6 0 201 KB
MANAJEMEN KEPERAWATAN PROPOSAL PERENCANAAN UMUM KEBUTUHAN ALAT KESEHATAN DAN OBAT DI BANGSAL PERAWATAN BEDAH DI RS BELEQ ANGEN
OLEH KELOMPOK 2 : M.SEPTIA BUDI (017.01.3393)
SAUPI YAUMIL MAHFUZ (017.01.3402)
MUHAMMAD AKBAR (017.01.3394)
TINA SARI (017.01.3403)
NURSINAH (017.01.3395)
YUNIAR PRATIWI (017.01.3405)
NIA SUSILAWATI (017.01.3396)
YUNITA APRIYANTI (017.01.3406)
NIKEN APRIANI (017.01.3397)
WIDIA WARDANI (018.01.3616)
RABIATUL ADAWIYAH (017.01.3398)
WIDIA ROSA (018.01.3617)
RAFINA (017.01.3599)
SUSI RAMDANI FITRI (018.01.3615)
RANI RENATA DIEYA (017.01.3400)
ZATUL YATIN MASRI (018.01.3614)
RYAN ERLANGGA .P. (017.01.3401)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN(STIKES) MATARAM PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya. Hanya dengan karunia-Nya penyusunan Proposal ini
dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Ada beberapa kendala yang menghambat terselesainya penyususnan proposal ini, namun semuanya terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa penyusunan proposal ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca. Semoga tugas penyusunan proposal ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.
Mataram, 25 September 2020
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................2 DAFTAR ISI..........................................................................................................................3 BAB I......................................................................................................................................4 PENDAHULUAN..................................................................................................................4 BAB II.....................................................................................................................................6 TINJAUAN PUSTKA............................................................................................................6 A.
Analisa Situasi............................................................................................................6 a.
Pengertian Analisis Situasi....................................................................................6
b.
Tujuan dan Manfaat Analisis Situasi....................................................................6
B.
Pengkajian dan Klarifikasi Data...............................................................................6 a.
Tinjauan Efisiensi Hunian Tempat Tidur............................................................6
b.
Definisi Pengkajian obat......................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................29
BAB I PENDAHULUAN
Menurut UU Nomor 44 Tahun 2009 Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah Sakit melalui Standar Pelayanan Minimal (SPM) tentang pelayanan kesehatan yang wajib dipenuhi dan menunjukkan pelayanan yang terstandarisasi serta mendorong adanya peningkatan mutu secara berkelanjuatan (continous quality improvement). Penyelenggaraan pelayanan
kesehatan di Indonesia baik yang diselenggarakan
pemerintah pusat maupun daerah harus memperhatikan mutu/kualitas pelayanan. Beberapa hal yang menjadi alasan diatas, pertama, mutu pelayanan kesehatan merupakan hak masyarakat/warga negara yang harus dipenuhi oleh pemerintah. kedua, mutu pelayanan kesehatan dapat menjadi jaminan bagi pelanggan/masyarakat untuk mencapai hasil berupa optimalisasi derajat kesehatan masyarakat (Leebov, W 1991). Menurut Donabedian, A, (1982), pengertian mutu pelayanan kesehatan dengan pendekatan secara komprehensif mencakup Input, Process dan Output. Input adalah karakteristik pelayanan yang relatif stabil yang dimiliki oleh penyedia fasilitas pelayanan kesehatan. Input meliputi perlengkapan, sumber daya dan tatanan organisasi serta fasilitas fisik di lingkungan kerja. Process pada dasarnya adalah berbagai aktifitas yang merupakan interaksi antara penyedia fasilitas pelayanan kesehatan (misal dokter) dengan pasien yang menerima pelayanan
kesehatan.
