Proposal 2 [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Ocha
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



I. PENDAHULUAN



A . Latar Belakang Indonesia yang beriklim tropis memiliki potensi ikan hias mencapai 300 juta ekor/tahun dan terdiri dari 240 jenis ikan hias air laut (marine ornamental fish) dan 226 jenis ikan air tawar (freshwater ornamental fish). Beberapa jenis ikan air tawar tergolong unik dan langka serta tidak terdapat di negara lain (Lingga dan Susanto, 2003). Ikan hias air tawar merupakan salah satu komoditas ekspor yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Ikan komet memiliki bentuk tubuh mirip dengan ikan koi dan bentuk ekornya seperti ikan mas koki dengan kombinasi warna kuning, jingga, emas, dan putih. Selain itu, juga ikan komet memiliki cara budidaya yang mudah dan dapat diberikan perlakuan yang mudah dan dapat diberikan perlakuan untuk menghasilkan warna yang bervariasi (Kottelat dkk., 1993). Ikan komet (Carassius auratus) merupakan salah satu jenis ikan hias уаng memiliki keunggulan pada warna уаng terdapat pada ikan tеrѕеbut уаng bermacam-macam seperti putih, kuning, merah, atau perpaduan lаіn. Ikan komet berasal dari Cina dengan nama umum goldfish dan di pasaran lebih dikenal dengan sebutan mas koki. Di kalangan pembudidaya ikan hias di dunia, ikan komet termasuk salah satu ikan hias yang sangat populer dan banyak penggemarnya. Hal ini dikarenakan ikan ini memiliki tubuh yang aneh yang sangat sulit digambarkan bentuknya dan oleh para peternak disebut fantastik, karena memiliki bentuk tubuh mirip dengan ikan koki dan ikan koi. Ikan komet mempunyai perbedaan dengan ikan mas koki yaitu ukuran tubuh ikan komet yang lebih kecil dari ikan mas koki dan terdapat tonjolan daging (sungut) kecil di atas



2



lubang hidungnya serta memiliki bentuk ekor seperti ikan mas koki dengan kombinasi warna kuning, jingga, emas, dan putih (Kottelat dkk, 1993). Warna tubuh yang indah dan bervariasi merupakan daya tarik komet sebagai ikan hias. Warna indah pada ikan disebabkan oleh kromatofor (sel pigmen) yang terletak pada lapisan epidermis, yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan dengan lingkungan dan aktifitas seksual, sedangkan jumlah dan letak pergerakan kromatofor mempengaruhi tingkat kecerahan warna pada ikan (Sally, 1997; Lesmana dan Satyani, 2002). Salah satu indikator yang menjadi daya tarik konsumen terhadap ikan komet (C. auratus) adalah warna tubuh yang cerah dan beragam. Warna tubuh tersebut dipengaruhi oleh kandungan pigmen dalam pakan yang diberikan pada ikan. Pembentukan pada warna tubuh ikan disebabkan karena adanya sel pigmen yang terletak pada lapisan epidermis. Intesitas kecerahan warna pada ikan dapat ditingkatkan dengan menambahkan sumber-sumber karotenoid pada pakan ikan (Bachtiar, 2002). Karotenoid merupakan zat yang digunakan untuk pewarnaan kulit pada ikan. Efek dari adanya karatenoid antara lain dapat menyebabkan peningkatan kecerahan warna merah pada ikan. Hal tersebut menjadi akibat ekspresi pigmentasi beta-karoten atau astaksantin yang terkandung dalam tubuh ikan. Astaksantin merupakan bahan utama karatenoid yang berfungsi sebagai pembentuk pigmen merah pada ikan dan udang (Kasali dkk., 2007). Pakan merupakan faktor yang memegang peranan sangat penting dan menentukan dalam keberhasilan usaha perikanan dan ketersedian pakan merupakan salah satu faktor utama untuk menghasilkan produksi maksimal



