Progress 7 Kelompok 9 - TUBES PBPAL [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Tahu merupakan makanan tradisional berbahan dasar kacang kedelai yang digemari oleh sebagian besar masyarakat Indonesia karena mengandung gizi yang baik dan sehat serta harga terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat membuat tahu menjadi makanan yang cukup populer di kalangan masyarakat Indonesia. Hal ini tampak dari konsumsi tahu sebanyak 0,158 kg/kapita/minggu menjadikan tahu masuk dalam 10 besar bahan makanan penting (Badan Pusat Statistik, 2019). Saat ini hampir di tiap kota di Indonesia dapat ditemukan industri tahu. Umumnya industri tahu termasuk ke dalam industri kecil yang dikelola oleh rakyat dan beberapa diantaranya masuk dalam wadah Koperasi Pengusaha Tahu dan Tempe (KOPTI) karena pengolahan yang mudah dengan mesin dan peralatan sederhana. Pengolahan pembuatan tahu di Indonesia umumnya masih dilakukan dengan teknologi yang sederhana, sehingga tingkat efisiensi penggunaan sumber daya (air dan bahan baku) dirasakan masih rendah dan tingkat produksi limbahnya juga relatif tinggi. Limbah industri tahu dapat berupa limbah padat maupun limbah cair. Limbah padat dihasilkan dari proses penyaringan dan penggumpalan, limbah ini kebanyakan dijual dan diolah menjadi tempe gembus dan pakan ternak. Sedangkan limbah cairnya dihasilkan dari proses pencucian, perebusan, pengepresan dan pencetakan tahu, oleh karena itu limbah cair yang dihasilkan dari industri tahu volumenya cukup tinggi (Arsalan, 2019). Jumlah volume yang cukup tinggi serta seiring perkembangan industri tahu, apabila ditinjau dari segi lingkungannya industri tahu dapat menghasilkan limbah cair yang dapat mencemari lingkungan. Tidak jarang limbah tahu tersebut langsung dibuang menuju saluran air dan menimbulkan permasalahan bau yang terjadi akibat air limbah tahu bercampur dengan limbah rumah tangga yang mengalir sepanjang sistem drainase yang menyebabkan daerah di hilirnya terkena dampak berupa genangan air limbah tahu di area rumah warga, dan berpotensi menimbulkan gesekan sosial (BALITBANG PUPR). Selain itu akan berdampak pada segi estetika, seperti timbul bau dan warna, serta mengganggu keseimbangan ekologi hingga kematian pada biota perairan. Hal ini dikarenakan limbah cair tahu tempe memiliki karakteristik yaitu mengandung bahan organik tinggi dan kadar BOD, COD yang cukup tinggi pula, jika langsung dibuang ke badan air, maka akan menurunkan daya dukung lingkungan pada perairan tersebut. Salah satu faktor yang menentukan daya dukung lingkungan dalam kondisi baik atau tidak adalah akumulasi limbah dari aktivitas produksi.



Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No.5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah, Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Pengolahan Kedelai. Indikator pencemar bahan organik ditandai oleh parameter BOD, COD, TSS, dan pH. Pencemaran pada badan air juga dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia seperti diare, gatalgatal, radang usus, kolera juga dapat terjadi karena air yang kotor dan buruknya sanitasi lingkungan (Sayow dkk, 2020). Untuk mengatasi permasalahan limbah cair dari produksi tahu perlu dilakukan perancangan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) pada industri pembuatan tahu serta pengolahan limbah cair industri tahu secara fisik-kimia maupun secara biologis. Secara fisik-kimia teknologi atau alternatif pengolahan yang digunakan diantaranya adalah proses sedimentasi, koagulasi-flokulasi, dan oksidasi kimia. Secara proses biologi adapun alternatif yang dapat digunakan dapat berupa degradasi menggunakan bakteri dengan proses aerob maupun anaerob. Disisi lain pengolahan biologis yang dapat diterapkan adalah dengan degradasi menggunakan fungi. Adapun output yang diharapkan dari tugas besar ini adalah dalam perencanaan IPAL untuk industri tahu kita bisa mengetahui unit-unit serta ukuran dari IPAL berdasarkan kategori yang ada. Adapun aspek yang dikaji adalah aspek teknis berkaitan dengan penentuan alternatif pengolahan limbah cair berdasarkan standar baku mutu. 1.2



