Pneumonia Pada Lansia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN SISTEM PERNAFASAN : PNEUMONIA Makalah Ini Disusun Sebagai Tugas Kelompok Mata Kuliah Keperawatan Gerontik



Dosen Pembimbing : Fatimah,S.Kp.,M.Kep.,Ns.Sp.Kep.Kom NS. Suwarningsih,S.Kep.,M.Kep



Disusun Oleh : 1. Chika Wahyu Sasqiautami



(1032161028)



2. Ketut Sartini



(1032161025 )



3. Krista Karomatul Ulfah



(1032161037)



4. Putri Mayang Sari



(1032161013)



5. Rosalinda Halimatus Sa’diah (1032161003) 6. Trisa



(1033181003)



PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MH THAMRIN OKTOBER, 2019



KATA PENGANTAR



Assalamu’alaikum Wr.Wb Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Gerontik dengan materi yang di bahas mengenai ”PNEUMONIA”. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal. Terlepas dari itu, kami menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah Keperawatan Gerontik dengan materi yang dibahas mengenai “PNEUMONIA” ini bermanfaat bagi para pembaca. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.



22 Oktober 2019 Penulis



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..................................................................................................................... 2 BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 4 A.



Latar belakang ............................................................................................................... 4



B.



Tujuan penulisan ........................................................................................................... 7



BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................................................. 8 Gangguan Pada Sistem Pernapasan (Pneumonia) ................................................... 8



A. 1.



Definisi Pneumonia ............................................................................................... 8



2.



Etiologi .................................................................................................................. 9



3.



Patogen umum ...................................................................................................... 9



4.



Klasifikasi Pneumonia ........................................................................................ 10



5.



Manifestasi klinis ................................................................................................. 10



6.



Patofisiologi ........................................................................................................ 11



7.



Pemeriksaan penunjang....................................................................................... 11



8.



Penatalaksanaan .................................................................................................. 12



9.



Prioritas keperawatan pada lansia ....................................................................... 13



10.



Perubahan sistem pernapasan pada lansia ........................................................... 13



11.



Faktor-faktor yang memperburuk pneumonia pada lansia .................................. 13



12.



Pencegahan Pneumonia pada lansia .................................................................... 14



B. Asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan system pernafasan (Pneumonia)....................................................................................................................... 15 1.



Pengkajian ........................................................................................................... 15



2.



Rencana asuhan keperawatan pada klien ............................................................ 16



BAB III PENUTUP .................................................................................................................... 24 A.



Kesimpulan ................................................................................................................ 24



DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 26



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar belakang Pada usia lanjut terjadi perubahan anatomi-fisiologi dan dapat timbul pula penyakit-penyakit pada sistem pernafasan. Usia harapan hidup lansia di Indonesia semakin meningkat karena pengaruh status kesehatan, status gizi, tingkat pendidikan, ilmu pengetahuan dan sosial ekonomi yang semakin meningkat sehingga populasi lansia pun meningkat. Pada tahun 2010 jumlah warga lanjut usia (lansia) di Indonesia akan mencapai 19.079.800 jiwa (BAPPENAS, BPS, UNFPA. 2005) pada tahun 2014 akan berjumlah 22.232.200 jiwa atau 9,6% dari total penduduk dan pada tahun 2025 akan meningkat sampai 414% dibandingkan tahun 2004 (WHO, 2005).



Fungsi primer dari sistem pernafasan adalah menghantarkan udara masuk dan keluar dari paru sehingga oksigen dapat dipertukarkan dengan karbondiaoksida. Sistem pernafasan atas meliputi hidung, rongga hidung, sinus-sinus, dan faring. Sistem pernafasan bawah meliputi trakhea, bronkus-bronkus, dan paru. Rongga thoraks tersusun atas susunan tulang iga yang membatasi/rib cage (sebagai “dinding”) dan diafragma (sebagai “lantai”). Mediastinum membagi dua rongga pleura. Tiap paru terletak di dalam satu rongga pleura, yang dilapisi dengan membran serosa disebut pleura.



