Polip Antro Koanal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

POLIP ANTRO KOANAL 1. Pendahuluan Polip nasi adalah kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan, dengan permukaan licin dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Polip nasi bukan merupakan penyakit tersendiri tetapi merupakan manifestasi klinik dari berbagai macam penyakit dan sering dihubungkan dengan sinusitis, rinitis alergi,asma dll.1 Polip yang berasal dari sinus maksila (antrum) dapat keluar melalui ostium sinus maksila atau ostium asesoriusnya, masuk ke rongga hidung dan berlanjut ke koana lalu membesar dinasofaring. Polip ini disebut polip koana (polip antrokoanal).1



2. Anatomi 2.1 Hidung Luar2,3 Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian – bagiannya dari atas ke bawah : 1. Pangkal hidung (bridge) 2. Dorsum nasi 3. Puncak hidung 4. Ala nasi 5. Kolumela 6. Lubang hidung (nares anterior) Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa dan M. Nasalis pars allaris. Kerja otot – otot tersebut menyebabkan nares dapat melebar dan menyempit. Batas atas nasi eksternus melekat pada os frontal sebagai radiks (akar), antara radiks sampai apeks (puncak) disebut dorsum nasi. Lubang yang terdapat pada bagian inferior disebut nares, yang dibatasi oleh :



- Superior : os frontal, os nasal, os maksila -



Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris mayor dan kartilago alaris minor Dengan adanya kartilago tersebut maka nasi eksternus bagian inferior menjadi fleksibel. Perdarahan :



1. A. Nasalis anterior (cabang A. Etmoidalis yang merupakan cabang dari A. Oftalmika, cabang dari a. Karotis interna). 2. A. Nasalis posterior (cabang A.Sfenopalatinum, cabang dari A. Maksilaris interna, cabang dari A. Karotis interna) 3. A. Angularis (cabang dari A. Fasialis) Persarafan : 1. Cabang dari N. Oftalmikus (N. Supratroklearis, N. Infratroklearis) 2. Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis anterior)



2.2 Kavum Nasi Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua ruangan yang membentang dari nares sampai koana (apertura posterior). Kavum nasi ini berhubungan dengan sinus frontal, sinus sfenoid, fossa kranial anterior dan fossa kranial media. Batas – batas kavum nasi : Posterior Atap



: berhubungan dengan nasofaring :os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus sfenoidale dan sebagian os vomer



Lantai



: merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir horisontal, bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar daripada bagian atap. Bagian ini dipisahnkan dengan kavum oris oleh palatum durum.



Medial



: septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan (dekstra dan sinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi dilapisi oleh kulit, jaringan subkutan dan kartilago alaris mayor. Bagian dari septum yang terdiri dari kartilago ini disebut sebagai septum pars membranosa = kolumna = kolumela.



Lateral



: dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os lakrima, os etmoid, konka nasalis inferior, palatum dan os sfenoid.



Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari tulang etmoid. Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang terpisah. Ruangan di atas dan belakang konka nasalis superior adalah resesus sfeno-etmoid yang berhubungan dengan sinis sfenoid. Kadang – kadang konka nasalis suprema dan meatus nasi suprema terletak di bagian ini. Perdarahan : Arteri



yang



paling



penting



pada



perdarahan



kavum



nasi



adalah



A.sfenopalatina yang merupakan cabang dari A.maksilaris dan A. Etmoidale anterior yang merupakan cabang dari A. Oftalmika. Vena tampak sebagai pleksus yang terletak submukosa yang berjalan bersama – sama arteri. Persarafan : 1.



Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus



yaitu N. Etmoidalis anterior 2.



Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion



pterigopalatinum masuk melalui foramen sfenopalatina kemudian menjadi N. Palatina mayor menjadi N. Sfenopalatinus. 2.3 Mukosa Hidung Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel – sel goblet. Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang – kadang terjadi metaplasia menjadi sel epital skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel goblet. Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting. Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang



masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat – obatan. Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan tidak bersilia (pseudostratified columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.



