Polarisasi Cahaya [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

POLARISASI CAHAYA (HUKUM MALUS) LAPORAN EKSPERIMEN FISIKA II



Oleh : Nama NIM Kelompok Shif/Tanggal Asisten



: Akhibatul Ismila : 171810201040 : B5 : dua(2)/18-05-2020 : Nanda Hilda F.



LABORATORIUM FISIKA MODERN JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2020



RINGKASAN



Polarisasi Cahaya (Hukum Malus) ; Akhibatul Ismila, 171810201040; 2020: 19 halaman ; Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember. Polarisasi adalah suatu peristiwa dari perubahan arah getar gelombang pada cahaya yang acak menjadi satu arah getar. Polarisasi juga dapat disebut suatu peristiwa penyerapan arah bidang getar dari gelombang. Penyebab terjadinya polarisasi dapat dibedakan menjadi empat sebab, yaitu polarisasi karena refleksi, polarisasi karena absorbs selektif, polarisasi karena pembiasan ganda, dan polarisasi karena hamburan. Prinsip polarisasi cahaya dapat digunakan untuk penggunaan alat optis misalnya kacamata 3D dalam bidang visual effect perfilman dan kaca mata pelindung efek sinar ultra violet. Eksperimen polarisasi cahaya (hukum Malus) bertujuan untuk menjelaskan sifat polarisasi sumber cahaya laser He-Ne, membuktikan hukum Malus tentang polarisasi, dan mempelajari sifat-sifat kristal penunda. Percobaan ini dilakukan di ruang gelap agar mendukung ketika pengamatan menggunakan laser. Langkah pertama yang dilakukan yaitu meletakkan dua buah polaroid yang di pasang sejajar. Polaroid pertama dinamakan polarisator yang berfungsi mengubah cahaya tak terpolarisasi menjadi cahaya terpolarisasi, sedangkan polaroid kedua dinamakan analisator karena berfungsi untuk mengurangi intensitas cahaya terpolarisasi yang dibentuk oleh polaroid pertama. Intensitas diukur sebagai fungsi sudut antara polarizer dan analyzer dengan variasi sudut dari 10º sampai 90º. Selanjutnya pada percobaan bidang penunda, cermin akan merefleksikan cahaya transmisi balik menuju kombinasi polarizer penunda, maka cermin akan merubah bentuk polarisasi cahaya menjadi terpolarisasi melingkar. Data yang diperoleh dari eksperimen yaitu nilai Intensitas dengan nilai besar sudut. Hubungan antara nilai sudut dengan Intensitas yaitu berbanding terbalik, semakin besar nilai sudut maka semakin kecil intensitas. Intensitas dengan menggunakan bidang penunda memiliki nilai yang lebih besar dari intensitas yang tanpa menggunakan bidang penunda. Nilai pengukuran intensitas dengan



ii



menggunakan bidang penunda dan tanpa bidang penunda dibandingkan dengan nilai intensitas teori memiliki nilai yang cukup dekat.



iii



DAFTAR ISI



halaman HALAMAN JUDUL............................................................................................ i RINGKASAN.......................................................................................................ii DAFTAR ISI........................................................................................................iv DAFTAR TABEL................................................................................................v DAFTAR GAMBAR...........................................................................................vi DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................vii BAB 1. PENDAHULUAN...................................................................................1 1.1 Latar Belakang..................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah.............................................................................2 1.3 Tujuan Eksperimen...........................................................................2 1.4 Manfaat Eksperimen.........................................................................2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................4 2.1 Sejarah Polarisasi Cahaya................................................................4 2.2 Definisi Polarisasi..............................................................................4 BAB 3. METODE EKSPERIMEN....................................................................7 3.1 Alat dan Bahan..................................................................................7 3.2 Desain Eksperimen............................................................................7 3.3 Diagram Simulasi..............................................................................8 3.4 Variabel Eksperimen.........................................................................10 3.5 Metode Analisis Data.........................................................................11 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................13 4.1 Hasil................................................................................................................13 4.2 Pembahasan...................................................................................................16 BAB 5. PENUTUP...............................................................................................18 5.1 Kesimpulan....................................................................................................18 5.2 Saran...............................................................................................................18 DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................19



iv



DAFTAR TABEL Halaman 4.1 Hasil Pengukuran Hukum Malus.....................................................................13 4.2 Hasil Perhitungan Secara Teori Hukum Malus...............................................13 4.3 Perhitungan Diskrepansi Data Hasil Pengukuran dan Data Perhitungan Teori Hukum Malus........................................................................................................13 4.4 Hasil Pengukuran dengan Bidang Penunda.....................................................14 4.5 Hasil Perhitungan Secara Teori dengan Bidang Penunda...............................14 4.6 Perhitungan Diskrepansi Data Hasil Pengukuran dan Data Perhitungan Teori dengan Bidang Penunda........................................................................................15 4.7 Perbandingan Hasil Pengamatan antara Praktikum Hukum Malus maupun Bidang Penunda.....................................................................................................16



