PrakSteril - II - B - Dwi Melinia - 08061181823122 - 7 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI FARMASI (III) STERIL



Nama



: Dwi Melinia



NIM



: 08061181823122



Kelas/Kelompok



: B/7



DosenPembimbing



: Dina Permata Wijaya, M.Si., Apt. Adik Ahmadi, M.Si., Apt.



PERCOBAAN II : VALIDASI



LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2020



LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI FARMASI STERIL VALIDASI I.



TUJUAN 1. Mampu memahami cara yang dapat dilakukan untuk sterilisasi ruangan steril 2. Mampu memahami tahapan-tahapan dalam proses validasi metode sterilisasi 3. Mampu memahami tujuan dalam proses validasi metode sterilisasi 4. Mampu memahami konsep validasi metode sterilisasi 5. Mampu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi validasi metode sterilisasi



II.



DASAR TEORI Validasi merupakan suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai



bahwa setiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan (Voight, 1995). Dalam pelaksanaan validitas, prinsip penetapan kadar dianggap cocok untuk prosedur yang ditetapkan. Validitas dimaksudkan untuk mengetahui ketelitian dan ketetapan kadar tetapi bukan mengenai penyebab dari penyimpangan yang diamati. Apabila ketelitian dan ketepatan dari penetapan kadar tidak memuaskan maka prosedur tersebut perlu ditinjau, dirancang kembali, direvisi, atau diganti. Kalibrasi instrumen yang dipakai dalam pengujian hendaklah dilakukan secara berkala untuk menjamin bahwa instrumaen tersebut senantiasa memberikan hasil penimbangan atau pengukuran yang (Lachman, 1989). Steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen (menimbulkan penyakit) maupun apatogen/ non patogen (tidak menimbulkan penyakit). Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang



termasuk sediaan ini antara lain sediaan parental preparat untuk mata dan preparat irigasi misalnya infus (Priyambodo, B., 2007). Ruangan steril adalah tempat yang disiapkan secara khusus, terbuat dari bahan-bahan dan tata bentuk yang harus sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Menurut CPOB ruangan steril dikategorikan ruang kelas A, B dan C atau disebut juga dengan white area dengan persyaratan jumlah mikroba dan partikel yang telah ditetapkan (Gambar 2). Ruang A merupakan ruangan di bawah aliran udara laminer, sedangkan kelas B dan C tergolong ke dalam ruangan steril. Ruang A dan B memiliki efisiensi saringan HEPA (High Efficiency Particulate Air) filter 99,995% pada H14 sedangkan suatu ruangan dikategorikan tipe C jika memiliki efisiensi saringan HEPA H13 sebesar 99,95% (Lukas, 2006, BPOM RI, 2012). Ruangan steril juga diartikan sebagai suatu keadaan ruangan yang bebas dari semua bentuk kehidupan mikroba yang pathogen maupun non-patogen termasuk sporanya. Ruangan steril sangat penting dalam bidang kesehatan. Seperti pada ruang steril antara lain ruang bedah, ruang pasca operasi termasukdalam bidang industry farmasi, yang terkhusus pada sediaan steril contohnya injeksi. Ruangan-ruangan tersebut dibutuhkan pengejuian sterilisasi yang baku (Hasdiana, 2012). Ruang steril sangat penting dalam bidang kesehatan, contoh ruang steril antara lain ruang bedah, ruang pasca operasi, termasuk dalam industri farmasi, khususnya sediaan steril (injeksi dan lain-lain). Ruang-ruang tersebut dibutuhkan adanya pengujian sterilisasi yang baku. Untuk memeriksa baik tidaknya bahanbahan yang akan digunakan untuk desinfeksi dalam industria, laboratorium maupun rumah sakit maka perlu dilakukan uji kuantitatif untuk mengetahui kadar minimal



suatu



bahan



yang



masih



dapat



menghambat



pertumbuhan



mikroorganisme (Ratu, 2010). Untuk memperoleh ruangan steril dapat dilakukan beberapa jenis cara. Salah satu cara yang paling umum dilakukan adalah menggunakan disinfektan seperti alkohol,



