Proposal - Analisis Financial Distress Pada Subsektor Perusahaan Telekomunikasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS DALAM MEMPREDIKSI FINANCIAL DISTRESS PADA SUBSEKTOR PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI DI BEI PERIODE 2012 – 2018



PROPOSAL SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Manajemen



Disusun Oleh : Syafrilia Rizky Novianti 17101148



UNIVERSITAS TRILOGI Program Studi Manajemen S1 JAKARTA 2020



1.



Latar Belakang Memasuki era globalisasi sebagaimana perkembangan teknologi dan informasi yang cepat juga era disrupsi yang telah memasuki Indonesia membuat persaingan di dalam dunia usaha menjadi ketat. Istilah era disrpusi ini diperkenalkan oleh Clayton M. Christensen, ekonom Harvard Business School, pada artikel yang berjudul “Disruptive Technologies: Catching the Wafe” di jurnal Harvard Business Review (1995). Perkembangan teknologi dan persaingan tersebut mempengaruhi dunia pasar modal, seperti perusahaan Telekomunikasi salah satunya yang terkena dampak. Sebagai penyedia layanan komunikasi (provider) perusahaan Telekomunikasi berperan sebagai penunjang dalam dunia usaha. Walau demikian, tetapi yang terjadi pada perusahaan Telekomunikasi di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2018 lalu dalam kurun waktu 6 bulan, yaitu terhitung pada November 2017 sampai April 2018 justru harga sahamnya melemah hal ini sebagaimana dikutip dari Kontan. Kinerja saham emiten sektor telekomunikasi, setidaknya empat operator rata-rata mengalami penurunan 10,77%. Pada awal Januari 2019 berdasarkan kutipan dari CNBC Indonesia, bahwa saham – saham perusahaan telekomunikasi mulai menjadi incaran pelaku pasar. Hal ini tidak selaras dengan yang terjadi pada tahun 2018 lalu. Padahal dalam membuat keputusan investasi investor tentunya sangat mempertimbangkan beberapa hal salah satunya adalah harga saham perusahaan yang akan dilakukan investasi tersebut. Harga saham merupakan salah satu indikator keberhasilan pengelolaan perusahaan, yaitu jika harga saham suatu perusahaan selalu mengalami kenaikan, maka investor atau calon investor menilai bahwa perusahaan berhasil dalam mengelola usahanya. Kepercayaan investor atau calon investor sangat bermanfaat bagi perusahaan, karena semakin banyak orang yang percaya terhadap perusahaan, maka keinginan untuk berinvestasi pada perusahaan semakin kuat. Semakin banyak permintaan terhadap saham suatu perusahaan mengakibatkan naiknya harga saham tersebut. Jika harga saham yang tinggi dapat dipertahankan, maka kepercayaan investor atau calon investor terhadap perusahaan juga semakin tinggi dan hal ini dapat menaikkan nilai perusahaan. Sebaliknya, jika harga saham mengalami penurunan terus menerus, berarti dapat menurunkan nilai perusahaan di mata investor atau calon investor.



2



Sebelum menanamkan modalnya pada saham, investor terlebih dahulu melihat kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan merupakan suatu hal sangat penting, karena berpengaruh dan dapat digunakan sebagai alat untuk mengetahui apakah perusahaan mengalami perkembangan atau sebaliknya. Dapat dikatakan bahwa prestasi perusahaan dapat dilihat dari laporan keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan. Sehingga laporan keuangan dapat membantu investor dalam pengambilan keputusan investasi baik keputusan dalam menjual, membeli, atau menanam saham pada perusahaan. Saham yang paling diminati oleh investor adalah saham dengan fundamental perusahaan yang baik, banyak diperdagangkan, dan harganya naik. Perubahan harga saham menjadi risiko tersendiri bagi investor. Oleh karena itu, investor harus memahami hal apa saja yang dapat mempengaruhi harga saham. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi harga saham antara lain return on asset, current ratio, dan lain-lain. Alasan objek penelitian ini dilakukan pada subsektor Telekomunikasi adalah terjadi penurunan pada harga saham di subsektor ini pada tahun 2018 padahal perkembangan teknologi komunikasi cukup pesat dan hanya 1 dari 5 perusahaan telekomunikasi yang konsisten memiliki nilai ROA positif. Berikut adalah data ROA perusahaan telekomunikasi periode 2014 – 2018 sebagai berikut : Tabel 1. Return On Asset Perusahaan Telekomunikasi 5 tahun terakhir ROA Perusahaan (%) BTEL EXCL FREN ISAT TLKM Sumber: idx.co.id



Tahun 2014



2015



2016



2017



2018



-37,84 -1,4 -7,77 -3,49 15,22



-358,3 -0,04 -7,56 -2,1 14,03



-88,68 0,68 -8,66 2,51 16,24



-208,42 0,67 -12,53 2,57 16,48



-111,39 -0,24 -9,81 -2,43 10,1



Sedangkan pada awal tahun 2019 subsektor ini menjadi rekomendasi untuk para investor melakukan investasi. Dengan terjadinya hal tersebut maka dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham tersebut. Adapun daftar harga saham pada perusahaan subsektor Telekomunikasi di Bursa Efek Indonesia Periode 2013 – Jan 2019 sebagai berikut:



