Promosi, Komunikasi Dan Advokasi Kesehatan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

“METODE ADVOKASI KESEHATAN” Dosen Pengampu : Dr. Asih Kuswardinah., M.Pd



DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 2 DIAH U’UM ULFIAH



(0613517002)



WAWAN ISKANDAR



(0613517008)



PROGRAM STUDI PASCASARJANA KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG TAHUN 2018



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hak asasi manusia dan modal investasi bangsa, serta merupakan salah satu dari 3 komponen utama yang mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu kesehatan perlu dipelihara, ditingkatkan dan diupayakan oleh setiap orang. Kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas sektor, oleh karena itu diperlukan kepedulian semua pihak terhadap kesehatan. Banyak orang dan banyak pihak yang belum menyadari pentingnya kesehatan dalam hidupnya. Masalah kesehatan seringkali kalah prioritas dibandingkan dengan masalah ekonomi dan kebutuha fisik lainnya. Oleh karena itu perlu upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan. Tingkat kesehatan dan kualitas SDM kita pada umumnya sangat rendah (urutan ke-109 di dunia) sehingga perlu upaya khusus untuk meningkatkan kesadaran semua pihak terhadap kesehatan ini. Dengan dicanangkannya Indonesia Sehat 2010, upaya mengenalkan kesehatan kepada berbagai pihak ini perlu dipacu, agar memperoleh dukungan dalam pelaksanaannya. Untuk itu perlu dilakukannya pendekatan komunikatif dan inovatif yang memperhatikan setiap segmen sasaran. Sehubungan dengan itu semua, perlu dilakukan advokasi kesehatan kepada berbagai pihak, terutama para penentu kebijakan dan berbagai sektor, termasuk lembaga perwakilan rakya baik di Pusat maupun daerah. Kurang berhasil atau kegagalan suatu program kesehatan, sering di sebabkan pembuat keputusan, baik di tingkat nasional maupun lokal (provinsi, kabupaten, atau kecamatan). Akibat kurangnya dukungan itu, antara lain rendahnya alokasi anggaran untuk program kesehatan,



kurangnya sarana dan prasarana, tidak adanya kebijakan yang menguntungkan bagi kesehatan dan sebagainya. Untuk memperoleh atau meningkatkan dukungan atau komitmen dari para pembuat kebijakan, termasuk para pejabat lintas sektoral diperlukan upaya disebut advokasi. Advokasi secara harfiah berarti pembelaan,



sokongan



atau



mempunyai



permasalahan.



bantuan Istilah



terhadap



advokasi



seseorang



mula-mula



yang



digunakan



dibidang hukum atau pengadilan. Sesorang yang sedang tersangkut perkara atau pelanggaran hukum, agar memperoleh keadilan yang sesungguh-sungguhnya. Mengacu kepada istilah advokasi dibidang hukum tersebut, maka advokasi dalam kesehatan diartikan upaya untuk memperoleh kesehatan. Promosi kesehatan memerlukan adanya advokasi kebijakan untuk menciptakan dukungan bagi pengembangan perilaku dan lingkungan sehat. Hal ini merupakan law enforcment yang dapat memaksa atau memobilisasi masyarakat untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Banyak orang yang masih belum menyadari pentingnya kesehatan. Kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas sektor sehingga masalah kesehatan sering kalah prioritas dibanding masalah ekonomi dan kebutuhan fisik lainnya. Oleh karena itu, upaya mengenalkan kesehatan perlu dipicu agar memperoleh dukungan dan kepedulian semua pihak. Perlu dilakukannya pendekatan persuasif, caracara komunikatif dan inovatif yang memeprhatikan setiap segmen sasaran untuk meningkatkan kesadaran semua pihak, oleh kerena itu diperlukannya



metode



advokasi



kesehatan



kebutuhan. 1.2 Permasalahan Bagaimana metode advokasi kesehatan ?



yang



sesuai



dengan



1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan umum Mengetahui berbagai jenis metode dalam advokasi kesehatan. 1.3.2 Tujuan khusus a. Mengetahui pengertian advokasi kesehatan.



b. Mengetahui tujuan advokasi. c. Mengetahui metode advokasi. d. Mengetahui unsur dasar advokasi. e. Mengetahui langkah-langkah advokasi.



f. Menganalisis metode advokasi kesehatan berdasarkan contoh kasus advokasi kesehatan.