Output/keluaran
merujuk
pada
berbagai
perubahan kondisi dan status kesehatan yang didapat oleh pasien setelah terakses dan menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan. Salah satu permasalahan yang ada dalam rumah sakit adalah masih rendahnya tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan dimana salah satu aktivitas yang rutin dilakukan dalam statistik rumah sakit adalah menghitung tingkat efisiensi hunian tempat tidur (TT). Hal ini dilakukan untuk memantau aktivitas penggunaaan tempat tidur di unit perawatan rawat inap dan untuk merencanakan pengembangannya. (Rani Indradi, 2010) Rumah Sakit Beleq Angen akan menambah bangsal perawatan bedah dengan kapasitas 30TT.
Untuk itu kami mengajukan proposal
perencanaan ini guna tercapainya pengeloaan manajemen RS yang optimal baik dalam pengelolaan obat maupun alat kesehatan.
BAB II TINJAUAN PUSTKA
A. Analisa Situasi a. Pengertian Analisis Situasi Analisis situasi merupakan tahap pengumpulan data yang ditempuh sebelum merancang dan merencanakan program. Analisis situasi bertujuan untuk mengumpulkan informasi mencakup jenis dan bentuk kegiatan, pihak atau publik yang terlibat, tindakan dan strategi yang akan diambil, taktik, serta anggaran biaya yang diperlukan dalam melaksanakan program. b. Tujuan dan Manfaat Analisis Situasi Tujuan analisis situasi adalah: 1. Mendeskripsikan kebijakan potensial yang sedang terjadi dan standar program untuk mendorong kualitas pelayanan kepada klien 2. Mendeskripsikan dan membandingkan kesiapan staf pelayanan jasa dan fasilitas untuk memenuhi jumlah dan fasilitas untuk menyediakan kualitas pelayanan kepada klien dengan kebijakan saat ini dan standar program 3. Mendeskripsikan kualitas perhatian yang diterima klien sesungguhnya 4. Mengevaluasi dampak kualitas pelayanan yang diterima klien.
B. Pengkajian dan Klarifikasi Data a. Tinjauan Efisiensi Hunian Tempat Tidur Salah satu aktivitas yang rutin dilakukan dalam statistik rumah sakit adalah menghitung tingkat efisiensi hunian tempat tidur (TT). Hal ini dilakukan untuk
memantau aktivitas penggunaan TT di unit perawatan rawat inap dan untuk merencanakan pengembangannya. Pihak
manajemen
rumah
sakit
menyediakan
sejumlah TT untuk digunakan merawat pasien rawat inap dengan harapan bahwa setiap biaya yang dikeluarkan untuk membeli dan menyediakan TT tersebut akan dapat menghasilkan
pemasukan
dana
dari
pasien
yang
menggunakan TT tersebut.(Indradi Rani, 2010) 1. Jumlah Tempat Tidur a.
Tempat Tidur yang Tersedia/ Available beds/ Bed count/ Bed Complement Istilah tempat tidur (TT) tersedia menunjukkan jumlah tempat tidur (TT) yang tersedia di bangsal perawatan dan siap digunakan sewaktu-waktu untuk pelayanan rawat inap. Jumlah ini merupakan total jumlah TT yang sedang dipakai maupun yang masih kosong. Jumlah TT yang tersedia di suatu rumah sakit merupakan total dari jumlah TT yang tersedia di masing-masing bangsal perawatan. Tempat tidur yang tersedia di ruang pemulihan (recovery room), di ruang persalinan, di ruang tindakan, di gudang, di bengkel dan di ruang gawat darurat tidak dihitung sebagai jumlah TT tersedia. Tempat tidur yang ditambahkan dan digunakan pada keadaan darurat (misalnya saat terjadi wabah atau bencana alam) tidak dihitung sebagai TT tersedia. Bassinet (TT tidur untuk bayi baru lahir) dihitung
terpisah dari TT biasa. Jumlah TT yang tersedia disebut juga Available bed dan sering disimbolkan dengan huruf A.
b.