klorin



(natrium



hipoklorit),



glutaraldehid,



hidrogen



peroksida,



formaldehid, fenol, klorheksidin dan lain-lain. Selain disinfektan proses sterilisasi dapat dilakukan dengan metode fogging atau pengasapan. Komposisi dari cairan



fogging



tersebut



itu



sendiri



umumnya



mengandung



formicaldehid,



didecyldimetilammoniumklorida, dan dimetikon. Cara penyinaran dengan UV juga telah terbukti efektif dalam sterilisasi ruangan. Proses penyinaran UV umumnya dilakukan tidak kurang dari 24 jam untuk menjamin sterilitas ruang (Lukas, 2006). Sterilitasasi adalah setiap proses (kimia atau fisika) yang membunuh semua mikroorganisme dalam bentuk hidup (Djidje, 2003). Sterilisasi dalam mikrobiologi berarti membebaskan tiap benda atau subtansi dari semua kehidupan dalam bentuk apapun. Untuk tujuan mikrobiologi dalam usaha mendapatkan keadaan steril, mikrooorganisme dapat dimatikan dalam usaha mendapatkan keadaaan steril, mikrooorganisme dapat dimatikan setempat oleh panas (kalor), gas-gas seperti formaldehid, etilenoksida atau betapriolakton oleh bermacamacam larutan kimia; oleh sinar lembayung ultra atau sinar gamma. Mikrooorganisme dapat disingkirkan secara mekanik oleh sentrifugasi kecepatan tinggi atau filtrasi (Hasdiana, 2012). Secara konsep, sterilisasi adalah proses menghilangkan semua bentuk kehidupan, baik bentuk patogen, nonpatogen, vegetatif maupun nonvegetatif dari suatu objek atau material. Penjaminan kualitas steril (sterile assurance level) mewajibkan proses sterilisasi untuk dapat menjamin sterilitas objek dengan nilai 10-6 atau hanya boleh ada satu objek non steril dari satu juta objek. Hal tersebut dapat dicapai dengan panas, penyaringan, bahan kimia, atau dengan cara lain hingga tidak ada organisme hidup yang tertinggal (Lachman dkk., 1987). Kondisi aseptik dicapai jika persyaratan berikut terpenuhi, Ruang kerja Jalan masuk ke dalam ruangan yang digunakan untuk kerja aseptik harus melalui boks yang sekaligus mudah dibersihkan dan didisinfeksi seperti halnya ruangan yang digunakan untuk kerja aseptic, Personel yang dipercaya bekerja aseptik harus memenuhi persyaratan higienis yang sama dengan personel yang bekerja di lalu lintas bahan makanan (Djidje, 2003). Proteksi pencemaran ulang, Bahan, sediaan dan barang harus dibedakan atas dasar kebutuhan, dilindungi dari pencemaran ulang melalui pengemas yang terbukti dapat disterilkan dan bertahan tetap steril dan melalui tarnsportasi bebas debu serta penyimpanan pengemas ini yang terlindung dari debu, Indikator