2.4 Fisiologi hidung 1.



Sebagai jalan nafas Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi



konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring. 2.



Pengatur kondisi udara (air conditioning) Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan



udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara : a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya. b. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o C. 3.



Sebagai penyaring dan pelindung Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan



bakteri dan dilakukan oleh : a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi



b. Silia c. Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel – partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia. d. Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut lysozime.



4.



Indra penghidu Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa



olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat.



5.



Resonansi suara Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan



hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau.



6.



Proses bicara Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana



rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk aliran udara. 7.



Refleks nasal Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan



saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.



3. Definisi Polip antrokoanal merupakan pertumbuhan jinak unilateral yang berasal dari mukosa sinus maksilaris dengan pertumbuhannya kedalam ostium sinus maksilaris hingga mencapai koana posterior dan polip terlihat di nasofaring yang



makin lama akan membesar.1Polip antrokoanal biasanya sering terjadi pada anakanak.4



4. Epidemiologi Polip antrokoanal (Killian’s polyp) biasanya jarang terjadi dan kemungkinan muncul pada kelompok ras tertentu. Seperti polip jinak hidung lainnya biasanya lebih sering muncul pada pria dibanding wanita. Onsetnya biasanya di bawah usia 40 tahun, walaupun mungkin juga ditemukan pada semua umur.1 Di negara-negara umumnya polip antro koanal dilaporkan angka kejadiannya 3% sampai 6% dari semua jenis polip hidung.4 Stammberger melaporkan bahwa polip antro koanal tersebut sangat langkah dimana angka kejadiannya adalah 0,8% dari semua pasien polip.5Pada anak-anak angka kejadiannya meningkat 70% dari pasien polip antro koanal. Insiden polip antro koanal yang tertinggi terjadi pada populasi anak-anak yaitu setinggi 28% .6 Namun, Cook dan temantemannya melaporkan kejadian polip antro koanal adalah 22,3% dari semua pasien polip hidung dan 85% terjadi pada orang dewasa.7 Walaupun polip antro koanal sering ditemukan pada anak-anak, tapi beberapa negara- negara dilaporankan bahwa polip antrokoanal juga sering ditemukan pada orang dewasadi adults.1, 4, 7, 12, 13



5. Etiologi Etiologi polip nasi masih belum diketahui secara pasti. Namun terdapat beberapa keadaan yang berhubungan dengan polip nasi, yaitu : 1. Alergi 2. Cystic fibrosis 3. Sinusitis kronis 4. Sensitifitas terhadap ASA (asam asetilsalisilat)



Pasien biasanya mengalami onset asma pada saat dewasa dengan polip nasi dan sinusitis kronis. Banyak pasien yang sensitif terhadap ASA ataupun OAINS (obat anti inflamasi non steroid) namun tidak mengetahuinya. Paparan terhadap ASA ataupun OAINS lainnya dapat mengarah kepada eksaserbasi asma hingga bahkan syok anafilaktik. Inflamasi kronis kiranya memiliki peranan awal dalam



patogenesis polip nasi. Polip multipel muncul pada anak dengan sinusisit kronis, rinitis alergi, cystic fibrosis, dan allergic fungal sinusitis. Suatu polip tersendiri dapat menjadi polip antro koanal, polip jinak yang besar, kista duktus nasolakrimalis, suatu lesi kongenital, serta tumor jinak ataupun ganas, seperti :10 a. Encephalocele b. Glioma c. Papilloma d. Juvenile nasopharyngeal angiofibroma e. Rabdomiosarkoma f. Limfoma g. Neuroblastoma h. Sarkoma i. Karsinoma nasofaring j. Inverting papilloma



