Makalah Kebangkrutan Dan Financial Distress [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEBANGKRUTAN DAN FINANCIAL DISTRESS Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Keuangan Stratejiik



Dosen Pengampu Dr. Hj. Ellen Rusliati. SE. MSIE



Disusun Oleh : Levy Ailena Vivian 194010125



PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG 19MJC



KATA PENGANTAR Puji



dan



syukur



Alhamdulillah



kami



panjatkan



kehadirat



Allah



SWT



yang



senantiasa memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Kebangkrutan dan Financial Distress”. Maksud dan tujuan penulisan makalah ini adalah untuk melengkapi salah satu syarat menempuh tugas mata kuliah Manajemen Keuangan Strategis. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dikatakan baik dan sempurna, serta masih banyak kekurangan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan kami. Oleh karena itu dengan tangan terbuka penyusun menerima saran dan kritik yang bersifat membangun. Proses penyusunan makalah ini tentunya banyak memperoleh bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Terutama kepada Ibu Dr. Hj. Ellen Rusliati. SE. MSIE. selaku dosen mata kuliah Manajemen Keuangan Strategis, yang telah membimbing kami selama proses belajar didalam kelas, kami



ucapkan



terimakasih.



Dan



tidak



lupa



untuk teman-teman sejawatan diprodi



manajemen Universitas Pasundan, terimakasih atas dorongannya. Akhir kata kami berharap penyusunan laporan ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya, dan pembaca pada umumnya.



Bandung, Mei 2021



Penyusun



i



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ancaman kebangkrutan dapat dialami setiap perusahaan, baik perusahaan kecil maupun besar yang tidak mampu bersaing atau berkembang dalam menjalankan usahanya. Kebangkrutan suatu perusahaan diawali dengan munculnya kesulitan keuangan. Kesulitan keuangan suatu perusahaan dapat tercermin dari indikator kinerja yakni apabila perusahaan mengalami kesulitan keuangan jangka pendek (likuiditas) yang tidak segera diatasi akan mengakibatkan kesulitan keuangan jangka panjang (solvabilitas) sehingga dapat berujung pada kebangkrutan suatu perusahaan (Suharman, 2007). Analisis kebangkrutan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan. Analisis ini sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk melakukan antisipasi yang diperlukan dari peringatan awal kebangkrutan. Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan tersebut ditemukan, semakin baik bagi pihak manajemen, karena dapat melakukan perbaikan sejak awal (Hanafi, 2003:263). Financial distress merupakan tahapan penurunan kondisi keuangan suatu perusahaan sebelum terjadinya kebangkrutan (Platt dan Platt, 2002). Kebangkrutan perusahaan terjadi setelah periode financial distress. Untuk itu, pengenalan lebih awal kondisi perusahaan yang mengalami financial distress menjadi penting dilakukan. Informasi lebih awal kondisi financial distress 2 pada perusahaan memberikan kesempatan bagi manajemen, pemilik, investor, regulator, dan para stakebolders lainnya untuk melakukan upaya-upaya yang relevan. Manajemen dan pemilik berkepentingan untuk melakukan upayaupaya mencegah kondisi yang lebih parah ke arah kebangkrutan. Investor berkepentingan dalam mengambil keputusan investasi atau divestasi. Regulator, seperti Bank Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal, dalam melakukan pengawasan usaha. Potensi kebangkrutan yang dimiliki oleh setiap perusahaan akan memberi kekhawatiran dari berbagai pihak baik sektor internal maupun pihak eksternal, pihak investor akan kehilangan seluruh saham yang telah ditanamkan diperusahaan tersebut dan pihak kreditur akan mengalami kerugian karena seluruh dana yang telah



1



dipinjamkan pada perusahaan tidak bisa dilunasi atau tidak tertagih, sehingga prediksi kebangkrutan sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan investasi. Kesulitan keuangan (financial distress) merupakan suatu situasi dimana aliran kas operasi sebuah perusahaan tidak cukup memenuhi kewajiban-kewajiban yang sekarang (seperti perdagangan kredit atau pengeluaran bunga). Istilah kesulitan keuangan digunakan untuk mencerminkan adanya permasalahan dengan tingkat likuiditas perusahaan Putro (2013). Aisyah (2013) juga menjelaskan, bahwa kesulitan keuangan (financial distress) yang dialami perusahaan tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi juga disebabkan oleh berbagai faktor, ada faktor internal dan juga ada faktor eksternal.Faktor internal diantaranya karena faktor financial dan faktor non-financial, sedangkan faktor eksternal yaitu keadaan ekonomi suatu negara tersebut atau keadaan ekonomi secara global.Perputaran piutang yang sangat rendah juga salah satu penyebabterjadinya financial distress. MenurutPlatt & Platt (2002) bahwa financial distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan perusahaan yang terjadi sebelum kebangkrutan ataupun likuidasi. Perusahaan dapat dikatakan dalam kondisi financial distress jika salah satu kejadian berikut ini terjadi: mengalami laba operasi bersih negatif selamabeberapa tahun atau penghentian pembayaran deviden dan restruturisasi keuangan atau PHK besarbesaran. Kesehatan suatu perusahaan bisa digambarkan dari titik sehat yang paling tinggi yaitu mampu untuk membiayai operasionalnya dan dapat memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendek sampai jangka 2 panjangnya tepat waktu (Ardiyanto, 2011). Kesehatan perusahaan dapat diukur dari tingkat likuiditas yang paling sehat, sampai ke titik tidak sehat yang paling ekstrem yaitu tidak mampu membayar



kewajiban-kewajibannya



atau



hutang



lebih



besar



dibandingkan



aset.Kesulitan keuangan jangka pendek bersifat sementara dan belum begitu parah, tetapi kesulitan semacam ini apabila tidak ditangani bisa berkembang menjadi kesulitan yang berakibat fatal. Faktor penyebab financial distress adalah karena adanya serangkaian kesalahan, pengambilan keputusan yang tidak tepat, serta tidak adanya atau kurangnya upaya mengawasi kondisi keuangan sehingga penggunaan keuangan tidak sesuai dengan keperluan. Hal ini memberikan kesimpulan bahwa tidak menjamin perusahaan besar dapat menghindari masalah ini, sebab financial distress berkaitan



2



dengan keuangan perusahaan dimana, setiap perusahaan pasti akan beurusan dengan keuangan untuk menjaga kelangsungan operasinya (Anggarini, 2010). Perusahaan dengan keadaan seperti dijelaskan di atas perlu untuk mengantisipasi adanya financial distress berkepanjangan sebelum mencapai titik kebangkrutan atau likuidasi (Ardiyanto, 2011). Menurut Mas’ud & Srengga (2011) Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan atau likuidasi pada suatu perusahaan. Sehingga model financial distress perlu untuk dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi financial distress sejak awal diharapkan dapat dilakukan tindakan-tindakan untuk mengantisipasi kondisi yang mengarah pada kebangkrutan. Financial distress dapat diukur melalui laporan keuangan dengan cara menganalisis laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan hasil dari suatu aktivitas yang bersifat 3 teknis berdasarkan pada metode dan prosedur-prosedur yang memerlukan penjelasan-penjelasan agar tujuan atau maksud untuk menyediakan informasi yang bermanfaat dapat dicapai. Laporan keuangan dapat digunakan sebagai alat untuk membuat proyeksi tentang berbagai aspek finansial perusahaan di masa datang. Analisis rasio keuangan yang sering digunakan terfokus pada profitabilitas, solvency, dan likuiditas. Untuk mengetahui adanya gejala kebangkrutan diperlukan suatu model memprediksi financial distress untuk menghindari kerugian dalam nilai investasi. Salah satu aspek pentingnya analisis terhadap laporan keuangan dari sebuah perusahaan adalah untuk meramal kelangsungan hidup perusahaan, sangat penting bagi manajemen dan pemilik perusahaan untuk mengantisipasi kemungkinan adanya potensi kebangkrutan.Kebangkrutan suatu perusahaan dapat dilihat dan diukur melalui laporan keuangannya (Mas’ud & Srengga, 2011). Agar informasi laporan keuangan yang tersaji menjadi lebih bermanfaat dalam pengambilan keputusan, maka data keuangan harus dirubah menjadi informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan ekonomis. Untuk membuktikan bahwa laporan keuangan bermanfaat maka perlu dilakukan penelitian. Firm size juga menjadi salah satu tolak ukur yang digunakan untuk mendeteksi apakah perusahaan terindikasi mengalami kesulitan keuangan atau tidak (Rianti & Yadiati, 2018). Firm size dapat menggambarkan keadaan perusahaan. Ukuran perusahaan yang besar menandakan perusahaan tersebut mempunyai total