3



Gambar 1. Grafik Harga Saham Perusahaan Telekomunikasi



Sumber: idx.co.id Kinerja perusahaan telekomunikasi telah tergambar dari kedua indikator diatas padahal apabila terjadinya ROA yang terus menurun dan close price yang menurun signifikan mengindikasikan perusahaan tersebut berpotensi mengalami financial distress (Lesmana dan Surhanto, 2004). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Debby Christine, dkk (2019) bahwa return on asset berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress. Kesulitan keuangan atau financial distress diartikan sebagai kondisi ketika perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan terancam akan bangkrut (Atmaja, 2008) atau sebagai suatu tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum kebangkrutan atau likuidasi (Platt dan Platt, 2002). Ada berbagai model dalam memprediksi financial distress diantaranya adalah model Altman, Springate, Zmijewski, Grover, Ohlson, dll. Peneliti hanya menggunakan 4 model prediksi yang ada, seperti model Altman Z-Score (modifikasi), model Springate, model Grover, dan model Zmijewski. Penulis mengambil 4 model tersebut dikarenakan tingkat akurasi pada setiap model untuk memprediksi financial distress, formula atau persamaan pada model yang mudah diolah dan diaplikasikan yang sesuai dengan model untuk mengukur potensi financial distress pada perusahaan Telekomunikasi di Indonesia. Sesuai dengan latar belakang tersebut, maka Penulis ingin membuat skripsi dengan judul “ANALISIS DALAM MEMPREDIKSI FINANCIAL DISTRESS



4



PADA



SUBSEKTOR



PERUSAHAAN



TELEKOMUNIKASI



DI



BEI



PERIODE 2012 – 2018”.



2.



Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, maka berikut adalah rumusan masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini : a.



Bagaimana penerapan metode Altman Z-Score, Springate, Grover, dan Zmijewski dalam memprediksi perusahaan Telekomunikasi yang termasuk ke dalam kondisi financial distress dan non-financial distress?



b.



Apakah terdapat perbedaan dalam memprediksi financial distress diantara model Altman Z-Score, Springate, Grover, dan Zmijewski pada perusahaan Telekomunikasi dengan menggunakan uji Kruskal Wallis?



c.



Bagaimana tingkat keakuratan metode-metode tersebut dalam memprediksi financial distress?



3.



Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : a.



Untuk menganalisis perusahaan Telekomunikasi dengan menerapkan metode Altman Z-Score, Springate, Grover, dan Zmijewski yang termasuk kondisi financial distress dan non-financial distress.



b.



Untuk melihat adakah perbedaan dalam memprediksi financial distress diantara metode Altman Z-Score, Springate, Grover, dan Zmijewski.



c.



Untuk mengetahui metode mana yang paling akurat diantara Altman Z-Score, Springate, Grover, dan Zmijewski dalam memprediksi financial distress.



4.



Sistematika Penulisan 



BAB I : PENDAHULUAN



5



Dalam bab ini membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan. 



BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas tentang masalah teori-teori yang mendukung variabel dalam



penelitian, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, dan pengembangan hipotesis. 



BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini membahas tentang berbagai metode penelitian, rancangan penelitian,



definisi operasional variabel dan pengukuran yang digunakan dalam penelitian, prosedur pengumpulan data, dan metode analisis data. 



BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini membahas tentang subjek penelitian, analisis data dan pembahasan hasil



penelitian analisis dalam memprediksi Financial Distress pada perusahaan Telekomunikasi yang terdaftar dalam BEI periode 2012 – 2018. 



BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan atas hasil penelitian dan



pembahasan analisa, dan saran-saran yang bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.



5.



Tinjauan Pustaka 5.1 Pengertian Financial Distress Didirikannya suatu perusahaan bertujuan untuk memaksimalkan suatu laba. Sehingga laba menjadi suatu indikator keberhasilan kinerja perusahaan yang tercantum dalam laporan keuangan perusahaan. Maka dapat diartikan bahwa ketika suatu perusahaan dapat memperoleh laba yang tinggi artinya kinerja perusahaan tersebut baik, begitupun sebaliknya. Selanjutnya laba tersebut akan digunakan untuk memenuhi kewajiban perusahaan, seperti kepada penyandang dana juga dalam penciptaan nilai perusahaan sebagai prospek perusahaan (Elfianto Nugroho, 2011). Sehingga ketika perusahaan mengalami kegagalan dalam menghasilkan labanya, perusahaan tersebut telah mengalami kebangkrutan (Supardi dan Mastuti, 2003). Banyak yang berpendapat bahwa kebangkrutan dan financial distress adalah sama, padahal financial distress (kesulitan keuangan) terjadi sebelum kebangkrutan.



6



Perusahaan yang mengalami financial distress belum tentu pasti akan mengalami kebangkrutan karena tergantung pada pihak manajemen perusahaan tersebut dalam mengatasi financial distress sebagaimana menjadi sinyal kebangkrutan bagi perusahaan (Priambodo, 2017). Menurut Plat (dalam Fahmi, 2013), kondisi ini adalah tahap adanya penurunan keuangan sebelum terjadinya kebangkrutan atau disebut juga likuidasi yang diawali dengan ketidakmampuan dalam memenuhi kewajiban likuiditas maupun kewajiban solvabilitas. Dimana situasi ini adalah ketika total kewajiban perusahaan melebihi total asset yang dimiliki dan bisa dilihat melalui laporan keuangannya (Altman dan Hotchkiss, 2005). Menurut Altman, Financial distress dapat digolongkan menjadi beberapa istilah sesuai dengan tipenya, yaitu : 1.



Economic Failure Yaitu suatu kegagalan ekonomi dimana perusahaan tidak dapat menutupi total biaya termasuk biaya modal (cost of capital).



2.



Business Failure Yaitu kegagalan bisnis yang terjadi ketika harus menghentikan operasinya karena tida mampu menghasilkan keuntungan atau laba dalam menutupi pengeluaran.



3.



Insolvency Insolvency atau kegagalan keuangan yang membedakan antara arus kas dan dasar saham terbagi menjadi 2, yaitu: a. Insolvensi teknik, yaitu keadaan dimana perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo dan bersifat sementara karena muncul hanya pada saat perusahaan kekurangan kas untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Hal ini merupakan gejala awal dari kegagalan ekonomi yang selanjutnya dapat terjadi financial disaster atau bencana keuangan. b. Insolvensi dalam arti kebangkrutan sebagai ukuran kekayaan bersih negatif pada neraca konvensionalnya atau nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan besarnya lebih kecil daripada kewajibannya. Keadaan ini lebih serius yang muncul ketika total nilai hutang sudah melebihi total aset perusahaan atau dapat dikatakan ekuitas perusahaan negatif.