3



(Darmawiyanti, 2005). Syarat pakan yang baik adalah mempunyai nilai gizi yang tinggi, mudah diperoleh, mudah diolah, mudah dicerna, harga relatif murah, tidak mengandung racun. Jenis pakan disesuika dengan bukaan mulut ikan, dimana semakin kecil bukaan mulut ikan maka semakin kecil ukuran pakan yang diberikan, dan juga disesuikan dengan umur ikan (Khairuman, 2003) Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas di alam dan dapat ditemukan diberbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar (Ciferri, 1983). Mikroalga Spirulina sp. merupakan organisme autotroph berwarna hijau kebiruan terdiri dari sel-sel silindris yang membentuk koloni dimana selnya berkolom membentuk filament terpilin menyerupai spiral (helix) sehingga disebut juga alga biru hijau berfilamen (Ariyati, 1998; Hariyati, 2008) Spirulina



merupakan



mikroalga



yang dapat



dimanfaatkan untuk



meningkatkan kecerahan warna ikan (Fitriyati, 2003). Ikan hias air tawar yang diberi pakan Spirulina sp. mengakibatkan warnanya lebih berkilau. Salah satu sumber makanan yang mengandung karotenoid jenis astaksantin adalah Spirulina sp. Karotenoid yang merupakan komponen pigmen alami yang memberikan kontribusi cukup baik pada warna merah dan oranye (Budi , 2001). Sasson (1991), menyatakan bahwa kandungan karotenoid pada Spirulina sp. dapat meningkatkan intensitas warna pada ikan. Warna pada ikan disebabkan karena adanya sel kromatofor pada kulit bagian epidermis. Karotenoid adalah komponen alami utama pembentuk pigmen warna yang memberikan pengaruh cukup baik pada warna merah dan oranye (Budi, 2001). Karotenoid dapat bersumber dari bahan makanan seperti wortel, ubi, labu kuning, jagung kuning dan sebagainya termasuk sayuran hijau (Hidayat dan Saati, 2006), sedangkan



4



karotenoid dalam bentuk bahan anorganik yang biasa digunakan pada pembuatan pakan ikan adalah astaksantin (Mirzaee et al., (2012). Penggunaan tepung Spirulina sp. sebagai pakan ikan hias memiliki nilai tambah karena dapat meningkatkan kecerahan warna ikan serta berfungsi sebagai sumber protein untuk pertumbuhan dan peningkatan kekebalan tubuh ikan dibandingkan dengan pelet. Spirulina sp. dapat menambah kecerahan warna pada ikan komet karena memiliki kandungan karoten yang didalamnya terdapat senyawa astaksantin dengan memberikan pigmen berwarna merah. Pemeliharaan dilakukan untuk menjaga suhu lingkungan pemeliharaan relatif stabil. Kandungan karotenoid dan protein yang terdapat pada tepung Spirulina sp. sangat potensial, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai penambahan tepung Spirulina sp. dalam pakan terhadap performa ikan hias komet (C. auratus). B. Rumusan Masalah Ikan hias komet merupakan salah satu ikan hias tawar yang mengandalkan warna tubuh sebagai penentu kualitas harga ikan tersebut. Warna ikan hias komet yang dipelihara dalam akuarium seiring dengan waktu pemeliharaan jika pakan yang diberikan tidak mengandung pigmen warna. Warna ikan hias dapat ditingkatkan atau minimal dipertahankan dengan pemberian pakan yang mengandung pigmen. Hal ini disebabkan ikan hias tidak dapat mensintesis warna dalam tubuhnya. Salah satu bahan pakan yang mengandung pigmen warna adalah tepung spirulina. Namun informasi mengenai pemanfaatan spirulina sebagai sumber pewarnaan ikan hias komet masih terbatas. Oleh karna itu, perlu dilakukan



5



penelitian mengenai penambahan tepung spirulin dalam pakan terhadap performa ikan hias komet (C. auratus). C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung spirulina dalam pakan untuk pewarnaan ikan komet. Kegunaan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi pembudidaya ikan air tawar khusunya ikan hias komet (C. auratus) dan menjadi pembanding bagi penelitian selanjutnya



6



II.TINJAUAN PUSTAKA



A. Ikan komet (Carassius Auratus) 1. Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi Ikan Komet (C. auratus) Berdasarkan Ilmu Taksonomi (Lingga dan Susanto, 1989) Adalah Sebagai Berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Claas : Actinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Carassius Spesies : Carassius auratus



Gaarmb 1. Morfologi Ikan Komet. (C. auratus) Ikan komet memiliki keindahan warna, gerak-gerik, dan bentuk tubuhnya yang unik. Oleh karena itu ikan komet digemari oleh masyarakat. Morfologi ikan komet relatif menyerupai dengan morfologi ikan mas. Karakteristik yang membedakan dari ikan komet dan ikan mas adalah bentuk siripnya. Ikan komet mempunyai bentuk sirip yang lebih panjang dari ikan mas, meskipun jika