3



asset yang besar pula, artinya perusahaan memiliki kecukupan dana untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan (Pertiwi, 2018). Sehingga, kecil kemungkinan perusahaan mengalami financial distress tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa kondisi tersebut terjadi di perusahaan yang besar (Sastriana, 2013). Kondisi kesulitan keuangan dapat terjadi pada setiap perusahaan. Perusahaan memerlukan prediksi financial distress agar dapat membantu pihak manajemen dalam pengambilan keputusan untuk segera memperbaiki kondisi keuangan perusahaan (Ayu, Handayani, & Topowijono, 2017). Oleh sebab itu, melakukan prediksi sejak dini adalah hal penting dalam suatu perusahaan guna mencegah terjadinya resiko kebangkrutan di waktu yang akan datang serta mampu memberikan informasi terkait kinerja keuangan perusahaan (Kamaluddin, Ishak, & Mohammed, 2019). Evaluasi kinerja keuangan secara fundamental telah dilakukan dari analisis rasio keuangan, karena mampu memberikan perkiraan kesulitan keuangan dan kegagalan (Zeni & Ameer, 2010). Analisis rasio sebagai metode sederhana yang digunakan dalam mengevaluasi kekuatan keuangan serta kelemahan perusahaan dengan melihat hubungan antara itemitems dalam laporan keuangan (Bhandari & Iyer, 2013). Kinerja keuangan perusahaan Prediksi kondisi financial distress melalui analisis rasio arus kas pada perusahaan consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Henni Fauziah Ramadhanti 3 dapat dievaluasi dengan rasio keuangan tradisional (Rim & Roy, 2013). Rasio arus kas memiliki alat yang dapat diandalkan untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan (Fawzi, Kamaluddin, & Sanusi, 2015), karena rasio arus kas dapat melengkapi rasio tradisional sehingga memberikan informasi tambahan untuk mengelola efisiensi perusahaan dalam membiayai pertumbuhan serta kemampuan memenuhi komitmen keuangan (Ong, Choong Yap, & Khong, 2011). Laporan keuangan dapat dijadikan dasar untuk mengukur kesehatan suatu perusahaan melalui rasio keuangan yang ada dalam laporan tersebut. Rasio keuangan merupakan salah satu bentuk informasi akuntansi yang penting dalam proses penilaian kinerja perusahaan, sehingga dengan rasio keuangan tersebut dapat mengungkapkan kondisi keuangan suatu perusahaan maupun kinerja yang telah dicapai perusahaan untuk suatu periode tertentu (Widarjo & Setiawan (2009).



4



Kondisi perekonomian akhir-akhir ini mengalami goncangan yang cukup besar akibat berbagai permasalahan yang terjadi. Krisis ekonomi pada negaranegara di Eropa sedikit banyak juga mernbawa dampak pada perekonomian negara-negara di dunia. Sebelumnya, sekitar tahun 2008, dunia dikejutkan dengan krisis ekonomi di Amerika Serikat akibat subprime mortgage. Dampak dari krisis tersebut juga dirasakan oleh negara-negara di dunia, termasuk juga di Indonesia. Indonesia sendiri pemah mengalami krisis multi dimensi pada pertengahan tahun 1997, yang sering disebut krisis moneter. Krisis ini dimulai dari merosotnya nilai rupiah terhadap dolar hingga sampai pada masalah likuidasi di bidang perbankan. Kepercayaan investor mulai menurun dan banyak masalah keuangan yang dihadapi oleh perusahaanperusahaan di Indonesia. Banyak perusahaan yang mengalami kondisi yang disebut denganfinancial distress. Fenomena kesulitan keuangan (jinancial distress) di perusahaan publik Indonesia yang ada akhir-akhir ini terjadi kctika peningkatan harga minyak yang mengejutkan pada tahun 2005 dan krisis subprime mortgage pada 2008 (Pranowo et al., 2010). Pada tahun 2005, pemerintah Indonesia mengurangi subsidi untuk harga min yak lokal. Hal ini membuat biaya produksi mengalami peningkatan dan akhimya menurunkan profitabilitas perusahaan. Selain itu non perfonning loan (NPL) pada bank umum yang meningkat menjadi 68 triliun rupiah pada Maret 2006 dari 61 triliun rupiah pada Oktober 2005. Banyak perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEl) menjadi delisting sebagai akibat dari kerugian besar dan kekurangan uang tunai. Fenomena yang sama telah terjadi pad a tahun 2008, kegiatan bisnis yang mengalami kontraksi di pasar intemasional karena krisis keuangan global melanda dunia dan NPL meningkat lagi menjadi 60,6 triliun rupiah pada Maret 2009 dan 55.4 triliun rupiah pada November 2008. (http://www.bi.go.id. dalam Pranowo et al., 2010). Dengan demikian, perusahaan publik yang terdaftar di BEl menjadi sangat sensitif dengan faktor-faktor ekstemal dan mengalamifinancial distress. Financial distress merupakan suatu kondisi yang menunjukkan tahap penurunan dalam kondisi keuangan pe:usahaan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi (Plat dan Plat, 2002, dalam Almilia, 2006). Kebangkrutanjuga sering disebut likuid:tsi perusahaan atau penutupan perusahaan atau insolvensi. Kebangkrutan sebagai kegagalan diartikan sebagai kegagalan keuangan (financial failure) dan kegagalan ekonomi (economic failure) yang terjadi 5



pada perusahaan. (Ramadhani dan Lukviarman, 2009). Financial distress juga bisa didefinisikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajibankewajibanjinancial yang telahjatuh tempo. (Beaver et aI., 2011). Financial distress bisa dialami oleh semua perusahaan, terutama jika kondisi perekonomian di negara t'~mpat perusahaan tersebut beroperasi mengalami krisis ekonomi. Untuk mengatasi atau meminimalisir teIjadinya kebangkrutan di perusahaan, pihak manajemen harus melakukan pengawasan terhadap kondisi keuangan perusahaan dengan menggunakan analisis laporan keuangan (Ramadhani dan Lukviam.an, 2009). Analisis laporan keuangan merupakan alat penting untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi keuangan perusahaan. Analisis keuangan mempunyai 2 alat utama yang bisa digunakan, yaitu: analisis rasio (ratio analysis) dan anal isis arus kas (cash flow analysis). (Palepu dan Healy, 2008:5-1). Kedua alat tersebut bisa digunakan oleh manajemen dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dalam perusahaan untuk menilai sejauh mana keberhasilan yang dicapai oleh perusahaan dari strategi yang dijalankan dan juga kegagalan apa yang terjadi. Jika kondisi keuangan perusahaan tampak mengalami penurunan, maka sebaiknya manajemen mulai berhati-hati, karena kondisi yang demikian bisa mengarah padafinancial distress. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari kebangkrutan ? 2. Apa pengertian dari financial distress ? 3. Apa saja jenis-jenis dari financial distress ? 4. Apa saja kategori dari financial distress ? 5. Apa saja faktor penyebab financial distress ? 6. Apa saja gejala financial distress ? 7. Bagaimana cara mencegah financial distress ? 8. Bagaimana cara menangani financial distress ? 9. Bagaimana cara memprediksi financial distress ?



10. Apa saja manfaat melakukan prediksi financial distress ? 11. Bagaimana dampak dari financial distress ? 12. Bagaimana pengaruh financial distress terhadap kebangkrutan ? 1.3 Tujuan Penulisan



6



1. Mengetahui definisi dari kebangkrutan dan financial distress 2. Mengetahui jenis – jenis dan kategori financial distress 3. Memahami faktor penyebab serta cara mengatasi financial distress 4. Memahami cara memprediksi serta manfaat dari financial distress 5. Mengetahui dampak dari financial distress 6. Mengetahui pengaruh financial distress terhadap kebangkrutan