7



4.



Legal Bankruptcy Yaitu perusahaan dapat dikatakan bangkrut secara hukum apabila diajukan tuntutan oleh undang-undang maupun diputuskan oleh pengadilan secara resmi. Selain hal tersebut, berikut adalah tanda-tanda ketika perusahaan sedang



mengalami kebangkrutan atau kesulitan keuangan (Lesmana dan Surhanto, 2004), yaitu: 1.



Adanya penurunan secara signifikan pada penjualan dan pendapatannya.



2.



Terjadinya penurunan pada laba atau arus kas operasional.



3.



Penurunan total aktiva.



4.



Close price menurun signifikan.



5.



Adanya risiko yang tinggi serta kemungkinan kegagalan yang besar pada industry tersebut.



6.



Perusahaan melakukan pemotongan deviden yang besar.



7.



Perusahaan merupakan young company. Perusahaan dibagi beberapa kelompok berdasarkan kesehatan keuangan dan



potensi kebangkrutannya yaitu (Munawir, 2014). 1.



Perusahaan yang sehat atau tidak mengalami kesulitan keuangan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.



2.



Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan jangka pendeknya namun berhasil mengatasinya dengan baik sehingga tidak sampai pailit.



3.



Perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan namun menghadapi kesulitan non keungan.



4.



Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan namun tidak dapat mengatasinya sehingga akhirnya jatuh pailit.



5.2 Penyebab Financial Distress Menurut Zukailah (2016) berikut keadaan yang dapat menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan keuangan : 1.



Faktor ketidak mampuan modal atau kekurangan dana



2.



Besarnya beban bunga dan hutang



3.



Menderita kerugian



8



Terdapat pengelompokkan penyebab terjadinya kesulitan keuangan yang disebut Model Dasar Kebangrutan atau Trinitas Penyebab Kesulitan keuangan menurut Lizal (dalam Febrina, 2010), yaitu : 1.



Neoclassical Model Terjadinya kesulitan keuangan dan kebangkrutan akibat alokasi sumber daya yang tidak tepat karena manajemen yang kurang mampu mengalokasikan sumber daya (aset). Dapat diestimasi dengan melihat data neraca dan laporan laba rugi.



2.



Financial Model Terjadinya kesulitan yang disebabkan adanya pencampuran aset yang benar, tetapi struktur keuangan yang salah sehingga adanya batasan likuiditas atau liquidity constrains. Artinya, perusahaan dapat bertahan hidup dalam jangka panjang namun harus bangkrut dalam jangka pendek.



3.



Corporate Governance Model Yaitu kesulitan keuangan ketika perusahaan memiliki campuran aset yang tepat dan struktur keuangan yang baik, namun pengelolaannya buruk. Membuat perusahaan menjadi Ollt of the market sebagai konsekuensi dari adanya masalah dalam tata kelola (corporate governance) yang tidak dapat diatasi.



5.3 Indikator Financial Distress Ada berbagai situasi yang dapat mengindikasikan suatu perusahaan sebelum akhirnya



bangkrut,



berikut



indikator-indikator



yang



dapat



memprediksi



kebangkrutan tersebut (Hanafi dan Halim, 2007). 1.



Dengan menganalisa aliran kas saat ini dan masa mendatang.



2.



Menganalisis strategi perusahaan dengan memfokuskan pada persaingan yang dihadapi perusahaan.



3.



Struktur biaya relatif terhadap pesaingnya.



4.



Kualitas manajemen perusahaan.



5.



Kemampuan manajemen perusahaan dalam pengendalian biaya



5.4 Manfaat Financial Distress Perusahaan diharapkan memiliki kinerja yang baik sehingga apabila telah terindikasi adanya financial distress maka dapat menjadi sinyal buruk atau peringatan dini bagi berbagai pihak yang berkepentingan. Perlunya memprediksi



9



financial distress bukan hanya sebagai antisipasi perusahaan, tetapi menjadi tolak ukur keberhasilan perusahaan kedepannya. Ketika telah diketahui kondisi perusahaan yang mulai memburuk, berbagai pihak atau manajemen perusahaan dapat mengambil keputusan untuk segera memperbaiki dan menganalisa penyebab terjadinya financial distress tersebut. Berikut berbagai pihak yang berkepentingan dalam memprediksi financial distress diantaranya: 1.



Kreditur atau pemberi pinjaman, sebagai pihak yang akan meminjamkan uangnya kepada perusahaan maka perlu untuk mengetahui bagaimana keadaan atau kinerja perusahaaan tersebut. Apabila suatu perusahaan terindikasi mengalami financial distress, akan sulit bagi para kreditur memberikan pinjaman dan menjadi suatu pertimbangan yang besar.



2.



Investor atau pemegang saham, sebagai pihak yang akan melakukan investasi dan mengharapkan imbalan/return dari investasinya tersebut tentunya investor akan sangat mempertimbangkan kepada siapa ia akan berinvestasi. Semakin baik kinerja keuangan perusahaan akan membuat investor semakin yakin untuk menanamkan modalnya begitupun sebaliknya.



3.



Pemerintah, sebagai pembuat regulasi berkewajiban untuk melindungi hak para tenaga kerja, industri, serta masyarakat atas kerugian yang dapat mengganggu stabilitas ekonomi negara.



4.



Manajemen perusahaan yang akan menanggung biaya atas kerugian dari adanya kebangkrutan, sehingga perlu bagi manajemen untuk dapat memprediksi financial distress agar menghindari kerugian yang mungkin terjadi.