Tempat Tidur yang Terpakai/ Occupancy beds Selain menentukan jumlah TT tersedia (A), perlu juga menghitung dan menentukan jumlah TT yang terisi atau terpakai. Pada prinsipnya, jumlah TT terpakai adalah sejumlah TT yang sedang dgiunakan untuk merawat pasien yang telah terdaftar melalui proses admisi (proses pendaftaran pasien rawat inap). Jumlah TT terpakai dapat diketahui melalui kegiatan sensus pasien. Jumlah TT terpakai pada satu periode hari sensus akan sama dengan jumlah hari perawatan pada periode hari tersebut. Rerata jumlah TT terpakai (disebut juga Occupied beds dan disimbolkan dengan huruf O), dihitung dengan cara menjumlahkan TT tersedia pada setiap harinya selama suatu periode lalu dibagi dengan jumlah hari dalam periode tersebut. Jadi misalnya menghitung rerata jumlah TT terpakai selama periode bulan Januari dapat dilakukan dengan cara :
O periode Januari = jumlah TT terpakai pada tgl 1+ tgl2_tgl3 +..tgl31 31 Dengan memperhatikam cara menghitung ini, maka dapat disimpulkan bahwa rerata jumlah TT terpakai dalam suatu
periode sama dengan jumlah HP dalam periode tersebut dibagi dengan jumlah hari dalam periode yang bersangkutan (t), atau :
O = jumlah HP T c.
Perubahan jumlah TT yang tersedia Setiap ada perubahan jumlah TT yang tersedia (bisa penambahan maupun penguangan) maka perlu dicatat
untuk
keperluan
perhitungan
parameter
efisiensi penggunaan TT nantinya. Perubahan jumlah TT tersedia yang dimaksudkan disini adalah perubahan yang bersifat permanen. Jadi, perubahan jumlah TT yang hanya semantara waktu (misalnya karena kondisi darurat) tidak dihitung sebagai peubahan. (Indradi Rani, 2010)
-
Parameter Pemantauan efisiensi penggunaan tempat tidur Parameter
yang
digunakan
untuk
memantau
efisiensi
pengunaan TT terdiri dari 4 parameter yaitu : Bed occupancy ratio (BOR), Length of stay (LOS), Turn over interval (TOI) dan Bed turn over. (Indradi Rani, 2010) a.
Bed Occupancy Ratio (BOR) Bed Occupancy Ratio (BOR) merupakan angka yang menunjukkan presentase penggunaan TT di unit rawat inap (bangsal). Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya pemanfaatan fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat.
Angka BOR yang tinggi (lebih dari 85%) menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi sehingga perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur. (M.Fais Satrianegara, 2014) Nilai standar untuk BOR berdasarkan Barber-Johnson (standar internasional) yaitu 75%-85%. Sedangkan menurut Depkes BOR yang ideal adalah antara 60-85% . Nilai standar untuk BOR berdasarkan Barber-Johnson (standar internasional) yaitu 75%-85%. Sedangkan menurut Depkes BOR yang ideal adalah antara 60-85% . b.
Average Length of Stay (AVLOS) Average Length of Stay (AVLOS) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Nilai standar untuk ALOS berdasarkan Barber-Johnson (standar internasional) yaitu 3 – 12 hari. Sedangkan menurut Depkes ALOS yang ideal adalah antara 6-9 hari.
c.
Turn Over Interval (TOI) Turn Over Interval (TOI) adalah rata-rata jumlah hari sebuah tempat tidur tidak ditempati untuk perawatan pasien. Hari “kosong” ini terjadi antara saat TT ditinggalkan oleh seorang pasien
hingga digunakan lagi oleh pasien berikutnya. Nilai standar untuk TOI adalah 1-3 hari. d.