7



BAB II PEMBAHASAN



2.1



Pengerian Kebangkrutan Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi atau penutupan perusahaan atau



insolvensi. Biasanya, kebangkrutan suatu perusahaan ditandai dengan financial distress, yaitu keadaan dimana perusahaan lemah dalam menghasilkan laba atau cenderung mengalami defisit. Dengan kata lain, kebangkrutan dapat diartikan juga sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk memperoleh laba (Ramadhani dan Lukviarman, 2009). Kebangkrutan sebagai kegagalan diartikan sebagai kegagalan keuangan dan kegagalan ekonomi yang terjadi pada perusahaan (Adnan dan Kumiasih, 2000, dalam Ramadhani dan Lukviarman, 2009). Kegagalan dalam arti ekonomi (economic failure) merupakan keadaan dimana perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak bisa menutupi biayanya sendiri. Atau dengan kata lain nilai sekarang dari arus kas sebenamya lebih kecil dari kewajiban atau laba lebih kecil dari modal kerja (Ramadhani dan Lukviarman, 2009). Kegagalan keuangan diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara arus kas dan dasar saham (Ram2.dhani dan Lukviarman, 2009). Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk, yaitu: a. Insolvensi teknik, merupakaan keadaan dimana perusahaan dianggap tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat kewajiban telah jatuh tempo. b. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan diartikan dalam ukuran kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban. Kebangkrutan bisa disebabkan deh banyak faktor. Dalam beberapa kasus alasannya bisa dikenali setelah analisis laporan keuangan. Tapi ada beberapa kasus dimana perusahaan sedang mengalami penurunan, namlln beberapa item dalam 8



laporan keuangan masih menun.lukkan kinerja jangka pendek yang baik. (Kordestani et al., 20 11). Ada beberapa perusahaan yang mengalami tahapan kebangkrutan. Namun ada juga yang tidak mengalami tahapan kebangkrutan. Tahapan dari kebangkrutan tersebut dijabarkan sebagai berikut (Kordestani et at., 2011): a. Latency. Pada tahap latency, Retllrn 011 Assets (ROA) akan mengalami penurunan. b. Shortage of Cash. Dalam tahap kekurangan kas, perusahaan tidak memiliki cukup sumber daya kas untuk memenuhi kewajiban saat ini, meskipun masih mungkin memiliki tingkat profitabilitas yang kuat. c. Financial Distress. Kesulitan keuangan dapat dianggap sebagai keadaan darurat keuangan, dimana kondisi ini mendekati kebangkrutan. d. Bankruptcy. Jika perusahaan tidak dapat menyembuhkan gejala kesulitan keuangan (financial distress), maka perusahaan akan bangkrut.



2.2



Pengertian Financial Distrress Financial distress atau sering disebut dengan kesulitan keuangan, teIjadi



sebelum suatu perusahaan benar-benar mengalami kebangkrutan. Financial distress merupakan suatu kondisi yanE; menunjukkan tahap penurunan dalam kondisi keuangan perusahaan yang teIjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi (Plat dan Plat, 2002, dalam Almilia, 2006 dan Ramadhani dan Lukviarman, 2009). Financial distress juga bisa didefinisikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban financial yang telah jatuh tempo (Beaver et aI, 2011). Foster (1988, dalam Ramadhani dan Lukviarman, 2009) mendefinisikanfinar.'Cial distress sebagai, "Financial distress is lIsed to mean severe liquidity problems that cannot be resolved without a sizable rescaling of the entity's operations or structure." Financial distress bisa terjadi d berbagai perusahaan dan bisa menjadi penanda/sinyal dari kebangkrutan yang mungkin akan dial ami perusahaan. Jika perusahaan sudah masuk dalam kondisijinancial distress, maka manajemen harus berhati-hati karena bisa saja masuk paela tahap kebangkrutan. Manajemen dari perusahaan yang mengalami financial distress harus melakukan tindakan untuk mengatasi masalah keuangan tersebut dan mencegah terjadinya kebangkrutan. Financial Distress atau kesulitan keuangan adalah suatu kondisi keuangan perusahaan sedang dalam masalah, krisis atau tidak sehat yang terjadi sebelum 9



perusahaan mengalami kebangkrutan. Financial distress terjadi ketika perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban debitur karena mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya lagi. Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan umumnya mengalami penurunan dalam pertumbuhan, kemampulabaan, dan aset tetap, serta peningkatan dalam tingkatan persediaan relatif terhadap perusahaan yang sehat (Kahya dan Theodossiou, 1999). Financial Distress juga ditandai dengan adanya penundaan pengiriman, kualitas produk yang menurun, dan penundaan pembayaran tagihan dari bank. Apabila kondisi financial distress ini diketahui, diharapkan dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki situasi tersebut sehingga perusahaan tidak akan masuk pada tahap kesulitan yang lebih berat seperti kebangkrutan ataupun likuidasi. Financial distress adalah tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi pada perusahaan sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi (Platt HD dan Platt MB 2002). Suatu perusahaan dapat dikategorikan sedang mengalami financial distress atau kesulitan keuangan apabila perusahaan tersebut menunjukkan angka negatif pada laba operasi, laba bersih dan nilai buku ekuitas serta perusahaan tersebut melakukan merger (Brahmana 2007). Fenomena lain dari financial distress adalah perusahaan cenderung mengalami kesulitan likuiditas yang ditunjukkan dengan kemampuan perusahaan yang semakin menurun dalam memenuhi kewajibannya kepada kreditur (Hanifah 2013). Di bawah ini Jurnal akan membahas lebih jauh mengenai financial distress perusahaan yang harus Anda ketahui. Financial distress juga terjadi ketika perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban debitur karena mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya lagi. Sebagai proses tiga dimensi yang terdiri time frame, financial distress, dan process stages. Financial distress cycle dalam perusahaan mencakup periode awal penurunan kinerja hingga ke titik terendah kemudian tahap pemulihan apabila perusahaan bisa memperbaiki kinerjanya. Ketika perusahaan mengalami kesulitan keuangan, maka perusahaan tersebut tidak berada di posisi yang sama melainkan terus 10



bertransisi ke tahapan-tahapan selanjutnya. Apabila kinerja semakin buruk, maka kemungkinan besar perusahaan akan menghadapi kebangkrutan. Namun, jika kinerja perusahaan membaik maka perusahaan memiliki kesempatan untuk mengatasi kesulitan keuangan. Berikut ini beberapa pengertian financial distress dari beberapa sumber buku: 1) Menurut Brigham dan Daves (2003), kesulitan keuangan (financial distress) dimulai ketika perusahaan tidak dapat memenuhi jadwal pembayaran atau ketika proyeksi arus kas mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut akan segera tidak dapat memenuhi kewajibannya. 2) Menurut Darsono dan Ashari (2005), Financial distress atau kesulitan keuangan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo yang menyebabkan kebangkrutan perusahaan. 3) Menurut Platt dan Platt (2002), Financial distress adalah tahap penurunan kondisi keuangan yang dialami oleh suatu perusahaan, yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. 4) Menurut Gamayuni (2011), financial distress adalah keadaan kesulitan keuangan atau likuiditas yang mungkin merupakan awal dari terjadinya kebangkrutan. 5) Menurut Kahya dan Theodossiou, Financial distress pada umumnya perusahaan yang



kesulitan



keuangan



mengalami



penurunan



dalam



pertumbuhan,



kemampulabaan, dan aset tetap, serta peningkatan dalam tingkatan persediaan relatif terhadap perusahaan yang sehat. Terdapat lima kesulitan keuangan menurut Brigham dan Daves (2014) yaitu: 1) Economic failure, dimana perusahaan tidak dapat menutupi jumlah biaya, termasuk biaya modalnya. 2) Business failure, terjadi bila bisnis menghentikan operasi dengan akibat kerugian ke kreditur. 3) Technical insolvency, adalah ketidakmampuan memenuhi kewajiban lancar ketika jatuh tempo, menunjuk kekurangan likuiditas secara temporer. Pada kasus ini kreditur biasanya mau membantu melalui restrukturisasi utang.



11



4) Insolvency in bankruptcy, tergambar dari nilai buku utang yang melebihi nilai pasar aset. Masalah ini bersifat permanen dan mengarah kepada likuiditas bisnis. 5) Legal bankruptcy, adalah bangkrut secara hukum, terjadi bila telah diajukan tuntutan secara resmi sesuai dengan undang-undang. Banyak faktor yang dapat menyebabkan perusahaan menghadapi financial distress yaitu antara lain kenaikan biaya operasi, ekspansi berlebihan, ketinggalan teknologi, kondisi persaingan, kondisi ekonomi, kelemahan manajemen perusahaan dan penurunan aktivitas perdagangan industri. Dalam kondisi ekonomi yang tidak buruk, kebanyakan perusahaan yang mengalami financial distress adalah akibat dari kelemahan manajemen (Whitaker, 1999). Indikator yang menunjukkan apakah suatu perusahaan mengalami financial distress antara lain ditandai dengan adanya pemberhentian tenaga kerja atau hilangnya pembayaran dividen (Lau, 1987 & Hill et al, 1996), serta arus kas yang lebih kecil dari pada utang jangka panjang (Whitaker, 1999), atau, jika selama 2 tahun mengalami laba bersih operasi negatif dan selama lebih dari 1 tahun tidak melakukan pembayaran dividen (Almilia dan Kristijadi, 2003), sedangkan Wahyujati (2000) mendefinisikan financial distress jika perusahaan mengalami net income negatif selama 3 tahun. Platt HD dan Platt MB  dalam Journal Of Economic tahun 2002 menjelaskan bahwa financial distress merupakan suatu tahap penurunan kondisi finansial yang terjadi pada perusahaan yang sebelumnya mengalami likuidasi atau kebangkrutan. Sedangkan Brahmana dalam penelitiannya yang diterbirtkan tahun 2007 menjelaskan bahwa suatu perusahaan bisa disebut sedang mengalami financial distress atau kesulitan keuangan jika perusahaan itu menunjukkan sejumlah angka negatif pada laba operasi, laba bersih, dan nilai buku ekuitas tersebut terjadi merger. Penelitian lain yang diterbitkan tahun 2013 yang dipimpin oleh Hanifah turut menjelaskan bahwa fenomena lain dari financial distress adalah adanya perusahaan yang cenderung mengalami kesulitan likuiditas yang ditunjukkan dengan adanya kemampuan perusahaan yang semakin lama semakin menurun dalam hal pemenuhan kewajibannya kepada pihak kreditur.