BAB II PEMBAHASAN 2.1



Pengertian Advokasi Kesehatan Menurut Johns



Hopkins (1990) Advokasi adalah



usaha



untuk



mempengaruhi kebijakan publik melalui bermacam-macam bentuk komunikasi persuasif. Istilah advocacy/advokasi di bidang kesehatan mulai digunakan dalam program kesehatan masyarakat pertama kali oleh WHO pada tahun 1984 sebagai salah satu strategi global Pendidikan atau Promosi Kesehatan.WHO merumuskan bahwa dalam mewujudkan visi dan misi Promosi Kesehatan secara efektif menggunakan 3 strategi pokok, yaitu : 1. Advocacy, 2. Social support, 3. Empowerment. Istilah advokasi di bidang kesehatan mulai digunakan dalam program kesehatan masyarakat pertama kali oleh WHO pada tahun 1984 sebagai salah satu strategi global Pendidikan Kesehatan atau Promosi Kesehatan. Advokasi diartikan sebagai upaya pendekatan terhadap orang lain yang dianggap mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan suatu program atau kegiatan yang dilaksanakan. Oleh karena itu yang menjadi sasaran advokasi adalah para pemimpin atau pengambil kebijakan (policy makers) atau pembuat keputusan (decision makers) baik di institusi pemerintah maupun swasta. Advokasi terhadap kesehatan merupakan sebuah upaya yang dilakukan



orang-orang



di



bidang



kesehatan,



utamanya



promosi



kesehatan, sebagai bentuk pengawalan terhadap kesehatan. Advokasi ini lebih menyentuh pada level pembuat kebijakan, bagaimana orang-orang yang bergerak di bidang kesehatan bisa mempengaruhi para pembuat



kebijakan untuk lebih tahu dan memerhatikan kesehatan. Advokasi dapat dilakukan dengan mepengaruhi para pembuat kebijakan untuk membuat peraturan-peraturan yang bisa berpihak pada kesehatan dan peraturan tersebut dapat menciptakan lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku sehat dapat terwujud di masyarakat (Kapalawi, 2007). Melalui advokasi, promosi kesehatan masuk ke wilayah politik. Agar pembuat kebijakan mengeluarkan peraturan yang menguntungkan kesehatan. Advokasi adalah suatu cara yang digunakan guna mencapai suatu tujuan yang merupakan suatu usaha sistematis dan terorganisir untuk mempengaruhi dan mendesakkan terjadinya perubahan dalam kebijakan publik secara bertahap maju. Dalam advokasi peran komunikasi sangat penting, sehingga komunikasi dalam rangka advokasi kesehatan memerlukan kiat khusus agar komunikasi efektif. Kiat-kiatnya antara lain sebagai berikut : 1. Jelas (clear) : pesan yang akan disampaikan kepada sasaran harus disusun sedemikian rupa sehingga jelas, baik isinya maupun bahasa yang digunakan. 2. Benar (correct) : apa yang disampaikan (pesan) harus didasarkan kepada kebenaran. 3. Konkret (concrete) : apabila petugas kesehatan dalam advokasinya mengajukan usulan program yang dimintakan dukungan dari pembuat kebijakan yang terkait, maka harus dirumuskan dalam bentuk yang kongkrit (bukan kira-kira) atau dalam bentuk oprasional. 4. Lengkap



(complete):



timbulnya



kesalah-fahaman



atau missed-



communication adalah karena belum atau tidak lengkapnya pesan yang disampaikan kepada orang lain. 5. Ringkas (concise ) : pesan komunikasi harus lengkap, tetapi padat, tidak bertele-tele.



6. Meyakinkan (convince) : agar komunikasi advokasi dapat diterima oleh



para



pembuat



kebijakan,



maka



penyampaiannya



harus



meyakinkan. 7. Kontekstual (contextual) : advokasi kesehatan hendaknya bersifat kontekstual, artinya pesan atau program yang akan di advokasikan harus diletakkan atau dikaitkan dengan masalah pembangunan daerah yang bersangkutan. 8. Berani (courage) : seorang petugas kesehatan yang akan melakukan advokasi kepada para pembuat kebijakan, harus mempunyai keberanian berargumentasi dan berdiskusi dengan para pejabat yang bersangkutan. 9. Hati – hati (coutious) : meskipun berani, tetapi harus berhati-hati dan tidak boleh keluar dari etika berkomunikasi, hindari sikap ”menggurui” kepada pihak yang bersangkutan. 10. Sopan (courtous) : di samping hati-hati, advokator harus bersikap sopan; baik sopan dalam tutur kata maupun penampilan fisik, termasuk cara berpakaian. 2.2 Tujuan Advokasi Upaya advokasi dalam pembangunan kesehatan yang dilakukan adalah bertujuan untuk : 1. Agar kesehatan menjadi arus utama dalam pembangunan nasional. 2. Agar pembangunan kesehatan tidak lagi di anggap hanya sebagai



sektor pinggir 3. Agar sektor kesehatan tidak dianggap sebagai sektor yang hanya menghabiskan anggaran. 4. Implementasi dari “Health for All”.