7



didekatkan keduanya akan sangat mirip. Oleh sebab itu, di luar negeri ikan komet dijuluki sebagai ikan mas (goldfish). Perbedaan ikan komet jantan dan betina. Ikan komet jantan memiliki sirip dada panjang dan tebal, kepala tidak melebar, tubuh lebih tipis (ramping), sedangkan ikan komet betina memiliki sirip dada relatif pendek dan luar tipis, kepala relatif kecil dan bentuknya agak meruncing, tubuh lebih tebal (gemuk) (Lingga dan Heru. 1995). Ikan komet (C. auratus) merupakan salah satu jenis ikan hias, ciri yang membedakan dengan ikan mas hias lainnya adalah caudal fin atau sirip ekornya lebih panjang dan percabangan disirip ekornya sangat terlihat jelas, tidak seperti ikan mas biasa yang percabangan disirip ekornya tidak begitu terlihat jelas. Selain itu, ikan komet mempunyai warna orange yang mencolok sehingga sangat menarik untuk menjadi ikan hias di dalam ruangan ataupun di luar ruangan (Skomal, 2007). Bentuk tubuh ikan komet agak memanjang dan memipih tegak (compressed) mulutnya terletak di ujung tengah dan dapat disembulkan. Bagian ujung mulut memiliki dua pasang sungut. Di ujung dalam mulut terdapat gigi kerongkongan (pharyngeal teeth) yang tersusun dari tiga baris dan gigi geraham secara umum. Sebagian besar tubuh ikan komet ditutupi oleh sisik kecuali beberapa varietas yang memiliki beberapa sisik. Sisik ikan komet termasuk sisik sikloid dan kecil. Sirip punggung memanjang dan pada bagian belakangnya berjari keras. Letak sirip punggung berseberangan dengan sirip perut. Gurat sisi (linnea lateralaris) pada ikan komet tergolong lengkap berada di pertengahan tubuh dan melentang dari tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor (Derri, 2010).



8



Ikan komet sangat aktif berenang baik di dalam kolam maupun di dalam akuarium, tidak dapat bertahan dalam ruang yang sempit dan terbatas, serta membutuhkan filtrasi yang kuat dan pergantian air yang rutin. Ikan komet banyak ditemui dengan warna putih, merah dan hitam, dapat tumbuh dan hidup hingga berumur 7-12 tahun dan panjang dapat mencapai 30 cm (Partical Fish Keeping, 2013). 2. Habitat dan Penyebaran Ikan komet untuk hidupnya memerlukan tempat hidup yang luas baik dalam aquarium maupun kolam dengan sistem aerasi yang kuat dan air yang bersih untuk menjaga kualitas airnya dianjurkan untuk mengganti minimal 20% air aquarium atau kolam setiap harinya. Ikan komet merupakan ikan yang cukup, rentan terhadap penyakit, hal tersebut disebabkan karena kondisi air pada tempat pemeliharaan ikan komet cepat menjadi kotor disebabkan oleh sisa pakan dan feses dari ikan komet yang banyak (kotoran) (Partical Fish Keeping, 2013). Substrat bagian dasar akuarium atau kolam dapat diberi pasir atau kerikil, ini dapat membantu ikan komet dalam mencari makan karena ikan komet (C. auratus) akan menyaringnya pada saat memakan plankton. Ikan komet juga dapat hidup dalam kisaran suhu yang luas, meskipun termaksuk ikan yang hidup dalam suhu yang rendah 15-21°C akan tetapi ikan komet juga membutuhkan suhu tinggi yang berkisar antara 27-30°C hal ini diperlukan saat memijah dengan kosentrasi DO di atas 5 ppm dan pH 5,5-9,0, karena suhu tinggi dapat merangsang percepatan pemijahan untuk memperoleh suhu ini maka ketinggian air di dalam wadah pemijahaan berkisar antara 15-20 cm ( Derri, 2010).