12



Financial distress juga kerap terjadi pada perusahaan yang tidak mampu lagi atau gagal dalam hal memenuhi kewajiban debitur yang disebabkan karena ketidakcukupan atau kekurangan dana untuk melanjutkan lagi operasional usahanya. Financial distress atau sering disebut dengan kesulitan keuangan, teIjadi sebelum suatu perusahaan benar-benar mengalami kebangkrutan. Financial distress merupakan suatu kondisi yanE; menunjukkan tahap penurunan dalam kondisi keuangan perusahaan yang teIjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi (Plat dan Plat, 2002, dalam Almilia, 2006 dan Ramadhani dan Lukviarman, 2009). Financial distress juga bisa didefinisikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban financial yang telah jatuh tempo (Beaver et aI, 2011). Foster (1988, dalam Ramadhani dan Lukviarman, 2009) mendefinisikanfinar.'Cial distress sebagai, "Financial distress is lIsed to mean severe liquidity problems that cannot be resolved without a sizable rescaling of the entity's operations or structure." Financial distress bisa terjadi d berbagai perusahaan dan bisa menjadi penanda/sinyal dari kebangkrutan yang mungkin akan dial ami perusahaan. Jika perusahaan sudah masuk dalam kondisijinancial distress, maka manajemen harus berhati-hati karena bisa saja masuk paela tahap kebangkrutan. Manajemen dari perusahaan yang mengalami financial distress harus melakukan tindakan untuk mengatasi masalah keuangan tersebut dan mencegah terjadinya kebangkrutan. Perusahaan yang mengalami kondisi financial distress dapat dilihat atau ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu: a. Lau (1987, dalam Spica, yang dikutip oleh Almilia, 2006), menyatakan bahwa financial distress teIjadi dalam suatu perusahaan jika terdapat pemberhentian tenaga kerja atau menghilangkan pembayaran dividen. b. Asquith, Gertner dan Scharfstein (1994, dalam Almilia, 2006), menggunakan interest coverage ratio untuk mendefinisikan kondisifinancial distress. c. Gentry et al. (1990, dalam Kordestani et al., 2011), menyatakan bahwa financial distress terjadi jika arus kas masuk lebih rendah dari arus kas keluar. d. Brigham et al. (1999, dalam Kordestani et al., 2011), mendefinisikan keadaan financial distress jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban yang tercantum eli elalam laporan keuangannya. 13



e. FaUahpour (2004, dalam Kordestani et al., 2011), menyatakan bahwa financial distress terjadi pada peru,ahaan yang profitabilitasnya menurun. Dengan menurunnya profitabilitas, maka kemampuan perusahaan untuk membayar pokok pinjaman dan bunga dui pinjaman akan menurun. f. Whitaker (1999, dalam Almilia, 2006) mengukur financial distress dengan cara adanya arus kas yang lebih kecil dari utangjangka panjang saat ini. g. Hofer (1980, dalam Spica, 2003, yang dikutip oleh Almilia, 2006), menyatakan bahwafinancial distress teIjadi pada perusahaan yang mengalami laba bersih operasi (net operating income) negatif. h. Tirapat dan Nittayagasetwat (1999, dalam Almilia, 2006) menyatakan bahwa perusahaan dikatakan mengalami financial distress jika perusahaan tersebut dihentikan operasinya atas wewenang pemerintah dan perusahaan tersebut dipersyaratkan melakukan perencanaan r~strukturisasi. i. Wilkins (1997, dalam Almilia, 2006) menyatakan bahwa perusahaan dikatakan mengalami financial distress jika perusahaan tersebut mengalami pelanggaran teknis dalam hutang dan diprediksikan perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan pada peri ode yang akan datang. j. Banks (2005, dalam Kordestani et al., 2(11) menyatakan bahwa, "Increase in the cost of capital, stricter requirements by creditors and suppliers to finance the company, decrease in the cash now, increase of financial leverage, and regular change of the key employees are among the signals of financial distress ". k. Gentry et al. (1990) dan Raee, Fallahpour (2008), dalam Kordestani et al. (201l), menyatakan bahwa ketika perusahaan tidak bisa memenuhi apa yang tercantum dalam kontrak hutang, maka perusahaan itu mengalami financial distress. 1. Jantadej (2006, dalam Kordestani et aI., 201l) menyatakan bahwa perusahaan yang melaporkan rugi selama 3 periode berturut-turut, mengalami financial distress. l. Jantadej (2006, dalam Kordestani et '11., 2011) juga menyatakan bahwa penangguhan dari dividen saham prefen~n dan penurunan dalam dividen kas merupakan tanda darifinancial distress. Penurunan dividen kas dapat menjadi informasi yang negatiftentang arus kas masa depan perusahaan.



2.3



Jenis – Jenis Financial Distress



14



1) Economic Failure yaitu Suatu keadaan pendapatan perusahaan tidak dapat menutup total biaya perusahaan, termasuk biaya modal. 2) Business Failure yakni Suatu keadaan perusahaan menghentikan kegiatan operasional dengan tujuan mengurangi (akibat) kerugian bagi kreditor. 3) Technical Insolvency ialah Suatu keadaan perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban yang jatuh tempo. 4) Insolvency in Bankruptcy merupakan Suatu keadaan nilai buku dari total kewajiban melebihi nilai pasar aset perusahaan. 5) Legal Bankruptcy adalah Suatu keadaan perusahaan dikatakan bangkrut secara hukum.



2.4



Kategori Financial Distress 1. Financial Distress Kategori A (sangat tinggi dan benar-benar membahayakan) Pada kategori ini memungkinkan perusahaan dinyatakan berada di posisi bangkrut atau pailit, selain itu memungkinkan pula pihak perusahaan melaporkan ke pihak terkait seperti pengadilan bahwa perusahaan telah berada dalam posisi bankruptcy (pailit) dan menyerahkan berbagai urusan untuk ditangani oleh pihak luar perusahaan. 2. Financial Distress Kategori B (tinggi dan dianggap berbahaya) Pada kategori ini perusahaan harus memikirkan berbagai solusi realistis dalam menyelamatkan berbagai aset yang dimiliki, seperti sumber aset yang ingin dijual dan dipertahankan. Termasuk memikirkan berbagai dampak apabila dilaksanakan keputusan merger (penggabungan) dan akuisisi (pengambilalihan). Salah satu dampak jika perusahaan berada pada posisi ini yaitu perusahaan mulai melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dan pensiun dini pada beberapa karyawannya yang dianggap tidak layak (infeasible) lagi untuk dipertahankan. 3. Financial Distress Kategori C (sedang dan dianggap masih bisa menyelamatkan diri) Pada kategori ini perusahaan sudah harus melakukan perombakan berbagai kebijakan dan konsep manajemen yang diterapkan sebelumnya. Jika perlu melakukan perekrutan tenaga ahli baru yang dimiliki kompetensi yang tinggi untuk ditempatkan pada posisi strategis yang bertugas mengendalikan dan



15



menyelamatkan perusahaan, termasuk target dalam menggenjot perolehan laba kembali 4. Financial Distress Kategori D (Rendah) Pada kategori ini, perusahaan dianggap hanya mengalami fluktuasi finansial temporer yang disebabkan oleh berbagai kondisi eksternal dan internal, termasuk lahirnya dan dilakukan keputusan yang kurang begitu tepat.



