Jika sebagian aspirat/ sputum tertahan dalam pipa suction, dapat dilakukan pembilasan dengan suction air steril secukupnya.
Pengambilan spesimen Bronchoulveolar Lavage (BAL) . Pengambilan cairan BAL dilakukan oleh dokter spesialis paru yang terlatih. . Masukkan bronkoskopi melalui mulut atau hidung atau melalui pipa endotrakeal. Suntikkan cairan NaCl 0,90/o steril sejumlah 5-20 ml melalui saluran bronkoskopi secara berulang 5-6 kali dan kumpulkan cairan BAL. Cara pengiriman spesimen
o o . .
Pot diberi label yang bertuliskan tanggal pengambilan spesimen. nama pasien. jenis kelamin, umur, nomor rekam medis/ nomor register, asal ruangan/ rumah sakit dan diagnosis kerja/ diagnosis banding. Pot yang sudah ditutup dengan rapat, selanjutnya harus segera dikirim ke laboratorium pada suhu mang. Apabila proses pengiriman membutuhkan waktu lebih dari 1 jam maka pengiriman harus dilakukan menggunakan cool bor bersuhu 2-8"C. Penyimpanan spesimen dahak dapat dilakukan pada lemari pendingin bersuhu 2-8"C.
Pedoman Diagnosis & Penatalsksanaan
Pneumonia Komunitas di Indonesia
Kriteria umum sputum tidak akurat: . Spesimen sputum ulang dengan interval kurang dari 48 jam . Spesimen sputum yang dikirim lebih dari 24 jam
. .
Spesimen saliva Spesimen yang dikirm ke laboratorium cool box dengan suhu 2-B"C
lebih dari 2 jam tanpa menggunakan
DIAGNOSIS Diagnosis pneumonia didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisis, foto toraks dan
laboratorium. Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto toraks terd.ap-at infiltrat I air bronchogram ditambah dengan beberapa gejala di bawah'ni'4'ls'16'17
o o . . . o o
Batuk Perubahan karakteristik sputum/purulen Suhu tubuh > 3B0C (aksila)l riwayatdemam
Nyeri dada Sesak
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki Leukosit > 10.000 atau < 4500
Pemeriksaan biakan diperlukan untuk menentukan kuman penyebab menggunakan bahan sputum, darah, atau aspirat endotrakeal, aspirat jaringan paru dan bilasan
bronkus. Pemeriksaan invasif hanya dilakukan pada pneumonia berat dan pneumonia yang tidak respons dengan pemberian antibiotik. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan rnemerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotik secara empiris. Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50oh.t8
Rekomendasi
uji diagnostik untuk mencari etiologi
Penyebab spesifik pneumonia harus dicari karena dapat mengubah penatalaksanaan standar yang bersifat empiris. Pemeriksaan lanjutan tersebut berdasarkan kecurigaan
Pedoman Diagnosis & Penataluksanaan Pneumonia Komunitas di Indonesia
klinis dan epidemiologi spektrum antibiotik dapat berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik berubah diperluas, dipersempit atau lanjutan tersebut. Perubahan terapi biasanya bersifat eskalasi, terapi sulih atau patogen penyebab sesuai data
berdasarkan hasil kepekaan kuman.a
Kelemahan utama dari pemeriksan uji diagnostik lebih lanjut pada pasien pneumonia komunitas adalah biaya, rendahnya kualitas sebagian besar sampel mikrobiologi sputum dan hasil kepositifan biakan yang rendah. Indikasi klinis untuk pemeriksaan diagnostik lebih lanjut dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Indikasi klinis untuk pemeriksaan diagnostik lebih lanjut
Kultur Kultur Legionella Pneumokokkal UA l' darah sputum UAT
Indikasi Perawatan ICU Pasien rawat jalan gagal
terapi antibiotik Kavitas Lekopeni Peminum alkohol Penyakit
XXX x X
Asplenia
xb
X
UAT
Xd
X
X
xxx
Efusi pleura
X
'x
X
positif
X
x x x
X
Baru saja bepergian jauh (dalam 2 minggu) Hasil Legionella UAT Hasil pneumokokal
x
X
Penyakit paru obstruktifl struktural kronik
positif
xx'
XX
XX
aktif liver kronik
Lain
X.