Rumusan Masalah Rumusan masalah yang menjadi dasar untuk dilakukannya Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Limbah Industri Tahu adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana menentukan kebutuhan air bersih per hari yang digunakan untuk desain instalasi pengolahan air limbah untuk industri tahu? 2. Bagaimana menghitung debit air limbah untuk Industri tahu? 3. Bagaimana menentukan Unit-Unit Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)? 4. Bagaimana menentukan 2 alternatif pemilihan teknologi pada unit pengolahan secondary treatment, kemudian menentukan unit pengolahan yang dipilih dengan menilai masing-masing teknologi pengolahan dari berbagai aspek? 5. Bagaimana menentukan dimensi Unit Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sehingga diperoleh kualitas effluentnya sesuai dengan standar baku mutu? 6. Bagaimana menentukan Mass Balance? 7. Bagaimana menentukan kehilangan energi dari masing-masing bak pengolahan?



1.3



Tujuan Tujuan dari Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Limbah Industri Tahu adalah sebagai berikut: 1. Untuk menentukan kebutuhan air bersih per hari yang digunakan untuk desain instalasi pengolahan air limbah untuk industri tahu. 2. Untuk menghitung debit air limbah untuk Industri tahu. 3. Untuk menentukan Unit-Unit Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). 4. Untuk menentukan 2 alternatif pemilihan teknologi pada unit pengolahan secondary treatment, kemudian menentukan unit pengolahan yang dipilih dengan menilai masing-masing teknologi pengolahan dari berbagai aspek. 5. Untuk menentukan dimensi Unit Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sehingga diperoleh kualitas effluentnya sesuai dengan standar baku mutu. 6. Untuk menentukan Mass Balance. 7. Untuk menentukan kehilangan energi dari masing-masing bak pengolahan.



1.4



Ruang Lingkup Ruang lingkup laporan ini meliputi perancangan bangunan pengolahan air limbah pada air limbah industri tahu dan desain unit-unit pengolahan seperti PreTreatment, Primary Treatment, Secondary Treatment, Tertiary Treatment, dan Pengolahan Lumpur pada industri tahu dengan menggunakan data yang didapatkan dan melakukan kajian studi mengenai Unit Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).



BAB II LANDASAN TEORI 2.1



Pengertian Air Limbah Limbah adalah bahan sisa atau buangan dari suatu kegiatan dan proses produksi yang sudah tidak terpakai lagi. Limbah juga tidak memiliki nilai ekonomi dan daya guna, melainkan bisa sangat membahayakan jika sudah mencemari lingkungan sekitar. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001, air limbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Limbah cair merupakan limbah yang dihasilkan dari proses industri yang berwujud cair dan mengandung padatan tersuspensi atau terlarut, akan mengalami proses perubahan fisik, kimia, maupun biologi yang menghasilkan zat beracun dan dapat menimbulkan gangguan ataupun resiko terjadinya penyakit dan kerusakan lingkungan. Limbah cair adalah limbah yang memiliki wujud cair. Limbah cair ini selalu larut dalam air dan selalu berpindah (kecuali ditempatkan pada wadah/bak). Contoh dari limbah cair ini adalah air bekas cuci pakaian dan piring, limbah cair dari Industri, dan lain-lain (Gusti, 2021).