Pleura parietal menutupi permukaan dalam dinding thoraks dan meluas hingga diafragma dan mediastinum. Pleura viseralis menutupi permukaan luar paru dan meluas hingga fisura antara lobus. Membran pleura mensekresi cairan pleura dalam jumlah sedikit, yang menciptakan kelembaban dan mantel licin untuk lubrikasi saat bernafas. Paru terbagi atas beberapa lobus yang terpisah dengan jelas.



Paru kanan terdiri dari tiga lobus : lobus superior, media dan inferior. Paru kiri hanya memiliki dua lobus: lobus superior, dan inferior. Dasar setiap paru terletak di atas permukaan diafragma. Menurut ilmu demografi Indonesia dalam masa transisi demografi yaitu perubahan pola penduduk berusia muda ke usia tua. Infeksi saluran nafas bagian bawah akut dan tuberkulosis paru menduduki 5 penyakit terbanyak yang diderita oleh masyarakat. Gangguan sistem respirasi merupakan gangguan yang menjadi masalah besar di dunia khususnya Indonesia diantaranya adalah penyakit pneumonia, TBC, dan asma.



Menurut laporan WHO pada tahun 2006, Indonesia merupakan negara dengan tingkat kejadian pneumonia tertinggi ke-6 di seluruh dunia. Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2001, pneumonia merupakan urutan terbesar penyebab kematian pada balita. Pneumonia dapat mengenai anak di seluruh dunia, bila diumpamakan kematian anak-anak di seluruh dunia akibat pneumonia, maka setiap jam, anak-anak sebanyak 1 pesawat jet penuh (230 anak) meninggal akibat pneumonia, yang mencapai hampir 1 dari 5 kematian balita di seluruh dunia.



Insiden pneumonia di negara berkembang adalah 10-20 kasus/100 anak/tahun (10-20%). Sedangkan insiden TBC, WHO mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia (WHO, 2010).



Peningkatan insiden dan prevalensi pneumonia pada lansia juga dikaitkan dengan penyakit komorbid yang diderita pasien, seperti diabetes melitus, penyakit jantung, malnutrisi, dan penyakit hati kronik. Sebagai contoh, diabetes melitus menyebabkan penurunan fungsi sistim imun tubuh baik proses kemotaksis maupun fagositosis. Pada gagal jantung kongestif yang disertai



edema paru, fungsi clearance paru berkurang sehingga kolonisasi kuman pernafasan mudah berkembang biak.



Pasien yang sebelumnya sering mengonsumsi obat-obatan yang bersifat sedatif atau hipnotik berisiko tinggi mengalami aspirasi sehingga mempermudah terjadinya infeksi. Hal itu disebabkan kedua obat tersebut menekan rangsang batuk dan kerja clearance mukosilier (WHO, 2010). Dampak yang diakibatkan meliputi masa rawat yang lebih panjang, biaya rawat yang lebih besar serta sering timbulnya komplikasi berat sehingga menimbulkan penurunan kualitas hidup.



Infeksi saluran nafas atas dan influenza malah sering berlanjut menjadi pneumonia yang gejala dan tanda pneumonia pada lansia sering tidak khas yang menyebabkan keterlambatan diagnosis, belum lagi meningkatnya resistensi mikroba terhadap antibiotika. Adapun peran kita sebagai seorang perawat dalam mencegah ataupun menangani gangguan yang terjadi pada sistem pernapasan lansia adalah memberikan pendidikan kesehatan pada lansia untuk mencegah terjadinya gangguan yang lebih kronis dan memberikan tindakan keperawatan sesuai wewenang kita sebagai seorang perawat sesuai indikasi yang diderita oleh lansia (Geffen, 2006).