Untuk mencapai tujuan di atas, terdapat 4 kesatuan dalam tujuan advokasi itu sendiri, yang antara lain : a. Komitmen politik ( Political commitment ) Komitmen politik dalam hal ini para pembuat keputusan atau penentu kebijakan dapat diwujudkan dengan penyataan dari pejabat eksekutif maupun legislatif mengenai dukungan atau persetujuan terhadap isu-isu kesehatan. b. Dukungan kebijakan ( Policy support ) Setelah adanya komitmen politik dari para eksekutif ,maka perlu ditindak-lanjuti dengan



advokasi lagi agar dikeluarkan kebijakan



untuk mendukung program yang telah memperoleh komitmen politik tersebut. c. Penerimaan sosial (Social acceptance ) Komitmen politik dan dukungan kebijakan dari eksekutif dan legislatif tadi, perlu di-sosialisasikan untuk memperoleh dukungan masyarakat. Penerimaan sosial artinya diterimanya suatu program oleh



masyarakat. Tokoh



masyarakat



(formal



dan



informal)



mempunyai peranan yang penting dalam sosialisasi, agar program dapat diterima di masyarakat. d. Dukungan sistem ( System support ) Agar suatu program kesehatan berjalan baik, maka perlunya tercipta sebuah lingkungan dan system (mekanisme) yang mendukung terlaksananya suatu program secara efektif dan efisien. 2.3 Metode Advokasi Dalam rangka melakukan sebuah advokasi terhadap pihak yang bersangkutan, terdapat beberapa metode/teknik yang dapat digunakan. Metode atau cara dan teknik advokasi untuk mencapai tujuan. antara lain:



1. Lobi politik (political lobiying) Lobi adalah berbincang – bincang secara informal dengan para pejabat untuk mengimpormasikan dan membahas masalah dan program kesehatan yang akan dilaksanakan. 2. Seminar / presentasi Seminar atau presentasi yang dihadiri oleh para pejabat lintas program dan lintas sektor. Petugas kesehatan menyajikan masalah kesehatan di wilayah kerjanya, lengkap dengan data dan ilustrasi yang menarik, serta rencana program pemecahannya, diperoleh komitmen dan dukungan terhadap program yang akan dilaksanakan. 3. Media Advokasi media adalah melakukan kegiatan advokasi dengan menggunakan media khususnya media massa. Melalui media cetak maupun media elektronik permasalahan kesehatan disajikan baik dalam bentuk lisan, artikel, berita, diskusi, penyampain pendapat, dan sebagainya. 4. Perkumpulan peminat (asosiasi) Asosiasi atau perkumpulan orang – orang yang mempunyai minat atau interes terhadap permasalahan tertentu atau perkumpulan propesi , juga merupakan bentuk advokasi. 2.4 Pendekatan Advokasi Kesehatan Kata kunci dalam proses atau kegiatan advokasi ini adalah pendekatan persuasive, secara dewasa, dan bijak, sesuai keadaan yang memungkinkan tukar pikiran secara baik (free choice). Menurut UNFPA dan BKKBN (2002) terdapat lima pendekatan utama dalam advokasi: 1. Melibatkan para pemimpin Para pembuat Undang-undang, mereka yang terlibat dalam penyusunan hukum, peraturan maupun pemimpin politik yaitu mereka yang menetapkan kebijakan public sangat



berpengaruh dalam menciptakan perubahan yang terkait dengan masalah sosial termasuk kesehatan. 2. Bekerja dengan media massa Media massa sangat berperan penting dalam membentuk opnini publik. Media juga sangat kuat dalam mempengaruhi persepsi public atas isu atau masalah tertentu terutama dalam hal kesehatan. Mengenal, menbangun, dan menjaga kemitraan dengan media massa sangat penting dalam proses advokasi. 3. Membangun kemitraan Dalam upaya advokasi sangat penting dilakukan upaya jaringan, kemitraan yang berkelanjutan dengan individu, organisasi-organisasi dan sektor lain yang bergerak dalam sektor yang sama, dalam hal ini adalah kesehatan. Kemitraan ini dibentuk oleh individu , kelompok yang bekerja sama yang bertujuan untuk mencapai tujuan umum yang sama. 4. Memobilisasi massa Merupakan suatu proses mengorganisasikan individu yang telah termotivasi kedalam kelompok-kelompok atau mengorganisasikan kelompok yang sudah ada. Dengan mobilisasi dimaksudkan agar motivasi individu dapat diubah menjadi tindakan kolektif. 5. Membangun