2.5



Faktor Penyebab Financial Distress



Menurut Damodaran (1997), ada beberapa faktor penyebab financial distress. Berikut beberapa faktor penyebab financial distress dalam perusahaan: a. Kesulitan arus kas Terjadi ketika penerimaan pendapatan perusahaan dari hasil kegiatan operasi tidak cukup untuk menutupi beban-beban usaha yang timbul atas aktivitas operasi perusahaan. Selain itu kesulitan arus kas juga bisa disebabkan karena adanya kesalahan manajemen ketika mengelola aliran kas perusahaan dalam melakukan pembayaran aktivitas perusahaan yang dapat memperburuk kondisi keuangan perusahaan. b. Besarnya jumlah utang Kebijakan pengambilan utang perusahaan untuk menutupi biaya yang timbul akibat operasi perusahaan akan menimbulkan kewajiban bagi perusahaan untuk mengembalikan utang di masa mendatang. Ketika tagihan jatuh tempo, sedangkan perusahaan tidak mempunyai cukup dana untuk melunasi tagihantagihan tersebut, maka kemungkinan yang dilakukan kreditur adalah melakukan penyitaan harta perusahaan untuk menutupi kekurangan pembayaran tagihan tersebut. c.



Kerugian dalam kegiatan operasional perusahaan selama beberapa tahun Dalam hal ini merupakan kerugian operasional perusahaan yang dapat menimbulkan arus kas negatif dalam perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena beban operasional lebih besar dari pendapatan yang diterima perusahaan. Meskipun suatu perusahaan dapat mengatasi tiga masalah di atas, belum tentu perusahaan tersebut dapat terhindar dari financial distress, itu karena masih terdapat faktor eksternal perusahaan yang dapat menyebabkan financial distress. Menurut Damodaran (1997), faktor eksternal perusahaan lebih bersifat makro, di mana cakupannya lebih luas. Faktor eksternal dapat berupa kebijakan pemerintah 16



yang dapat menambah beban usaha yang ditanggung perusahaan, misalnya tarif pajak yang meningkat dapat menambah beban perusahaan. Selain itu, masih ada kebijakan suku bunga pinjaman yang meningkat, d imana bisa menyebabkan peningkatan beban bunga yang ditanggung perusahaan. d. Kerugian Kegiatan Operasional Perusahaan dalam Beberapa Tahun Kondisi ini adalah kondisi kerugian operasional perusahaan yang bisa menyebabkan arus kas negatif pada perusahaan. Kondisi ini bisa terjadi karena adanya beban operasional perusahaan yang lebih besar dalam hal pendapatan yang didapatkan perusahaan. Walaupun perusahaan mampu mengatasi tiga masalah yang sudah kita bahas di atas, namun belum tentu perusahaan bisa menghindari financial distress, kenapa? Karena masih ada faktor eksternal perusahaan yang bisa menyebabkan terjadinya financial distress. Damodaran (1997) menjelaskan bahwa faktor eksternal perusahaan ini lebih bersifat makro, yang mana ruang cakupannya lebih luas. Faktor eksternal bisa termasuk kebijakan pemerintah yang mampu menambah beban usaha yang ditanggung perusahaan, contohnya adalah tarif pajak yang meningkat dan mampu menambah beban perusaahaan, kebijakan suku bunga pinjaman yang meningkat, yang mana mampu meningkatkan beban bunga yang harus ditanggung perusahaan, dll. Dalam hal ini merupakan kerugian operasional perusahaan yang dapat menimbulkan arus kas negatif dalam perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena beban operasional lebih besar dari pendapatan yang diterima perusahaan. Meskipun suatu perusahaan dapat mengatasi tiga masalah di atas, belum tentu perusahaan tersebut dapat terhindar dari financial distress, itu karena masih terdapat faktor eksternal perusahaan yang dapat menyebabkan financial distress. Menurut Damodaran (1997), faktor eksternal perusahaan lebih bersifat makro, di mana cakupannya lebih luas. Faktor eksternal dapat berupa kebijakan pemerintah yang dapat menambah beban usaha yang ditanggung perusahaan, misalnya tarif pajak yang meningkat dapat menambah beban perusahaan. Selain itu, masih ada



17



kebijakan suku bunga pinjaman yang meningkat, d imana bisa menyebabkan peningkatan beban bunga yang ditanggung perusahaan. Menurut Fachrudin (2008), penyebab kesulitan keuangan atau financial distress dijelaskan dalam Trinitas Penyebab kesulitan keuangan, yaitu sebagai berikut: o Neoclassical model  Financial distress dan kebangkrutan terjadi jika alokasi sumber daya di dalam perusahaan tidak tepat. Manajemen yang kurang bisa mengalokasikan sumber daya (aset) yang ada di perusahaan untuk kegiatan operasional perusahaan. o Financial model  Pencampuran aset benar tetapi struktur keuangan salah dengan liquidity constraints. Hal ini berarti bahwa walaupun perusahaan dapat bertahan hidup dalam jangka panjang tapi ia harus bangkrut juga dalam jangka pendek. o Corporate governance model  Menurut model ini, kebangkrutan mempunyai campuran aset dan struktur keuangan yang benar tapi dikelola dengan buruk. Ketidak-efisien ini mendorong perusahaan menjadi Olt of the market sebagai konsekuensi dari masalah dalam tata kelola perusahaan yang tak terpecahkan. Selain itu, menurut Hanafi (2004), terdapat beberapa penyebab lain terjadinya kesulitan keuangan khususnya pada kelompok usaha kecil, yaitu sebagai berikut:



1) Struktur permodalan yang kurang 1. Kekurangan modal untuk membeli barang modal dan peralatan.  2. Kekurangan modal untuk memanfaatkan barang persediaan yang dijual dengan potongan kuantitas, atau jenis potongan lainnya. 2) Menggunakan peralatan dan metode bisnis yang ketinggalan jaman 1. Gagal menerapkan pengendalian persediaan. 2. Tidak dapat melakukan pengendalian kredit.  3. Kurang memadainya catatan akuntansi.



18



3) Ketiadaan perencanaan bisnis 1. Ketidakmampuan mendeteksi dan memahami perubahan pasar.  2. Ketidakmampuan memahami perubahan kondisi ekonomi.  3. Tidak menyiapkan rencana untuk situasi darurat atau di luar dugaan. 4. Ketidakmampuan mengantisipasi dan merencanakan kebutuhan keuangan. 4) Kualifikasi pribadi 1. Kurangnya pengetahuan bisnis.  2. Tidak ingin bekerja terlalu keras. 3. Tidak ingin mendelegasikan tugas dan wewenang. 4. Ketidakmampuan memelihara hubungan baik dengan konsumen. Pada krisis keuangan di Asia yarg terjadi tahun 1997-1998, banyak literatur yang menunjukkan bahwa corporate governance adalah salah satu faktor kunci yang terkait dengan kesulitan keuangan (Johnson, Boone, Breach dan Friedman, 2000, dalam Lu dan Chang, 20(9). Corporate governance yang bisa menyebabkan perusahaan mengalami financial distress adalah kepemilikan yang terkonsentrasi (ownership concentration) dan tata kelola yang buruk (poor cO/po rate governance) (Raj an dan Zingales, 1998, dalam Lu & Chang, 2009). Tata kelola yang buruk dalam perusahaan dapat memfasilitasi peluang untuk pemegang saham pengendali (mayoritas) untuk mentransfer nilai perusahaan ke kantong mereka sendiri, seperti yang dikemukakan oleh La Porta et al. (2000) dan Johnson et al. (2000) dalam Hsin (2008). Pengurangan nilai perusahaan akan membuat perusahaan mempunyai kemungkinan mengalami financial distress yang lebih besar (Lee dan Yeh, 2004, dalam Hsin, 2008). Selain masalah corporate governance, financial distress juga bisa disebabkan kondisi eksternal yang berada di luar perusahaan, seperti kondisi makro ekonomi. Sejumlah penulis mengemukakan bahwa faktor makro ekonomi mempunyai dampak signifikan pada tetjadinya kesulitan keuangan, dan kemudian akan berdampak pada kebangkrutan pemsahaan (Liou dan Smith, 2007). Namun, faktor makro ekonomi ini relatif jarang. Beberapa faktor makro ekonomi yang bisa menyebabkan financial distress antara lain fluktuasi dalam inflasi, suku bunga, Gross National Product, ketersediaan kredit, tingkat upah pegawai, dan sebagainya (Liou dan Smith, 2007). Altman (1971, dalam Liou dan Smith, 2007) mencatat bahwa kebijakan moneter yang ketat dapat meningkatkan kemungkinan kebangkrutan, karena ekspektasi investor 19



yang negatif tentang kondisi moneter. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kesulitan keuangan perusahaan sangat erat terkait dengan kondisi makro ekonomi (Graham et al., 2011). Faktor penyebab financial distress adalah karena adanya serangkaian kesalahan, pengambilan keputusan yang tidak tepat, serta tidak adanya atau kurangnya upaya mengawasi kondisi keuangan sehingga penggunaan keuangan tidak sesuai dengan keperluan. Hal ini memberikan kesimpulan bahwa tidak menjamin perusahaan besar dapat menghindari masalah ini, sebab financial distress berkaitan dengan keuangan perusahaan dimana, setiap perusahaan pasti akan beurusan dengan keuangan untuk menjaga kelangsungan operasinya (Anggarini, 2010). Perusahaan dengan keadaan seperti dijelaskan di atas perlu untuk mengantisipasi adanya financial distress berkepanjangan sebelum mencapai titik kebangkrutan atau likuidasi (Ardiyanto, 2011).