9



B. Tepung Spiruliana sp sebagai Pigmen Warna Spirulina sp. merupakan organisme autotroph berwarna hijau kebiruan terdiri dari sel-sel silindris yang membentuk koloni dimana selnya berkolom membentuk filament terpilin menyerupai spiral (helix) sehingga disebut juga alga biru hijau berfilamen (Ariyati, 1998; Hariyati, 2008) Spirulina sp. merupakan jenis mikroalga golongan Cyanophyta atau alga hijau biru (blue-green algae) yang telah banyak digunakan sebagai pakan alami dalam usaha budidaya khususnya dalam pembenihan karena memiliki nilai nutrisi yang tinggi. Kandungan protein pada Spirulina sp. berkisar antara 50-70% dari berat kering (Tietze, 2004). Penelitian Watanabe et al., (1990) menunjukkan bahwa pakan yang diberi tambahan Spirulina sp. dapat meningkatkan pertumbuhan dan rasio konversi pakan ikan striped jack (Pseudocaranx dentex). Spirulina banyak digunakan sebagai pakan tambahan ikan hias karena dapat menambah pewarnaan akibat pigmen yang terkandung didalamnya. Pigmen tersebut antara lain klorofil (0,08%), beta-karoten (0,23%) dan xanthofil (0,120,5%). Selain sebagai pakan alami Spirulina sp. banyak digunakan sebagai imunostimulan, obat-obatan, kosmetik dan pewarna alami (Utomo et al., 2005). Tepung spirulina memberikan pengaruh terhadap peningkatan intensitas warna pada ikan mas koki, dikarenakan spirulina mengandung karotenoid yang dapat meningkatkan intensitas warna pada ikan (Sasson, 1991). Kandungan nutrisi yang sesuai dapat meningkatkan performa warna ikan menjadi lebih cerah. Namun, bila dilihat kaitan antara kandungan lemak, protein dan karotenoid pada tepung spirulina diduga berpengaruh dengan kenaikan intensitas warna. Lemak yang terdapat pada tepung spirulina yang digunakan



10



sebesar 3% tetapi kandungan protein dan karotenoid yang ada cukup tinggi, sehingga dapat diduga bahwa kandungan protein dan karotenoid yang tinggi dapat meningkatkan intensitas warna pada ikan mas koki. Subandiyono (2010), menyatakan bahwa absorbsi (penyerapan) karotenoid sangat meningkat apabila dicampurkan bersama lemak dalam pakan atau suplemen. Kandungan karotenoid yang ada pada tepung spirulina yang dicampurkan dalam pakan tidak mengalami kerusakan, karena setelah pencetakan pakan tidak dilakukan pengeringan dengan suhu tinggi, melainkan hanya dijemur agar pakan tidak memiliki kandungan air yang tinggi. Eksin (1979) dalam Amiruddin (2013), menyatakan bahwa karotenoid akan mengalami kerusakan pada suhu tinggi melalui degradasi thermal sehingga terjadi dekomposisi karotenoid yang mengakibatkan turunnya intensitas warna karoten atau terjadi pemucatan warna. Hal ini terjadi dalam kondisi oksidatif. Penambahan tepung spirulina sebagai sumber pigmen dalam pakan, dapat mendorong peningkatan atau minimal mampu mempertahankan pigmen warna, pada tubuh ikan selama masa pemeliharaan (Wayan, 2010). Tongsiri et al (2010) menyatakan bahwa tepung Spirulina sp. dapat meningkatkan kecerahan warna dan pertumbuhan pada ikan. C. Warna dan Pewarnaan Ikan Warna pada ikan disebabkan sel pigmen (kromatofor) yang terletak pada lapisan epidermis. Tingkat kecerahan warna pada ikan tergantung pada jumlah dan letak pergerakan kromatofor (Sally, 1997 ; Walin, 2002, dalam Niken, 2012). Sel pigmen dapat diklasifikasikan menjadi 5 kategori warna dasar, yaitu hitam (melanofor), kuning (xanthofor), merah atau oranye (erythrofor), sel refleksi