Bed Turn Over (BTO) Bed Turn Over (BTO) adalah rata-rata jumlah pasien yang menggunakan setiap Tempat Tidur (TT) dalam periode tertentu. Nilai standar untuk BTO berdasarkan BarberJohnson (standar internasional) yaitu 30 pasien. Sedangkan menurut Depkes BTO yang ideal adalah antara 40-50 kali.
a. Tatalaksana Pengkajian Kebutuhan Tempat Tidur 1. Pengumpulan Data -
Pasien Data dasar pasien merupakan komponen penting dalam proses pengkajian kebutuhan tempat tidur Data tersebut dapat diperoleh dari: a. Data jumlah kunjungan pasien dalam kurun waktu tertentu b. Wawancara dengan pasien, anggota keluarga tentang kepuasaan
-
Fasilitas ; o Data jumlah tempat tidur yang rusak, lama penggunaan, dll
2. Identifikasi Masalah Terkait Tempat Tidur Setelah data terkumpul, perlu dilakukan analisis untuk identifikasi adanya masalah terkait tempat tidur. Masalah terkait kebutuhan tempat tidur dapat dikategorikan sebagai berikut :
Menurut Harold Koening HFZ & Kleinsorge IK, 1994 faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi pemanfaatan tempat tidur meliputi faktor eksternal dan faktor internal rumah sakit. Namun, faktor yang berperan signifikan terhadap efisiensi pemanfaatan tempat tidur adalah faktor internal rumah sakit yang meliputi faktor input dan faktor proses pelayanan. Sedangkan faktor eksternal rumah sakit yaitu kondisi pasien. Struktur digunakan sebagai pengukuran tidak langsung dari kualitas pelayanan. Hubungan antara struktur dan kualitas pelayanan adalah hal yang penting dalam merencanakan, mendesain, dan melaksanakan sistem yang dikehendaki untuk memberikan pelayanan kesehatan. Pengaturan karakteristik struktur yang digunakan mempunyai kecenderungan untuk mempengaruhi proses pelayanan sehingga ini akan membuat kualitasnya berkurang atau meningkat. (Donabedian, 1980). Input (struktur), ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kesehatan, seperti SDM, dana, obat, fasilitas, peralatan , bahan, teknologi, organisasi, informasi dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input yang bermutu pula Unsur input biasa juga disebut struktur atau masukan adalah segala sesuatu yang diperlukan untuk terselenggaranya pelayanan rumah sakit. Kelompok ini meliputi gedung tempat pelayanan diselenggarakan, peralatan medis dan non medis, sumber daya manusia, anggaran, dll yang bersifat sarana dan prasarana (Noer Bahry Noor,2001). o Tenaga Kerja Rumah Sakit Tenaga Kerja Rumah Sakit dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, rumah sakit membutuhkan tenaga kerja untuk menjalankan seluruh aktifitas yang ada, sehingga dapat
mencapai target-target pekerjaan. Sumber daya manusia yang dimiliki oleh sebuah rumah sakit beranekaragam dan harus mampu bekerja sama agar mampu memberikan pelayanan yang maksimal termasuk kepuasan pada pengguna. 3. Tindak Lanjut Hasil identifikasi masalah terkait obat dan rekomendasi yang telah dibuat harus dikomunikasikan kepada tenaga kesehatan terkait. Kerjasama
dengan
tenaga
kesehatan
lain
diperlukan
untuk
mengoptimalkan pencapaian tujuan terapi. Komunikasi yang efektif dengan tenaga kesehatan lain harus selalu dilakukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya masalah baru. C. Identifikasi dan Prioritas Masalah Untuk itu diajukannya penambahan 30 tempat tidur di bangsal perawatan bedah RS Beleq Angen
D. Penyusunan Rencana Kerja 1. Perencanaan Kebutuhan Tempat Tidur Adapun tujuan perencanaan kebutuhan tempat tidur adalah untuk mendapatkan: a. Menghindari terjadinya hal yang tidak diinginkan seperti pasien jatuh dan sebagainya b. Meningkatkan efisiensi tempat tidur c. Menciptakan kenyamanan dan kepuasan pasien, keluarga, dll