2.6



Gejala Financial Distress



Berikut beberapa gejala financial distress bagi perusahaan:  1) Kesulitan dalam mencapai break even point. 2) Margin keuntungan yang sedikit. 3) Penjualan yang tidak mencapai target. 4) Tidak bisa membayar atau melunasi hutang. 5) Pembeli tidak kembali membeli produk kamu. Untuk keuangan pribadi kamu, berikut beberapa gejala financial distress yang mungkin dialami: 1) Kamu tidak mencatat keuangan kamu. 2) Tidak mempunyai dana darurat, tabungan, atau asuransi. 3) Hidup dengan uang yang pas-pasan setiap bulan. 4) Sering terpaksa berhutang pada keluarga atau teman. 5) Hutang kamu lebih dari 30% pendapatan bulanan kamu. 6) Kamu kesulitan membayar hutang kredit tepat waktu. Dengan jeli melihat gejala financial distress, kamu akan lebih bisa mengatasi dan mencegah financial distress. Jika tidak, maka dirimu atau perusahaan kamu bisa mengalami risiko bangkrut. 20



2.7



Cara Mencegah Financial Distress Terkadang financial distress tidak bisa diatasi sehingga sebuah perusahaan



atau seorang individu terpaksa bangkrut. Karena itu, lebih baik mencegah dibanding mengatasi.  Berikut beberapa hal yang perlu dicoba untuk mencegah financial distress. a. Pastikan rasio hutang kamu tidak melebihi 50% dari jumlah total aset bersih.  b. Terapkan perencanaan keuangan, serta melakukan budgeting dengan benar. c. Tambah



sumber



pendapatan.



Perusahaan



bisa



melakukan



ini



dengan



meningkatkan kualitas pelayanan, melakukan inovasi produk, dan mencari investor. Sementara individu bisa mencoba membuat peluang bisnis sampingan atau mencari kerja sampingan.  d. Siapkan aset likuid. Untuk perusahaan, kamu juga harus pintar dalam pengaturan cash flow dan cash budget untuk memastikan aset likuid tersedia ketika ada tenggat pembayaran kredit. Untuk individu, dana darurat, tabungan, dan juga asuransi bisa menjadi perlindungan ketika dihadapi risiko finansial. Pastikan kamu mempunyai dana darurat sebesar 6 kali pengeluaran bulanan, menabung sekitar 20% dari pendapatan bulanan, serta memiliki asuransi jiwa atau kesehatan.  Platt HD dan Platt MB  dalam Journal Of Economic tahun 2002 menjelaskan bahwa adanya prediksi informasi kesulitan keuangan pada suatu perusahaan bisa mempercepat tindakan yang diambil oleh menejemen dalam mencegah segala masalah yang terjadi karena financial distress. Pihak manajemen perusahaan bisa mengambil kebijakan takeover atau merger agar perusahaan mampu membayar tagihan utang dan mampu mengelola perusahaan secara lebih baik, serta agar mampu memberikan peringatan dini atas adanya kebangkrutan pada masa depan. Kemudian, Schuppe (2003) menambahkan bahwa pihak manajemen perusahaan yang tanggap akan mampu mendeteksi adanya financial distress lebih awal. Kemudian bisa mengambil tindakan aktif dalam menganalisa penyebab financial distress dan melakukan strategi yang tepat.



21



Kondisi Financial distress bisa merugikan pihak perusahaan jika tidak segera ditangani. Adanya kerjasama dengan pihak manajemen dan pimpinan perusahaan sangat dibutuhkan untuk menghindari adanya financial distress pada perusahaan.



2.8



Menangani Financial Distress Adapun beberapa cara ampuh dalam menangani financial distress yang terjadi



pada perusahaan adalah sebagai berikut: 1) Perusahaan bisa menjual beberapa aset utamanya, seperti kendaraan, mesin, gedung, tanah, dll. Dengan menjual aset tersebut, maka perusahaan bisa mengembalikan modal investor dan masih bisa menjalankan operasional perusahaan walau dengan modal yang minim. 2) Perusahaan bisa mengambil tindakan merger dengan perusahaan lain. Merger merupakan kombinasi atas dua atau lebih perusahaan menjadi satu, dimana perusahaan akan mengambil atau membeli seluruh aset dan liabilitas perusahaan, sehingga perusahaan yang melakukan merger memiliki saham minimal 50%. 3) Melakukan batasan belanja modal untuk ekspansi bisnis. Dengan kondisi financial distress, perusahan tidak harus mengeluarkan modal untuk melakukan ekspansi usaha, modal harus lebih fokus digunakan untuk menghemat keuangan agar lebih efisien. 4) Menerbitkan saham atau obligasi baru. Umumnya, setelah perusahaan mampu mengembalikan modal pada para pihak investor. Maka perusahaan bisa menerbitkan saham ataupun obligasi baru untuk pendanaan jangka panjang dan meningkatkan modal perusahaan. 5) Pengajuan restrukturisasi kredit kepada bank. Cara ini bisa dilakukan jika kondisi perushaan sudah tidak mampu lagi membayar bunga kredit pada pihak bank, sehingga perusahaan bisa meminta dibuatkan jadwal ulang pengembalian bunga kreditnya. 6) Selain mengajukan restrukturisasi kredit, pihak bank juga nantinya akan menawarkan solusi untuk mengatasi masalah ini dengan cara memberikan kredit tambahan agar dapat mengubah utang bank menjadi modal tambahan agar bisa dimanfaatkan untuk kegiatan operasional perusahaan.



22



7) Mengajukan permohonan bangkrut, sehingga perusahaan akan dinyatakan legal secara hukum dan bisa dipertanggung-jawabkan kondisi financial distress nya kepada publik. Namun sebelum itu, pihak perusahaan harus melakukan pendekatan dengan kreditur dan membawa rencana reorganisasi perusahaan.



2.9



Cara Memprediksi Financial Distress Ada berbagai macam cara yang bisa digunakan untuk memprediksi financial



distress hingga kebangkrutan, yaitu: a. Analisis Rasio Keuangan Merupakan cara yang paling sering digunakan untuk memprediksi financial distress. Banyak penelitian dilakukan ur.tuk menemukan rasio keuangan yang bisa digunakan untuk memprediksi financial distress. Berbagai model untuk memprediksifinancial distress yang disusun dari berbagai rasio keuangan: 



Model Z-Score



Model ini dikembangkan oleh Altman pada tahun 1968. Altman menggunakan 5 rasio keuangan untuk memprediksi corporate failure. (Fachrudin, 2008). Model Z-Score yang dikembangkan Altman, yaitu: (a). Untuk erusahaan go public: Z = O,012Xl + O,OUX:! + O,033X3 + O,OO6X4 + O.999X5 Keterangan: Xl = working capital to total assets X2 = retained earning to total assets X3 = earning before interest and taxes to total assets X4 = market value of equity to book value of total debt X5 = sales to total asselS Z = overall index (b). Untuk erusahaan yang tidak go public: Z = 0.717Xl + 0.847X2 + 3.l07X3 + 0,420X4 + O.998X5 Keterangan: Xl = working capital to total assets X2 = retained earning to total assets X3 = earning before interest and taxes to total assets X4 = book value of eqUity to book value of total debt



23



X5 = sales to total assets Nilai cut-off adalah Z < 1,81 perusahaan masuk kategori bangkrut; 1,81 < ZScore < 2,67 perusahaan mas uk wilayah abu-abu (grey area atau zone of ignorance); dan Z >2,67 perusahaan tidak bangkrut. 