NA NA
xx" Dikutip dari (4)
Catatan: NA : nol aplicable UAT: urinary anligen test bila diintubasi Kultur tuberkulosis dan jamur
^ Aspirat endotrakeal b
" Media khusus untuk Legionella o
Kultur cairan pleura dan torakosintesis
Pecloman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonir Komunitas di Indonesia
9
Pemeriksaan biakan secara rutin untuk pasien rawat jalan sifatnya opsional (Level
IIf
.
Pemeriksaan diagnostik untuk pemeriksaan lebih lanjut dapat dilakukan berdasarkan 2 pertimbangan:a
l.
Apabila hasil biakan yang didapatkan kemungkinan mempengaruhi pemberian antibiotik secara perorangan 2. Apablla hasil biakan yang didapat kemungkinan memberikan hasil yang tinggi Pemeriksaan biakan darah dan apusan sputum serta kultur sputum harus dilakukan pada pasien rawat inap dengan indikasi klinis untuk pemeriksaan diagnostik lebih lanjut yang dapat dilihat padatabel4.
Pemeriksaan apusan sputum Gram, biakan darah dan sputum dapat dilakukan sesuai indikasi yang dapat dilihat pada tabel 4 di atas. Pemeriksaan apusan Gram
dan biakan sputum hanya dapat. dilakukan jika hasil sputum yang dikeluarkan kualitasnya baik termasuk cara pengumpulan, transporlasi dan proses pemeriksaan di laboratorium. Pasien dengan pneumonia berat harus diperiksa minimal biakan
uji antigen urin tntuk Legionella pneumophilla dan S. pneumoniae. Hasil kultur darah positif pada pneumonia yang dirawathanya 5-14% sehingga pemeriksaan kultur darah harus dilakukan secara selektif sesuai dengan darah dan pemeriksaaan
tabel 4 Keuntungan dari apusan Gram adalah : 1. Pemberian pengobatan antibiotika akan lebih terarah, hal penggunaan antibiotika awal yang kurang tepat 2. Dapat memvalidasi hasil biakan sputum berikutnya
ini dapat mengurangi
Peranan petanda infeksi pada pnemonia
Procalcitonin (PCT) PCT pada infeksi dan inflamasi akan meningkat terutama pada infeksi bakterial berat, sepsis, syok septik dan sindrom disfungsi multiorgan (MoDS). pada pneumonia komunitas pemeriksaan PCT dapat mendukung diagnosis dan menjadi
10
Pedoman Diugnosis & Penotalaksanaan Pneumonia Komunitas di Indonesia
ffi ftj
prediktor komplikasi dan peningkatan angka kematian. Pemeriksaan PCT diserlai CRP dapat meningkatkan ketepatan diagnosis pneumonia. Kadar PCT > 2 nglmL menjadi prediktor bakteremia, sepsis, syok septik dan MODS. Penelitian lain juga menunjukkan penggunaan PCT sebagai panduan pemberian antibiotik intensif (PCT 0.25 atau 0.5 ng/L) dan menghentikan antibiotik bila kadar PCT menumn tajam memberikan manfaat penggunaan antibiotik lebih singkat dan menurunkan efek samping dan resistensi sehingga pada akhirnya menurunkan biaya pengobatan. Manfaat hasil PCT dapat