5.5 Cara Memprediksi Financial Distress 1.



Model Altman Dalam memprediksi financial distress pada perusahaan Telekomunikasi, Dian Purnamasari (2018) menggunakan metode Altman Z-Score Modifikasi. Menurut Sundjaja (dalam Dian Purnamasari, 2018) Model Z-Score Altman merupakan multivariate yang memprediksikan kepailitan perusahaan. Pada tahun 1968, Altman mengembangkan model skor Z menggunakan analisis rasio laporan keuangan dan diskriminan berganda dalam memprediksi kepailitan perusahaan manufaktur yang merupakan perusahaan publik. Sampel yang digunakan Altman pada penelitiannya berjumlah 33 perusahaan terindikasi bangkrut dan 33



10



perusahaan tidak bangkrut. Altman menggunakan teknik matched-pair dalam memilih sampelnya dengan 2 kriteria, yaitu industry dan besarnya perusahaan (total aset). Altman hanya berfokus ada perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel. Model yang pertama kali dipublikasikan tahun 1968 ini kemudian mengalami perkembangan dengan variasi tahun 1983. Menurut Fatmawati (2012) terdapat lima rasio yang digunakan pada metode ini berdasarkan analisis MDA (multivariate discriminant analysis), yaitu working capital/total assets, retained earning/total assets, EBIT/total assets, market value of equity/total liabilities dan sales/total assets. Model Z(2) atau Z-Score Modifikasi, yaitu model yang tidak menggunakan rasio perputaran penjualan untuk diterapkan pada perusahaan yang bukan termasuk manufaktur. Berikut adalah model Z(2) : 𝑍(2) = 6,56X1 + 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4 Keterangan : X1 =



Modal Kerja Total Aktiva



X2 =



Laba Ditahan Total Aktiva



X3 =



Laba Sebelum Bunga dan Pajak Total Aktiva



X4 =



Nilai Pasar Ekuitas Total Kewajiban



X5 =



Sales Total Aktiva



Tabel 2. Kriteria Altman Z-Score Z(2) Skor Z < 1,10



Indikasi Perusahaan pailit



1,10 < Z < Daerah ragu-ragu artinya ada kemungkinan 2,60



Kategori Distress Zone Gray Area



kesalahan mengklasifikasikan perusahaan atau perusahaan bisa pailit dan bisa tidak pailit



>2,60



Perusahaan yang baik/tidak pailit



Safe Zone



11



Menurut Munifan Habibi (2018) bahwa akurasi model ini mencapai 95% dengan data selama 1 tahun sebelum perusahaan mengalami kondisi financial distress dan 83% dengan data selama 2 tahun sebelum perusahaan financial distress. 2.



Model Springate Model yang dibuat oleh Gordon L.V. Springate pada tahun 1978 yang juga menggunakan metode seperti Altman, yaitu Multiple Discriminant Analyisis (MDA) dengan sampel 40 perusahaan di Kanada. Model ini memiliki 4 rasio yang telah dipilih dari 19 rasio diantaranya working capital/total assets, net profit before interest and taxes/total assets, net profit before taxes/liabilities, dan sales/total assets (Priambodo, 2017). Springate mengukur financial distress dengan merumuskan sebagai berikut: S − Score = 1,03X1 + 3,07X2 + 0,66X3 + 0,4X4 Keterangan : 𝑊𝑜𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 Total Aset EBIT X2 = Total Aset EBIT X3 = Current Liabilities 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 X4 = Total Aset X1 =



Springate menetapkan nilai cut-off sebesar 0,862 dimana ketika perusahaan memiliki S-Score < 0,862, artinya perusahaan tersebut diprediksi akan mengalami atau berpotensi kebangkrutan begitupun sebaliknya, jika S-Score > 0,862 maka perusahaan tersebut dikategorikan sehat atau tidak berpotensi akan mengalami kebangkrutan dengan tingkat keakuratan model ini adalah 92,5%. 3.



Model Grover Merupakan sebuah model yang mendesainan dan menilai ulang model Altman Z-Score yang dikembangkan pada tahun 1968 oleh Jeffrey S. Grover. Dengan menggunakan sampel sesuai dengan model Altman dan menambahkan 13 rasio keuangan baru untuk melihat kondisi perusahaan pada tahun 1982 – 1996. Terdapat 35 perusahaan yang dikategorikan bangkrut dan 35 perusahaan yang tidak menjadi sampel penelitian Grover. Ada beberapa yang rasio-rasio 12



keuangan yang digunakan dalam model ini diantaranya working capital to total asset untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan modal kerja bersih dari total aktiva yang ada, earnings before interest and taxes to total assets untuk mengukur produktivitas dari aktiva yang dimiliki, dan return on asset yang mengukur bagaimana perusahaan dalam memanfaatkan aktiva yang ia miliki untuk dapat memperoleh laba. Diperoleh rumus model Grover sebagai berikut : G − 𝑆𝑐𝑜𝑟𝑒 = 1,65X1 + 3,404X2 − 0,016X3 + 0,057 Keterangan : 𝑊𝑜𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 Total Aset 𝐸𝐵𝐼𝑇 X2 = Total Aset 𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑇𝑎𝑥 X3 = Total Aset X1 =



Model Grover memiliki nilai cut off sebesar -0,02. Dengan kategori perusahaan dalam keadaan atau berpotensi mengalami kebangkrutan jika skornya kurang atau sama dengan -0,02 (G ≤ -0,02), jika skornya berada diantara batas atas dan bawah termasuk kedalam grey area (-0,02 ≤ G ≤ 0,01), sedangkan termasuk kedalam kategori sehat atau tidak berpotensi mengalami kebangkrutan besarnya di atas 0,01 (G ≥ 0,01). 4.