Model Zeta



Model ini dikembangkan pada tahun 1977 oleh Altman dan Zeta Service Inc., sebuah perusahaan keuangan, di mana model ini lebih akurat dalam mengklasifikasikan kebangkrutan. Varibel yang masuk dalam model Zeta antara lain return on assets, stability of earnings, debt service, cumulative projitability, liquidity/current ratio, capitalization (five year average of total market value), dan size (total tangible assets) (Jones, 2002; dalam Fachrudin, 2008). 



Model O-Score



Ohlson pada tahun 1980 menemukan tujuh rasio keuangan yang mampu mengindetifikasi perusahaan yang pailit dengan menggunakan regresi logistik, di mana tingkat ketepatan yang mendekati hasil penelitian Altman (Hadad, Santo so, dan Rulina, 2003, dalam Fachrudin, 2008). Makin tinggi nilai O-Score maka makin tinggi peluang perusahaan untuk mengalamijinancial distress dan kebangkrutan. 



Model Zmijewski



Zmijewski pada tahun 1984 (dalam Anandarajan et al., 2001, dikutip oleh Fachrudin, 2008) melakukan penelitian untuk memprediksi kebangkrutan yang tidak dilakukan dalam industri spesifik sehingga dapat ditera kan secara universallintas industri. Model Zmijewski: b* = -4,803 - 3.6 ROA + 5,4FNL - 0,1LIQ I Keterangan: b* menunjukkan kemungkinan bangkrut, semakin besar nilainya menunjukkan kemungkinan bangkrut yang lebih besar. ROA = net income to total assets FNL = Total debt to assets LIQ = Current assets to current liabilities. 



Rasio CAMEL



24



Rasio CAMEL merupakan rasio keuangan yang digunakan untuk menilai kinerja perusahaan perbankan. Penilaian kinerja Ill) menggunakan lima aspek pl~nilaian, yaitu: I) capital; 2) assets; 3) management; 4) earnings; 5) liquidity yang disebut CAMEL. Almilia dan Herdiningtyas (2005) menguji faktor-faktor yang menentukan kebangkrutan di sektor perbankan dengan menggunakan rasio CAMEL, di mana hasil penelitian menunjukkan bahwa CAMEL memiliki daya klasifikasi atau daya prediksi untuk kondisi bank yang mengalami kesulitan keuangan dan yang mengalami kebangkrutan. b.



Analisis Arus Kas Laporan arus kas melaporkan arus kas perusahaan pada periode berjalan sekaligus menggambarkan arus kas masa depan. Kordestani et al. (2011) menemukan bahwa ada perbedaan signifikan dalam komposisi arus kas pada peri ode satu, dua dan tiga tahun sebelumfinancial distress. Artinya,financial distress bisa diprediksi atas dasar isi dan komposisi laporan arus kas. Casey & Bartczak (1985) juga memberikan bukti tentang apakah data arus kas operasi dapat meningkatkan akurasi model t.ntuk membedakan antara perusahaan yang bangkrut dan tidak bangkrut.



c. Prediksi melalui Corporate Governance Perusahaan Prediksi financial distress bisa dilakukan melalui evaluasi corporate governance atau tata kelola perusahaan. Jika perusahaan tidak dikelola dengan baik, maka hal ini menjadi prediksi bagi terjadinyafinancial distress. Hal ini diteliti oleh Lu dan Chang (2009) serta Hsin (2008). d. Prediksi melalui Kondisi Makro Ekonomi Kondisi financial distress bisa diprediksi melalui evaluasi kondisi makro ekonomi yang ada di suatu negara. Jika kondisi makro ekonomi di negara terse but memburuk, maka ada kemungkinan perusahaan di negara terse but mengalami financial distress. 8eberapa faktor makro ekonomi yang bisa menyebabkan financial distress, antara lain fluktuasi dalam inflasi, suku bunga, Gross National Product, ketersediaan kredit, tingkat upah pegawai, dan sebagainya (Liou dan Smith, 2007). Tsai et at. (2009) juga meneliti faktor makro ekonomi yang bisa digunakan untuk memprediksifinancial distress. e. Credit Cycle Index Kim (1999, dalam Tsai dan Chang, 20 10) mengembangkan credit cycle index dengan menggunakan faktor-faktor makro ekonomi untuk menentukan indikator cutoffdarifinancial distress. Hasil penelitian Tsai dan Chang (2010) menunjukkan 25



bahwa credit cycle index dapat meningkatkan kinerja indikator cutoff untuk memprediksi financial distress. Model ini dapat memprediksi financial distress, terutama di pasar negara berkembang. Secara teoritis, credit cycle index negatifmenunjukkan resesi ekonomi (Tsai dan Chang, 2010). f. Artificial Neural Networks Gholizadeh et at. (2011) memprediksi kesulitan keuangan perusahaan dengan menggunakan artificial neural networks dan faktor internal yang mempengaruhi perusahaan (variabel keuangan mikro). Hasil penelitian Gholizadeh et at. (2011) menWljukkan bahwa penggunaan faktor mikro ekonomi dapat memainkan peran penting dalam memprediksi financial distress. Artificial neural networks digunakan dalam berbagai kebutuhan seperti sistem militer, perala tan rumah l:angga otomatis, perbankan, elektronik, industri, pertahanan, kesehatan, audio dan video, robot, telekomunikasi, dan sistem transportasi. Artificial neural networks ini menjadi populer di masa depan dengan menggunakan komputer kecepatan tinggi dan komputasi algoritma yang belajar lebih cepat (Gholizadeh et al., 2011). g. Prediksi melalui Opini Auditor Independen Auditor independen pada tahap penyeksaian audit, harus melakukan evaluasi terhadap going concern perusahaan. Jika terdapat keraguan atas going concern perusahaan, maka auditor tidak bisa memberi pendapat wajar tanpa pengecualian, melainkan pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas atau tidak memberikan pendapat. Dari membaca laporan audit, para stakeholder dapat memprediksi kondisi perusahaan apakah mengalami financial distress yang akan mengarah pada kebangkrutan. Kennedy dan Shaw (1991) menemukan bahwa opini auditor merupakan variabel yang signifikan dalam memprediksi financial distrei's. Tsai et al. (2009) juga meneliti opini auditor untuk memprediksifinancial distress. h. Rough Set TheO/y (RST) dan Support Vector Machine (SVM) Yu et al. (2011) melakukan prediks .. financial distress dengan menggunakan integrated model of RST dan support vector machine (SVM) dalam rangka peringatan dini dan metode yang lebih baik meningkatkan akurasi prediksi. RST dan SVM merupakan alat yang bisa meningkatkan akurasi prediksi dari financial distress. RST adalah keran,~ka kerja formal untuk menemukan fakta dari data yang tidak sempuma (Walczak dan Massart, 1999, dalam Yu et al., 2011), yang diperkenalkan oleh Pa", lak (1991), dan telah berhasil diterapkan untuk reduksi 26



data, ekstraksi aturan, data mining dan granularity computation. SVM berdasarkan teori



pembelajaran



statistik,



di



mana



peneliti



dapat



secara



efektif



mengklasifikasikan data ke kelas yang berbeda.



2.10



Manfaat Melakukan Prediksi Financial Distress Prediksi financial distress ini sangat penting bagi berbagai pihak. Hal ini



menjadi perhatian bagi berbagai pihak karena dengan mengetahui kondisi perusahaan yang mengalami financial distress, maka berbagai pihak tersebut dapat mengambil keputusan atau tindakan untuk memperbaiki keadaan ataupun untuk menghindari masalah. Ada berbagai macam cara atau metode yang bisa digunakan untuk melakukan prediksifinancial distress. Berbagai cara atau metode tersebut dibahas dalam bagian pembahasan dari artikel ini. Berbagai pihak yang berkepelltingan untuk melakukan prediksi atas kemungkinan terjadinyajinancial distress adalah (Almilia dan Kristijadi, 2003):



a. Pemberi Pinjaman atau Kreditor. Institusi pemberi pinjaman memprediksi financial distress dalam memutuskan apakah akan memberikan pinjaman dan menentukan kebijakan mengawasi pinjaman yang telah diberikan pada perusahaan. Selain itu juga digunakan untuk menilai kemungkinan masalah suatu perusahaan dalam melakukan pembayaran kembali pokok dan bunga.



b. Investor. Model prediksi financial distress dapat membantu investor ketika akan memutuskan untuk berinvestasi pad a suatu perusahaan.



c. Pembuat Peraturan atau Badan Regulator. Badan regulator mempunyai tanggung jawab mengawasi kesanggupan membayar hutang dan menstabilkan perusahaan individu. Hal ini menyebabkan perlunya suatu model untuk mengetahui kesanggupan perusahaan membayar hutang dan menilai stabilitas perusahaan.



d. Pemerintah. Prediksi financial distress penting bagi pemerintah dalam melakukan antitrust regulation.



e. Auditor. Model prediksi financial distress dapat menjadi alat yang berguna bagi auditor dalam membuat penilaian going concern perusahaan. Pada tahap penyelesaian audit, auditor harus membuat penilaian tentang going concern perusahaan. Jika ternyata perusahaan diragukan going concern-nya, maka auditor akan memberikan opini wajar tanpa pengeculian dengan paragraf penjelas atau bisa juga memberikan opini disclaimer (atau menolak memberikan pendapat).