2.2



Sumber Air Limbah Cair Sumber Air Limbah menurut Mudarisin (2004) dalam Palupi dkk. (2020), sumber-sumber air limbah dibedakan menjadi 3, yaitu: a. Air Limbah Industri Air limbah industri adalah air yang dihasilkan oleh industri, baik akibat proses produksi yang dihasilkan industri maupun dari proses lainnya. Limbah non domestik adalah limbah yang berasal dari pabrik, industri, pertanian, perikanan, transportasi, dan sumber-sumber lainnya. Limbah cair ini dapat berasal dari air bekas pencuci, bahan pelarut ataupun air pendingin dari industri-industri tersebut. Pada umumnya limbah cair industri lebih sulit dalam pengolahannya, hal ini disebabkan karena zat-zat yang terkandung di dalamnya yang berupa bahan atau zat pelarut, 6 mineral, logam berat, zatzat organik, lemak, garam-garam, zat warna, nitrogen, sulfida, amoniak, dan lain-lain yang bersifat toksik. b. Air Limbah Domestik atau Rumah Tangga Limbah cair domestik adalah limbah cair yang berasal dari usaha dan atau kegiatan pemukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen, dan asrama. Air limbah domestik mengandung berbagai bahan yaitu kotoran, urin dan air bekas cucian yang mengandung deterjen, bakteri dan virus (Black Water) dan air limbah non toilet (Grey Water). Air limbah toilet terdiri dari tinja, air kencing serta bilasan. Sedangkan air limbah non



toilet yakni air limbah yang berasal dari air mandi, air limbah cucian, air limbah dapur dan wastafel. c. Limbah Pertanian Limbah Pertanian yaitu limbah yang bersumber dari kegiatan pertanian seperti penggunaan pestisida, herbisida, fungisida dan pupuk kimia yang berlebihan. d. Infiltrasi Infiltrasi adalah masuknya air tanah ke dalam saluran air buangan melalui sambungan pipa, pipa bocor atau dinding manhole, sedangkan inflow adalah masuknya aliran air permukaan melalui tutup manhole, atap, area cross connection, saluran air hujan maupun air buangan. 2.3



Karakteristik Limbah Cair Dalam Resdiyono (2020), sifat fisik dan komposisi dalam air limbah yaitu: 1. Sifat fisik Sifat fisik air limbah terdiri dari 99.9% air dan 0,1% zat padat. Zat padat berupa zat organik dan anorganik (sebagai larutan). Air limbah rumah tangga sedikit berbau, berwarna gelap, dan agak berbusa, sering mengandung kotoran manusia dan sampah dapur. Temperaturnya lebih tinggi dari temperatur air bersih dan udara disekitarnya. Karakteristik fisika air limbah yang perlu diketahui adalah total solid, bau, temperatur, densitas, warna, konduktivitas, dan turbidity. a. Total Solid (TS) Total solid adalah semua materi yang tersisa setelah proses evaporasi pada suhu 103-105°C. Karakteristik yang bersumber dari saluran air domestik, industri, erosi tanah, dan infiltrasi ini dapat menyebabkan bangunan pengolahan penug dengan sludge dan kondisi anaerob dapat tercipta sehingga mengganggu proses pengolahan. b. Bau Timbul karena adanya aktivitas mikroorganisme yang menguraikan zat organik atau dari reaksi kimia yang terjadi dan menghasilkan gas tertentu. Bau biasanya timbul pada limbah yang sudah lama, tetapi ada juga yang muncul pada limbah baru misalnya limbah kulit atau limbah penyedap rasa. Pembusukan air limbah adalah merupakan sumber dari bau air limbah (Sugiharto, 1987). Hal ini disebabkan karena adanya zat organik terurai secara tidak sempurna dalam air limbah. c. Temperatur Temperatur ini mempengaruhi konsentrasi oksigen terlarut di dalam air. Air yang baik mempunyai temperatur normal 8°C dari suhu kamar 27°C. Semakin tinggi temperatur air (>27°C) maka kandungan oksigen