B. Tujuan penulisan 1. Tujuan umum Mahasiswa mengetahui bagaimana konsep teori serta asuhan keperawatan yang tepat untuk lansia dengan gangguan sistem pernafasan. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui konsep lansia b. Untuk mengetahui perubahan anatomi dan fisiologi sistem respirasi pada lansia c. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem respirasi



C. Manfaat Diharapkan setelah dilakukannya penulisan ini, dapat meningkatkan motivasi responden untuk belajar tentang pneumonia pada lansia.



BAB II TINJAUAN TEORI



A. Gangguan Pada Sistem Pernapasan (Pneumonia) 1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pneumonia termasuk dalam infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) dan merupakan ISNBA yang paling sering ditemukan. (A.Sanityoso 2007) Data dari The National Hospital Discharge Survey di amerika serikat menunjukan bahwa diantara tahun 1990 hingga 2002 terdapat 21, 4 juta orang berumur lebih dari 65 tahun dirawat di rumah sakit. 48% dirawat akibat penyakit infeksi dan 46% dari penyakit infeksi tersebut penyebabnya adalah infeksi saluran napas bawah (ISNB). Kematian yang diakibatkan oleh ISNB dilaporkan berjumlah 48%..(Halter JB 2009) Pneumonia dan influenza terdaftar sebagai urutan ke 6 dari penyebab utama kematian, dan sekitar 70% kasus pneumonia di rumah sakit terjadi pada lansia. Rata-rata kasus rawat inap akibat pneumonia adalah 23,1 per 1000 pada pria berusia 75-84 tahun dan 13,3 pr 1000 pada perempuan berumur 7584 tahun. Usia lanjut merupakan risiko tinggi untuk pneumonia, hal ini juga tergantung pada keadaan pejamu dan berdasarkan tempat mereka berada. Pada orang-orang yang tinggal di rumah sendiri insidens pneumonia berkisar antara 25-44 per 1000 orang dan yang tinggal di tempat perawatan 68-114 per 1000 orang. Di rumah sakit pneumonia usia lanjut insidensnya tiga kali lebih besar daripada penderita usia muda. (Halter JB 2009) Pneumonia komunitas adalah penyebab utama kesakitan dan kematian pada lansia. Studi epidemiologi telah menunjukan insiden dari pneumonia meningkat bersamaan dengan bertambahnya umur, dengan risiko enam kali



lebih tinggi pada pasie dengan usia ≥ 75 tahun dibandingkan dengan mereka yang berusia < 60 tahun. Rata-rata angka kematian pada pasien dengan pneumonia komunitas yang membutuhkan perawatan dirumah sakit adalah sekitar 6-15%. Sedangkan pasien yang memerlukan perawatan di Intensive Care Unit (ICU) memiliki rata-rata angka kematian yang berkisar antara 4557%. (Halter JB 2009)



2. Etiologi a. Pneumonia primer disebabkan oleh inhalasi atau aspirasi patogen (mikroaspirasi) klien b. Pneumonia sekunder terjadi akibat kerusakan paru-paru yang disebabkan oleh penyebaran agen infeksi - bakteri, virus, dan jamur-dari situs lain di dalam tubuh atau dari berbagai bahan kimia yang mengiritasi (termasuk refluks lambung dan aspirasi, inhalasi asap) atau terapi radiasi c. Faktor risiko: komorbiditas, seperti penyakit jantung atau paru-paru. sistem kekebalan tubuh terganggu, diabetes mellitus.



gagal ginjal,



malnutrisi, merokok, terapi antibiotik yang berulang di atas usia 70 tahun, rocedures bedah abdomen atau toraks, intubasi endotrakeal dengan mekanis. (translatetan dungus)