Model Zmijewski Setelah melakukan penelitian selama 20 tahun, Mark E. Zmijewski akhirnya menyelesaikan review studi bidang kebangkrutan yang menghasilkan model Zmijewski tahun 1984. Terdapat 75 perusahaan yang terkategorikan bangkrut dan 3.573 perusahaan sehat yang dijadikannya sampel selama tahun 1972 – 1978. Model Zmijewski ini menggunakan beberapa rasio keuangan diantaranya Return On Asset (ROA) dalam mengukur kemampuan perusahaan yang memanfaatkan aktiva untuk memperolej laba, leverage yaitu rasio untuk mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai oleh dana pinjaman, dan likuiditas yang menggambarkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Berikut model Zmijewski dalam memprediksi kebangkrutan adalah :



13



X − 𝑆𝑐𝑜𝑟𝑒 = −4,3 − 4,5X1 + 5,72X2 − 0,004X3 Keterangan : 𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑇𝑎𝑥 Total Aset 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑏𝑡 X2 = Total Aset 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡 X3 = 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠 X1 =



Tidak ada nilai cut-off pada model ini, tetapi perusahaan yang dikategorikan akan mengalami kebangkrutan maka X-Score besarnya lebih dari 0 (X > 0), sedangkan dikategorikan sehat jika X-Score kurang dari 0 (X < 0), artinya semakin besar nilai X maka semakin besar kemungkinan atau potensi perusahaan tersebut akan bangkrut. Zmijewski memiliki tingkat keakuratan sebesar 94,9% dalam memprediksi kebangkrutan. 5.6 Variabel Operasional Tabel 3. Operasionalisasi Variabel No



Variabel



Definisi



Indikator



Skala Ukur



Metode yang menganalisis



1.



Altman Z-Score



kinerja keuangan



Z (2) = 6,561X1



perusahaan berdasarkan



+ 3,26X2 +



besar kemungkinan



6,72X3 +



perusahaan dapat bertahan



1,05X4



Rasio



dari kebangkrutan Model yang memprediksi 2.



Springate



kebangkrutan dengan mengikuti metode Altman



3.



Grover



S-Score = 1,03X1 + 3,07X2 +



Rasio



0,66X3 + 0,4X4



Model yang menggunakan



G-Score =



sampel seperti metode



1,65X1 +



Altman dan menambahkan



3,404X2 –



Rasio



14



4.



Zmijewski



beberapa rasio keuangan



0,016X3 +



baru



0,057



Model yang menggunakan



X-Score = -4,3 –



3 rasio penting dalam



4,5X1 + 5,72X2



Rasio



memprediksi kebangkrutan – 0,004X3



5.7 Penelitian Terdahulu Tabel 4. Rangkuman Penelitian Terdahulu No. 1.



2.



Judul Penelitian Halimatusyakdiah, Analisis Abu Kosim, Eka Financial Meirawati (2015) Distress pada Industri Kosmetik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk Memprediksi Potensi Kebangkrutan Perusahaan Pengarang



Dian Purnamasari Analisis dan Francisca Prediksi Kristiastuti (2018) Financial Distress menggunakan Model



Metode



Hasil



Menggunakan model prediksi financial distress, seperti Model Springate, Zmijewski, dan Grover



Adanya perbedaan hasil prediksi financial distress pada perusahaan Industri Kosmetik. Hasil prediksi financial distress menurut Model Springate, bahwa ada 3 dari 4 perusahaan yang terindikasi sehat dan 1 perusahaan berpotensi mengalami kebangkrutan, menurut Model Zmijewski bahwa 2 perusahaan terindikasi sehat dan 2 perusahaan terindikasi berpotensi bangkrut, sedangkan menurut Model Grover bahwa pada Industri Kosmetik yang terdaftar di BEI periode 2011 – 2013 seluruhnya termasuk dalam kategori sehat atau tidak berpotensi mengalami kebangkrutan. Menggunakan Hasil menunjukkan bahwa model prediksi hanya 1 perusahaan Altman Z- Telekkomunikasi yang Score berada pada safe zone, 1 Modifikasi. perusahaan yang masih dalam proses



15



Altman ZScore Modifikasi



3.



Ni Wayan Yulia Krusita dan Ni Luh Putu Wiagustini (2019)



Prediksi Financial Distress Menggunakan Model Zmijewski dan Model Grover pada Perusahaan Migas di BEI



Model Zmijewski dan Grover dalam memprediksi kebangkrutan



4.



Randy Kurnia Permana, Nurmala Ahmar, Syahril Djaddang (2017)



Prediksi Financial Distress pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia



Menggunakan model prediksi kebangkrutan Grover, Springate, dan Zmijewski



perkembangan yang membaik, dan 2 perusahaan lainnya terindikasi mengalami kebangkrutan (berada pada distress zone). Adanya perbedaan hasil penelitian antara 2 model tersebut terhadap prediksi kebangkrutan perusahaan setiap tahunnya. Hanya saja pada tahun 2015 dan 2016, model Zmijewski dan Grover memiliki hasil prediksi yang sama, yaitu perusahaan Energi Mega Persada Tbk. diprediksi akan mengalami financial distress. Peneliti menyarankan agar penelitian selanjutnya juga menambahkan model prediksi lainnya dan memperluas cakupan perusahaan yang diteliti. Hasil menunjukkan bahwa adanya perbedaan pada setiap model prediksi dalam memprediksi financial distress. Model Springte menghasilkan prediksi tidak sehat terbanyak dibandingkan model lainnya dengan presentase sehat terkecil. Hal ini dikarenakan model Grover dan Springate memiliki acuan yang sama atau bentuk dari pendesainan ulang model Altman Z-Score.



16



5.



Munawarah dan Akurasi Keumala Hayati Model (2019) Logistik Springate, Zmijewski, dan Grover dalam Menakar Kesulitan Keuangan Perusahaan Pembiayaan



6.



Barbara Gunawan, Rahadien Pamungkas, dan Desi Susilawati (2017)



7.