dalam air berkurang atau sebaliknya. Pembusukan terjadi pada suhu tinggi serta tingkat oksidasi yang juga lebih besar. Pengukuran suhu penting karena umumnya instalasi pengolah air limbah meliputi proses biologis yang bergantung suhu. Suhu air limbah biasanya lebih tinggi daripada air bersih, karena adanya tambahan air hangat dari perkotaan (Tchobanoglous, 1991) d. Density Density adalah perbandingan antara massa dengan volume yang dinyatakan sebagai (kg/m3). e. Warna. Pada dasarnya air bersih tidak berwarna, tetapi seiring dengan waktu dan meningkatnya kondisi anaerob, warna limbah berubah dari yang abu–abu menjadi kehitaman. Warna dapat berasal dari zat pewama. Warna juga merupakan ciri kualitatif untuk mengkaji kondisi umum air limbah. Jika coklat, umur air kurang dari 6 jam. Wama abu-abu muda, abu-abu setengah tua tandanya air sedang mengalami pembusukan oleh bakteri. Jika abu-abu tua hingga hitam berarti sudah busuk akibat bakteri. Warna adalah ciri kualitatif yang dapat dipakai untuk mengkaji kondisi umum air limbah. Air buangan industri serta bangkai benda organis yang menentukan warna air limbah itu sendiri (Sugiharto, 1987). f. Kekeruhan Terdiri dari benda kasar yang mengendap atau tidak terlarut dan benda tercampur/tersuspensi. Partikel di atas ukuran 10 mikron dapat disaring atau diendapkan, sedangkan ukuran di bawah 1 mikron memerlukan satu atau lebih cara pemisahan yang lebih tinggi. Kekeruhan menunjukkan sifat optis air yang mengakibatkan terbatasnya cahaya yang masuk ke dalam air. Hal ini terjadi karena adanya bahan terapung lumpur yang melayang dan juga terurainya zat-zat terentu seperti bahan organic dan jasad renik. Kekeruhan diukur dengan perbandingan antara intensitas cahaya yang dipendarkan oleh sampel air limbah dengan cahaya yang dipendarkan oleh suspensi standar pada konsentrasi yang sama (Sitorus dkk, 2021). 2. Sifat kimia Sifat kimia disebabkan oleh adanya zat-zat organik dan anorganik di dalam air limbah, yang berasal dari limbah manusia maupun kegiatan lain manusia. Zat organik dapat mengandung nitrogen seperti lemak, sedangkan zat anorganik dapat mengandung logam, fosfat, klor, dan gas. Pada air



limbah ada tiga karakteristik kimia yang perlu diidentifikasi yaitu bahan organik, anorganik, dan gas (Resdiyono, 2020). a. Bahan organik Pada air limbah bahan organik bersumber dari hewan, tumbuhan, dan aktivitas manusia. Bahan organik itu sendiri terdiri dari C, H, O, N yang menjadi karakteristik kimia adalah protein, karbohidrat, lemak dan minyak, surfaktan, pestisida dan fenol, dimana sumbernya adalah limbah domestik, komersil, industri kecuali pestisida yang bersumber dari pertanian. b. Bahan anorganik Jumlah bahan anorganik meningkat sejalan dan dipengaruhi oleh asal air limbah. Pada umumnya berupa senyawa-senyawa yang mengandung logam berat (Fe, Cu, Pb, dan Mn), asam kuat dan basa kuat, senyawa fosfat, senyawa-senyawa nitrogen (amoniak, nitrit, dan nitrat), dan juga senyawa- senyawa belerang (sulfat dan hidrogen sulfida). c. Gas Gas yang umumnya ditemukan dalam limbah cair yang tidak diolah adalah nitrogen (N2), oksigen (O2), metana (CH4), hidrogen sulfida (H2S), amonia (NH3), dan karbondioksida (CO2). 3. Sifat bakteriologi Sifat bakteriologi air limbah disebabkan oleh adanya kehidupan biologis atau mikrobiologis di dalamnya. Dalam proses metabolisme, mikroba menguraikan zat-zat terlarut maupun suspensi yang digunakan untuk pertumbuhan, pembentukan dinding sel dan sumber tenaga. Pada air limbah, karakteristik biologi menjadi dasar untuk mengontrol timbulnya penyakit yang dikarenakan organisme pathogen. Karakteristik biologi tersebut seperti bakteri dan mikroorganisme lainnya yang terdapat dalam dekomposisi dan stabilitas senyawa organik (Sitorus dkk. 2021). Parameter yang seiring digunakan adalah banyaknya kandungan mikroorganisme yang ada dalam kandungan air limbah. Mikroorganisme utama yang dijumpai pada pengolahan air buangan adalah : a. Bakteri dengan berbagai bentuk (batang, bulat, spiral). Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang dapat diajdikan sebagai indikator polusi pada buangan manusia. b. Jamur merupakan organisme yang mendekomposisikan karbon di biosfer dan dapat memecah materi organik, dapat hidup dalam pH rendah, suhu rendah dan juga area rendah.