sterilisasi dan Indikator keamanan, Penanganan bahan sediaan dan barang yang berlainan, Perusakan pengotor pirogen dan pengujian terhadap sterilitas (Djidje, 2003). Syarat sterilitas adalah nilai yang mutlak. Secara historis, pertimbangan sterilitas bersandar pada uji sterilitas lengkap yang resmi, namun sediaan akhir pengujian sterilitas mengalami banyak batasan. Batasan yang paling nyata adalah sifat dasar dari uji sterilitas ini adalah uji yang destruktif sehingga hal ini tergantung pemilihan statistik sampel acak dari keseluruhan. Jika diketahui bahwa satu unit dari 1000 unit terkontaminasi (yakni, angka kontaminasi = 0,1%) dan 20 unit di sampel secara acak dari 1000 unit, kemungkinan unit yang terkontaminasi dari 20 sampel itu adalah 0,02. dengan kata lain, hanya 2% peluang dari unit yang terkontaminasi akan dipilih sebagai bagian 20 wakil sampel dari keseluruhan 1000 unit (Abdou, 1974; Lukas, 2006). Unit yang terkontaminasi satu dari 20 sampel dipilih untuk uji sterilitas, kemungkinan uji sterilitas akan gagal, masih ada untuk mendeteksi kontaminasi. Konsentrasi kontaminan mikroba mungkin saja terlalu rendah untuk terdeteksi selama periode inkubasi atau dapat saja tidak cukup berkembang cepat atau tidak sama sekali karena ketidakcukupan media dan inkubasi (Abdou, 1974; Lukas, 2006).       Praktek sterilisasi medium dan alat-alat secara umum dapat dilakukan secara fisik (misalnya pemanasan, pembekuan, pengeringan, liofilisasi, radiasi), secara kimiawi (misalnya antiseptik, disinfektan), secara bio-logis (dengan antibiotika). Sterilisasi dengan antibiotika tidak umum digunakan, tetapi lebih banyak digunakan untuk tujuan khemoterapi(pegobatan). Pemilihan cara sterilisasi yang akan dipakai tergantung dari beberapa hal misalnya macam bahan dan alat yang disterilkan, ketahanan terhadap panas, dan bentuk bahan yang disterilkan (padat, cair, atau berbentuk gas) (Waluyo, 2008). Selama sterilisasi alat, media dan bahan perlu disterilkan. Media adalah susunan bahan. Media adalah susunan bahan baik bahan alami (seperti tauge, kentang, daging, telur, wortel dan sebagainya) ataupun bahan buatan (berbentuk senyawa kimia, organik ataupun anorganik) yang dipergunakan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba. Mikroorganisme memanfaatkan



nutrisi media berupa molekul-molekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel. Dengan media pertumbuhan maka dapat dilakukan isolasi mikroorganisme menjadi kultur murni dan juga memanipulasi komposisi media pertumbuhannya (Hidayat , 2006). Sterilisasi yang paling umum dilakukan dapat berupa sterilisasi secara fisik (pemanasan, penggunaan sinar gelombang pendek yang dapat dilakukan selama senyawa kimia yang akan disterilkan tidak akan berubah atau terurai akibat temperatur atau tekanan tinggi) dengan udara panas, dipergunakan alat “bejana/ruang panas” (oven dengan temperatur 170-180  dan waktu yang digunakan adalah 2 jam yang umumnya untuk peralatan gelas). Sterilisasi secara kimia (misalnya dengan penggunaan disinfektan, larutan alkohol, larutan formalin) (suriawiria, 2005). Sterilisasi secara makanik, digunakan untuk beberapa bahan yang akibat pemanasan tinggi atau tekanan tinggi akan mengalami perubahan, misalnya adalah dengan saringan/filter. Sitem kerja filter, seperti pada saringan adalah melakukan seleksi terhadap pertikel-partikel yang lewat (dalam hal ini adalah mikroba) (suriawiria, 2005). Sterilisasi basah biasanya dilakukan di dalam autoclave uap yang mulai diangkat dengan menggunakan uap air jenuh pada suhu 121oC selama 15 menit. Adapun alasan digunakannya suhu 121oC itu disebabkan oleh tekanan 1 atm pada ketinggian permukaan laut. Autoclave merupakan alat yang essensial dalam setiap laboratorium mikrobiologi, ruang sterilisasi di rumahrumah sakit serta tempat-tempat lain yang memproduksi produk steril (Pelczar dan Schan, 1986). Mikroba yang terdeteksi dalam uji sterilitas dapat mencerminkan pembacaan positif yang salah (false-positive reading) karena masalah kontaminasi aksidental dari media kultur pada saat uji sterilitas berlangsung. Masalah kontaminasi aksidental adalah hal serius, merupakan batasan yang masih tidak dapat dihindari dari uji sterilitas. Food and Drug Administration (FDA) menerbitkan pedoman mengenai prinsip umum dari proses validasi (Australian Government, 2006). Titik utama yang ditekankan pada pedoman adalah ketidak cukupan kepercayaan dari uji sterilitas sediaan akhir dalam memastikan sterilitas dari