Sena (2016)



Menggunakan model Springate, Zmijewski, dan Grover



Perbandingan Model Altman, Prediksi Grover, dan Financial Zmijewski Distress dengan Model Altman, Grover, dan Zmijewski.



Sabrina Analisis Perbandingan Tingkat Akurasi Model Prediksi



Menggunakan model Altman Z-Score, Zmijewski, Grover, dan Springate



Hasiil menunjukkan bahwa secara simultan model Springate, Zmijewski, dan Grover memiliki pengaruh yang signifikan terhadap probabilitas terjadinya financial distress perusahaan Pembiayaan di BEI periode 2013-2017. Namun secara parsial, hanya model Zmijewski yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap terjadinya financial distress. Hasil koefisien determinasi dari Nagelkerke R Square sebesar 0,606 artinya sebesar 60,6% variabel independen menjelaskan variabel dependennya, dan 39,4% dapat dijelaskan faktor lain. Maka peluang keakuratan secara keseluruhan sebesar 84%. Hasil menunjukkan bahwa dalam memprediksi financial distress, model Zmijewski memiliki tingkat akurasi tertinggi, kemudian Grover, dan Alrman Z-Score yang memiliki tingkat akurasi terendah dibandingkan 2 model lainnya. Model prediksi terbaik dengan tingkat akurasi tertinggi dan tingkat kesalahan terendah adalah model Grover. Kemudian disusul oleh model



17



8.



Financial Distress (Studi Kasus pada Sektor Pertambangan yang terdaftar di BEI periode 20122016) Anggi Meiliawati Analisis (2016) Perbandingan Model Springate dan Altman ZScore terhadap potensi Financial Distress (Studi Kasus pada Perusahaan Sektor Kosmetik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia)



Springate, Altman ZScore, dan Zmijewski.



Menggunakan model Springate dan altman ZScore



Hasil dari penelitian ini adalah model springate menjadi model terakurat dalam memprediksi financial distress.



18



5.8 Kerangka Pemikiran Gambar 2. Kerangka Pemikiran Laporan Keuangan Perusahaan Telekomunikasi di Indonesia Periode 2012 - 2018



Model



Model



Model



Model



Altman



Springate



Grover



Zmijewski



Z-Score



Financial Distress atau Non-Financial Distress Uji Kruskal Wallis Uji Keakuratan Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka penelitian ini menggunakan laporan keuangan perusahaan Telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012 – 2018 kemudian dianalisis menggunakan model Altman ZScore, Springate, Grover, dan Zmijewski. Hasil analisa akan menunjukkan perusahaan apa saja yang masuk kedalam potensi financial distress dan non-financial distress. Setelah itu, beragam model ini akan dilihat apakah ada perbedaan dengan menggunakan Uji Kruskal Walis. Ada berbagai model untuk memprediksi financial distress yang telah ditemukan, namun setiap model tersebut memiliki tingkat keakuratan yang berbeda-beda maka dari itu perlu diuji keakuratan dari 4 model yang digunakan dalam penelitian ini.



19



6.



Hipotesa Penelitian Berdasarkan pemaparan pada landasan teori, penelitian terdahulu, rumusan masalah, dan kerangka berpikir maka penelitian ini diperoleh hipotesis sebagai berikut : 1.



Terdapat perbedaan dalam memprediksi financial distress dengan menggunakan metode Altman Z-Score, Springate, Grover, dan Zmijewski pada perusahaan Telekomunikasi yang terdaftar dalam BEI periode 2012 – 2018.



2.



Adanya model prediksi yang memiliki tingkat keakuratan paling tinggi dalam memprediksi kondisi financial distress perusahaan Telekomunikasi yang terdaftar dalam BEI periode 2012 – 2018.



7.



Metode Penelitian 7.1 Data Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan yang dipublikasikan oleh Perusahaan Telekomunikasi di BEI periode 2012 – 2018 untuk melakukan komparatif atau membandingkan dari teknik analisis data dengan statistik. Data kuantitaf yang dimaksud adalah sebuah keterangan fakta dalam bentuk bilangan atau skala nurmatik (angka). Ada 2 jenis statistik, yaitu statistik deskriptif dan inferensial. Jenis statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif, yaitu memberikan deskripsi mengenai suatu data berdasarkan nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan kemencengan distribusi (Ghozali, 2013). Metode yang digunakan peneliti adalah metode dokumentasi, yaitu berdasarkan jurnal, situs website, dan internet yang diperoleh. Data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari sumber data sekunder yang terdapat pada website Bursa Efek Indonesia atau BEI (www.idx.co.id). Peneliti menggunakan jenis penelitian ini dengan tujuan untuk menganalisis perbedaan antara model – model yang digunakan dan mengkomparasikannya untuk menilai tingkat keakuratan setiap model dalam memprediksi financial distress Perusahaan Telekomunikasi yang terdaftar di BEI periode 2012 – 2018.



20



7.2 Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari laporan keuangan Perusahaan Telekomunikasi yang dipublikasikan dalam situs website www.idx.co.id. Selain itu, data juga diperoleh melalui website resmi masing-masing perusahaan Telekomunikasi. 7.3 Populasi dan Sampel Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitia yang dilakukan, artinya individu yang memiliki sifat sama walaupun kesamaan itu sedikit, atau dapat dikatakan bahwa seluruh individu yang dijadikan objek penelitian (Arikunto, 2013). Namun menurut Sugiyono (2014) mengartikan populasi sebagai suatu wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek dengan kualitas dan karakteristik yang diterapkan dalam penelitian untuk dipelajari lalu ditarik kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini berdasarkan Fact Book 2019 pada situs www.idx.co.id (diakses pada tanggal 11 Februari 2020) bahwa terdapat 6 perusahaan subsektor Telekomunikasi diantaranya : Tabel 5. Daftar Perusahaan Telekomunikasi yang Terdaftar di BEI No



Kode Saham



Nama Perusahaan



Listing Date



1.