c. Algae dapat menyebabkan busa dan mengalami perkembangan yang pesat. Algae menjadi sumber makanan ikan, bakteri yang akibatnya adalah kondisi anaerobik. 2.4



Baku Mutu Air Limbah Cair Air limbah yang dilepas ke lingkungan khususnya sungai haruslah memenuhi standar baku mutu air limbah. Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah, baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam media air dari suatu usaha dan/atau kegiatan. Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2016, baku mutu air buangan domestik dapat kita lihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Baku Mutu Air Limbah Domestik Parameter



Satuan



Kadar Maksimum



-



6-9



BOD



mg/lt



30



COD



mg/lt



100



TSS



mg/lt



30



Minyak dan Lemak



mg/lt



5



Amoniak



mg/lt



10



Jumlah/100 ml



3000



pH



Total Coliform



Sumber: PerMen LH RI Nomor 68 Tahun 2016 2.5



Perhitungan Debit Air Limbah Berikut ini adalah beberapa persamaan yang sekiranya akan digunakan dalam perencanaan. Adapun cara perhitungan debit rata-rata dan debit puncak sebagai berikut (Pamungkas, 2017): 1. Menginput data debit pemakaian air selama satu tahun dalam tabel. Data debit yang berasal dari rekening pemakaian air diinput ke dalam Tabel. Adapun kolom yang disediakan adalah bulan, pemakaian air, dan produksi air limbah. 2. Menghitung produksi air limbah dari pemakaian air bersih. Air limbah dihitung dengan cara mengasumsikan debit air limbah sebagai 70% pemakaian air. Produksi air limbah selanjutnya diinput juga kedalam



tabulasi yang telah dibuat sebelumnya. Perhitungan air limbah dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.1. Qair limbah = 70% x Qair bersih



...................................................(2.1)



3. Menghitung debit air limbah rata-rata dilakukan dengan menjumlah seluruh produksi air limbah selama satu tahun kemudian membagi debit tersebut dengan jumlah bulan dalam satu tahun. Perhitungan debit rata-rata menggunakan persamaan 2.2. Qave = ∑ Q .........................................................................................(2.2) 12 Keterangan: Qave = Debit limbah rata-rata (m3/bulan) ∑ Q = Jumlah debit dalam 12 bulan (m3/bulan) Debit yang diperoleh selanjutnya dikonversi baik dalam satuan m3/hari maupun dalam satuan m3/jam. Cara mengkonversi debit disajikan persamaan 2.3 dan 2.4. Qave (m3/hari) = m3 Q( ) ....................................................................(2.3) bulan 30 hari Qave (m3/hari) = m3 Q( ) ....................................................................(2.4) hari 24 jam 4. Menghitung Debit Petak Debit peak dihitung dengan mengalikan debit rata-rata dengan factor peak. Perhitungan debit peak menggunakan persamaan 2.5. Qpeak (m3/jam) =Qave x factor peak 2.6



............................................(2.5)