v



DAFTAR GAMBAR



halaman 2.1 Diagram skematis dari gelombang elektromagnetik.......................................5 2.2 Sinar pantul terpolarisasi seluruhnya...............................................................6 3.1 Susunan eksperimen polarisasi cahaya ...........................................................7 3.2 Fotometer dan bangku putar (rotating table)...................................................8 3.3 Susunan eksperimen bidang penunda..............................................................8 3.4 Diagram Alir Eksperimen Indeks Bias Gelas dan Akrilik..............................9 4.1 Grafik Hubungan I/I0 teori dan ukur terhadap sudut θ Hukum Malus.......................14 4.2 Grafik Hubungan I/I0 teori dan ukur terhadap sudut θ dengan Bidang Penunda.......15 4.3 Grafik Hubungan I/I0 Ukur Tanpa Bidang Penunda dan dengan Bidang Penunda terhadap Sudut θ..............................................................................................................16



vi



DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Perhitungan Hasil Eksperimen Tanpa Menggunakan Bidang Penunda............20 2. Perhitungan Hasil Eksperimen dengan Menggunakan Bidang Penunda..........21 3. Perbandingan Hasil Pengamatan antara Praktikum Hukum Malus maupun Bidang Penunda................................................................................................22 4. Grafik Hubungan I/I0 teori dan ukur terhadap sudut θ Hukum Malus.............22 5. Grafik Hubungan I/I0 teori dan ukur terhadap sudut θ dengan Bidang Penunda.............................................................................................................23 6. Grafik Hubungan I/I0 Ukur Tanpa Bidang Penunda dan dengan Bidang Penunda terhadap Sudut θ.................................................................................23



vii



BAB 1. PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Polarisasi adalah suatu peristiwa dari perubahan arah getar gelombang pada cahaya yang acak menjadi satu arah getar. Polarisasi juga dapat disebut suatu peristiwa penyerapan arah bidang getar dari gelombang. Penyebab terjadinya polarisasi dapat dibedakan menjadi empat sebab, yaitu polarisasi karena refleksi, polarisasi karena absorbs selektif, polarisasi karena pembiasan ganda, dan polarisasi karena hamburan (Pain, 2005). Prinsip polarisasi cahaya dapat digunakan untuk penggunaan alat optis misalnya kacamata 3D dalam bidang visual effect perfilman dan kaca mata pelindung efek sinar ultra violet. Selain itu juga dalam bidang zat padat yaitu bahan kristal kalsit dan kuarsa. Eksperimen polarisasi cahaya ini dilakukan untuk mengetahui grafik hubungan antara intensitas cahaya terpolarisasi terhadap sudut analyzer (θ) serta untuk mengetahui pengaruh nilai sudut θ terhadap nilai intensitas yang dihasilkan dan unutk mengetahui perbandingan intensitas cahaya terpolarisasi yang dihasilkan dari sumber cahaya masukan laser HeNe dengan menggunakan bidang penunda dan tanpa bidang penunda. Eksperimen polarisasi cahaya (hukum Malus) bertujuan untuk menjelaskan sifat polarisasi sumber cahaya laser He-Ne, membuktikan hukum Malus tentang polarisasi, dan mempelajari sifat-sifat kristal penunda. Percobaan ini dilakukan di ruang gelap agar mendukung ketika pengamatan menggunakan laser. Langkah pertama yang dilakukan yaitu meletakkan dua buah polaroid yang di pasang sejajar. Polaroid pertama dinamakan polarisator yang berfungsi mengubah cahaya tak terpolarisasi menjadi cahaya terpolarisasi, sedangkan polaroid kedua dinamakan analisator karena berfungsi untuk mengurangi intensitas cahaya terpolarisasi yang dibentuk oleh polaroid pertama. Intensitas diukur sebagai fungsi sudut antara polarizer dan analyzer dengan variasi sudut dari 10º sampai 90º. Selanjutnya pada percobaan bidang penunda, cermin akan merefleksikan cahaya transmisi balik menuju kombinasi polarizer penunda, makacermin akan merubah bentuk polarisasi cahaya menjadi terpolarisasi melingkar.



1



2



1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah yang digunakan pada eksperimen Polarisasi Cahaya (Hukum Malus) adalah: 1.



Bagaimana grafik hubungan antara intensitas cahaya terpolarisasi terhadap sudut analyzer (θ)?



2.



Bagaimana pengaruh nilai sudut θ terhadap nilai intensitas yang dihasilkan?



3.



Bagaimana perbandingan intensitas cahaya terpolarisasi yang dihasilkan dari sumber cahaya masukan laser HeNe dengan menggunakan bidang penunda dan tanpa bidang penunda?



1.3 Tujuan Praktikum Tujuan dari Eksperimen Polarisasi Cahaya (Hukum Malus) adalah : 1.



Mengetahui grafik hubungan antara intensitas cahaya terpolarisasi terhadap sudut analyzer (θ).



2.



Mengetahui pengaruh nilai sudut θ terhadap nilai intensitas yang dihasilkan.



3.



Mengetahuiperbandingan intensitas cahaya terpolarisasi yang dihasilkan dari sumber cahaya masukan laser HeNe dengan menggunakan bidang penunda dan tanpa bidang penunda.