3. Patogen umum a. Virus 1) Organisme penyebab umum meliputi virus pernapasan (RSV) dan influenza 2) Merupakan sekitar setengah dari semua kasus pneumonia yang didapat masyarakat (CAP) b. Bakteri 1) Dibagi menjadi tipe tipikal dan atipikal 2) Streptococcus



pneumoniae



Gram-positif,



Staphylococcus penyebab hucterial paling umum



Haemophilux,



dan



c. Jamur 1) Penyebab paling umum Histoplasma capsulatum dan ventilasi 2) Pneumocystis carinii dan cytomegalovirus (CMV) dien terjadi pada orang yang immunocompromised ( Marilynn E. Doenges. 2018 ) 4. Klasifikasi Pneumonia a. Situs dan agen penyebab 1) Lobar, lobus tunggal; broncho, area paru-paru yang lebih kecil pada



lobus yang parah: interstitial, jaringan yang mengelilingi alveoli dan ronch 2) Bakteri, virus, dan jamur b. Distribusi 1) CAP umumnya disebabkan oleh S pneumoniae, Chlamydia meumiae, Haemophilus influenaae, RSV, kadang-kadang patogen khas 2) Nosokomial berkembang setidaknya 48 jam setelah masuk ke institusi atau pusat perawatan: pneumonia yang didapat di rumah sakit (HAP) dan / atau pmeumonia yang berhubungan dengan ventilator (VAP) sering disebabkan oleh Pseudomanas aenginosa, Klebsiella peumoniae Staphylocaccus aureus, dan keduanya sensitif metisilin dan methicillin resistant S. aureus (MRSA) . ( Marilynn E. Doenges. 2018 ) 5. Manifestasi klinis a. Kesulitan dan sakit pada saat bernapas b. Nyeri pleurutik, nafas dangkal dan mendengkur, takipnea c. Bunyi napas diatas area yang mengalami konsulidasi d. Mengecil, kemudian menjadi hilang, krekels, ronkhi, egofoni e. Gerakan dada tidak simetris f. Menggigil dan demam 38,8-41,10C, delirium g. Batuk kental, produktif h. Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi kemerahan/berkarat.



6. Patofisiologi



Sumber : https://www.academia.edu/12025209/pneumonia 7. Pemeriksaan penunjang a. Sinar X: mengidentifikasi distribusi struktural, dapat juga menyatakan abses luas/infiltrat, emfiema (staphyococcus), infiltrat menyebar atau terlokalisasi (bakterial), atau penyebaran/perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia mikoplasma sinar X dada mungkin bersih b. GDA: tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada. c. JDL: leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya pnemonia bakterial. d. Pemeriksaan serologi: titer virus atau legionella, aglutinin dingin. e. Rontgen dada: Mengevaluasi organ dan struktur di dalam dada.



f. Bronkoskopi serat optik: Memungkinkan visualisasi langsung pohon trakeobronkial untuk melihat kelainan dan mendapatkan dahak untuk pemeriksaan sitologi. g. Studi fungsi paru: sebagai tes mengukur paru-paru berfungsi, memberikan informasi tentang luasnya kelainan pada paru, dan menentukan apakah ada obstruksi jalan napas di paru-paru. h. Oksimetri nadi: ukuran darah arteri yang tidak invasif difusi dan saturasi oksigen. i. Noda dan kultur Gram: Pengumpulan sputum; aspirasi jarum empiema, pleural, dan transtrakeal atau transthoracic cairan; dan biopsi paru-paru serta kultur darah yang dapat dilakukan untuk memulihkan organisme penyebab. ( Marilynn E. Doenges. 2018 )



8. Penatalaksanaan a. Kemoterapi Pemberian kemoterapi harus berdasarkan petunjuk penemuan kuman penyebab infeksi (hasil kultur sputum dan tes sensitivitas kuman terhadap antibodi). Bila penyakitnya ringan antibiotik diberikan secara oral, sedangkan bila berat deberikan secara parenteral. Apabila terdapat penurunan fungsi ginjal akibat proses penuaan, maka harus diingat kemungkinan penggunaan antibiotik tertentu perlu penyusaian dosis. 1) Pengobatan umum 2) Terapi oksigen 3) Hidrasi, bila ringan hidrasi oral, tetapi jika berat dehidrasi dilakukan secara parenteral 4) Fisioterapi 5) Penderita perlu tirah baring dan posisi penderita perlu diubah-ubah untuk menghindari pneumonia hipografik, kelemahan dan dekubitus.