kapasitas



Maksudnya



adalah



melembagakan



kemampuan untuk mengembangkan dan mengelila program yang komprehensif dan membangun kritikal massa pendukung yang memiliki ketrampilan advokasi. 2.5 Unsur Dasar Advokasi Terdapat beberapa hal ang menjadi unsur dasar advokasi, yaitu : 1. Penetapan tujuan advokasi. Sering sekali masalah kesehatan masyarakat sangat kompleks karena banyak faktor yang saling



berpengaruh. Agar upaya advokasi dapat berhasil tujuan, advokasi perlu dibuat lebih spesifik. 2. Pemanfaatan data dan riset untuk advokasi. Adanya data dan riset untuk pendukung sangat penting agar keputusan dibuat berdasarkan informasi yang tepat dan benar. 3. Identifikasi khalayak sasaran advokasi. Apabila isu, tujuan, dan upaya advokasi telah disusun, upaya advokasi harus ditunjukan bagi kelompok yang dapat membuat keputusan dan idealnya ditujukan bagi orang yang berpengaruh dalam pembuatan keputusan. 4. Pengembangan dan penyampaian pesan advokasi. Khalayak sasaran berbeda bereaksi tidak sama atas pesan yang berbeda. Seorang tokoh politik mungkin termotivasi kalau dia mengetahui bahwa banyak dari konstituen yang diwakilinya peduli terhadap masalah tertentu. 5. Membangun



koalisi.



Sering



kali



kekuatan



sebuah



advokasi



dipengaruhi oleh jumlah orang atau organisasi yang mendukung advokasi tersebut. Hal ini sangat penting dimana situasi dinegara tertentu sedang membangun masyarakat demokratis dan advokasi me rupakan suatu hal yang relatif baru. 6. Membuat



persentasi



yang



persuasif.



Kesempatan



untuk



mempengaruhu khalayak sasaran kunci sering sekali terbatas waktunya. 7. Penggalangan dana untuk advokasi. Semua kegiatan termasuk upaya advokasi memerlukan dana. 8. Evaluasi upaya advokasi. Untuk menjadi atvokator yang tangguh diperlukan unpan balik berkelanjutan serta evaluasi atas upaya advokasi yang telah dilakukan.



2.6 Langkah – Langkah Advokasi Menurut Depkes (2007), terdapat 5 langkah kegiatan advokasi, antara lain: 1. Identifikasi dan analisis masalah atau isu Masalah atau isu advokasi perlu dirumuskan berbasis data atau fakta. Data sangat penting agar keputusan yang dibuat berdasarkan informasi yang tepat dan benar. Data berbasis fakta sangat membantu menetapkan masalah, mengidentifikasi solusi dan menentukan tujuan yang realistis. Adanya data dan fakta yang valid seringkali menjadi argumen yang sangat persuasive. 2. Identifikasi dan analisis kelompok sasaran Sasaran kegiatan advokasi ditujukan kepada para pembuat keputusan atau penentu kebijakan, baik di bidang kesehatan maupun di luar sektor kesehatan yang berpengaruh terhadap publik. Tujuannya agar para pembuat keputusan mengeluarkan kebijakan, UU, dan instruksi yang menguntungkan kesehatan. Perlu ditetapkan siapa saja yang



menjadi



sasaran,



mengapa



perlu



di



advokasi,



apa



kecenderungannya, dan apa harapan kepadanya. 3. Menyiapkan dan mengemas bahan informasi Tokoh politik mungkin termotivasi dan akan mengambil keputusan jika mereka mengetahui secara rinci besarnya masalah kesehatan tertentu. Oleh sebab itu, penting untuk diketahui pesan atau informasi apa yang diperlukan agar sasaran yang dituju dapat membuat keputusan yang mewakili kepentingan advokator. Kata kunci untuk bahan informasi ini adalah informasi yang akurat, tepat dan menarik. Beberapa pertimbangan dalam menetapkan bahan informasi ini meliputi :



a. Bahan informasi minimal memuat rumusan masalah yang dibahas, latar belakang masalahnya, alternative mengatasinya, usulan peran atau tindakan yang diharapkan, dan tindak lanjut penyelesaiannya. Bahan informasi juga minimal memuat tentang 5W 1H tentang permasalahan yang diangkat. b. Dikemas menarik, ringjkas, jelas dan mengesankan. c. Menyertakan data pendukung, ilustrasi contoh, gambar dan bagan. 4. Rencanakan teknik atau kegiatan operasional