6. Patofisiologi Polip antrokoanal termasuk penyakit inflamasi sinus maksilaris. Hal ini masih menjadi kontroversi bagi beberapa peneliti. Yang masih menjadi kontroversi adalah asal, patogenesisnya dan penatalaksanaannya. Terjadinya infeksi bakteri pada sinus diikuti dengan rhinosinusitis. Selain faktor anatomi seperti bulosa konka, deviasi septum nasal, infeksi sinus etmoidalis anterior akan mengakibatkan sinusitis maksilaris kronik.8 Ada beberapa kelenjar mukosa asinus didalam antrum maksilaris. Infeksi pada mukosa dapat memudahkan terjadinya penutupan kelenjar asinus. Karena hal tersebut maka formasi sebuah kista yang mana dapat berkembang kedalam sinus sampai ke ostium membentuk polip antrokoanal pada hidung dan nasofaring. Bagian antral telah dilaporkan sebagai polipoid atau kista.8



7. Gejala klinis Gejala klinis utama adalah hidung tersumbat unilateral dan disertai nasal discharge. Beberapa kasus yang jarang, gejala polip antrokoanal tidak khas. Polip antrokoanal berbeda dari inflamasi kronik, polip sinus maksilaris hanya



mempunyai 3 sedikit gejala minor yaitu proses terjadinya sedikit lama, sedikitnya terjadi obstruksi ostium maksilaris, tingginya angka kejadian sakit kepala, obstruksi hidung persisten, adanya kista pada stroma polip, penipisan membran basal, rendahnya angka kejadian metaplasia sel skuamosa dan tingginya proporsi perpindahan sel dalam cairan hidung. Pada 2 kasus penelitian, dapat didiagnosis alergi tapi hal ini tidak sama dengan polip, yang mana tidak ditemukannya gambaran tipe morfologi dari alergi berhubungan polip (eosinofilik).11 Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di hidung. Sumbatan ini tidak hilang – timbul dan makin lama semakin berat keluhannya. Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan gejala hiposmia atau anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus paranasal, maka sebagai komplikasinya akan terjadi sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan rinore. Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama ialah bersin dan iritasi di hidung.(5) Pada rinoskopi anterior polip hidung seringkali harus dibedakan dari konka hidung yang menyerupai polip (konka polipoid). Perbedaan antara polip dan konka polipoid ialah(6) i. Polip : · Bertangkai · Mudah digerakkan · Konsistensi lunak · Tidak nyeri bila ditekan · Tidak mudah berdarah · Pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin) tidak mengecil. ii. Polip antrokhoanal :



Sumbatan ini tidak hilang timbul dan makin lama semakin berat keluhannya.



17



Nyeri kepala



Timbulnya gejala biasanya pelan dan insidius, dapat juga tiba-tiba dan cepat setelah infeksi akut. Sumbatan di hidung adalah gejala utama yang dirasakan semakin memberat. Sering juga ada keluhan pilek lama yang tidak sembuh-sembuh, suara sengau, serta sakit kepala. Pada sumbatan hidung yang hebat dapat menimbulkan gejala hiposmia bahkan anosmia, dan rasa berlendir di tenggorok.(3)



8. Diagnosis Berdasarkan anamnesa, keluhan uatama pasien adalah hidung tersumbat dari ringan ke berat, rinore yang mulai dari jernih sampai purulen, hiposmia/ anosmia, dapat disertai bersinbersin,nyeri pada hidung disertai sakit kepala di daerah frontal. Bila disertai infeksi sekunder didapatkan post nasal drip dan rinore purulen.(4) Pada pemeriksaan fisik, hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung akibat polip nasi yang masif yang menyebabkan deformitas hidung luar. Pada rinoskopi anterior, dilihat adanya massa berwarna pucat, berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan. Stadium polip ( Mackey dan Lund, 1997): i. Stadium 0: Tidak ada polip ii. Stadium 1: polip masih terbatas di meatus medius iii. Stadium 2: polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi belum memenuhi rongga hidung dan tidak menyebabkan obstruksi total iv. Stadium 3: polip yang massif/ obstruksi total Pemeriksaan radiologis mengunakan CT-Scan dan MRI (jarang) dapat membantu menegakkan diagnosis polip antrokoanal. Pada CT-Scan biasanya ditemukan gambaran massa jaringan lunak pada antrum yang sampai ke bagian hidung



dan



nasofaring.