27



f. Manajemen. Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan, maka perusahaan akan menanggung biaya langsung (fee akuntan dan pengacara) dan biaya tidak langsung (kerugian penjualan atau kerugian paksaan akibat ketetapan pengadilan). Oleh karena itu, manajemen harus melakukan prediksi financial distress dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk dapat mengatasi kesulitan keuangan yang teIjadi dan mencegah kebangkrutan pada perusahaan.



2.11



Dampak Financial Distress Ketika manajemen perusahaan yang go public mengumumkan bahwa mereka



sedang mengalami kondisi financial distress, maka pasar modal akan bereaksi. Almilia (2006) meneliti tentang reaksi pasar setelah perusahaan melakukan pengumuman financial distress. Almilia menguji abnormal return perusahaan pasca pengumuman financial distress. Hasilnya pelaku pasar modal bereaksi terhadap pengumumanfinanciai distress tersebut. Kondisi financial distress merupakan kondisi yang tidak diinginkan oleh berbagai pihak. Jika terjadi financial distress, maka investor dan kreditor akan cenderung berhati-hati dalam melakukan investasi atau memberikan pinjaman pada perusahaan terse but. Stakeholder akan cenderung bereaksi negatif terhadap kondisi ini. Oleh karena itu, manajemen perusahaan harus segera mengambil tindakan untuk mengatasi masalahfinancial distress dan mencegah kebangkrutan. Kwon dan Wild (1994) menemukan bLhwa financial distress secara signifikan terkait dengan informativeness lapomn tahunan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemegang saham b~reaksi terhadap laporan tahunan tersebut secara signifikan yang bisa dilihat melalui harga saham dan reaksi tersebut lebih besar untuk dua tahun sebelum, dan tahlln pada saat teIjadinyafinancial distress dibandingkan dengan peri ode sebelum teljadinyafinancial distress.



2.12



Pengaruh Financial Distress terhadap Kebangkrutan



Smith dan Graves (2005) menjelaskan bahwa perusahaan yang mengalami dua siklus menahan penurunan (decline stemming) dan siklus perbaikan kinerja (recovery). Kecenderungan tingkat kinerja keuangan, ukuran perusahaan,



ketersediaan



free



assets



merupakan



faktor



yang



perlu



dipertimbangkan untuk memprediksi apakah perusahaan mampu bertahan dalam kondisi kesulitan keuangan (siklus decline stemming). 28



Sedangkan pengurangan aset, pergantian CEO, dan pengurangan karyawan merupakan strategi yang mencerminkan upaya manajemen (siklus recovery) dalam mengatasi kesulitan keuangan. Sehingga faktor tersebut dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam memprediksi



recovery



perusahaan.



2.13 Solusi untuk Perusahaan yang Mengalami Financial Distress Kondisi financial distress memberikan dampak buruk bagi perusahaan karena kepercayaan investor dan kreditor serta pihak ekstemal lainnya. Oleh karena itu, manajemen harus melakukan tindakan untuk dapat mengatasi kondisi financial distress dan mencegah terjadinya kebangkrutan. Perusahaan yang mengalami financial distress biasanya memiliki arus kas yang negatif sehingga mereka tidak bisa membayar kewajiban yang jatuh tempo. Ada 2 solusi yang bisa diberikan jika perusahaan mempunyai arus kas negatif (Pustylnick, 2012) , yaitu : a. Restrukturisasi utang Manajemen bisa melakukan restrukturisasi hutang yaitu mencoba meminta perpanjangan waktu dari kreditor untuk pelunasan hutang hingga perusahaan mempunyai kas yang cukup untuk melunasi hutang terse but. b. Perubahan dalam manajemen Jika memang diperlukan, perusahaan mungkin harus melakukan penggantian manajemen dengan orang yang lebih berkompeten. Dengan begitu, mungkin saja kepercayaan stakeholder bisa kembali pada perusahaan. Hal ini untuk menghindari larinya investor potensial perusahaan pada kondisi financial distress.



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan



29



Financial distress merupakan kondisi yang menunjukkan tahap penurunan dalam kondisi keuangan perusahaan yang tl!rjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi atau penutupan perusahaan atau insolvensi. Kebangkrutan sebagai kegagalan diartikan sebagai kegagalan keuangan dan kegagalan ekonomi yang terjadi pada perusahaan. Financial distress juga bisa didefinisikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajibanfinancial yang telah jatuh tempo. Kondisi



financial



distress



dihindari



oleh



perusahaan



karena



dapat



mengakibatkan kebangkrutan jika manajemen tidak mampu mengambil tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah keuangan yang ada. Dari pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: a. Financial distress bisa disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: 1) kesalahan dalam alokasi sumber daya, 2) struktur keuangan yang salah; 3) tata kelola yang buruk, dan 4) kondisi makro ekonomi yang buruk. b. Financial distress merupakan hal yang buruk, banyak pihak di dalam dan di luar perusahaan yang merasa penting untuk melakukan prediksi financial distress. Pihakpihak tersebut antara lain: kreditor, investor, pembuat peraturan atau badan regulator, pemerintah, auditor, dan manajemen. c. Ada berbagai cara untuk memprediksi financial distress, antara lain: 1) analisis rasio keuangan; 2) analisis arus kas; 3) prediksi melalui corporate governance perusahaan; 4) prediksi melalui kondisi makro ekonomi; 5) credit cycle index; 6) artificial neural netwGrks; 7) prediksi melalui opini auditor independen; serta 8) rough set theory dan support vector machine. 30



d. Financial distress dapat berdampak buruk bagi perusahaan. Pengumuman perusahaan tentang financial distress dapat menimbulkan reaksi pasar modal di mana investor kehilangan kepercayaan kepada perusahaan. Oleh karena itu, manajemen perusahaan harus seger a mengambil tindakan untuk bisa mengatasi masalahfinancial distress dan mencegah kebangkrutan. e. Solusi yang bisa dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk mengatasi financial distress, yaitu: 1) melakukan restrukturisasi hutang; dan 2) penggantian manajemen perusahaan. 3.2 Saran Financial distress kerap terjadi pada perusahaan yang tidak mampu lagi atau gagal



dalam



hal



memenuhi



kewajiban



debitur



yang



disebabkan



karena



ketidakcukupan atau kekurangan dana untuk melanjutkan lagi operasional usahanya. Berbagai ahli telah menjelaskan pengertian financial distress, lengkap dengan berbagai jenis, penyebab dan cara mencegahnya seperti yang sudah telah kita bahas bersama diatas. Agar semakin bisa mencegah terjadinya gejala financial distress, maka perusahaan bisa menggunakan software akuntansi dari Accurate Online sebagai platform penyedia software akuntansi serta mengelola keuangan yang mampu membantu perusahaan dalam mencatat berbagai transaksi keuangan, serta mendapatkan gambaran grafik secara efisien. Sehingga, pihak perusahaan akan menegatahui kondisi keuangannya secara real time dan mampu melakukan berbagai antisipasi lebih awal jika terjadi masalah keuangan.



DAFTAR PUSTAKA http://eprints.ums.ac.id/66724/3/BAB%20I.pdf



31



http://repository.trisakti.ac.id/usaktiana/digital/00000000000000034599/2020_TA_MJ_0221 60057_Bab-1.pdf http://eprints.umm.ac.id/34974/2/jiptummpp-gdl-widikurnia-47103-2-babi.pdf https://media.neliti.com/media/publications/244793-penyebab-dampak-dan-pbediksi-darifinanc-7d32310f.pdf https://www.kajianpustaka.com/2018/10/financial-distress-kesulitan-keuangan.html https://www.jurnal.id/id/blog/2018-mengetahui-dan-mencegah-terjadinya-financial-distressdalam-perusahaan/ https://www.modalrakyat.id/blog/apa-itu-financial-distress-gejala-dan-cara-mengatasinya https://accurate.id/ekonomi-keuangan/pengertian-financial-distress/



32