Beberapa teknik atau kegiatan operasional advokasi dapat meliputi konsultasi, lobi, pendekatan atau pembicaraan formal/informal terhadap para pembuat keputusan, negosiasi, dan seminar-seminar kesehatan. 5. Laksanakan kegiatan pantau dan evaluasi serta tindak lanjut. Upaya advokasi selanjutnya adalah melaksanakan kegiatan sesuai rencana yang telah disusun, memantau dan mengevaluasi, serta melakukan tindak lanjut. Evaluasi diperlukan untuk menilai ketercapaian tujuan serta menyempurnakan dan memeperbaiki strategi advokasi. Untuk menjadi advokat yang tangguh, diperlukan umpan balik berkelanjutan dan evaluasi terhadap upaya advokasi yang telah dilakukan. Meyakinkan para pembuat kebijakan dan pembuat keputusan terhadap pentingnya program kesehatan tidaklah mudah, memerlukan argumentasi yang kuat. Berikut adalah beberapa hal yang dapat memperkuat argumen dalam melakukan kegiatan aplikasi antara lain : a. Credible : adalah suatu sifat pada seseorang atau institusi yang menyebabkan orang atau pihak lain mempercayainya. b. Layak (feasibel) : artinya program yang diajukan tersebut baik secara teknik, politik, maupun ekonomi dimungkinkan atau layak.



c. Relevan (relevant) : program yang diajukan tersebut paling tidak harus



mencakup



masyarakat,



dan



2



kriteria,



benar-benar



yakni;



memenuhi



memecahkan



kebutuhan



masalah



yang



dirasakan masyarakat. d. Penting dan mendesak (urgent) : artinya program yang diajukan harus mempunyai urgensi yang tinggi; harus segera dilaksanakan dan kalau tidak segera dilaksanakan akan menimbulkan masalah yang lebih besar lagi. e. Prioritas tinggi (high priority) : artinya program yang diajukan tersebut harus mempunyai prioritas yang tinggi. 2.7 Contoh Advokasi Kesehatan (Advokasi Kawasan Tanpa Asap Rokok 1. Advokasi pengembangan KTR (Kawasan Tanpa Rokok) di Desa



Komba, Kec. Limbong Kab. Luwu Utara KTR



(Kawasan Tanpa



Rokok) sebenarnya



sudah



lama



didengungkan di dunia kesehatan. Sudah banyak Desa, Kelurahan, Kabupaten hingga sektor Usaha Swasta yang mencoba menerapkan KTR diwilayahnya masing-masing. Tetapi selama itu pula, tidak semua program KTR berjalan dengan lancar dan sukses. Salah satu Desa yang sukses menerapkan KTR dan menjadi pionir khususnya didaerah Sulawesi Selatan adalah Desa Bone-bone di Kabupaten Enrekang sejak tahun 2005. Desa ini bahkan terkenal sampai ke manca negara karena keunikannya dalam menerapkan program KTR. Melihat hal tersebut, pemerintah mulai dari Pusat hingga pemerintah Kabupaten mulai memperhatikan dan mengeluarkan aturan/perda yang mengatur tentang penerapan KTR. Tak terkecuali di Kab. Luwu Utara. Sampai tahun 2012 sudah ada 3 Desa di Kab. Luwu Utara yang menerapkan KTR. Untuk itu, pada tahun 2013 ini



pemerintah Kab. Luwu Utara bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Luwu



Utara



berupaya



meningkatkan



persentase



desa



yang



menerapkan KTR di wilayahnya. Untuk wilayah kerja UPTD Puskesmas Limbong, Kab. Luwu Utara sendiri, menargetkan ada satu desa yang menerapkan KTR di Tahun 2013. Melalui kerjasama dengan Dinas Kesehatan dan Pemerintah Kecamatan Limbong sebelumnya, maka ditentukanlah Desa Komba sebagai target pilot project KTR di Kecamatan Limbong dengan melihat kesediaan dan kemampuan Sumber Daya yang dimiliki. Sebagai tahapan awal, maka dilaksanakanlah pertemuan Advokasi Pengembangan KTR di Desa Komba pada tanggal 19 Februari 2013. Hal ini sangat penting dilakukan sebagai tahapan awal pengenalan tentang KTR kepada masyarakat sehingga masyarakat mengetahui apa manfaat, dampak dan perlunya mereka menerapkan KTR. Ini menjadi semacam pemicuan bagi masyarakat untuk mengambil kesepakatan bersama dalam menerapkan KTR. Hasil pertemuan Advokasi Pengembangan KTR tersebut diuraikan sebagai berikut : a. Peserta



Jumlah peserta/masyarakat yang mengikuti pertemuan ini sebanyak 25 orang yang terdiri dari perwakilan Kec. Limbong, Kepala Desa Komba, Kepala BPD, Anggota BPD, Kepala Dusun, Kepala Sekolah, Tokoh Masyarakat, Tokoh Pemuda, PKK, Kader Desa Siaga/Posyandu dan Bidan Desa. Pertemuan ini dihadiri pula oleh Sekretaris Dinas dan Kabid. Bina Pelayanan Kesmas bersama staf dari Dinas Kesehatan Kab. Luwu Utara dan Kepala UPTD Puskesmas Limbong beserta staf Promosi Kesehatan.