menilai waktu memulai pemberian antibiotika dan waktu penghentian antibiotika, sehingga tidak terjadi pemberian antibiotika secara berlebihan. Procalcitonin pada infeksi yang terlokalisir tidak begitu membantu diagnosis, misal pada empiema.'e'o C-Reactive Protein (CRP) Nilai normal CRP adalah 3 mglL dan kadar 10 mg/L merupakan indikasi inflamasi yang signifikan. Meski demikian CRP mempunyai spesifisitas yang rendah, karena kadar CRP 3 mglL dan l0 mglL terdapat pada berbagai keadaan lain seperti obesitas, merokok, diabetes mellifus, uremia, hipertensi, kurang aktif,rtas, terapi pengganti hormon, gangguan tidur, kelelahan kronik, konsumsi alkohol, depresi dan penuaan. Kadar CRP di atas 100mglL dapat digunakan untuk menentukan prognosis dan kebutuhan ventilasi mekanik pada pasien pneumonia.'e
Pneumonia atipik
Pada pneumonia selain ditemukan bakteri penyebab yang tipik sering pula dijumpai bakteri atipik. Bakteri atipik yang sering dijumpai adalah Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Legionella spp. Penyebab lain Chlamydia psittasi, Coxiella burnetti, virus Influenzatipe A & B, Adenovirus dan Respiratory svnctfial ytru,s. 15.16.21 u. C"iulunya adalah tanda infeksi saluran napas yaitu demam, batuk nonproduktif dan gejala sistemik berupa nyeri kepala dan mialgia. Gejala klinis pada tabel 5 di bawah ini dapat membantu menegakkan diagnosis pneumonia atipik b. Pada pemeriksaan hsis terdapat ronki basah tersebar c. Gambaran radiologis berupa infiltrat interstitial, jarang terjadi konsolidasi d. Laboratorium menunjukkan leukositosis ringan, sedian apusan Gram, biakan sputum atau darah tidak ditemukan bakteri.
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Komunitas di Indonesia
l1
e. Laboratorium
-
untuk menemukan bakteri atipik Isolasi biakan sensitifitasnya sangat rendah Deteksi antigen enzyme immunoassays (EIA) Polymerase Chain Reaction (PCR)
Uji serologi
o .
. o
Cold agglutinin
Uji
f,rksasi komplemen merupakan standar untuk diagnosis M.pneumoniae Micro immunofluorescence (MIF), merupakan standar diagnosis serologi untuk C.pneumoniae Antigen dari urin untuk standard pemeriksaan diagnosis Legionella
Untuk membantu secara klinis gambaran perbedaan gejala klinis atipik dan tipik dapat dilihatpada tabel 5, walaupun tidak selalu dijumpai gejala-gejala tersebut. Tabel 5. Perbedaan gambaran klinik pneumonia atipik dan tipik Tanda dan
o . o '. .
gejala
Onset Suhu
Batuk Sputum
Gejala lain
P.atipik Gradual
Kurang tinggi Non produktif
Mukoid Nyeri kepala, mialgia, sakit
P.tipik Akut Tinggi, menggigil Produktif Purulen Jarang
tenggorokan, suara parau, nyeri telinga
.
Gejala di luar paru Apusan Gram
. .