3



1.3 Manfaat Manfaat dari dilakukannya eksperimen tentang polarisasi cahaya yaitu praktikan dapat menjelaskan sifat polarisasi sumber cahaya laser He-Ne, membuktikan hukum Malus tentang polarisasi, dan mempelajari sifat-sifat kristal penunda. Salah satu aplikasi dari prinsip polarisasi cahaya hukum Malus yaitu penggunaan LCD atau Liquid Crystal Display. LCD berisi dua filter polarisasi yang saling menyilang menghalangi semua cahaya. Namun, diantara kedua filter itu terdapat lapisan kristal cair. Selama tenaga listrik alat ini dipadamkan, kristalnya memutar sinar-sinar cahaya yang lewat dengan membentuk sudut 90 derajat. Sinar-sinar yang terputar itu kemudian dapat menembus filter belakang. Sinar-sinar itu dipantulkan oleh cermin sehingga peraga tampak putih. Angka atau



huruf pada peraga terjadi dengan cara “menyalakan” daerah-daerah kristal cair. Ini mengubah kristal itu sehingga kristal tersebut  tidak lagi memutar cahaya.



BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Sejarah Polarisasi Cahaya (Hukum Malus) Seorang insinyur tentara Perancis Etienne Louis Malus (1775-1812) dengan tidak sengaja menemukan gejala polarisasi ketika mengamati seberkas cahaya melalui sebuah kristal calsite setelah direfleksikan oleh sebuah jendela di keraton Luxembourg. Louis Malus merumuskan hubungan yang signifikan antara sudut polaroid dengan intensitas cahaya yang kemudian dikenal dengan hukum Malus. Hukum ini menunjukan bahwa intensitas cahaya yang ditransmisikan polarizer dan analiser, intensitasnya bervariasi sebagai fungsi cosinus kuadrat sudut antara dua bidang transmisinya. Polarisasi terjadi dikarenakan pemantulan pada cermin datar, absorpsi selektif dari bahan polaroid, dan bias kembar oleh kristal. Dengan prinsip polarisasi tersebut dilakuakn pada percobaan polarisasi (Hukum Malus) dengan menggunakan laser He-Ne sabagai sumber cahaya yang termasuk dalam gelombang elektromagnetik. Dimana pada percobaan dilakukan dua kali dengan menggunakan laser tanpa retarder (bidang penunda) dan menggunakan retarder (Krane,1992). 2.2 Definisi Polarisasi Cahaya merupakan salah satu dari gelombang elektromagnetik yang berosilasi secara transversal, oleh karena itu akan terjadi gejala difraksi serta interferensi didalamnya. Difraksi adalah gejala penyebaran arah yang dialami oleh seberkas gelombang pada saat melewati celah sempit jika dibandingkan dengan 5 ukuran panjang gelombangnya. Inteferensi merupakan akibat yang ditimbulkan



oleh beberapa gelombang cahaya, yang diperoleh dengan cara menjumlahkan gelombang-gelombang tersebut (Soedojo, 1992). Polarisasi merupakan proses pembatasan getaran vektor yang membentuk suatu gelombang transversal sehingga menjadi satu arah. Gelombang transversal mempunyai arah rambat yang tegak lurus terhadap bidang rambatnya. Apabila suatu gelombang memiliki sifat bahwa gerak medium dalam bidang tegak lurus arah rambat pada suatu garis lurus, maka akan dikatakan bahwa gelombang ini



4



terpolarisasi linear. Gelombang tali akan mengalami polarisasi setelah dilewatkan pada suatu celah yang sempit. Arah bidang getar gelombang tali yang terpolarisasi adalah searah dengan celah (Krane, 1992). Menurut Simpson (2013), polarisasi cahaya dibagi menjadi tiga macam; cahaya dikatakan mempunyai polarisasi linier apabila medan listriknya berosilasi (bergetar) pada suatu garis lurus. Apabila ujung vektor medan listriknya bergerak pada suatu elips, maka cahayanya dikatakan terpolarisasi eliptik. Jika ujung vektor medan listriknya bergerak pada suatu lingkaran, maka cahayanya dikatakan terpolarisasi lingkaran. Cahaya terpolarisasi liniear dijatuhkan tegak lurus terhadap polaroid, sedang arah polarisasi membuat sudut θ dengan sumbu mudah polaroid, maka amplitudo yang diteruskan dadalah sebesar proyaksi medan listrik pada sumbu mudah. Akibatnya intensitas cahaya yang diteruskan menjadi: I =I 0 cos 2 θ



(2.1)



Persamaan diatas dikenal dengan persamaan hukum Malus. Menurut Serway (2010), seberkas sinar terdiri atas banyak gelombang yang dipancarkan oleh atom-atom dari sumber cahaya. Setiap atom menghasilkan gelombang yang memiliki orientasi tertentu dari vector medan listrik E. Arah polarisasi pada setiap gelombang didefinisikan sebagai arah medan listrik yang bervibrasi.



Gambar 2.1 Diagram skematis dari gelombang elektromagnetik (Sumber: Serway, 2010)



Jika sudut θ1 berubah hingga sudut antara sinar pantul dan sinar bias adalah 90⁰, maka sinar pantul terpolarisasi seluruhnya (medan listrik tegak lurus bidang datar)



6



dan sinar bias akan tetap terpolarisasi sebagian. Sudut antara sinar pantul dan sinar bias yang saling tegak lurus disebut sudut polarisasi yang dinotasikan θp.