BTEL



Bakrie Telecom Tbk.



3 Februari 2006



2.



EXCL



XL Axiata Tbk.



29 September 2005



3.



FREN



Smartfren Telecom Tbk.



29 November 2006



4.



ISAT



Indosat Tbk.



19 Oktober 1994



5.



JAST



Jasnita Telekomindo Tbk.



16 Mei 2019



6.



TLKM



Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk.



14 November 1995



Sumber: Fact Book BEI 2019 (www.idx.co.id) Sugiyono memaparkan bahwa sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik dari populasi. Artinya, tidak seluruh dari populasi termasuk kedalam sampel yang dipilih dan dianggap sebagai suatu perwakilan dari populasi. Metode dalam pengambilan sampel penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu metode yang memilih sampel berdasarkan kriteria yang diperlukan dalam penelitian. Kriteria tersebut ialah sebagai berikut : 21



1.



Perusahaan subsektor Telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian 2012 – 2018.



2.



Perusahaan



subsektor



Telekomunikasi



yang mempublikasikan laporan



keuangannya secara konsisten selama periode penelitian 2012 – 2018. 3.



Perusahaan yang memiliki kelengkapan data yang dibutuhkan terkait dengan penelitian, seperti neraca, laporan laba-rugi, harga saham, dan lain-lain selama periode penelitian 2012 – 2018.



Berdasarkan kriteria tersebut, penelitian ini hanya menggunakan sebanyak 5 sampel perusahaan Telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012 – 2018 diantaranya Bakrie Telecom Tbk., XL Axiata Tbk., Smartfren Telecom Tbk., Indosat Tbk., dan Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. 7.4 Teknik Analisis Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini diawali dengan menganalisis data laporan keuangan untuk mengukur, mengetahui, dan menggambarkan potensi financial distress perusahaan subsektor Telekomunikasi di BEI periode 2012 – 2018. Penilaian ini menggunakan metode Altman Z-Score, Springate, Grover, dan Zmijewski. Keseluruhan data laporan keuangan perusahaan Telekomunikasi yang merupakan sampel penelitian akan dianalisis untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan penelitian. 7.4.1



Analisis Prediksi Financial Distress 1. Model Altman Z-Score Berikut adalah model Z-Score Modifikasi atau Z(2) : 𝑍(2) = 6,56X1 + 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4 Keterangan : Modal Kerja Total Aktiva Laba Ditahan X2 = Total Aktiva Laba Sebelum Bunga dan Pajak X3 = Total Aktiva Nilai Pasar Ekuitas X4 = Total Kewajiban X1 =



22



X5 =



Sales Total Aktiva



2. Springate Springate mengukur financial distress dengan merumuskan sebagai berikut: S − Score = 1,03X1 + 3,07X2 + 0,66X3 + 0,4X4 Keterangan : 𝑊𝑜𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 Total Aset EBIT X2 = Total Aset EBIT X3 = Current Liabilities 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 X4 = Total Aset X1 =



3. Grover Diperoleh rumus model Grover sebagai berikut : G − 𝑆𝑐𝑜𝑟𝑒 = 1,65X1 + 3,404X2 − 0,016X3 + 0,057 Keterangan : 𝑊𝑜𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 Total Aset 𝐸𝐵𝐼𝑇 X2 = Total Aset 𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑇𝑎𝑥 X3 = Total Aset X1 =



4. Zmijewski Berikut model Zmijewski dalam memprediksi kebangkrutan adalah : X − 𝑆𝑐𝑜𝑟𝑒 = −4,3 − 4,5X1 + 5,72X2 − 0,004X3 Keterangan : 𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑇𝑎𝑥 Total Aset 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑏𝑡 X2 = Total Aset 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡 X3 = 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠 X1 =



23



7.4.2



Statistik Deskriptif



Merupakan salah satu jenis statistika yang mengumpulkan, menyusun, dan mengkaji data penelitian sebagaimana ilmu statistik yang ringkas, menyajikan, dan mendeskripsikan data dalam bentuk suatu hal yang mudah dibaca agar informasi tersebut lebih lengkap dan dapat dipahami. Statistika deksriptif hanya berhubungan dengan suatu hal yang menguraikan keterangan suatu data atau fenomena secara umum dan berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran sebuah objek penelitian melalui data sampel atau populasi. Biasanya bentuk datanya adalah ukuran pemusatan data, seperti mean, diagram pareto, dan tabel. 7.4.3



Uji Kruskal Wallis



Merupakan uji non-parametrik berbasis ranking atau peringkat dengan tujuan menentukan perbedaan signifikan secara statistic antara dua atau lebih kelompok variabel independen pada variabel dependen berskala numerik (interval/rasio) dan ordinal. Menurut Anwar Hidayat yang dikutip dari www.statistikian.com, sama seperti Uji One Way Anova, Kruskal Wallis menjadi alternatif ketika sebuah penelitian tidak memenuhi asumsi normalitas misalnya. Selain itu, berfungsi sebagai sebuah perluasan uji Mann Whitney U Test yang pada uji tersebut hanya dapat mengetahui perbedaan untuk 2 kelompok variabel dependen saja. Dikarenakan uji ini termasuk non-parametrik, maka dapat mengabaikan uji normalitas. Berikut adalah statistic Uji Kruskal Wallis : 𝑘



12 𝑅𝑖 2 𝐻= ∑ − 3(𝑁 + 1) 𝑁(𝑁 + 1) 𝑛𝑖 𝑖=1



Keterangan: 𝑛𝑖



= Jumlah sampel kelompok i



𝑅𝑖 2



= Jumlah peringkat kelompok i



N



= Jumlah pengamatan semua kelompok



Ada beberapa asumsi Uji Kruskal Wallis, diantaranya adalah :