Radiologis Laboratorium
Sering
Lebih jarang
Flora normal atau spesifik Patchy atattormal Leukosit normal kadang
Kokus Gram 1+1 atau
o
Konsolidasi lobar Lebih tinggi
rendah
Dikutip dari (22) Kuman atipik yang sering menjadi penyebab cAP adalah Mycoplasma pneumoniae, chlamidya pneumoniae dan Legionella pneumophilla. Mycoplasmq pneumoniae
sering bersamaan dengan infeksi streptococcus piogenes dan
t2
Neisseria
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Komunitas di Inclonesia
meningitides. Untuk menegakkan diagnosis pada kuman atipik dapat dilakukan pemeriksaan PCR dengan bahan darah, cairan sinovial, cairan serebrospinal, cairan perikardial dan lesi di kulit sedangkan untuk Legionella dapat diperiksa dari urin Pneumonia virus
Virus yang sering menyebabkan pneumonia adalah: . Virus Influcnza (H5Nl, HlNl, H7N9, H3N2 dan lain lain) o Virus Para Influenza c Respiratory Synctitial Viru,s (RSV) o Virus corona: Middle Ea,st Respit ctton Syndrome Corona Virus (MEP.S CoV), Severe Acute Resp iratory Sy ndrome (SARS) Pasien dengan gejala Influenza Like lllness (lLI) yang terpajan dengan daerah petemakan unggas yang terinfeksi H5Nl harus di uji untuk infeksi H5N1 -+ Level II Virus yang jarang ditemukan pada manusia tetapi dapat menyebabkan pneumonia berat yaitu virus corona (SARS, MERS CoV). Virus c:orona diketahui dapat menimbulkan kesakitan pada manusia mulai dari yang ringan sampai berat untuk itu kenali manifestasi Severe Acute Respiratory Infection (SARD. Salah satu strain ter-bam dari virus corona adalah MERS CoV yang banyak ditemukan pada orang yang tinggal atau berkunjung ke daerah Timur Tengah.23 Kelainan yang mungkin ditcmukan adalah sebagai berikut: - Demam suhu > 380 C, batuk dan sesak, ditanyakan pula riwayat bepergian dari negara Timur Tengah l4 hari sebelum onset - Pemeriksaan fisis sesuai dengan gambaran pneumonla - Pada foto toraks dapat ditemukan infiltrat, konsolidasi sampai gambaran Acute Respiratoryt Distres,s Syndrome (ARDS) - Laboratorium: ditentukan dari pemeriksaan PCR dari swab tenggorok dan sputum
Pedomun Diagnosis & Penatalaksanaun Pneumonia Komunitas di Intlonesia
t3
Tidak ada pengobatan spesifik untuk MERS CoV, penatalaksanaan disesuaikan dengan klinis pasien. Diagnosis banding pneumonia virus disesuaikan dengan tanda dan gejala yang ditemukan. Penyakit dengan gejara hampir serupa yang sering ditemukan antara lain'. 2a - Demam berdarah - Infeksi paru yang disebabkan oleh virus lain, bakteri atau jamur - Demam tifoid
-
HIV dengan infeksi sekunder Tuberkulosis paru
Penilaian derajat keparahan penyakit
Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komunitas dapat dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut pneumonia Severity Index (pSr) atalu CURB-65. Sistem skor ini dapat. mengidentifikasi apakah pasien dapat berobat jalan atau rawat inap, dirawat di ruangan biasa atau intensif (Level I). pSI menggunakan 20 variabel, ada riwayat penyakit dasamya serta umur mendapat nilai yang tinggi. cuRB-65 lebih mudah cara menghitungnya karena yang dinilai hanya 5 variabel tetapi tidak dapat langsung mengetahui penyakit dasarrrya.
Skor CURB-65 adalah penilaian terhadap setiap faktor risiko yang diukur. Sistem
skor pada CURB-65 lebih ideal digunakan untuk mengidentifikasikan pasien dengan tingkat angka kematian tinggi. Setiap nilai faktor risiko dinilai satu. Faktorfaktor risiko tersebut adalah:25
. c: Coryfusion yaitu tingkat kesadaran ditentukan o U: Urea o R: Respiratory rate atau frekuensi napas o B: Blood pressure atau tekanan darah o 65: Umur > 65 tahun
14
berdasarkan uji mental
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Komunitas di Indonesia
Tingkat kesadaran dinilai berdasarkan Abbreviation Mental Test (Uji Mental) yang dapat dilihatpada tabel 6. Tabel 6. Tingkat kesadaran berdasarkan
Uji Mental NiIai
Respons
Umur Tanggal lahir Waktu (untuk jam terdekat) Tahun sekarang Nama rumah sakit Dapat mengidentifikasi dua orang (misalnya dokter, perawat) Alamat rumah Tanggal kemerdekaan Nama rajal presiden Hitune mundur (mulai dari 20 ke belakang) Dikutip dan dimodifikasi dari (25) Catatan:
o o e o
Ada 10 pertanyaan Tiap pefianyaan dijawab dengan benar mendapat nilai satu Jawaban yang benar nilai < 8 + confusion -+ skor 1 Jawaban yang benarnilai > 8 + confusion -+ skor 0
Setelah didapatkan skor untuk confusion maka'kemudian dinilai skor lainnya yaitu urea, frekuensi napas, tekanan darah dan umur. Mengingat keterbatasan pemeriksaan BLN (B/ood Urea Nitrogen) maka digunakan pemeriksaan ureum
tetapi dengan mengkonversikan nilai ureum dengan membagi 2,14. Blla nilai urea yang dihitung> lg.mgldL maka diberi skor I dan nilai urea < 19 mg/dl diberi Dikutip dari ('u) Total skor yang didapat digunakan untuk menentukan apakah skor 0. pasien dapat berob at jalan ata:u rawat inap, dirawat di ruangan biasa atau ruangan perawatan intensif.