Pengolahan Air Limbah Menurut Surbakti (2017) klasifikasi pengolahan air limbah dikelompokkan atas: 1. Berdasarkan tingkat pengolahan, yang terdiri atas:



a. Pengolahan primer, merupakan proses pengolahan tahap awal yangdilakukan terhadap air limbah yang biasanya merupakan proses fisik. b. Pengolahan sekunder, merupakan proses pengolahan tahap kedua yang biasanya merupakan gabungan proses kimiawi dan biologis yang menggunakan mikroorganisme. c. Pengolahan tersier, merupakan proses pengolahan lanjutan dari pengolahan sekunder yang tidak dapat dihilangkan dalam proses pengolahan sekunder, seperti P dan N. 2. Berdasarkan unit operasi dan proses, yang terdiri atas: a. Pengolahan secara fisik, merupakan proses pengolahan dengan melakukan removal bahan pencemar secara fisik. Unit pengolahannya meliputi : Screening, Communitor, Grit Removal, Mixing, Sedimentasi dan Filtrasi. b. Pengolahan secara kimiawi, merupakan proses pengolahan dimana proses removal atau konversi kontaminan melalui penambahan bahan kimia dalam air buangan. Unit pengolahan meliputi: Presipitasi, Gas transfer, Koagulasi, Desinfeksi, dan Karbon aktif. c. Pengolahan secara biologis, merupakan proses pengolahan dengan melakukan removal kontaminan dalam air limbah melalui aktivitas biologis mikroorganisme. Pengolahan ini terutama digunakan untuk penghilangan bahan organik yang biodegradable dalam air limbah. Pengolahan biologis dapat dibedakan menurut pemakaian oksigennya: 1) Proses aerob, yaitu activated sludge, aerated lagoon, aerobic digester dan trickling filter. 2) Proses anaerob, yaitu anaerobic digestion, anaerobik filter, dan anaerobik ponds. 3) Proses fakultatif, yaitu facultative lagoon dan maturation ponds. 2.7



Teknologi Pengolahan Limbah Cair Terdapat beberapa teknologi yang dapat mengolah air limbah, antara lain pre-treatment, primary treatment, secondary treatment, tertiary treatment, dan pengolahan lumpur.



2.7.1 Teknologi Pengolahan Pre-treatment Dalam pengolahan air dan air limbah, pengolahan pendahuluan mungkin diperlukan untuk menghilangkan pengotor tertentu atau untuk membuat air atau air limbah dapat menerima pengolahan berikutnya.



1. Bar Screen Penyaringan merupakan unit yang penting untuk digunakan pada tahap awal proses pengolahan lumpur tinja. Unit ini bertujuan untuk menahan sampah/benda-benda padat besar yang terbawa dalam lumpur tinja agar tidak mengganggu dan mengurangi beban pada sistem pengolahan selanjutnya. Sampah/benda padat besar yang biasa ditemukan dalam lumpur tinja, diantaranya plastik, kain, kayu, dan kerikil. Pada IPLT yang menangani lumpur tinja dengan kapasitas debit influen relatif kecil, tahap penyaringan umumnya menggunakan manual bar screen (Direktorat Jenderal Cipta Karya, 2018). Manual bar screen juga dapat digunakan pada instalasi pengolahan dengan debit influen besar, tetapi hanya digunakan sebagai by-pass sebelum air limbah disaring menggunakan penyaring mekanis. Sampah-sampah yang tertahan pada bar screen harus sering dibersihkan karena apabila menumpuk dapat menyumbat dan mengganggu proses penyaringan. Pembersihan manual bar screen seringkali dilakukan menggunakan sikat besi dengan gigi-gigi yang disesuaikan dengan jarak antar bar (Direktorat Jenderal Cipta Karya, 2018). Tabel 2.2 Kriteria Desain Perencanaan Bar Screen Parameter



Nilai



Satuan



Lebar batang



4–8



mm



Tebal batang



25 – 50



mm



Kecepatan aliran



0,3 – 0,6



m/detik



4–8



mm



Jarak antar bar



25 – 75



mm



Kemiringan



45 – 60



derajat



Kehilangan tekanan pada bukaan



150



mm



Kehilangan tekanan pada max



800



mm



β (Persegi)