11



kemilau (iridofor), dan putih (leukofor) (Anderson, 2000). Kromatofor pada lapisan epidermis memiliki kemampuan berubah untuk menyesuaikan dengan lingkungan dan aktifitas seksual (Irianto, 2005). Warna pada ikan berfungsi sebagai penyamaran, pemberitahuan bagi musuh atau pemberitahuan untuk mengenal seksual pada lawan jenisnya. Warna ikan disebabkan oleh schemacrome dan biocrome. Schemacrome yang dikarenakan konfigurasi sisik sementara biocrome sebagai pigmen pembawa warna (Belizt et al., 2009). Pewarnaan tubuh ikan merupakan mekanisme pergerakan butiran pigmen yang dikendalikan oleh hormon-hormon tertentu sebagai akibat reaksi terhadap kondisi lingkungan ikan yang bersangkutan. Oleh karena itu, ikan biasa tampak berbeda pada kondisi lingkungan berbeda. Warna atau corak ikan biasanya ditentukan oleh faktor genetik. Tampilan selain ditentukan oleh jumlah dan konsentrasi sel-sel warna, juga ditentukan oleh kedalaman sel tersebut dalam lapisan kulit. Ikan tidak dapat membuat sendiri pigmen warna (de novo) karenanya harus disuplai dari makanan yang dimakan. Karena itu, jika ikan diberi pakan yang tidak mengandung pigmen warna yang dibutuhkan maka ikan tersebut akan kehilangan warnanya (Belizt et al., 2009). Peningkatan kecerahan warna terjadi karena adanya perubahan pada sel kromatofor, yaitu perubahan secara morfologis dan fisiologis. Perubahan morfologis merupakan penambahan dan penurunan jumlah sel pigmen kromatofor organisme, dipengaruhi oleh jumlah dan komposisi pakan yang mengandung sumber karotenoid di dalam pakan (Satyani dan Sugito, 1997). Jenis zat yang terbukti dapat meningkatkan performa warna pada tubuh ikan antara lain



12



astaksantin



untuk



membangkitkan



warna



merah,



astaksantin



untuk



membangkitkan warna kuning, metal testosteron untuk menampilkan warna biru, spirulina untuk membangkitkan hijau dan biru (Belitz et al., 2009). Hasil penelitian tingkat kecerahan warna yang dilakukan oleh Kurnia et al. (2013), menggunakan pakan buatan dengan bahan dasar pakan berupa tepung kepala udang, tepung wortel dan pakan standar merek Takari menunjukkan bahwa terjadi perubahan tingkat kecerahan warna ikan maanvis (P. scallare). Selanjutnya, dikatakan bahwa kecerahan warna ikan maanvis yang diberi pakan perlakuan meningkat dan didominasi warna cerah baik hitam, silver maupun kuning. Hal ini menunjukikan bahwa kandungan astaksantin dan beta-karoten dari tepung kepala udang dan tepung wortel pada pakan mampu meningkatkan kecerahan warna ikan maanvis (P. scallare), sedangkan perlakuan yang menggunakan pakan komersil mengalami penurunan tingkat kecerahan warna pada ikan maanvis (P. scallare). C. Pertumbuhan Nuraini (2008), menyatakan bahwa pertumbuhan adalah perubahan ukuran (panjang, berat) dalam jangka waktu tertentu pertumbuhan dapat digunakan salah satu indikator untuk melihat kesehatan suatu individu atau populasi. Pertumbuhan yang terjadi dengan cepat, mengindikasi terjadinya kelimpahan makanan dan kondisi yang mendukung (Moyle dan Cech, 1988). Pertumbuhan terjadi apabila terdapat kelebihan energi bebas setelah energi dari pakan yang dimakan ikan dan dipakai untuk kelangsungan hidup seperti pemeliharaan tubuh, metabolisme dan aktivitas (pergerakan). Jadi, pertumbuhan



13



dipengaruhi oleh sumber energi dari pakan yang tersedia. Sumber energi tersebut berupa karbohidrat, lemak dan protein (Arisman, 2004). Menurut (Suhenda et al. (2003), sumber energi non protein (karbohidrat dan lemak) yang tepat dalam pakan dapat mengurangi protein/sparing efek. Jika sumber energi nonprotein cukup, maka fungsi protein untuk pertumbuhan dapat terlaksana. Kebutuhan karbohidrat, lemak dan protein dari pakan berbeda-beda pada jenis ikan. Hal tersebut dapat mempengaruhi kemampuan cerna ikan. Ikan karnivora lebih mudah mencerna protein, sedangkan kemampuan mencerna karbohidrat relatif rendah (Afrianto dan Liviawaty, 2005). Pemberian karbohidrat yang terlalu tinggi akan mengakibatkan pertumbuhan rendah karena kandungan serat kasar yang tinggi maka semakin sulit untuk dicerna (Suhenda dkk., 2003). Lemak merupakan sumber energi potensial dan mudah dicerna. Lemak juga