9. Prioritas keperawatan pada lansia a. b. c. d.



Menjaga atau meningkatkan fungsi pernapasan. Mencegah komplikasi. Mendukung proses penyembuhan. Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognosis, dan perawatan. ( Marilynn E. Doenges. 2018 )



10. Perubahan sistem pernapasan pada lansia a. Otot pernafasan mengalami kelemahan akibat atrofi, kehilangan kekuatan, dan menjadi kaku. b. Aktivitas silia menurun c. Paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dengan kedalaman bernafas menurun. d. Ukuran alveoli melebar (membesar secara progresif) dan jumlah berkurang e. Berkurangnya elastisitas bronkus f. Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg g. Karbondiaksida pada arteri tidak berganti. Pertukaran gas terganggu h. Refleks dan kemampuan untuk batuk berkurang i. Sensitivitas terhadap hipoksia dan hiperkarbia menurun j. Sering terjadi emfisima senilis k. Kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot pernafasan menurun seiring bertambahnya usia ( Nasrullah 2016 ) 11. Faktor-faktor yang memperburuk pneumonia pada lansia a. Faktor merokok Merokok akan memperburuk fungsi paru, yaitu terjadi penyempitan saluran



nafas. Pada



tingkat



awal,



saluran



nafas



akan



mengalami obstruksi clan terjadi penurunan nilai VEP1 yang besarnya tergantung pada beratnya penyakit paru. (Dharmojo dan Martono, 2006)



b. Obesitas Kelebihan berat badan dapat memperburuk fungsi paru seseorang. Pada obesitas, biasanya terjadi penimbunan lemak pada leher, dada dan (finding perut, akan dapat mengganggu compliance dinding dada, berakibat penurunan volume paru atau terjadi keterbatasan gerakan pernafasan (restriksi) dan timbul gangguan fungsi paru tipe restriktif. (Dharmojo dan Martono, 2006)



c. Imobilitas Imobilitas akan menimbulkan kekakuan atau keterbatasan gerak saat otototot berkontraksi, sehingga kapasitas vital paksa atau volume paru akan relatif' berkurang. Imobilitas karena kelelahan otot-otot pernafasan pada usia lanjut dapat memperburuk fungsi paru (ventilasi paru). Faktor-faktor lain yang menimbulkan imobilitas (paru), misalnya efusi pleura, pneumotoraks, tumor paru dan sebagainya. Perbaikan fungsi paru dapat dilakukan dengan menjalankan olah raga secara intensif. (Dharmojo dan Martono, 2006)



12. Pencegahan Pneumonia pada lansia a. Vaksin pneumococcus Sekarang ini terdapat 23-valent capsular polysaccharide vaccine yang dapat digunakan pada orang dewasa, dengan capsular polysaccharide yang paling sering adalah dari tipe S. pneumonia. Pada pasien lansia, respon antibodi terhadap vaksin ini kurang baik. akan tetapi, bukti menunjukan efek yang menguntukan dari vaksin ini. Dosis booster diberikan 5 tahun setelah dosis pertama. b. Vaksin Influenza Vaksinasi influenza tahunan pada lansia mengurangi angka perawatan di rumah sakit untuk pneumonia dan CHF. Imunisasi kepada petugas medis terhadap influenza melindungi mereka terhadap influenza nosocomial



c. Berhenti Merokok Merokok



berhubungan



dengan



meningkatnya



risiko



terhadap



pneumococcus sebanyak 2 kali lipat. Maka dari itu, berhenti merokok dapat mengurangi kemungkinan terjadinya pneumonia. Selain itu, terdapt keuntungan lain seperti memperlambat penurunan fungsi paru yang berhubungan dengan umur, dan mengurangi risiko kanker paru. Merokok, konsumsi alkohol berlebihan, penyakit paru-paru kronis, baru baru ini riwayat infeksi saluran pernapasan atas virus, dan neurokogik penyakit (yang dapat berkontribusi pada microaspiration of sekresi dari orofaring) adalah faktor penyebab lainnya. Perubahan dalam fungsi paru-paru yang datang dengan penuaan memungkinkan mikro inhalasi organisasi untuk bertahan hidup dan berlipat ganda. Lingkungan sosial semacam itu sebagai perumahan berkumpul, ruang makan komunal, gereja, pusat perbelanjaan yang ramai, pusat penitipan anak dewasa, atau perawatan rumah sakit (Meiner,2005)



B. Asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan system pernafasan (Pneumonia) 1. Pengkajian a. Chest X-Ray : dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened diafragma, peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla (emfisema), peningkatan bentuk bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi (asthma) b. Pemeriksaan Fungsi Paru : dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea, menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misal : bronchodilator c. TLC : meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma, menurun pada emfisema d. Kapasitas Inspirasi : menurun pada emfisema



e. FEV1/FVC : ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital (FVC) menurun pada bronchitis dan asthma f. ABGs : menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi seringkali menurun pada asthma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asthma) g. Bronchogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi, kollaps bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus (bronchitis) h. Darah Komplit : peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan eosinofil (asthma) i. Kimia Darah : alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk kemungkinan kurang pada emfisema primer j. Sputum Kultur : untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen, pemeriksaan sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau allergi k. ECG : deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial disritmia (bronchitis), gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis, emfisema), axis QRS vertikal (emfisema) l. Exercise ECG, Stress Test : menolong mengkaji tingkat disfungsi pernafasan,



mengevaluasi



keefektifan



obat



bronchodilator,



merencanakan/evaluasi program.



2. Rencana asuhan keperawatan pada klien Rencana asuhan keperawatan yang akan diberikan pada pasien lansia dengan pneumonia. a. Diagnosa Keperawatan I : Jalan nafas tidak efektif b.d Peradangan bronkial trakea, pembentukan edema, peningkatan produksi dahak



Hasil yang diinginkan : Status Pernafasan: Patensi Saluran Udara 1) Identifikasi dan tunjukkan perilaku untuk mencapai pembersihan jalan nafas. 2) Tampilkan jalan nafas yang paten dengan suara napas yang bersih dan tidak ada dispnea dan sianosis. Intervensi NOC : Status Pernapasan: Kepatenan Jalan Nafas  Mengidentifikasi dan menunjukkan perilaku untuk mencapai bersihan jalan napas.  Menunjukkan jalan napas paten dengan suara napas bersih dan tidak ada dispnea dan sianosi. NIC : Manajemen Jalan Napas Mandiri :  Kaji frekuensi dan kedalaman pernapasan serta gerakan dada Pantau tanda gagal napas (mis. sianosis dan takipnea berat)



 Auskultasi bidang paru dengan mencatat area penurunan dan suara napas tambahan (mis. krekles dan mengi)



Rasional



 Takipnea, pernapasan dangkal, dan gerakan dada asimetris seringkali terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada atau cairan di dalam paru. Jika mengalami pneumonia berat, klien mungkin memerlukan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanis untuk mempertahankan jalan napas tetap bersih.  Penurunan aliran udara terjadi di area yang terkosolidasi oleh cairan. Suara napas bronkial ( normal diatas bronkus ) dapat juga terjadi di area



konsolidasi. Krekels , ronkhi dan mengi terdengar saat insiprasi dan ekspirasi sebagai respon terhadap akumulasi cairan, sekresi kental, dan spasme atau obstruksi jalan napas.  Tinggikan kepala tempat tidur



 Mempertahankan kepala ditinggikan akan menurunkan diafragma sehingga meningkatkan ekspansi dada, aerasi segmen paru, dan mobilisasi serta ekspektorasi sekresi untuk mempertahankan jalan napas tetap bersih.



 Bantu klien untuk melakukan latihan tarik nadas dalam



 Napas dalam memfasilitasi ekspansi maksimal paru dan jalan napas yang lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan diri alamiah, dan posisi tegak lurus membantu upaya batuk yang lebih dalam dan lebih kuat.