2,42



-



Lebar kisi



Sumber : Direktorat Jenderal Cipta Karya, 2018 Rumus Peritungan Desain : Tahap A: Menghitung dimensi saringan Q=



V A



.........................................................................................(2.6)



  



Lebar bukaan dibutuhkan = luas bukaan / kedalaman aliran Jumlah batang dibutuhkan = jumlah bukaan – 1 Lebar saluran = Lebar saringan maka, = (jumlah bukaan x lebar bukaan) + (jumlah batang x lebar batang)



Keterangan : A = Luas bukaan saringan (m2) Q = Debit air limbah (m3/detik) V = Kecepatan aliran lewat saringan (m/detik) 2. Bak Ekualisasi Bak ekualisasi berfungsi untuk menyeragamkan debit air limbah domestik yang berfluktuasi pada kondisi puncak dan minimum. Pertimbangan menggunakan bak ekualisasi dalam sistem ini ialah untuk meningkatkan kinerja pengolahan biologi karena akan mengurangi potensi efek shock loading serta dapat menstabilkan pH. Waktu detensi di bak ekualisasi maksimum 30 menit untuk mencegah terjadinya pengendapan dan dekomposisi air limbah domestik (Metcalf & Eddy, 1991). Tinggi muka air saat kondisi puncak harus berada di bawah aliran masuk agar tidak terjadi aliran balik. Setelah keluar dari bak ekualisasi ini, debit air limbah domestik yang berfluktuasi akan menjadi debit rata-rata. Untuk menghitung volume bak ekualisasi yang diperlukan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : V =T ×Q



.............................................................................(2.7)



Keterangan: V = volume bak (m3) T = waktu tinggal (jam) Q = laju rata-rata harian (m3/jam) Tabel 2.3 Kriteria Desain Bak Ekualisasi Parameter



Nilai



Satuan



Waktu detensi



6 – 10



jam



Kedalaman air minimum



1,5 – 2



m



1



m



Kemiringan dasar tangki



40 - 100



mm/m diameter



Laju pemompaan udara



0,01 – 0,015



m3/m2-menit



Ambang bebas (Freeboard)



Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Cetakan pertama, 2018 Adapun manfaat utama dari aplikasi bak ekualisasi antara lain: a. Pengolahan biologis ditingkatkan, karena shock loading dihilangkan atau dapat diminimalisir, zat penghambat dapat diencerkan, dan pH dapat distabilkan. b. Kualitas efluen dan kinerja tangki sedimentasi sekunder setelah pengolahan biologis ditingkatkan melalui peningkatan konsistensi dalam pembuatan padatan. c. Kebutuhan luas permukaan filtrasi efluen dikurangi, filter kinerja ditingkatkan, dan siklus filter-backwash yang lebih seragam dimungkinkan dengan muatan hidrolik yang lebih rendah. d. Dalam pengolahan kimia, redaman loading mass meningkatkan kontrol pakan kimia dan keandalan proses (Metcalf & Eddy, 2004). Adapun kekurangan dari flow equalization meliputi antara lain: a. Memerlukan area atau lokasi yang relatif besar. b. Fasilitas ekualisasi mungkin harus menanggung kontrol bau dekat daerah perumahan. c. Operasi dan pemeliharaan tambahan diperlukan d. Biaya modal meningkat. (Metcalf & Eddy, 2004) 2.7.2 Teknologi Pengolahan Primary Treatment Tujuan pengolahan yang dilakukan pada tahap ini adalah menghilangkan partikel-partikel padat organik dan organik melalui proses fisika, yakni sedimentasi dan flotasi. Sehingga partikel padat akan mengendap (sludge) sedangkan partikel lemak dan minyak akan berada diatas/permukaan (grease). Pengolahan tahap pertama merupakan proses pengolahan fisik yang ditujukan untuk menyisihkan material kasar berupa sampah, pasir, dan material tersuspensi (suspended solid) dengan menggunakan metode pengolahan fisik. Terdapat beberapa unit pengolahan pada tahap awal yakni Bak Ekualisasi (Equalization Tank) dan Bak Sedimentasi (Primary Sedimentation). 1. Bak Pengendap Awal Bak pengendapan awal atau primary sedimentation dioperasikan untuk mengendapkan senyawa organik solid dari limbah cair. Mayoritas suspended solid didalam air buangan bersifat lengket dan terflokulasi secara alami. Bak pengendapan awal bekerja dengan metode klasifikasi tingkat II tanpa penambahan senyawa koagulan, pengadukan maupun operasi flokulator. Materi organik seperti minyak dan lemak yang lebih berat dari air, secara perlahan akan mengendap dengan kecepatan 1,0 – 2,5 m/jam.



