Presentasi Filsafat Bahasa - Positivisme Logis Alfred Jules Ayer [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Filsafat Bahasa Positivisme Logis Alfred Jules Ayer -Johan Malendra-



Positivisme Logis Alfred Jules Ayer • Positivisme logis berpusat di Wina Austria • Ayer (oxford - Inggris) mengembangkan PL lebih radikal • Ayer: – Profesor di Universitas London – Profesor logika di Univ. Oxford



• Pemikiran Filsafat Ayer: – Mengintrodusir PL Wina + disintesakan dengan metode Moore dan Russell – Melanjutkan empirisme Inggris > menekankan pada analisis logis Bertrand Russell



• Kelompok Wina – menaruh entusiasme pada



ilmu pengetahuan



dan



matematika – Negatif pada metafisika



• Tidak menghiraukan benar /tidak suatu ungkapan tapi



bermakna / tidaknya. • Tujuan Wina: – Bagaimana dapat ditentukan suatu norma yang jelas, yang dapat membedakan ungkapan dari ungkapan yang tidak bermakna.



• Ayer mengambil alih program ambisius dari kelompok postivisme logis Wina dan membuat rumusan yang dapat diartikan sbb: – Pada hakikatnya prinsip verifikasi bermaksud untuk menentukan bermakna atau tidaknya suatu ungkapan. Bukan untuk menentukan kriteria kebenarannya. – Ungkapan yang bermakna dapat benar dapat juga salah.



Co



: h nto



• Surabaya adalah ibukota negara republik Indonesia – Ungkapan diatas salah, tapi bermakna, – sebab ketidakbenarannya dapat ditetapkan • Hari ini cuaca lebih bagus daripada diluar – Ungkapan diatas tidak bermakna karena tidak mungkin ditentukan benar salahnya, dan tidak mungkin diverifikasi



• Menurut Ayer: – Ungkapan bermakna bila merupakan observation statement (pernyataan yang menyangkut realitas inderawi) – Perkataan bermakna bila berdasar observasi dan verifikasi – Perkataan bermakna perlu merujuk pada fakta / data empiris



• Berbeda dengan tokoh Lingkungan Wina, Ayer menekankan 2 pengertian verifikasi: – Verifikasi ketat (strong verification) Sejauh kebenaran suatu proposisi didukung pengalaman secara meyakinkan – Verifikasi lunak Proposisi mengandung pengalaman yang memungkinkan



Ayer harus mengakui: • Tidak perlu suatu ungkapan bahasa diverifikasi secara langsung – Dapat melalui kesaksian orang yg dipercaya • Fakta sejarah: “UUD 45 disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945”



• Tidak harus diverifikasi secara faktual, namun memiliki kemungkinan untuk diverifikasi – Di Mars terdapat makhluk hidup seperti manusia • Ungkaoan tsb bermakna > Meskipun belum diverifikasi secara faktual, tapi secara prinsip memiliki kemungkinan untuk diverifikasi



• Tidak harus dilakukan secara lengkap – Hanya sebagian saja • Ilmu alam dan fisika: Dalam segelas mengandung gula, verifikasi hanya perlu satu tetes air.



Ungkapan metafisis tidak bermakna Menurut Ayer: • Semua ungkapan metafisis seperti: teologi, etika, estetika, aksiologi =



omong kosong



/ nirarti



Contoh:



“Tuhan adalah pencipta segala sesuatu.” • Tidak mengungkapkan suatu realitas empiris • Sehingga ungkapan tsb = tidak bermakna



Reaksi terhadap metafisika sudah dilakukan oleh Russell dan Moore Tapi karena konsep Ayer sangat Radikal, maka:



Filsafat Ayer =



Radikalisme atas Filsafat Bertrand Russell (Bertens, 1981:36)



Filsafat Bahasa Biasa (The ordinary Language Philosophy)



Filsafat Bahasa Biasa (The ordinary Language Philosophy) • Konsep filsafat analitik berkembang sebagai reaksi ketidakpuasan dunia filsafat yang saat itu didominasi oleh kalangan teolog yang mengagungkan pentingnya metafisika. • Tokoh filsafat analitika bahasa berpendapat: – Banyak problema filsafat dapat diselesaikan melalui analisis bahasa



• BAHASA menjadi pusat perhatian kalangan filsuf analitik. • Mereka ingin membersihkan filsafat dari metafisika Untuk itu ada proyek spektakuler: Mewujudkan suatu bahasa yang ideal – Yaitu bahasa yang memiliki struktur logika dari realitas dunia



• Wittgenstein membuat : Tractatus Logico Philosophicus – Karya besar yang menekankan tentang logika bahasa



• Tokoh filsafat analitika bahasa memusatkan perhatian pada aspek semantik bahasa • Melalui kategori logika : menentukan bahasa yang bermakna dan tidak • Dengan yakin berpendapat: ungkapan metafisik tidak bermakna – Karena tidak menggambarkan realitas empirik



Namun, • Tokoh filsafat analitik lupa bahwa aspek semantik sendiri memiliki sifat metafisik karena tidak dapat dicerap indera manusia • Sebagaimana teori Russell: Yang mengungkapkan bagaimana dunia diasalkan kepada fakta-fakta atomis. • Pemikiran ini = tidak berdasar pada data empiris – Melainkan hanya analisis melalui bahasa.