Gambar 2.2 Sinar pantul terpolarisasi seluruhnya (Sumber: Serway, 2010)



Menurut Serway (2010), menyatakan bahwa hubungan antara sudut polarisasi dan indeks bias medium dapat dijelaskan menggunakan hukum Snellius. Pada Gambar 2.2 terlihat bahwa θ p + 90° +θ 2=180° , oleh karena itu θ2=90 °−θ p. Dengan menggunkan hukum Snellius tentang pembiasan maka: n1 sin θ p=n2 sin θ2



(2.2)



n1 sin θ p=n2 sin (90 °−θ¿¿ p)¿



(2.3)



n1 sin θ p=n2 cos θ p



(2.4)



n1 n2



(2.5)



tanθ p=



Persamaan diatas merupakan hukum Brewter, dimana n1 adalah indeks bias medium pertama, n2 adalah indeks bias medium kedua, dan θ2 adalah sudut bias.



BAB 3. METODE EKSPERIMEN 3.1 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang dipergunakan dalam eksprimen Polarisasi Cahaya (Hukum Malus) meliputi : 1.



Meja Optik (OS-9103), digunakan sebagai tempat eksperimen.



2.



Sumber Laser He-Ne (OS-9171), digunakan sebagai sumber cahaya



3.



Bangku laser (OS-9172), digunakan sebagai tempat laser diletakkan



4.



Angular Translator (OS-9106A), digunakan sebagai tempat analizer



5.



4 buah holder (OS9107), sebagai tempat meletakkan polarizer, analyzer, dan retarder



6.



3 buah polarizer (OS-9109), digunakan untuk menciptakan cahaya menjadi terpolarisasi linier



7.



Penunda (retarder) 140 nm (OS-9110), digunakan untuk alat penunda cahaya yang akan dipolarisasi



8.



Cermin datar/flat front surface mirror (OS-9136), digunakan sebagai penghalang polarisasi cahaya.



9.



Layar pengamatan (OS-9138), digunakan sebagai tempat untuk mengamati hasil yang dipancarkan.



10.



Photometer (OS-912B), digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang dihasilkan.



3.2 Desain Eksperimen Desain eksperimen yang digunakan pada Eksperimen Polarisasi Cahaya (Hukum Malus) adalah :



8 Gambar 3.1 Susunan eksperimen polarisasi cahaya (Sumber : Tim Penyusun, 2020)



Gambar 3.2 Fotometer dan bangku putar (rotating table) (Sumber : Tim Penyusun, 2020)



Gambar 3.3 Susunan eksperimen bidang penunda (Sumber : Tim Penyusun, 2020)



3.3 Diagram Simulasi Diagram simulasi yang digunakan dalam eksperimen Polarisasi Cahaya (HukumMalus) adalah :



9



Start Menyiapkan dan menghidupkan peralatan Menggunakan Laser HeNe/ Biasa pada alat



Melakukan variasi besar sudut



Menghasilkan polarisasi



Intentitas cahaya



End



10



Gambar 3.4 Diagram Alir Eksperimen Indeks Bias Gelas dan Akrilik



Langkah-langkah dalam melakukan eksperimen Polarisasi Cahaya dimulai dengan menyusun alat dan bahan eksperimen seperti gambar 3.2. Sumber laser He-Ne diposisikan pada bangku. Polarizer diletakkan pada holder didepan laser sehingga berkas dapat melewati polarizer tersebut, sudut 0° polarizer diarahkan vertical keatas. Analyzer diletakkan pada bangku optic. Sudut 0° analyzer diarahkan sejajar dengan polarizer. Selembar kertas dgunakan sebagai layar pengamatan dibelakang analyzer. Sudut analyzer diubah secara perlahan dengan memutarnya dan perubahan intensitas bayangan diamati pada layar tersebut. probe Fotometer diletakkan pada meja putar. Intensitas cahaya yang ditransmisikan oleh analyzer diamati melalui fotometer. Intensitas sebagai fungsi sudut antara polarizer dan analyzer diukur. Sudut analyzer diputar pada angka 10° dan intensitas berkas yang ditransmisikan oleh analyzer dicatat. Pemutaran dilakukan sampai dengan sudut 90° dan intensitasnya dicatat sebagai fungsi sudut yang berbeda-beda. Polarizer ketiga diletakkan pada holder diantara kedua polarizer



pertama dan kedua pada satu arah dimana sumbu polarizer ketiga membentuk sudut 45° terhadap polarizer pertama. Percobaan selanjutnya adalah menggunakan bidang penunda untuk cahaya yang akan dipolarisasi. Langkah pertama polarizer diletakkan pada holder dan bidang penunda 140 nm pada holder yang sama sehingga sumbu 0° bidang penunda membentuk sudut 45° terhadap sumbu 0° polarizer. Susunan ini diletakkan pada bangku sehingga bagian depan polarizer berhadapan dengan berkas laser. Analyzer diletakkan dan layar pengamatan digunakan untuk menentukan apakah berkas yang diteruskan melalui kombinasi polarizer dan bidang penunda ini mengalami polarisasi atau tidak. Layar pengamatan dipindahkan dan probe fotometer diletakkan di depan analyzer. Intensitas cahaya transmisi untuk beberapa variasi sudut analyzer (0°-90°) diukur. Cermin datar diletakkan disebelah kanan kombinasi polarizer penunda. Cermin ini akan merefleksikan cahaya transmisi balik menuju kombinasi polarizer penunda. Intensitas bayangan diperhatikan pada bagian depan laser (cermin harus diletakkan membentuk sudut sedemikian hingga anda dapat melihat bayangan pada bagian muka, bersebelahan dengan output laser). Bidang penunda diputar dan intensitas bayangan tersebut diperhatikan. Cahaya yang terpolarisasi melingkar dapat mempunyai arah melingkar ke kanan atau melingkar ke kiri (bergantung pada kedudukan relatif antara arah bidang penunda dan sumbu Layar Sumber cahaya Polarizer 1 Polarizer 2 (Analiser) Bidang Penunda Cermin polarizer). Pada eksperimen ini, cermin akan merubah bentuk polarisasi cahaya menjadi terpolarisasi melingkar. Efek bidang penunda divariasi dengan merubah sudut antara bidang penunda dengan polarizer. Susunan eksperimen yang dapat digunakan dibuat untuk mengamati variasi sudut ini. 3.4 Variabel Eksperimen Variabel eksperimen yang terdapat pada eksperimen Polarisasi Cahaya (Hukum Malus) adalah :