 Anjurkan konsumsi cairan hingga minimal 2.500 mL/ hari, kecuali dikontraindikasikan seperti gagal jantung



 Cairan, terutama cairan hangat membantu mobilisasi dengan ekspetorasi.



Kolaboratif:  Bantu dan pantau efek terapi nebulizer dan fisioterapi



 Memfasilitasi pengenceran dan pengeluaran sekresi. Drainase postural mungkin tidak efektive pada pneumonia interstisial atau pneumonia yang menyebabkan eksudat alveolar atau dekstruksi alveolar. Koordinasi terapi, jadwal, dan asupan oral mengurangi kemungkinan muntah dengan batuk dan ekspektorasi



 Berikan medikasi sesuai indikasi (mis. mukolitik, ekspetoran, bronkodilator, dan analgesik)



 Membantu mengurangi bronco spasme dan mobilisasi sekresi. Analgetik diberikan untuk memperbaiki upaya batuk dengan mengurangi ketidaknyamanan, tetapi harus digunakan secara hati-hati karena analgesic dapat mengurangi upaya batuk dan menekan pernapasan.



 Berikan cairan tambahan seperti cariran IV



 Cairan di perlukan untuk menggantikan kehilangan cairan, termasuk kehilangan cairan yang tidak disadari, dan membantu mobilisasi sekresi



 Pantau hasil pemeriksaan sinar-X



 Mengikuti perkembangan dan efek proses penyakit dan regimen teraputik dan memfasilitasi perubahan yang diperlukan dalam terapi.



b. Diagnosa Keperawatan II : Gangguan pertukaran gas b.d Pengiriman oksigen yang berubah — hipoventilasi Hasil yang diinginkan : Status Pernafasan: Pertukaran Gas 1) Tunjukkan peningkatan ventilasi dan oksigenasi jaringan oleh ABG dalam jangkauan yang dapat diterima klien dan tidak adanya gejala gangguan pernapasan. 2) Berpartisipasi dalam aksi untuk memaksimalkan oksigenasi. Intervensi NOC : Status Pernapasan: Pertukaran Gas  Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi  Berpatisipasi dalam tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi NIC : Terapi Oksigen Mandiri :  Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan pernapasan.



 Berikan terapi oksigen



Rasional



 Manifestasi gawat napas bergantung pada dan menunjukan, derajat keterlibatan paru serta status kesehatan umum yang mendasari.  Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 lebih dari 60 mmHg, atau lebih dari 90% saturasi O2. Oksigen diberikan melalui metodi yang memberika penghantaran yang tepat dalam toleransi klien.



 Observasi warna kulit, membran mukosa.



 Kaji status metal



 Pantau suhu tubuh



 Pertahankan tirah baring



Kolaboratif:  Pantau gas darah arteri dan oksimetri nadi



 Sianosis dasar kuku dapat menggambarkan vasokontriksi atau respons tubuh terhadap demam atau mengigil, tetapi sianosis pada cuping telinga membrane mukosa, dan kulit disekitar mulut menunjukan hipoksemia sistemik.  Kegeilasahan, iritasi, konfusi, dan sognolen dapat menggambarkan hipoksemia atau penurunan okeisgenasi serbral  Takikardi biasanya terjadi akibat demam dan dehidrasi , tetapi dapa menggambarkan respon terhadap hipoksemia  Mencegah kelelahan dan mengurangi konsumsi oksigen serta kebutuhan untuk memfasilitasi resolusi infeksi



 Mengidentifikasi masalah, seperti kegagalan ventilasi ; mengikuti perkembangan proses penyakit atau perbaikan; dan memfasilitasi perubahan terapi pulmonal



c. Diagnosa Keperawatan III : Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan berlebih. Hasil yang di inginkan : Keseimbangan Cairan 1) Tunjukkan keseimbangan cairan yang dibuktikan dengan parameter yang sesuai secara individual, seperti membran mukosa yang lembab, kulit yang baik 2) turgor, pengisian kapiler yang cepat, dan tanda-tanda vital yang stabil. Intervensi NOC : Keseimbangan Cairan  Menunjukkan keseimbangan cairan NIC : Manajemen cairan Mandiri :  Kaji perubahan ttv