Pemeriksaan



CT-Scan



juga



diperlukan



untuk



mengevaluasi perluasan penyakit serta hubungannya dengan kelainan etmoidal, yang nantinya akan membantu untuk merencanakan terapi.8



9. Diagnosis banding Diagnosis sangat mengarah kepada polip antrokoanal apabila antrum maksilaris meluas dan terdapat massa nasofaringeal. Beberapa diagnosis yang mungkin adalah sebagai berikut : 1. Disfungsi konka (Turbinate Dysfunction). Semua individu dapat mengalami disfungsi konka dalam suatu waktu dalam hidupnya. Gejalanya dapat berupa obstruksi total ataupun sumbatan ringan dan/atau rinorea. Penyebabnya termasuk infeksi saluran nafas bagian atas, rinitis alergi, dan rinitis vasomotor. Obat-obatan dan hormon juga dapat memicu hal ini. Sumbatan hidung merupakan suatu gejala umum yang berhubungan dengan disfungsi konka. Gejalanya dapat ringan, atau dapat berat hingga membutuhkan dekongestan topikal.7 seperti oxymetazoline atau phenylephrine. Etiologi disfungsi konka merupakan multifaktorial. Infeksi dan peradangan merupakan penyebab paling sering. Karena konka memiliki banyak suplai pembuluh darah dan diatur oleh sistem saraf parasimpatis, semua hal yang mempengaruhi dua hal ini akan mempengaruhi konka.14



2. Chronic hypertropic polypoid rhinosinusitis. Keadaan ini mempengaruhi epitel saluran nafas bagian atas. Ditandai dengan adanya instabilitas vasomotor, hipertrofi mukosa polipoid, dan infeksi superimposed. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya instabilitas vasomotor pada saluran nafas bagian atas seperti obat-obatan, infeksi, ketidakseimbangan hormonal, dan faktor psikogenik. Alergi juga sering sebagai faktor penyebab terutama apabila perubahannya terjadi bilateral. Polip hipertrofi dapat terjadi unilateral ataupun bilateral.13



3. Tumor ganas nasofaring. Merupakan 1% dari seluruh tumor ganas. Neoplasma ini dapat menyebabkan terjadinya kesulitan dalam mendiferensial diagnosis. Tumor ini cenderung menyebabkan kerusakan struktur tulang, sumbatan jalan nafas,



pelebaran jaringan adenoid atau terjadi invasi ke dalam sinus paranasal. Diperlukan pemeriksaan CT-Scan untuk mengevaluasi perluasan tumor. Tumor ganas nasofaring yang paling sering terjadi pada ana-anak adalah limfoma, rabdomiosarkoma, limfoepitelioma, dan neuroblastoma olfaktori. Jenis-jenis ini biasanya tidak dapat dibedakan dengan menggunakan pemeriksaan radiologis.14



4. Juvenile nasopharyngeal angiofibroma Merupakan suatu tumor jinak vaskuler yang dapat merusak jaringan sekitar, paling sering muncul di nasofaring atau posterior rongga hidung. Gejalanya dapat berupa epistaksis, sumbatan hidung, atau adanya massa di nasofaring.14 10. Penatalaksanaan Sangat disayangkan, banyak literatur mengenai pengobatan polip yang masih tidak begitu efektif. Menurut Mackay jika suatu operasi tidak lebih efektif dibandingkan dengan pengobatan lainnya, yang paling baik adalah melakukan yang paling sederhana dengan resiko yang minimal bagi pasien. Hampir seluruh ahli bedah saat ini mengobati polip secara pembedahan, tetapi banyak polip yang sensitif terhadap kortikosteroid, dan apabila polip tidak menyebabkan sumbatan hidung secara total, pengobatan preoperatif menggunakan kortikosteroid sangat bermanfaat.12 a. Pengobatan preoperatif Proporsi pasien yang sensitif terhadap kortikosteroid masih belum pasti, pemberian kortikosteroid oral harus dihindari walaupun pengobatan ini lebih baik daripada pengobatan kosrtikosteroid topikal. Tetes hidung betametason, 2 kali sehari pada masing-masing sisi diberikan dalam waktui 1 bulan. Posisi saat meneteskan dalam posisi telentang dengan kepala menengadah. Posisi ini memungkinkan penetrasi obat lebih mudah ke dalam etmoid. Pilihan lain seperti triklormetasone atau flumisolid dapat digunakan. Polip dapat hilang secara sempurna dan pengobatan ini harus diteruskan minimal 3 bulan.12 b. Operasi