1. Variabel bebas yaitu faktor-faktor yang nantinya akan diukur, dipilih, 11 dan dimanipulasi dalam penelitian untuk melihat hubungan antara fenomena atau peristiwa yang diteliti atau diamati. Variabel bebas adalah posisi sudut. 2. Variabel terikat merupakan faktor-faktor yang diamati ataupun diukur dalam sebuah penelitian, untuk menentukan ada tidaknya pengaruh dari variabel bebas. Variabel terikat adalah besar sudut. 3. Variabel kontrol merupakan variabel yang dikendalikan dalam penelitian dan menyebabkan hubungan di antara variabel bebas dan juga variabel terikat bisa tetap konstan. Variabel kontrol adalah intensitas cahaya. 3.5 Metode Analisa Metode analisis yang digunakan pada Eksperimen Polarisasi Cahaya (Hukum Malus) yaitu : 3.5.1



Formula dan Ralat Formula dan ralat yang digunakan untuk pengolahan data pada eksperimen



Polarisasi Cahaya (Hukum Malus) adalah sebagai berikut: 1. Formula θ ( rad )=θx



3.14 180 °



I 0 hitung=



´I ( cos θ )2



2. Ralat ∆ I=







∑ ( I − ´I )2 n(n−1)



Deskripansi=



I I ukur− hitung I0 I0



( )



( )



I hitung I0



( ) 3.5.1



x 100 % 12



Analisa Data



Data yang didapatkan dalam eksperimen Polarisasi Cahaya (Hukum Malus) ini adalah berupa nilai intensitas dan besar pergeseran sudut. Metode analisis data



yang digunakan dalam eksperimen polarisasi cahaya adalah bersifat interval atau melalui pengukuran. Metode pengukuran ini berupa pengukuran intentitas cahaya. Pengukuran secara langsung dilakukan untuk mengetahui besar intentitas cahaya. Data tersebut kemudian dicari nilai error dan deskripansinya untuk mengetahui perbandingan antara data pada eksperimen dan data yang ada pada teori baik secara rumus maupun analisis pada grafik yang dihasilkan.



BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh dari eksperimen Polarisasi Cahaya yaitu sebagai berikut : Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Hukum Malus θ (I/I0) θ (rad rata(˚) ) I1 I2 I3 (I/I0)1 (I/I0)2 (I/I0)3 rata Δ (I/Io) 9, 9, 9, 0 0,00 0 2 2 1,00 1,00 1,00 1,00 0,00 1 8, 8, 8, 0 0,17 0 4 2 0,89 0,91 0,89 0,90 0,01 2 7, 7, 7, 0 0,35 6 6 4 0,84 0,83 0,80 0,82 0,02 3 7, 7, 7, 0 0,52 2 2 0 0,80 0,78 0,76 0,78 0,02 4 6, 6, 6, 0 0,70 2 0 2 0,69 0,65 0,67 0,67 0,02 5 5, 5, 5, 0 0,87 4 6 6 0,60 0,61 0,61 0,61 0,01 6 4, 4, 4, 0 1,05 2 4 6 0,47 0,48 0,50 0,48 0,02 7 3, 3, 3, 0 1,22 8 6 4 0,42 0,39 0,37 0,39 0,03 8 2, 2, 2, 0 1,40 2 4 2 0,24 0,26 0,24 0,25 0,01 9 0, 0, 0, 0 1,57 9 6 8 0,10 0,07 0,09 0,08 0,02 Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Secara Teori Hukum Malus θ (˚) θ (rad) cos θ cos ²θ (I/I0)teori 0 0,00 1,00 1,00 10 0,17 0,98 0,97 20 0,35 0,94 0,88 30 0,52 0,87 0,75 40 0,70 0,77 0,59 50 0,87 0,64 0,41



1,00 0,97 0,88 0,75 0,59 0,41



60 70 80 90



1,05 1,22 1,40 1,57



0,50 0,34 0,17 0,00



0,25 0,12 0,03 0,00



0,25 0,12 0,03 0,00



Tabel 4.3 Perhitungan Diskrepansi Data Hasil Pengukuran dan Data Perhitungan Teori Hukum Malus (I/I0)teor θ (˚) θ (rad) (I/I0)ukur i Diskrepansi (%) 0 0,00 1,00 1,00 0,00 10 0,17 0,90 0,97 0,07 20 0,35 0,82 0,88 0,07 30 0,52 0,78 0,75 0,04 40 0,70 0,67 0,59 0,14 50 0,87 0,61 0,41 0,46 13 60 1,05 0,48 0,25 0,92 70 1,22 0,39 0,12 2,36 80 1,40 0,25 0,03 7,16 90 1,57 0,08 0,00 ̴ 1.20 1.00