berperan



memelihara



dan



fungsi



membran



atau



jaringan



dan



mempertahankan daya apung tubuh. Sumber energi yang paling banyak digunakan untuk metabolisme adalah lemak. Jika energi dari lemak mencukupi, maka energi yang berasal dari protein digunakan untuk membangun jaringan sehingga terjadi pertumbuhan. Jika lemak tidak mencukupi, maka protein akan digunakan sebagai sumber energi untuk metabolisme. Jadi, kelebihan atau kekurangan



energi



dari



lemak,



dapat



meningkatkan



atau



menurunkan



pertumbuhan ikan (Subamia dkk., 2003). Protein pakan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ikan. Kekurangan protein mempunyai pengaruh negatif terhadap konsumsi pakan yang berdampak terjadinya penurunan bobot. Peningkatan protein dapat meningkatkan daya cerna yang berpengaruh pada konsumsi pakan (Suryanti et al., 1997). Pada



14



ikan karnivora, protein harus cukup terpenuhi dari sumber pakan untuk pertumbuhan, sedangkan lemak dan karbohidrat digunakan sebagai sumber energi (Nuraini, 2008). Perbedaan karbohidrat, lemak dan protein adalah protein tidak dapat diandalkan sebagai sumber energi dalam keadaan mendesak karena protein disimpan dalam bentuk jaringan sehingga dalam pemakaian protein sebagai sumber energi harus dimetabolisasi terlebih dahulu (Arisman, 2004). Dampak penggunaan protein sebagai sumber energi yaitu terjadi penurunan bobot atau pertumbuhan terhenti karena ikan akan memanfaatkan cadangan protein yang disimpan dalam tubuh (Afrianto dan Liviawaty, 2005). D. Pengelolaan Kualitas Air Air adalah komponen penting dalam budidaya perikanan sebagai tempat untuk ikan dan hewan air lainnya hidup, tumbuh dan berkembang. Akan tetapi kualitas air yang buruk dapat mengakibatkan ikan stres atau bahkan mengalami kematian (Effendi, 2003). Oleh karena itu, kualitas air harus dikendalikan. Kualitas air dapat dikendalikan bila media pemeliharaan dalam sebuah wadah, kecuali bila media pemeliharaan berupa badan air, seperti waduk atau kolam, maka perubahan kualitas air harus selalu dipantau dan selalu diantisipasi (Kordi dan Tancang, 2007). Pengelolaan kualitas air dapat dilakukan dengan penyiponan dan penggantian air minimal 25% setiap hari. Penyiponan berfungsi untuk menjaga kadar amoniak agar tetap stabil. Selain itu, pergantian air juga menjaga senyawa kimia yang larut dalam air tidak terakumulasi (Suryananta, 2007).



15



Pemantauan kualitas air dalam suatu wadah pemeliharaan cukup dilihat dari suhu, pH, oksigen, karbondioksida dan amoniak. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui gambaran kualitas air secara umum selama pemeliharaan (Effendi, 2003).



16



III. METODOLOGI PENELITIAN



A. Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan selama 3 bulan yakni bulan Juni-Agustus 2019 di Laboratorium Unit Pembenihan dan Produksi ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo, Kendari.



B. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang akan digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Alat dan Bahan yang Digunakan serta Kegunaannya No



Alat dan Bahan



Satuan



- Akuarium - Aerator - Timbangan Analitik - Termometer - Kertas Lakmus - Seser - Selang - Batu Aerasi



M Set Gram °C Unit Unit Unit Unit



- Baskom - Pencetak Pellet Bahan - Ikan Komet (C. auratus) - Tepung Spirulina sp - pakan komersil ikan mas



Unit Unit



Kegunaan



1. Alat Wadah Penelitian Penyuplai Oksigen Menimbang Ikan dan Pakan Mengukur Suhu Mengukur Ph Mengambil Organisme Menyipon Menghasilkan Gelembung Oksien Wadah Pembuatan Pakan Mencetak Pelet Organisme Penelitian Membuat Pakan campuran dalam pakan



Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah benih ikan komet yang berasal dari hasil pemijahan di laboratorium unit pembenihan dan produksi ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo sebagai hewan uji,