b. Definisi Pengkajian obat Pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. Kriteria penggunaan obat rasional harus sesuai dengan indikasi pasien, pemberian dosis yang tepat, interval waktu yang tepat, dan lainnya. Evaluasi penggunaan obat rasional yaitu : 4. Tepat Indikasi Maksud dari tepat indikasi misalnya adalah ketepatan penggunaan suatu obat atas dasar diagnosis yang ditegakkan, sesuai dengan diagnosis yang tercantum di rekam medik. Sebagai contoh, diagnosis diabetes mellitus dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus. Kedua dengan TTGO, meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa darah puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan. Ketiga, dengan pemeriksaan glukosa darah puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis diabetes mellitus. 5. Tepat Obat Ketepatan obat adalah kesesuaian pemilihan suatu obat diantara beberapa jenis obat yang mempunyai indikasi. Untuk menjamin obat yang diberikan benar, label atau etiket harus dibaca dengan teliti setiap akan memberikan obat. Label atau etiket yang perlu diteliti antara lain nama obat, sediaan, konsentrasi, dan cara pemberian serta expired date. Untuk penyakit diabetes melitus tipe 2, misalnya penggunaan Metformin merupakan antidiabetes yang paling banyak digunakan untuk terapi diabetes mellitus type 2 yaitu sebanyak 15 kasus, sedangkan
penggunaan glibenklamid sebanyak 7 kasus. Hal ini sesuai dengan algoritma terapi Perkeni 2006 yang menyatakan bahwa terapi farmakologi diabetes mellitus tipe 2 pertama kali menggunakan antidiabetik per oral, apabila kadar glukosa darah tidak turun maka dikombinasikan pemakaian antidiabetik oral misalnya golongan biguanid dan sulfonilurea. 6. Tepat Dosis Dosis yang tidak tepat dapat menyebabkan kegagalan terapi atau timbul efek berbahaya. Paramedik harus mengerti cara mengkonversi dosis dari orang dewasa normal dan dihitung dosisnya secara cermat. Dosis yang sesuai juga dilihat dari keadaan fungsi organ tubuh pasien, misalnya dalam keadaan fungsi ginjal yang menurun pemberian dosis terapi akan terpengaruh, bahkan jika fungsi ginjal telah memburuk pemberian dapat diberikan secara parenteral untuk menghindari keparahan penyakit pasien. 7. Tepat Pasien Pemberian obat yang tidak tepat pasien dapat terjadi, seperti pada saat pemesanan lewat telepon, pasien yang masuk bersamaan, kasus penyakit sama, suasana sedang tidak kondusif atau adanya pindahan pasien dari ruang satu ke ruang lainnya. Untuk mengurangi kejadian tidak tepat pasien dapat dilakukan antara lain menanyakan nama pasien dan mengecek identifikasi pasien dengan seksama. 5. Interaksi Obat dengan Obat Lain Interaksi obat merupakan suatu reaksi yang terjadi bila obat satu mengubah efek obat yang lain. Hal ini harus diperhatikan apabila pasien menderita beberapa penyakit yang berbeda. Sebagai contoh, antidiabetik yang diberikan secara bersamaan dengan obat lain dapat berinteraksi sehingga efek antidiabetik dapat dihambat atau ditingkatkan. Bila efek antidiabetik dihambat maka kadar gula darah akan tetap tinggi (hiperglikemik), tetapi bila efek antidiabetik ditingkatkan oleh obat lain
maka akan terjadi penurunan gula darah yang drastis, sehingga kemungkinan akan terjadi hipoglikemik. b. Tatalaksana Pengkajian Penggunaan Obat 1. Pengumpulan Data Pasien Data dasar pasien merupakan komponen penting dalam proses pengkajian penggunaan obat. Data tersebut dapat diperoleh dari: a. rekam medik, b. profil pengobatan pasien/pencatatan penggunaan obat, c. wawancara dengan pasien, anggota keluarga, dan tenaga kesehatan lain. Rekam medik merupakan kumpulan data medik seorang pasien mengenai pemeriksaan, pengobatan dan perawatannya di rumah sakit. Data yang dapat diperoleh dari rekam medik, antara lain: data demografi pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat penggunaan obat, riwayat keluarga, riwayat sosial, pemeriksaan fisik, laboratorium, diagnostik, diagnosis dan terapi. Profil pengobatan pasien di rumah sakit dapat diperoleh dari catatan pemberian obat oleh perawat dan kartu/formulir penggunaan obat oleh tenaga farmasi. Profil tersebut mencakup data penggunaan obat rutin, obat p.r.n (obat jika perlu), obat dengan instruksi khusus (contoh: insulin).