Hal yang menarik dari peserta pertemuan ini adalah bahwa hampir 80% peserta merupakan perokok berat/aktif yang memang sengaja dipanggil oleh Kepala Desa. Hal ini pun mendapat kesan dari Sekretaris Dinkes Lutra saat memberikan sambutannya. b. Tempat dan Waktu Tempat penyelenggaraan dilaksanakan di Aula Kantor Desa Komba Kecamatan Limbong, pada hari Selasa, tanggal 19 Februari 2013. c. Hasil-hasil Materi yang paparkan dalam pertemuan Advokasi Pengembangan KTR antara lain : 1) Pengertian, sasaran, Latar belakang, Landasan Hukum, Tujuan dan Manfaat penerapan KTR 2) Langkah-langkah



teknis



dalam



mempersiapkan



dan



menerapkan KTR 3) Perumusan Kebijakan KTR 4) Rencana kegiatan tindak lanjut Monitoring dan Evaluasi pelaksanaan KTR 5) Metode intervensi dilakukan dengan Presentasi dan Diskusi/ Tanya Jawab 6) Media/ alat yang dipergunakan adalah Notebook, Wireless dan Printout materi 7) Hasil pertemuan, antara lain : a) Semua peserta yang hadir dalam pertemuan setuju dan berkomitmen untuk menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Desa Komba, yang dibuktikan melalui tanda tangan seluruh peserta dalam daftar hadir b) Ruang lingkup sasaran KTR yang disepakati mencakup Kantor Desa Komba, Sarana Pendidikan (SDN 058 Komba



dan SDN 233 Lasa), Masjid Komba, Sarana Kesehatan (Pustu Komba, Posyandu Matahari dan Posyandu Matahari dan



Posyandu



Flamboyan),



Rumah



dan



Tempat



Pesat/Hajatan c) Terbentuk Komite Pelaksana KTR Desa Komba Kec. Limbong Tahun 2013 yang diketuai oleh Kepala Desa Komba d) Rumusan Kebijakan KTR yang tertuang dalam sebuah draft yang nantinya akan dibuatkan dalam bentuk Peraturan Desa (Perdes) dan diundangkan oleh Sekretaris Desa Komba d. Saran dan Tindak Lanjut 1) Komite Pelaksana KTR Desa Komba Kec. Limbong Tahun 2013 yang sudah terbentuk akan dibuatkan dalam bentuk SK yang ditandatangani oleh Kepala Desa Komba 2) Apabila sudah disahkan, Perdes yang mengatur tentang KTR akan dibagikan kepada semua Komite Pelaksana KTR Desa Komba dan disosialiasikan secara berlanjut kepada masyarakat 3) Pihak Pemerintah Desa bekerjasama dengan Puskesmas Limbong menyiapkan papan informasi KTR dan poster KTR/ Larangan Merokok di wilayah sasaran KTR serta diupayakan stiker bagi rumah yang bebas asap rokok 4) Kegiatan Monitoring dan Evaluasi akan terus dilakukan setiap 6 bulan untuk memantau perkembangan pelaksanaan KTR melalui koordinasi Komite Pelaksana KTR dengan Puskesmas Limbong. 2. Advokasi “Kawasan Kampus Bebas Rokok”



di Universitas



Diponegoro dan Universitas Dian Nuswantoro Semarang a. Latar Belakang



Merokok merupakan suatu kebiasaan yang merugikan kesehatan dan penyebab utama runtuhnya kesehatan manusia serta menyebabkan kematian dini. Lima ratus juta orang yang dewasa ini hidup di muka bumi akan meninggal akibat kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok kini merupakan penyebab kematian 10 % penduduk dunia. Pada tahun 2030, atau bahkan mungkin lebih cepat dari itu, satu dari enam manusia akan meninggal akibat kebiasaan merokoknya. Rokok, satu benda yang begitu populer di kalangan masyarakat. Kampus sebagai wahana berekspresi mahasiswa dalam berbagai kegiatan seringkali memerlukan dana besar dalam setiap pelaksanaannya, sehingga ketika ada sponsor yang berani menawarkan



dana



besar



pastilah



menggiurkan



bagi



mahasiswa.