(I/I0)ukur



0.80 0.60 0.40 0.20 0.00



0



10



20



30



40



50



60



70



80



90



100



θ (˚) (I/I0)ukur



(I/I0)teori



Gambar 4.1 Grafik Hubungan I/I0 teori dan ukur terhadap sudut θ Hukum Malus Tabel 4.4 Hasil Pengukuran dengan Bidang Penunda θ (I/I0) θ (rad rata(˚) ) I1 I2 I3 (I/I0)1 (I/I0)2 (I/I0)3 rata Δ (I/Io) 4, 4, 4, 0 0,00 0 2 0 1,00 1,00 1,00 1,00 0,00 1 0,17 3, 4, 3, 0,95 0,95 0,95 0,95 0,00



14



0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 0



0,35 0,52 0,70 0,87 1,05 1,22 1,40 1,57



8 3, 6 3, 2 2, 8 2, 6 2, 2 1, 8 1, 0 0, 6



0 3, 4 3, 0 2, 8 2, 4 2, 0 1, 6 1, 2 0, 4



8 3, 4 3, 0 2, 6 2, 4 2, 2 1, 4 1, 0 0, 4



0,90



0,81



0,85



0,85



0,05



0,80



0,71



0,75



0,75



0,04



0,70



0,67



0,65



0,67



0,03



0,65



0,57



0,60



0,61



0,04



0,55



0,48



0,55



0,53



0,04



0,45



0,38



0,35



0,39



0,05



0,25



0,29



0,25



0,26



0,02



0,15



0,10



0,10



0,12



0,03



Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Secara Teori dengan Bidang Penunda θ (˚)



θ (rad) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90



cos θ 0,0 0,2 0,3 0,5 0,7 0,9 1,0 1,2 1,4 1,6



1,00 0,98 0,94 0,87 0,77 0,64 0,50 0,34 0,17 0,00



cos ²θ (I/I0)teori 1,00 1,00 0,97 0,97 0,88 0,88 0,75 0,75 0,59 0,59 0,41 0,41 0,25 0,25 0,12 0,12 0,03 0,03 0,00 0,00



Tabel 4.6 Perhitungan Diskrepansi Data Hasil Pengukuran dan Data Perhitungan Teori dengan Bidang Penunda θ (˚) 0 10 20 30 40 50 60 70



θ (rad) (I/I0)ukur 0,00 1,00 0,17 0,95 0,35 0,85 0,52 0,75 0,70 0,67 0,87 0,61 1,05 0,53 1,22 0,39



(I/I0)teor i Diskrepansi (%) 1,00 0,00 0,97 0,02 0,88 0,03 0,75 0,01 0,59 0,14 0,41 0,47 0,25 1,10 0,12 2,35



15



80 90



1,40 1,57



0,26 0,12



0,03 0,00



7,62 ̴



1.20 1.00



(I/I0)ukur



0.80 0.60 0.40 0.20 0.00



0



10



20



30



40



50



60



70



80



90



100



θ (˚) (I/I0)ukur



16 (I/I0)teori



Gambar 4.2 Grafik Hubungan I/I0 teori dan ukur terhadap sudut θ dengan Bidang Penunda Tabel 4.7 Perbandingan Hasil Pengamatan antara Praktikum Hukum Malus maupun Bidang Penunda (I/I0)ukur (I/I0)uku tanpa r dengan bidang bidang θ (˚) θ (rad) penunda penunda 0 0,00 1,00 1,00 10 0,17 0,90 0,95 20 0,35 0,82 0,85 30 0,52 0,78 0,75 40 0,70 0,67 0,67 50 0,87 0,61 0,61 60 1,05 0,48 0,53 70 1,22 0,39 0,39 80 1,40 0,25 0,26 90 1,57 0,08 0,12



(I/(0)ukur tanpa bidang penunda



1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00



0



10



20



30



40



50



60



70



80



90



100



θ (˚) (I/I0)ukur tanpa bidang penunda



(I/I0)ukur dengan bidang penunda



Gambar 4.3 Grafik Hubungan I/I0 Ukur Tanpa Bidang Penunda dan dengan Bidang Penunda terhadap Sudut θ