Semua data yang sudah diterima harus dikumpulkan, dikaji,
diringkas dan diorganisasikan ke dalam suatu format. Sering kali data yang diperoleh dari rekam medis dan profil pengobatan pasien belum cukup, oleh karena itu perlu dilengkapi dengan data yang diperoleh dari wawancara pasien, anggota keluarga, dan tenaga kesehatan lain. 2. Identifikasi Masalah Terkait Obat
Setelah data terkumpul, perlu dilakukan analisis untuk identifikasi adanya masalah terkait obat. Masalah terkait obat dapat dikategorikan sebagai berikut : Ada indikasi tetapi tidak diterapi. Pasien yang diagnosisnya telah ditegakkan dan membutuhkan terapi obat tetapi tidak diresepkan. Perlu diperhatikan bahwa tidak semua keluhan/gejala klinik harus diterapi dengan obat. Pemberian obat tanpa indikasi Pasien mendapatkan obat yang tidak diperlukan. Pemilihan obat yang tidak tepat. Pasien mendapatkan obat yang bukan pilihan terbaik untuk kondisinya (bukan merupakan pilihan pertama, obat yang tidak cost effective, kontra indikasi. Dosis terlalu tinggi Dosis terlalu rendah Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD) Interaksi obat Pasien tidak menggunakan obat karena suatu sebab. Beberapa penyebab pasien tidak menggunakan obat antara lain: masalah ekonomi, obat tidak tersedia, ketidakpatuhan pasien,kelalaian petugas. 3. Tindak Lanjut Hasil identifikasi masalah terkait obat dan rekomendasi yang telah dibuat oleh apoteker harus dikomunikasikan kepada tenaga kesehatan terkait. Kerjasama dengan tenaga kesehatan lain diperlukan untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan terapi. Informasi dari dokter tentang kondisi pasien yang menyeluruh diperlukan untuk menetapkan target terapi yang optimal. Komunikasi yang efektif dengan tenaga kesehatan lain harus selalu dilakukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya
masalah baru. Kegagalan terapi dapat disebabkan karena ketidakpatuhan pasien dan kurangnya informasi obat. Sebagai tindak lanjut pasien harus mendapatkan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) secara tepat. Informasi yang tepat sebaiknya : tidak bertentangan/berbeda dengan informasi dari tenaga kesehatan lain, tidak menimbulkan keraguan pasien dalam menggunakan obat, dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat E. Identifikasi dan Prioritas Masalah DRPs merupakan suatu kejadian atau keadaan yang tidak diinginkan yang dialami oleh pasien yang terlibat atau dicurigai yang melibatkan terapi pengobatan yang bersifat aktual dan potensial yang mempengaruhi outcome kesehatan (Cipolle et al., 1998). Terdapat 2 komponen primer dalam DRPs yaitu (Cipolle et al, 1998): a. Kejadian atau resiko yang tidak diharapkan yang dialami oleh pasien. Kejadian ini dapat diakibatkan oleh kondisi ekonomi, psikologis, fiosiologis dan sosiokultural pasien. b. Ada hubungan atau diduga ada hubungan antara kejadian yang tidak diharapkan yang dialami oleh pasien dengan terapi obat. Hubungan tersebut adalah konsekuensi terapi obat sebagai penyebab atau diduga sebagai penyebab yang tidak diharapkan, atau dibutuhkan terapi obat untuk mengatasi atau mencegah kejadian tersebut. F. Penyusunan Rencana Kerja 1. Perencanaan Kebutuhan Obat Perencanaan obat adalah suatu proses kegiatan seleksi obat dan menentukan jumlah obat dalam rangka pengadaan (Depkes, 1990). Adapun tujuan perencanaan kebutuhan obat adalah untuk mendapatkan: d. Jenis dan jumlah obat yang tepat sesuai kebutuhan