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Komunitas di Indonesia
15
TabelT. Skor CURB-65 Confusion Uji mental
. .
< nilai 8 -+ skor I
Uji mental > nilai
8
-+ skor
0
Urea
. .
Urea > 19 mgldl skor
1
ljrea < 19 mg/dl skor 0
Respiratoty Rale (RR)
o o
RR > 30x/menit skor 1 RR < 3Ox/menit skor 0 Blood pressure (BP) . BP 90160 mmHg skor 0
Umur
o o
Umur > 65 tahun skor 1 Umur < 65 tahun skor 0
Dikutip dan dimodifikasi dari (25)
Penilaian berat pneumonia dengan menggunakan sistem skor GURB-65 adalah sebagai berikut: o Skor 0 1 : risiko kematian rendah, pasien dapatberobat jalan o Skor 2 : risiko kematian sedang, dapat dipertimbangkan untuk dirawat o Skor > 3 : risiko kematian tinggi dan dirawat harus ditatalaksana
o
l6
sebagai pneumonia berat Skor 4 ata:u 5 : harus dipertimbangkan perawatan intensif.2s
Pedoman Diagnosis
& Penataluksanaan
Pneumonia Komunitos di Indonesia
ffi \ffP
Algoritme penentuan derajat ini dapat dilihat pada gambar
1.
Rawat inap
Ganbar
1. Penilaian berat
pneumonia dengan menggunakan sistem skor CURB-65
Dikutip dan dimodifil 30 x/menit o Tekanan darah sistolik < 90 mmHg . Suhu tubuh >35 C atau > 40 C o Frekuensi nadi> 125 x/menit
+20 +20 +20 +15
+10
Hasil laboratorium
o pH 10.7 mmol/L o Natrium < 130 mEq/L o Glukosa> 13.9mmol/L o Hematokrit < 30% . Tekanan 02 darah arleri < 60 mmHg o Efusi pleura
+30 +20 +20 +10 +10 +10 +10
Dikutip dari (27) Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) merekomendasikan jika menggunakan PSI kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia komunitas adalah: l. Skor PSI lebih dari70 2. Blla skor PSI kurang dari70, pasien tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini. o Frekuensi napas > 30 kali/menit
o . o o
3.