24



a. Variabel independen skala kategorik yang memiliki lebih dari 2 kategori. b. Berskala numerik (interval/rasio) ataupun ordinal pada variabel dependennya. c. Dalam hal ini independen berarti sampel masing-masing kategori harus bebas satu sama lain, maka tidak boleh ada sampel yang termasuk kedalam 2 kategori atau lebih. d. Adanya variabilitas yang sama disetiap kategori, dimana bentuk kurva histogram atau sebaran data sama dan uji Kruskal Wallis dapat digunakan untuk melihat perbedaan Median setiap kategori. Namun apabila sebaran tidak sama, maka uji ini hanya untuk melihat perbedaan pada peringkat rata-rata. Kesimpulan yang dapat ditarik dari Uji Kruskal Wallis adalah nilai P value yang apabila besarnya dibawah batas (misalkan 0,05), maka adanya pengaruh antar kelompok tersebut artinya H1 diterima dan H0 ditolak. 7.4.4



Uji Keakuratan Model Prediksi



Adapun model untuk menghitung tingkat keakuratan adalah : Tingkat Akurasi =



Jumlah Prediksi Tepat 𝑥100% Jumlah Data



Keterangan : a. Jumlah prediksi tepat merupakan banyaknya ketepatan prediksi dari model prediksi yang digunakan, seperti Model Altman, Springate, Grover, dan Zmijewski, kemudian hasil perhitungan sesuai kondisi perusahaan berdasarkan kategori financial distress atau non financial distress. b. Jumlah data dalam penelitian ini sebanyak 35 data, yaitu 5 perusahaan dikalikan dengan 7 tahun penelitian.



25



8.



Daftar Pustaka Altman, E., Hotchkiss, E. 2005. Corporate Financial Distress and Bankruptcy: Predict and Avoid Bankruptcy, Analyze and Invest in Distressed Debt. 3rd Edition. John Wiley & Sons, New Jersey. Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Christine, Debby, dkk. 2019. Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Total Arus Kas dan Ukuran Perusahaan terhadap Financial Distress pada perusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2014-2017. Jurnal Ekonomi dan Ekonomi Syariah Vol. 2 (No. 2). Dwijayanti, Patricia Febrina. 2010. Penyebab, Dampak, dan Prediksi dari Financial Distress serta Solusi untuk Mengatasi Financial Distress. Jurnal Akuntansi Kontemporer, Vol. 2 (no. 2). Fahmi, I. 2013. Analisis Laporan Keuangan. Bandung: Alfabeta. Fatmawati, Mila. 2012. Penggunaan The Zmijewski Model, The Altman Model, dan The Springate Model Sebagai Prediktor Delisting. Jurnal Keuangan dan Perbankan, 16 (1), hal. 56-65. Ghozali, I. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21 Update PLS Regresi. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Habibi, Munifan. 2018. Analisis Penggunaan Model Altman Z-Score dan Model Springate dalam Mengukur Potensi Financial Distress Pada Bank Umum Syariah di Indonesia periode 2012-2016. Skripsi. Halimatusyakdiah, dkk. 2015. Analisis Financial Distress pada Industri Kosmetik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk Memprediksi Potensi Kebangkrutan Perusahaan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Akuntansi Vol. 9 (No. 2). Hanafi, M. H. Halim, A. 2007. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Harlan D. Platt dan Manjorie B. Platt. 2002. Development Of Class Of Stable Predictive Variable The Case Of Bankruptcy Predictions. Journal Of Business Finance And Accounting Vol. 17, hal. 31-51. Krusita, Ni Wayan Y. Wiagustini, Ni L. Putu. 2019. Prediksi Financial Distress menggunakan model Zmijewski dan model Grover pada Perusahaan Migas di BEI. E-Jurnal Manajemen, Vol. 8 (No. 5), hal. 2891-2917. Lesmana, R. Surjanto, R. 2004. Financial Performance Analyzing. Jakarta: Gramedia. 26



Lukas Setis Atmaja. 2008. Teori dan Praktek Manajemen Keuangan. Yogyakarta: Penerbit Andi. Munawarah. Hayati, Keumala. 2019. Akurasi Model Logistik Springate, Zmijewski, dan Grover dalam menakar kesulitan keuangan perusahaan Pembiayaan. Accounting and Management Journal, Vol. 3 (No.1). Nugroho, Elfianto. 2011. Analisis Pengaruh Likuiditas, Pertumbuhan Penjualan, Perputaran Modal Kerja, Ukuran Perusahaan dan Leverage Terhadap Profitabilitas Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Pada BEI Pada Tahun 2005-2009). Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang. Permana, Randy Kurnia, dkk. 2017. Prediksi Financial Distress pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Bisnis dan Manajemen Vol. 7 (No. 2), hal. 149-166. Priambodo, Dimas. 2017. Analisis Perbandingan Model Altman, Springate, Grover, dan Zmijewski dalam Memprediksi Financial Distress (Studi Empiris pada Perusahaan Sektor Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2012-2015). Jurnal Pendidikan Akuntansi, hal. 1-10. Purnamasari, Dian. Kristiastuti, Francisca. 2018. Analisis Prediksi Financial Distress Menggunakan Model Altman Z-Score Modifikasi. Manners, Vol. I (No. 2). S. Munawir. 2014. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty. Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Supardi dan Sri Mastuti. 2003. Validitas Penggunaan Z-Score Altman untuk Menilai Kebangkrutan Pada Perusahaan Perbankan Go-Public di Bursa Efek Jakarta, KOMPAK. Nomor 7, Januari-April hal. 68-69. Zukailah, Siti. 2016. Perbandingan Financial Distress Bank Syariah di Indonesia dan Bank Islam di Malaysia Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008 Menggunakan Model Altman Z-Score. Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan, Vol. 3 (No. 2) Universitas Airlangga, hal. 900-914. www.idx.co.id www.statistikian.com www.cnbcindonesia.com



27