17



C. C. Dosis Penambahan Tepung Spirulina Perlakuan yang diujikan dalam penelitian ini mengacu kepada Suranta (2014), yang mendapatkan keempat dosis penambahan tepung spirulina dalam pakan uji ikan hias komet. Keempat dosis tersebut yang merupakan perlakuan dalam penelitian ini adalah A : 0 % tepung Spirulina sp. ( pakan control ) B : Penambahan 1%, tepung Spirulina sp. ( pakan B ) C : Penambahan 3%, tepung Spirulina sp. ( pakan C ) D : Penambahan 5%, tepung Spirulina sp. ( pakan D )



D. Proses Pembuatan Pakan Pakan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pakan ikan hias. Pakan ini dihancurkan menjadi tepung. Setelah itu, tepung spirulina dimasukan atau ditambahkan dalam pakan sesuai dosis perlakuan. Setelah itu, pakan diaduk secara merata selama 10-15 menit menggunakan mikser. Setelah pencampuran merata kemudian ditambahkan air hangat 40-60% air matang. Kemudian adonan tersebut dibuat model bola-bola atau bulat untuk selanjutnya dicetak menggunakan mesin pencetak menjaadi pelet. Pelet yang sudah jadi kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari atau menggunakan oven dengan suhu 80°C. kemudian pelet yang sudah kering dimasukan ke dalam plastik dan siap digunakan untuk penelitian.



18



E. Prosedur Penelitian 1. Persiapan Wadah Wadah penelitian menggunakan akuarium sebanyak 12 buah yang berukuran 25 x 20 x 25 cm. Sebelum digunakan wadah dicuci bersih menggunakan sabun cair sampai bersih kemudian wadah dibiarkan dalam posisi terbalik selama beberapa hari sampai benar-benar kering hari untuk dikeringkan. Aerasi dipasang sebelum ikan dimasukan kedalam akuarium, hal ini dilakukan untuk menstabilakan oksigen. Air yang digunakan berasal dari sumur bor yang telah diendapkan.



2. Adaptasi Hewan Uji Hewan uji yang digunakan adalah ikan komet yang berasal dari 1 induk dengan panjang rata-rata awal 3-4 cm sebanyak 60 ekor (5 ekor per akuarium). Ikan diadaptasikan terlebih dahulu ke dalam wadah penelitian atau akuarium selama 2 hari agar ikan uji dapat menyesuaikan dengan kondisi lingkungan penelitian baik pakan maupun kualitas airnya. Selama masa adaptasi ikan komet diberi pakan 2 kali sehari.



3. Pemeliharaan dan Pemberian Pakan Pemeliharaan dilaksanakan selama 40 hari. Hewan uji dipelihara menggunakan akuarium, dimana setiap akuarium berisi 5 ekor benih ikan komet. setiap akuarium diberi label sesuai dengan perlakuan. Pergantian air dilakukan melalui proses penyiponan. Penyiponan dilakukan setiap hari yaitu pada pagi hari sebelum pemberian pakan. Penyiponan bertujuan agar sisa-sisa pakan maupun sisa feses dapat dikeluarkan sehingga tidak terjadi penumpukan dan pembusukan pada



19



media. Frekuensi pemberian pakan adalah 2 kali sehari yaitu pada pagi (pukul 08.00), dan sore (pukul 16.00). Penimbangan ikan uji dilakukan pada awal penelitian (hari ke-0) dan akhir penelitian (hari ke–45), dengan menggunakan timbangan analitik yaitu dengan cara ikan ditimbang satu per satu pada setiap perlakuan dan ditimbang secara basah. Ikan dimasukan kedalam potongan botol air mineral yang telah berisi air. Sebelum ikan ditimbang terlebih dahulu air dalam potongan botol air mineral tersebut ditimbang dan setelah diketahui beratnya baru dikembalikan ke 0 g. Kemudian pengamatan warna dilakukan sebanyak 3 kali setiap 20 hari sekali ( hari ke- 0, 20, dan 40 ). F. Parameter yang Diamati 1. Performa Warna a. Penilaian Metode Score Sheet Penelitian dalam performa warna menggunakan respondeng kuisioner (panelis) untuk menilai kecerahan warna ikan komet (C. auratus) Panelis sebanyak 10 orang yang terdiri dari 3 dosen, dan 7 orang mahasiswa masingmasing menilai tingkat kecerahan warna berdasarkan tabel score sheet. Pengamatan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada awal penelitian dan akhir penelitian dimana pada awal penelitian, pengamatan warna dilakukan dengan masing-masing akuarium diberi label yang sesuai dengan perlakuan dan ulangan. Sedangkan pada akhir penelitian, masing-masing perlakuan dan ulangan diacak serta diberi nomor 1-12 secara berurutan, sedangkan untuk label perlakuan disimpan dan hanya ditandai oleh peneliti saja. Kondisi ini dimaksudkan agar