17



4.2 Pembahasan Eksperimen polarisasi cahaya (hukum Malus) bertujuan untuk menjelaskan sifat polarisasi sumber cahaya laser He-Ne, membuktikan hukum Malus tentang polarisasi, dan mempelajari sifat-sifat kristal penunda. Percobaan ini dilakukan di ruang gelap agar mendukung ketika pengamatan menggunakan laser. Langkah pertama yang dilakukan yaitu meletakkan dua buah polaroid yang di pasang sejajar. Polaroid pertama dinamakan polarisator yang berfungsi mengubah cahaya tak terpolarisasi menjadi cahaya terpolarisasi, sedangkan polaroid kedua dinamakan analisator karena berfungsi untuk mengurangi intensitas cahaya terpolarisasi yang dibentuk oleh polaroid pertama. Intensitas diukur sebagai fungsi sudut antara polarizer dan analyzer dengan variasi sudut dari 10º sampai 90º. Selanjutnya pada percobaan bidang penunda, cermin akan merefleksikan cahaya transmisi balik menuju kombinasi polarizer penunda, maka cermin akan merubah bentuk polarisasi cahaya menjadi terpolarisasi melingkar. Hasil eksperimen Polarisasi Cahaya dapat dilihat pada Tabel 4.1 sampai tabel 4.3 untuk polarisasi tanpa bidang penunda dan Tabel 4.4 sampai Tabel 4.6 untuk polarisasi dengan bidang penunda. Perbandingan hasil polarisasi antara tanpa bidang penunda dan menggunakan bidang penunda dapat dilihat pada tabel 4.7.



Berdasarkan analisis padatabel hasil dapat kita ketahui bahwa intensitas relative yang dihasilkan eksperimen saat tidak menggunakan bidang penunda dan dengan menggunakan bidang penunda memiliki hasil yang berbeda, walaupun hanya berbeda sedikit. Variasi sudut polarizer mempengaruhi nilai intensitas yang dihasilkan baik menggunakan bidang penunda maupun tidak. Pengaruh varisasi sudut polarizer terhadap intensitas relative dapat dilihat pada gambar 4.1 dan gambar 4.2. grafik tersebut menunjukkan bahwa semakin besar nilai sudut polarizer maka semakin kecil intensitas relative yang dihasilkan. Hasil eksperimen sudah sesuai dengan teori yaitu semakin besar sudut analyzer maka semakin kecil nilai instensitas relative nya, namun nilai diskrepansi yang hasilkan yaitu semakin besar sudut nilai diskrepansi nya semakin besar. Hal ini menunjukkan bahwa jika nilai diskrepansinya besar maka nilainya jauh dari nilai teori. Perbandingan nilai intensitas relative antara polarisasi menggunakan bidang penunda dan tanpa bidang penunda dapat dilihat pada gambar 4.3. berdasarkan data tersebut dapat kita ketahui bahwa hasil intensitas dari kedua keadaan tersebut memiliki nilai yang berbeda namun hanya memiliki selisih sedikit. Nilai intensitas relative dengan menggunakan bidang penunda memiliki nilai yang lebih besar dari nilai intensitas yang tidak menggunakan bidang penunda. BAB 5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari eksperimen Polarisasi Cahaya (Hukum Malus) yaitu : 1. Grafik hubungan antara intensitas cahaya terpolarisasi terhadap sudut analyzer (θ) yaitu berbanding terbalik, semakin besar sudut polarizer maka semakin kecil intensitas cahaya terpolarisasi. 2. Pengaruh nilai sudut θ terhadap nilai intensitas yang dihasilkan yaitu semakin besar nilai sudut θ maka semakin kecil nilai intensitas yang dihasilkan. 3. Perbandingan intensitas cahaya terpolarisasi yang dihasilkan dari sumber cahaya masukan laser HeNe dengan menggunakan bidang penunda dan tanpa



bidang penunda yaitu memiliki selisih nilai yang sedikit. Intensitas dengan bidang penunda memiliki nilai yang lebih besar. 5.2 Saran Saran untuk praktikum Polarisasi Cahaya selanjutnya yaitu praktikan lebih teliti dalam pengambilan data yaitu pada saat mengamati nilai Intensitas dan pada saat membaca nilai sudut. Praktikan memperhatikan instruksi dari asisten. Praktikan lebih teliti dalam memasukkan nilai data kedalam perhitungan excel.



DAFTAR PUSTAKA 18



Krane, Kenneth S. 1992. Fisika Modern.Jakarta : Universitas Indonesia. Pain H J. 2005. The Physics of Vibrations and Wave. New York: John Willey & Sons, Ltd. Serway R. A, John W. J, Jewett Jr. 2010. Fisika untuk Sains dan Teknik. Jakarta:Salemba Teknika Simpson D. G. 2013. Introductory Physics II. Largo: Prince George’s Community College. Soedojo, P. 1992. Azas-azas Ilmu Fisika Jilid 3 Optika. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.



Tim Penyusun. 2020. Buku Panduan Praktikum Eksperimen Fisika II. Jember: Universitas Jember.



19



LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Hasil Eksperimen Tanpa Menggunakan Bidang Penunda θ (˚) 0 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 0



θ (rad ) 0,00 0,17 0,35 0,52 0,70 0,87 1,05 1,22 1,40 1,57



θ (˚) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90



θ (˚)



I1 I2 I3 (I/I0)1 (I/I0)2 (I/I0)3 9, 9, 9, 0 2 2 1,00 1,00 1,00 8, 8, 8, 0 4 2 0,89 0,91 0,89 7, 7, 7, 6 6 4 0,84 0,83 0,80 7, 7, 7, 2 2 0 0,80 0,78 0,76 6, 6, 6, 2 0 2 0,69 0,65 0,67 5, 5, 5, 4 6 6 0,60 0,61 0,61 4, 4, 4, 2 4 6 0,47 0,48 0,50 3, 3, 3, 8 6 4 0,42 0,39 0,37 2, 2, 2, 2 4 2 0,24 0,26 0,24 0, 0, 0, 9 6 8 0,10 0,07 0,09 θ (rad) cos θ 0,00 0,17 0,35 0,52 0,70 0,87 1,05 1,22 1,40 1,57