 Kaji turgor kulit



 Catat laporan mual dan muntah



Rasional



 Peningkatan suhu atau demam yang lama meningkatkan laju metaboik dan kehilangan cairan melalui evaporasi. Perubahan tekana dadarh, ortostatik dan peningkatan takikardi dapat menunjukan kekurangan cairan sistemik.  Indicator tidak langsung ketidakadekuatan volume cairan meskipun membrane mukosa oral mungkin kering karena pernapasan dilakukan melalui mulut dan diberikan oksigen tambahan.  Adanya gejala ini mengurangi asupan peroral



 Pantau asupan dan keluaran urine



 Memberikan informasi menngenai keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian cairan



 Anjurkan asupan cairan minimal 3.000 mL/hari



 Memenuhi kebutuhan cairan dasar sehingga mengurangi resiko dehidrasi



Kolaboratif:  Berikan medikasi (mis. antipiretik, antiemetik)  Berikan cairan IV tambahan jika diperlukan



Sumber : Marilynn E. Doenges. 2018



 Bermanfaat dalam mengurangi kehilangan cairan  Dengan adanya penurunan asupan atau kehilangan cairan yang berlebihan. Penggunaan rute parentral dapat memperbaiki atau mencegah defisiensi.



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa di hindari siapapun. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat (Hurlock, 2000).



Batasan Lansia menurut Setyonegoro, dimana usia dewasa muda ( Elderly adulhood) 20 – 25 tahun, usia dewasa penuh ( middle years ) atau maturitas 25 – 60 atau 65 tahun, lanjut usia ( geriatric age ), lebih dari 65 atau70 tahun. Terbagi untuk umur 70 – 75 tahun ( young old), 75– 80 tahun (old), dan lebih dari 80 tahun ( very old ).



Menurut WHO tahun 2005, Lanjut usia meliputi usia pertengahan yakni kelompok usia 45-59 tahun, Lanjut usia (Elderly) yakni 60-74 tahun, usia lanjut tua (Old) yakni 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) yakni lebih dari 90 tahun. Tipe lansia tergantung dari karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan ekonomi



Proses penuaan merupakan konsekuensi yang tidak bisa dihindari oleh setiap manusia. Walaupun proses penuaan merupakan suatu proses yang normal, akan tetapi keadaan ini lebih menjadi beban. Perubahan-perubahan yang terjadi pada usia lanjut seperti penurunan kondisi fisik, penurunan fungsi dan potensi seksual, perubahan aspek sosial, perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan, dan perubahan dalam peran sosial dimasyarakat



Perubahan anatomi fisiologi sistem pernapasan pada lansia yaitu perubahan anatomik pada respirasi, perubahan fisiologik pada pernapasan, faktor-faktor



yang memperburuk fungsi paru, dan penyakit pernapasan pada usia lanjut. Gangguan pada sistem pernafasan pada lansia seperti pneumonia, tb paru, asma, bromkiektaksis, dan epusi pleura



DAFTAR PUSTAKA Marilynn E. Doenges. 2018. Rencana Asuhan Keperawatan Ed.9,



Volume 1.



Jakarta : EGC Nasrullah Dede, 2016.



Buju Ajar Keperawatan Gerontik Jilid 1. Jakarta : CV.



TRANS INFO MEDIA Nanda. 2012. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan NANDA Nort American Nursing Diagnosis Association NIC-NOC. Yogyakarta : Media Hardy Nugroho, 2008., Keperawatan Gerontik. EGC, Jakarta Miller, Carol A.,2012. Nursing For Wellness in Older Adults Sixth Edition. China : Library of Congress Cataloging-in-Publication Data