menjadi



Oleh



karena



sesuatu itu



yang



tidaklah



mengherankan, dengan berbagai strateginya perusahaan rokok bermodal besar siap mendukung berbagai kegiatan yang diajukan kepada mereka, apalagi jika kegiatan itu yang bersifat having fun dan “anak muda banget”. Maka industri rokok, di kalangan mahasiswa, adalah “nirwana“ sumber dana, sponsor yang paling mudah mengeluarkan dana dan siap mengeluarkan dana besar untuk proposal yang diajukan. Namun ternyata, di balik “nirwana” dana tersebut, ada sebuah aturan dan etika yang secara terang-terang dilibas habis oleh industri rokok. Di dalam kampus, industri rokok tidak lagi mengindahkan peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah, yaitu PP No. 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan. Di dalam peraturan tersebut, tepatnya pasal 22 secara jelas dinyatakan bahwa institusi pendidikan adalah kawasan tanpa rokok.



Universitas Diponegoro (Undip) adalah salah satu perguruan tinggi negeri di Kota Semarang yang merupakan tempat bagi sekitar 37.609 orang mahasiswa dari berbagai penjuru Indonesia menimba ilmu, dengan jumlah dosen tetap 1.646 orang dan 600 staf pengajar tidak tetap. Sedangkan Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) adalah salah satu perguruan tinggi swasta terbesar di Semarang dengan jumlah mahasiswa sekitar 9.000 orang dan staf pengajar sekitar 300 orang. Undip maupun Udinus adalah rujukan bagi



aktivitas



akademik



maupun



kemahasiswaan



di



Kota



Semarang sehingga penting menerapkan kawasan bebas rokok di kampus ini untuk mengawali terciptanya kawasan bebas rokok di Semarang khususnya dan Jawa Tengah umumnya. Advokasi ”Kawasan Kampus Bebas Tembakau” tahun 2008 di Undip akan dimulai di Fakultas Kesehatan Masyarakat, sedangkan di Udinus di Fakultas Kesehatan dan Fakultas Ekonomi. Di Udinus dipilih dua fakultas tersebut karena keduanya terletak pada gedung yang sama. Program ini diharapkan akan berlanjut ke fakultas-fakultas lain pada tahun berikutnya. b. Tujuan Kebijakan (Policy Objectives)



Lahirnya kebijakan “Kawasan Kampus Bebas Tembakau” yang diimplementasikan secara nyata di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro serta Fakultas Kesehatan dan ekonomi Universitas Dian Nuswantoro Semarang. c. Target 1) Rektor, Wakil Rektor I, II, dan III Universitas Diponegoro 2) Rektor, Wakil Rektor I, II, dan III Universitas Dian Nuswantoro 3) Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro 4) Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro



5) Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Dian Nuswantoro d. Pesan (Message)



1) ”Kawasan Kampus Tanpa tembakau” akan meningkatkan citra kampus sebagai lembaga pendidikan yang peduli dengan masa depan generasi bangsa. 2) Menciptakan



kampus



yang



mandiri



secara



intelektual,



akademik, dan ekonomi tanpa tembakau. 3) Tanpa tembakau kawasan kampus menjadi lebih sehat, aktivitas kampus lebih optimal, mahasiswa lebih berprestasi. 4) Merokok dan Promosi rokok di kampus adalah tindakan melanggar peraturan (elegal) e. Penyampai Pesan (Messanger)



1) Tim Advokasi ”Kawasan Kampus Tanpa tembakau” Undip dan Udinus 2) Undip : Prof. Ir. Eko Budiharjo, M.Sc. 3) Udinus : dr. Lily Kresnowati f.



Metode Penyampaian Pesan (Ensure Message Reaches The Policy Maker) 1) Audiensi dengan Rektor, Wakil Rektor di Undip dan Udinus 2) Round table discucussion dengan Rektor, Wakil Rektor, Dekan,



Kepala Biro di Undip dan Udinus 3) Seminar tentang ”Kawasan Kampus Tanpa tembakau” di Undip dan Udinus 4) Mobilisasi



massa



dengan



aksi



simpatik



mahasiswa



”Membebaskan Kampus dari Tembakau” 5) Deklarasi ”Kawasan Kampus Tanpa tembakau” di Undip dan Udinus g. Penggunaan Media Secara Efektif (Utilize Media Effectively)