Begitu juga Pemikiran Wittgenstein melalui Tractatus • Didalamnya mengandung dasar-dasar metafisika • Formulasi logika bahasa yang dikembangkan Wittgenstein juga akhirnya menemui keterbatasan dan kesulitan. • Sehingga dia menyatakan: – Setiap orang yang membaca Tractatus pada akhirnya akan sampai pada titik dimana dia mengerti bahwa ungkapan-ungkapan bahasa didalamnya sebenarnya tidak bermakna.



Pemikiran Wittgeinstein periode II Philosophical Investigations



Pemikiran Wittgeinstein periode II Philosophical Investigations • Pemikiran Wittgeinstein periode II tertuang dalam Philosophical Investigations • Karya ini bertolak belakang dengan Tractatus Yang berdasar pada semantik dan formulasi logika



• Pada karyanya yang ini dia menyadari bahwa – Bahasa yang diformulasikan melalui logika sebenarnya sangat tidak mungkin untuk dikembangkan dlaam filsafat. – Bahkan dalam kehidupan manusia, terdapat banyak konteks yang tidak mungkin hanya diungkapkan dengan formulasi logika bahasa.



Pengakuan… • Wittgeinstein secara jujur mengakui kelemahan dan kesalahan pada karyanya yang pertama – (diungkap dalam kata pengantar Philosophical investigations)



• Dalam Philosophical investigations pendapatnya yang pertama (p:144 par2)



Wittgeinstein



menolak



• Menurutnya: –



bahasa tidak hanya untuk mengungkapkan proposisi-proposisi logis melainkan digunakan dalam banyak cara yang berbeda untuk mengungkap pembenaran, pertanyaan-pertanyaan, perintah, pengumuman dan banyak lagi gejala yang dapat diungkapakan dengan kata-kata.



Oleh karena itu Wittgeinstein semakin sadar bahwa: Dalam kenyataannya bahasa sehari-hari sudah cukup untuk mengungkapkan pemikiran-pemikiran filosofis



Tata Permainan Bahasa (Language Games)



Tata Permainan Bahasa (Language Games) • Philosophical investigations adalah suatu bentuk filsafat bahasa yang paling kuat. – Menjadi pembuka jalan pemikiran filsafat yang menaruh perhatian pada bahasa biasa (ordinary language)



• Esensi dari pandangan wittgeinstein yang kedua adalah bahwa: “makna sebuah kata itu adalah penggunaannya dalam bahasa dan bahwa makna bahasa itu adalah penggunaannya di dalam hidup.”



(P.I., par : 340)



• PI lebih menekankan pada aspek pragmatik bahasa. – Lebih meletakkan bahasa dalam fungsinya sebagai alat komunikasi manusia. – Bahasa tidak hanya punya 1 struktur logis, tapi penggunannya bersifat kompleks dalam berbagai bidang kehidupan.



Sehingga • Tugas filsafat: menerangkan dan menguraikan bahasa TANPA melakukan interfensi didalamnya. • Wittgeinstein membuka pandangan baru dalam berfilsafat. – Yaitu tidak lagi berdasar pada logika formal dan matematis – Tapi pada bahasa sehari-hari > bahasa yang dipakai di kehidupan sehari-hari (ordinary language)



Language Games • Istilah language games dipakai oleh Wittgeinstein dalam arti bahwa menurut kenyataan penggunaannya, bahasa merupakan sebagian dari suatu kegiatan atau merupakan suatu bentuk kehidupan. • jadi kita dapat melihat kemajemukan permainan bahasa itu dalam kehidupan sehari-hari



Contoh: – – – – – – – – –



Memberikan perintah dan menaatinya, menguraikan keadaan suatu benda, ukurannya Menyusun hipotesis Bersenda gurau Membuat lelucon Bertanya Berterima kasih Berdoa Dll



• Setiap ragam permainan bahasa punya aturannya sendiri. –



mencerminkan ciri khas permainan bahasa yang bersangkutan



Setiap konteks kehidupan manusia menggunakan bahasa tertentu yang memiliki peraturan-peraturan tertentu • Wittgeinstein menunjukkan bahwa dalam suatu permainan pasti memiliki aturan yang harus diataati > pedoman permainan • Begitu juga dengan bahasa – aturan permainannya tidak dapat dicampuradukkan satu dengan lainnya. – Campur aduk = bisa terjadi kekacauan – Jadi



mustahil



menentukan aturan permainan bahasa



yang



bersifat umum yang berlaku dalam berbagai konteks kehidupan.



kesimpulan • Makna sebuah kata adalah tergantung penggunaannya dalam suatu kalimat, • adapun makna kalimat adalah tergantung penggunaannya dalam bahasa, • sedangkan makna bahasa adalah tergantung penggunaannya dalam hidup. (P.I., prg. 23)



Terima Kasih...