Bak pengendapan awal mempunyai tingkat penyisihan padatan (60 – 70) % dan tingkat penyisihan material organik (25 – 30) %. (Metcalf & Eddy, 1991). Bak pengendapan awal yang mengikuti proses pengolahan biologi dengan desain waktu detensi pendek dan lebih tingginya beban permukaan daripada sebagai unit. Bak pengendap awal befungsi untuk mengendapkan pasir, lumpur, dan kotoran lainnya. Bak ini dapat menyisihkan TSS sebesar 30 – 40%, COD 25%, dan BOD5 25%. Pengolahan bak sedimentasi atau bak pengendapan awal berbentuk persegi panjang yang terbuat dari pasangan batu bata dan tertutup yang dilengkapi dengan lubang kontrol, air limbah masuk melalui pipa inlet secara overflow, pemeliharaan dengan cara pengurasan manual (Direktorat Jenderal Cipta Karya, 2018). Kriteria-kriteria yang diperlukan untuk menentukan ukuran bak pengendap awal antara lain adalah waktu tinggal hidrolik, beban permukaan (surface loading), dan kedalaman bak. Waktu Tinggal Hidrolik (Hydraulic Retention Time, WTH) adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengisi bak dengan kecepatan seragam yang sama dengan aliran rata-rata per hari. Waktu tinggal dihitung dengan membagi volume bak dengan laju alir masuk, satuannya jam. Nilai waktu tinggal adalah T=



24 V Q



...........................................................................(2.8)



Keterangan: T = waktu tinggal (jam) V = volume bak (m3) Q = laju rata-rata harian (m3 per hari) Beban permukaan (surface loading), sama dengan laju alir (debit volume) rata-rata per hari dibagi luas permukaan bak, satuannya m 3 per meter persegi per hari. V 0=



Q A



...........................................................................(2.9)



Keterangan: Vo = laju limpahan / beban permukaan (m3/ m2. hari) Q = aliran rata-rata harian, (m3 per hari) A = total luas permukaan (m2)



Tabel 2.4 Kriteria Desain Bak Pengendap Awal Parameter Waktu Tinggal Hidrolik Overflow rate Aliran Rata-rata Aliran puncak Weir Loading Dimensi : Bentuk Persegi Panjang Panjang Lebar Kedalaman Kecepatan pengeruk lumpur Dimensi : Bentuk bulat (circular) Kedalaman Diameter Slope dasar Kecepatan sludge scrapper



Nilai



Satuan



1,5 – 2,5



jam



32 – 40 80 – 120 125 – 500



m3/m2.hari m3/m2.hari m3/m.hari



15 – 90 3 – 24 3–5 0,6 – 1,2



m m m m/menit



3–5 3,6 – 60 60 – 160 0,02 – 0,05



m m mm/m r/menit



Sumber : Metcalf & Eddy, 1979 2. Bak Netralisasi Bak netralisasi didesain untuk menerima, mengencerkan, dan menetralkan bahan-bahan berbahaya dalam air limbah seperti deterjen, sebelum dialirkan ke pengolahan selanjutnya. Bak netralisasi dilengkapi dengan monitor pH untuk mengontrol dan menetralkan pH air limbah yang terlalu tinggi (>8) ataupun terlalu rendah (