18
PaOzlFiO2 kurang dari250 mmHg Foto toraks menudukkan infiltrat multilobus Tekanan sistolik < 90 mmHg Tekanan diastolik < 60 mmHg
Pneumonia padapengguna NAPZA
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Komunitas di Indonesia
Total poin yang didapatkan dari PSI dapat digunakan untuk menentukan risiko, kelas risiko, angka kematian dan jenis perawatan, sepertl yang terlihat pada tabel 9. Tabel 9. Deraiat skor risiko PSI Risiko
Total Poin
Kelas risiko
Angka
Perawatan
kematian Tidak diprediksi
1r
91 >
0.1%
Rendah
2 mglmI-
berdasarkan data kepekaan
kuman, termasuk sefotaksim, seftriakson,
Vankomisin, linezolid, amoksisilin dosis tinggi (3 g/hari dengan penisilin MIC < 4 mg/ml)
fluorokuinolon Haemophilus influenza Tidak mernproduksi p-
Amoksisilin
Fluorokuinolon, doksisiklin, azitromisin,
laktamase
klaritromisin M
emproduksi p-Laktamase
Mycoplasma
sefalosporin C2 atau C3,
b
amoksisil in-klavulanat
Fluorokuinolon, doksisiklin, azitrorr i sin,
Makrolid. tetrasiklin
Klaritromisinh Fluorokuinolon
o niae/ C hla mydo ph i I a Pneumoniae
pneum
Legionella C
species
hlctmydop hi lo ps ittac
i
Fluorokuinolon, Tetrasilin
azitrorrisin Doksisiklin Makrolid
Coxiella burnetii
Tetrasilin
Makrolid
Francis ella tularens is
doksisiklin
Gentamisin. streptomi sin
Streptomisin, gentamisin
Doksisilin . fluorokuinolon
Yersini.,sa
pestis
Bacillus anthracis (inhalasi) siprofloksasin, levofloksasin, doksisiklin (biasnaya dengan
lini 2)
Fluorokuinolon lain; pjika sensitif;
lactam,
rif-ampin, klindanr i sin,
kloroamfenikol
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneamonia Komunitas di Indonesia
51
10
Enterobacteriaceae
11
P.seudomonas
aeruginosa
sefalosporin G3, karbapenem" (obat pilihan bila
ESBL) B-
p-Laktam/p-laktamase inhibitord
fluorokuinolon Aminoglikosid ditambah (siprofloksasin (siprofloksasin atau
Antipseudomonal lacktam " +
r atau levofloksasin aminoglikosid ) Karbapenem, seftazadim Fluorokuinolon, TMP-SMX
Atau levofloksasin
12
Burkholderia
13
Acinetobacter
pseudomallei
species
Karbapenem
Sefalosporin-aminoglikosid, ampisisil in-sulbaktam,
14
kolistin Staphylococcus aureus
susceptible
Anti
Methicillin
resistant
penisilinls Vankomsin or
l5
Bordetella
pertussis
Makrolide
TMP-SMX
16
Anaerob
p-Lactam/p-lactamase
Karbapenem
Methicillin
17
(aspirasi)
linezolid
Sefazolin, klindamisin
TMP-SMX
inhibitorld Klindamisin Influenza virus
Coccidkides
l9 20
stafilokokkal
species
Histoplasmosis Blastomvcosis
Osellarnivir atau zanarni\ ir' untuk infeksi tanpa komplikasi pada host normal tidak ada rekomendasi terapi itrakonazol, flukonazol Itrakonazol Itrakonazol
Amfoterisin B
Amfoterisin B Amfoterisin B
Catatan:
Pemilihan antibiotik harus berdasarkan data hasil kepekaan kuman dan rekomendasi spesialis lokal. Untuk ketepatan dosis merujuk pada rujukan lokal. TMP-SMX : (trimetropri m-sullamethoxazole) ' Levofloksasin , moxifloxacinn ( bukan merupakan piliharr pertama untt-tk kuman yang sensitif pcnisilin) ; .b siprofloksasin tepat diberikan untuk infeksi LegioneJla dan kuman Gram negatiftermasuk H. inlluenza) Azithrorlisin lebih aktif sccara invitro dibandingkan Klarithromisin untuk H. influenza. " Lripenem-silastatin, meropenem, erlapenem.
d Piperacillin-tazobactam untuk kuman Gram negatifl, ticarcillin-klavulanat, ampisisilin sulbaklarr atau amoksisilin-k
I
av
ulanat
" r
Tikarsilin, piperasilin, seftazidirr, sefepim, aztreonam, lmrpenem, meropenem 750 mg /hari q Nalsilin, okasilin llukloksilin
52
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Komunitas di Indonesia
ll|ilil|il|ilil 30838
9 7A6029
7