Media



adalah



kekuatan



penting



dalam



pelaksanaan



”Kawasan Kampus Tanpa tembakau”. Beberapa media yang akan dipakai untuk mengkampanyekan ”Kawasan Kampus Tanpa tembakau” adalah : 1) TVKU (Televisi Kampus Udinus) yang merupakan televisi lokal yang mempunyai daya jangkau siaran di Pantura dan sebagian Jawa Tengah bagian Selatan. TVKU bisa dijadikan media kampanye ”Kawasan Kampus Tanpa tembakau” melalui acara talkshow (evening talks), peliputan kegiatan diskusi, seminar, deklarasi (edunews) maupun program Campus on TV, serta iklan layanan masyarakat. 2) Televisi lokal lain seperti TVB, Cakra Semarang TV, Pro TV, TVRI



Semarang



melalui



program



news,



iklan



layanan



masyarakat dan program lain yang memungkinkan. 3) Televisi Nasional (Metro TV, SCTV, RCTI, Trans TV, Trans 7, dll) melalui program News 4) Koran Suara Merdeka, Jawa Pos dan Kompas melalui berita dan opini. 5) Media alternatif yang dipakai adalah ”Kampanye Kampus Tanpa Tembakau” yang dilakukan dengan pentas musik, teater, tari, pameran fotografi, pameran poster tentang bahaya rokok. h. Kekuatan dan Kelemahan Promosi Rokok (The Strengths And



Weaknesses Of The Opposition) 1) Kekuatan Promosi Rokok a) Rokok



menyumbangkan



dana



untuk



kegiatan



kemahasiswaan di kampus (pentas musik dan event olah raga) b) Rokok memberikan beasiswa untuk mahasiswa



c) Sebagian besar civitas akademika di kampus adalah prorokok 2) Kelemahan Promosi Rokok a) Promosi rokok di kampus melanggar PP No. 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, pasal 22 yang menyatakan bahwa institusi pendidikan adalah kawasan tanpa rokok. b) Promosi rokok di kampus merusak masa depan generasi muda Indonesia. i.



Pihak-Pihak yang Bisa Dilibatkan (Other Voices) 1) BEM



dan



Himpinan



Mahasiswa



di



Fakultas



Kesehatan



Masyarakat Universitas Diponegoro 2) BEM dan Himpinan Mahasiswa di Fakultas Kesehatan dan Fakultas Ekonomi Universitas Dian Nuswantoro 3) LSM



Lembaga



Perlindungan



Konsumen,



Lembaga



Perlindungan Anak. 4) Indonesia Tobacco Control Network terutama untuk dukungan narasumber 5) Korps Sukarela PMI (KSR PMI) di masing-masing universitas 6) UKM musik, teater, tari, fotografi, dll, dari di masing-masing universitas. 7) IAKMI (Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia) Propinsi Jawa Tengah j. Organisasi Pelaksana 1) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro :



Contact Person : dr. Badoes Wijanarko, MPH 2) Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro : Contact



Person : Nurjanah, SKM



3) IAKMI (Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia) Propinsi



Jawa Tengah, Contact Person : dr. Antono Suryoputro, MPH.



BAB IV PENUTUP 4.1 Simpulan



Dapat disimpulkan bahwa advokasi dalam kesehatan merupakan sebuah upaya yang dilakukan oleh orang-orang di bidang kesehatan, utamanya promosi kesehatan, sebagai bentuk pengawalan terhadap kesehatan. Tujuan utama dari dilakukan advokasi dalam bidang kesehatan adalah agar sektor kesehatan menjadi arus utama dalam pembangunan nasional. Dalam rangka melakukan advokasi beberapa metode dapat digunakan seperti lobi politik, seminar, media advokasi dan asosiasi. Hal yang terpenting dalam melakukan sebuah advokasi adalah apa yang disajikan oleh para advokator kepada para pembuat kebijakan dan pembuat keputusan. Bagaimana mereka meyakinkan pihak yang bersangkutan melalui sajian informasi yang akurat, lengkap, konkret, benar dan jelas adanya. Dan disesuai dengan metode advokasi kesehatan.



4.2 Saran



Diharapkan kepada seluruh unsur yang terkait agar lebih gencar dan optimal lagi dalam melakukan upaya-upaya advokasi demi meningkatkan derajat kesehatan di masyarakat dan dalam proses adokasinya menggunakan pendekatan-pendekatan serta metode yang sesuai dengan kebutuhan advokasi serta tujuan yang diharapkan.



REFERENSI



Maulana D. J. Heri. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC. Soekidjo Notoadmojo. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Soekidjo Notoadmojo. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Soekidjo Notoadmojo.2010. Promosi Kesehatan. Jakarta: Rineka