kumpulan sediaan steril. Batasan-batasan utama ini menunjukkan bahwa kepercayaan pada pengujian sterilitas produk akhir saja dalam memastikan sterilitas sediaan dapat mengarahkan kepada hasil yang keliru. Untuk memberikan jaminan yang lebih luas dan mendukung hasil dari uji sterilitas sediaan akhir, sebaiknya ruangan produksi steril harus memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya bebas mikroorganisme aktif (Australian Government, 2006; Sandle, 2008). Autoklaf adalah alat untuk mensterilkan berbagai macam alat dan bahan yang digunakan dalam mikrobiologi menggunakan uap air panas bertekanan. Tekanan yang digunakan pada umumnya 15 Psi atau sekitar 2 atm dan dengan suhu 121 oC (250 0F). Jadi tekanan yang bekerja ke seluruh permukaan benda adalah 15 pon tiap inchi2 (15 Psi = 15 pounds per square inch). Lama sterilisasi yang dilakukan biasanya 15 menit untuk 121oC (Marino and Benjamin, 1986). Saat sumber panas dinyalakan, air dalam autoklaf lama kelamaan akan mendidih dan uap air yang terbentuk mendesak udara yang mengisi autoklaf. Setelah semua udara dalam autoklaf diganti dengan uap air, katup uap/udara ditutup sehingga tekanan udara dalam autoklaf naik. Pada saat tercapai tekanan dan suhu yang sesuai, maka proses sterilisasi dimulai dan timer mulai menghitung waktu mundur. Setelah proses sterilisasi selesai, sumber panas dimatikan dan tekanan dibiarkan turun perlahan hingga mencapai 0 Psi. Autoklaf tidak boleh dibuka sebelum tekanan mencapai 0 Psi. (Marino and Benjamin, 1986; Lukas, 2006). Mendeteksi bahwa autoklaf bekerja dengan sempurna dapat digunakan mikroba penguji yang bersifat termofilik dan memiliki endospora yaitu Bacillus stearothermophillus, lazimnya mikroba ini tersedia secara komersial dalam bentuk spore strip. Kertas spore strip ini dimasukkan dalam autoklaf dan disterilkan. Setelah proses sterilisasi lalu ditumbuhkan pada media. Jika media tetap bening maka menunjukkan autoklaf telah bekerja dengan baik (Capuccino and Natalie, 2000; Hugo and Russel, 1998).



III.



ALAT DAN BAHAN



A. Alat



B.



 Oven



1 Buah



 Autoklaf



1 Buah



 Ampul



1 Buah







2 Buah



Vial



 Ampul



2 Buah







1 Buah



Infus



 Kotak aseptis



1 Buah



 Peralatan gelas



1 Buah



Bahan  Akuades



1L



 Water for injection (WFI)



1L



 Media agar



1L



IV.



CARA KERJA A.



Validasi Metode Sterilisasi dengan Autoklaf



Infus, ampul dan vial yang telah dibersihkan



diberi akuades secukupnya.



Masing-masing sediaan diautoklaf dengan suhu 121°C selama 15 menit.



Preparasi media agar di dalam kotak aseptis.



Keluarkan sediaan dari autoklaf, pastikan masih terhindar dari kontak udara luar sampai masuk ke dalam kotak aseptis.



Cek sterilitas akuades di dalam sediaan dengan media agar dengan meneteskan secukupnya pada permukaan dan meratakannya.



Inkubasi media selama 24 jam



Amati ada tidaknya biakkan B. Validasi Kotak Aseptis Untuk udara di dalam kotak aseptis.



Piring Petri yang telah berisikan media diletakkan di dalam kotak aseptis dekat dengan sumber udara masuk selama 10 menit.



Inkubasi media selama 24 jam



Amati ada tidaknya biakkan Untuk dinding kotak aseptis.



Buatlah media agar yang agak cembung



Tempelkan bagian yang cembung pada dinding kotak septis selama kurang lebih 1 menit.



Inkubasi media selama 24 jam



Amati ada tidaknya biakkan



C. Validasi Metode Sterilisai dengan Oven



vial dan ampul masing-masing 2 buah dibungkus dengan aluminium foil



Disterilkan pada suhu 180°C selama 30 menit.



Masing-masing wadah dibilas dengan Water for Injection (WFI)



hasil bilasan dimasukkan dalam media agar



WFI yang tidak dimasukkan ke dalam wadah digunakan sebagai kontrol



Inkubasi media selama 24 jam



Amati ada tidaknya biakkan