1,00 0,98 0,94 0,87 0,77 0,64 0,50 0,34 0,17 0,00



(I/I0) ratarata



cos ²θ (I/I0)teori 1,00 1,00 0,97 0,97 0,88 0,88 0,75 0,75 0,59 0,59 0,41 0,41 0,25 0,25 0,12 0,12 0,03 0,03 0,00 0,00



(I/I0)teor θ (rad) (I/I0)ukur i Diskrepansi (%) 0 0,00 1,00 1,00 0,00 10 0,17 0,90 0,97 0,07 20 0,35 0,82 0,88 0,07



Δ (I/Io)



1,00



0,00



0,90



0,01



0,82



0,02



0,78



0,02



0,67



0,02



0,61



0,01



0,48



0,02



0,39



0,03



0,25



0,01



0,08



0,02



30 40 50 60 70 80 90



0,52 0,70 0,87 1,05 1,22 1,40 1,57



0,78 0,67 0,61 0,48 0,39 0,25 0,08



0,75 0,59 0,41 0,25 0,12 0,03 0,00



0,04 0,14 0,46 0,92 2,36 7,16 ̴



21



Lampiran 2. Perhitungan Hasil Eksperimen dengan Menggunakan Bidang Penunda θ (˚) 0 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 0



θ (rad ) 0,00 0,17 0,35 0,52 0,70 0,87 1,05 1,22 1,40 1,57



θ (˚)



20 I1 I2 I3 (I/I0)1 (I/I0)2 (I/I0)3 4, 4, 4, 0 2 0 1,00 1,00 1,00 3, 4, 3, 8 0 8 0,95 0,95 0,95 3, 3, 3, 6 4 4 0,90 0,81 0,85 3, 3, 3, 2 0 0 0,80 0,71 0,75 2, 2, 2, 8 8 6 0,70 0,67 0,65 2, 2, 2, 6 4 4 0,65 0,57 0,60 2, 2, 2, 2 0 2 0,55 0,48 0,55 1, 1, 1, 8 6 4 0,45 0,38 0,35 1, 1, 1, 0 2 0 0,25 0,29 0,25 0, 0, 0, 6 4 4 0,15 0,10 0,10 θ (rad)



0 10 20 30 40 50 60 70



cos θ 0,0 0,2 0,3 0,5 0,7 0,9 1,0 1,2



1,00 0,98 0,94 0,87 0,77 0,64 0,50 0,34



(I/I0) ratarata



Δ (I/Io)



1,00



0,00



0,95



0,00



0,85



0,05



0,75



0,04



0,67



0,03



0,61



0,04



0,53



0,04



0,39



0,05



0,26



0,02



0,12



0,03



cos ²θ (I/I0)teori 1,00 1,00 0,97 0,97 0,88 0,88 0,75 0,75 0,59 0,59 0,41 0,41 0,25 0,25 0,12 0,12



80 90



θ (˚) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90



1,4 1,6



0,17 0,00



θ (rad) (I/I0)ukur 0,00 1,00 0,17 0,95 0,35 0,85 0,52 0,75 0,70 0,67 0,87 0,61 1,05 0,53 1,22 0,39 1,40 0,26 1,57 0,12



0,03 0,00



0,03 0,00



(I/I0)teor i Diskrepansi (%) 1,00 0,00 0,97 0,02 0,88 0,03 0,75 0,01 0,59 0,14 0,41 0,47 0,25 1,10 0,12 2,35 0,03 7,62 0,00 ̴



22



Lampiran 3. Perbandingan Hasil Pengamatan antara Praktikum Hukum Malus maupun Bidang Penunda (I/I0)ukur (I/I0)uku tanpa r dengan bidang bidang θ (˚) θ (rad) penunda penunda 0 0,00 1,00 1,00 10 0,17 0,90 0,95 20 0,35 0,82 0,85 30 0,52 0,78 0,75 40 0,70 0,67 0,67 50 0,87 0,61 0,61 60 1,05 0,48 0,53 70 1,22 0,39 0,39 80 1,40 0,25 0,26 90 1,57 0,08 0,12 Lampiran 4. Grafik Hubungan I/I0 teori dan ukur terhadap sudut θ Hukum Malus



1.20 1.00



(I/I0)ukur



0.80 0.60 0.40 0.20 0.00



0



10



20



30



40



50



60



70



80



90



100



θ (˚) (I/I0)ukur



(I/I0)teori



23



Lampiran 5. Grafik Hubungan I/I0 teori dan ukur terhadap sudut θ dengan Bidang Penunda 1.20 1.00



(I/I0)ukur



0.80 0.60 0.40 0.20 0.00



0



10



20



30



40



50



60



θ (˚) (I/I0)ukur



(I/I0)teori



70



80



90



100



Lampiran 6. Grafik Hubungan I/I0 Ukur Tanpa Bidang Penunda dan dengan Bidang Penunda terhadap Sudut θ (I/(0)ukur tanpa bidang penunda



1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00



0



10



20



30



40



50



60



70



80



90



θ (˚) (I/I0)ukur tanpa bidang penunda



(I/I0)ukur dengan bidang penunda



100