e. Menghindari terjadinya kekosongan obat f. Menghindari penggunaan obat secara rasional g. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat (Febriawati, 2013). Berdasarkan Permenkes RI Nomor: 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit, bahwa pedoman perencanaan dalam perencanaan obat adalah sebagai berikut: a. Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit, Ketentuan setempat yang berlaku b. Data catatan medik c. Anggaran yang tersedia
G. Desiminasi PoA & Pelaksanaan Pokok
No Masalah
kegiatan
INPUT 1. Belum
Menyusun
lengkapnya SAK
dan
SOP
bedah
yang ada di bangsal sudah
SAK
Uraian kegiatan a. Melakukan
Sasaran/tujuan koordinasi SAK tersusun
dengan bagian bedah b. melakukan
Target
Yang
Waktu
terlibat
pelaksanaan
SAK tersusun Kepala ruang
22-24 Septe
100%
mber 2019
PJ Pelayanan
koordinasi
Kepala
dengan KaRu, PN dan
bidang
AN
keperawatan
c. mengumpulkan
PPI
berusia lebih
materi dari KaRu dan
dari 5 tahun.
PN d. mencari literature e. menyusun SAK belum ada f. melakukan
yang
PJ
g. konsultasi dengan PN dan KaRu h. menggandakan SAK i. menyosialisasikan SAK bersama KaRu dan PN
2.
Belum
Memperbaharui a. Melakukan
terbaharuinya
buku inventaris
dengan bagian SDM dan buku inventaris
bar
SDM,KARU, September
buku
dan
Administrasi
Ruang dan lembarbalik
balik
PN, AN
untuk informasi
ruang
membuat
inventaris dan lembar tersedianya
balik
informasi
lembar balik pasien baru informasi pasien dan pulang
koordinasi Tersedianya
perawatan bedah b. melakukan
koordinasi pasien baru
dengan KaRu
pasien
yang
ada
di
ruang
perawatan bedah ruang perawatan bedah lembar
bedah baru - Ters
d. membuat buku inventaris e. mencetak
peraw atan
c. merevisi lembar balik lama baru
- Lem
edian ya
balik
informasi pasien baru ruang
buku invent
PJ
22-24 2019
perawtaan bedah
aris ruang peraw atan bedah
PROSES 3. Belum optimmalnya
Sosialisasi
a. Koordinasi dengan KaRu
pengkajian
b. Menyiapkan
proses dalam pada perawat di pengkajian
ruangan
Perawat diruang 100
materi Bedah
tentang pengkajian c. Koordinasi dengan KaRu
seperti
% KaRu
perawat
seluruh
mendpatkan
perawat
informasi
ruang
dan perawat ruangan.
pengkajian
dan 22-24 September di 2019
perawatan
d. Mensosialisasikan
bedah
nyeri,
pengkajian kepada perawat
dekubitus,
ruangan
discharge 4.
planning Belum
Roleplay
a.
optimalnya
komunikasi
b. Menyiapkan materi yang perawatan bedah
pelaksanaan
terapeutik
komunikasi terapeutik
Koordinasi dengan KaRu Perawat dibutuhkan komunikasi
tentang
ruang 80 % perawat KaRU,
PN, 22-24
mendapatkan
perawat
September
informasi
lainnya
2019
tentang roleplay
c.
terapeutik
komunikasi
d. Konsultasi dengan KaRu
terapeutik
dan PN terkait materi yang akan disampaikan e. Mendemonstrasikan komunikasi
terapeutik
bersama KaRu, Pn dan perawat lainnya.