20



menghindari subyektifitas dalam penilaian warna ikan oleh peneliti, Penentukan tingkat atau tolak ukur presepsi panelis terhadap tingkat perubahan kecerahan warna pada ikan komet dan item instrumen dapat dibobotkan dengan alternatif jawaban sangat baik diberikan bobot nilai 4 (sangat cerah ), 3 (cerah), 2 (kurang cerah),1 (pudar). Mengacu dari metode skor penilaian yang digunakan (Sugiyono 2008), maka dalam penelitian performa ikan hias komet dibuat tingkat skor kecerahan warna pada gambar 3 lampiran score sheet performa ikan hias komet sebagai berikut:



Hitam cerah (A)



Orange cerah (A)



Putih cerah( A)



Hitam ( B)



Orange (B)



Putih (B)



Hitam redup (c)



Orangae redup (C)



Putih redup (C)



Hitam pudar (D)



Orange pudar (D)



Putih pudar (D)



Gambar 2. Tingkat Performa Warna Sebagai Pedoman Pengukuran Kecerahan Warna Ikan Hias Komet (C. Auratus)



21



2. Pertumbuhan Mutlak Pertumbuhan mutlak ikan komet (C. auratus) dihitung dengan rumus (Hu et al., 2008) yaitu: PM = Wt – W0 Ket: PM = Pertumbuhan mutlak rata-rata (g) Wt = Bobot rata-rata ikan pada waktu akhir penelitian (g) W0 = Bobot rata-rata ikan pada waktu awal penelitian (g)



3. Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup atau Survival Rate (SR) diukur dengan menggunakan rumus menurut (Effendie 2002) sebagai berikut :



SR =



Nt



x 100%



No



Keterangan : SR= Kelangsungan Hidup (%) Nt= Jumlah Ikan pada Akhir Penelitian (ekor) No= Jumlah Ikan pada Awal Penelitian (ekor)



22



4. Kualitas Air Sebagai data penunjang maka akan dilakukan beberapa pengukuran beberapa parameter kualitas air seperti. Parameter fisika air media yang diukur yaitu suhu. Parameter kimia air media dievaluasi berdasarkan kandungan oksigen terlarut dan pH, pengukuran dilakukan pada awal penelitian dan akhir penelitian dan di sajikan dalam Tabel 3. Tabel 3.Parameter Kualitas Air yang di Ukur Selama Penelitian No Parameter Alat Waktu Pengukuran 1. suhu (°C) Thermometer Setiap Hari 2. pH Kertas pH Seminggu sekali 3. DO (ppm) DO meter Awal dan Akhir enelitian



G. Analisis Proksimat Pakan Analisis proksimat merupakan pengujian pakan sebagai evaluasi mutu pakan yang dihasilkan. Kandungan yang diuji dari analisis proksimat pakan tersebut yaitu kadar air, kadar abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) (Silva dan Anderson, 1995). Serat kasar dan BETN merupakan bentuk dari karbohidrat. Perbedaan serat kasar dan BETN adalah serat kasar sulit dicerna, sedangkan BETN mudah dicerna. Fungsi dari analisis proksimat tersebut adalah penghasilan gambaran secara garis besar kandungan gizinya dan memberi penilaian umum dari pemanfaatan pakan yang diuji (Galyean, 1997).



23



H. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan, perlakuan yang diuji adalah: Perlakuan A : Pakan tanpa penambahan tepung Spirulina sp. 0% Perlakuan B : tepung Spirulina sp. dosis 1% Perlakuan C : tepung Spirulina sp. dosis 3%, Perlakuan D : tepung Spirulina sp. dosis 5%



Lay-Out penelitian ini dapat dilihat pada sajian Gambar 3 berikut: A1



B2



C3



B3



C1



D2



C2



A3



B1



D3



D1



A2



Gambar 3 Lay-Out Penelitian



I. Analisis Data



Penelitian ini menggunakan analisis ANOVA untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diamati dan untuk menguji beda nyata antara perlakuan. Bila terdapat beda nyata diantara perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan. Analisis statistik menggunakan SPSS versi 16.0.



24