Terdapat pandangan yang berbeda pada jenis operasi yang dibutuhkan untuk polip nasi. Polipektomi sederhana merupakan operasi pilihan, polip dapat diangkat dengan suatu avulsi atau dengan pemotongan atau penggunaaan forceps seperti Tilley Henckel`s, harus diperhatikan ketika menggunakan forceps jangan terlalu ke medial ataupun ke lateral, seluruh mukosa polipoid harus diangkat dari etmoid. Walaupun etmoidektomi intranasal disarankan oleh beberapa ahli, polipektomi sederhana masih merupakan prosedur yang komplit dan aman. Etmoidektomi eksternal dilakukan melalui insisi medial ke dalam kantus interna (Howarth’s) atau melalui insisi pada kulit di bawah batas intraorbita (Patterson’s). Seluruh sel dapat diangkat apabila orbita dan seluruh bagian-bagiannya telah digeser ke lateral dan pembuluh darah etmoidal interior dipisahkan. Harus berhatihati dalam membuka ostium sinus frontal secara luas untuk mencegal mukokel yang merupakan komplikasi lanjut dari pembedahan. Tidak ada penelitian yang menyatakan bahwa etmoidektomi ekternal dapat mencegah kekambuhan, walaupun ada beberapa ahli yang mengatakan demikian.12 Pembedahan merupakan pilihan terapi dari polip antrokoanal. Pengangkatan sederhana yang dilakukan pada awalnya dengan menggunakan nasal snare atau polyp-forceps dapat menghilangkan gejala dan pasien akan merasa kembali baik dalam beberapa tahun. Namun sering terjadi kekambuhan yang disebabkan bagian antral dari polip masih tertinggal. Pada kasus seperti ini dibutuhkan pengangkatan radikal melalui sublabial. Prosedur ini disebut dengan Caldwell-Luc operation. Antrum maksila dibuka dan polip diangkat dari antrum.15 Pada anak-anak prosedur ini tidak dapat dilakukan, karena dapat menyebabkan deformitas fasio-maksilaris dan kerusakan gigi permanen yang terletak di antrum maksila. Terapi antihistamin jangka panjang lebih dipilih untuk mengontrol alergi.15



11.Prognosis Polip hidung sering tumbuh kembali, oleh karena itu pengobatannya juga perlu ditujukan kepada penyebabnya, misalnya alergi. Terapi yang paling ideal pada rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan alergen penyebab dan eliminasi. Secara medika mentosa, dapat diberikan antihistamin dengan atau tanpa dekongestan yang berbentuk tetes hidung yang bisa mengandung kortikosteroid



atau tidak. Dan untuk alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama dapat dilakukan imunoterapi dengan cara desensitasi dan hiposensitisasi, yang menjadi pilihan apabila pengobatan cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan.



DAFTAR PUSTAKA 1. Sinaga



RJ.



Polip



antrakoanal.



Diunduh



:



http://www.scribd.com/doc/109588862/Polip-Antrokoanal#download



2. Soepardi, Efiaty. Iskandar, Nurbaiti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok edisi IV cetakan I. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta 2000



3.