5.
Belum
Roleplay
a. Koordinasi dengan KaRu
optimalnya
kegiatan
b. Menyiapkan
penerapan
meeting
metode
KaRu, PN dan KaRu. Kedua KaRu, PN, 70% AN AN
September
tentang meeting morning,
mengikuti
2019
morning,
preconference
kegiatan.
primer
preconferernce
postconference
modifikasi
dan
terutama
postconference
meetin morning, preconferenc
materi AN
PN, 22-24
dan
c. Konsultasi dengan KaRu dan PN tentang teknis pelaksanaan d. Berasama perawat lainnya mendemonstrasikan
e
dan
post
kegiatan
meeting
conference,
morning,preconference
kurang sesuai
dan post conference
dengan 6.
prosedur Belum
Sosialisasi
optimalnya
pelaksanaan
pelaksanaan
kolaborasi
kemitraaan
tenaga
antar
a. Koordinasi dengan KaRu Residen, dan residen
staf kesehatan dokter
jaga di ruang ruang
kolaborasi/pendekatan
perawatan
perawatan
multidisiplin
bedah
bedah
c. Konsultasi dengan KaRU
September 2019
mengikuti
dan residen
atau tim lain
keegiatan
d. Mensosialisasikan kolaborasi
7.
ruang dan Residen perawat
b. Menyiapkan materi tentang perawatan bedah
keperawatan dan
perawat
80% perawat Residen jaga, 22-24
dan
/pendekatan
multidisiplin a. Koordinasi dengan KaRu
Belum
Roleplay
optimalnya
pengadaan
penerimaan
leaflet sebagai
pemberian
dan
media
pasien baru pasien baru
pemberian
informasi
Perawat
di 100%perawat
b. Menyiapkan materi terkait Ruang informasi perawatan bedah
c. Pembuatan media leaflet
mendapatkan
KaRU seluruh
informasi dan perawat mampu
ruang
menggunaka
perawatan
dan 22-24 September 2019
informasi
d. Konsultasi dengan KaRu
baru
n media yang bedah
matri dan media.
digunakan
e. Mendemonstrasikan pemberian
informasi
pasien baru OUTPUT 8. Belum
Diskusi
terlaksananya DRK
di (DRK)
Ruang
dengan Perawat
Ka.Ru dan PN 2. Konsultasi 3. Diskusi
RS
Beleq Angen
di DRK
Ruang
dilakukan
Perawat
di 22-24
1 Ruang
September
dengan perawatan bedah kali dalam 1 perawatan
SMF Bedah
perawatan bedah
Refleksi Kasus
1. Konsultasi
RS Beleq Angen dengan
residen bedah 4. Perencanaan pelaksanaan kegiatan
bulan.
bedah
2019 RS
Beleq Angen
H. Evaluasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) mempunyai berbagai fungsi, yang dapat digolongkan menjadi fungsi nonklinik dan fungsi klinik. Lingkup fungsi farmasi klinik mencakup fungsi farmasi yang dilakukan dalam program rumah sakit, yaitu: pemantauan terapi obat (PTO); evaluasi penggunaan obat (EPO); penanganan
bahan
sitotoksik;
pelayanan
di
unit
perawatan
kritis;
pemeliharaan formularium; penelitian; pengendalian infeksi di rumah sakit; sentra informasi obat; pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan (ROM); sistem formularium, panitia farmasi dan terapi; sistem pemantauan kesalahan obat; bulletin terapi obat; program edukasi ―in-service‖ bagi apoteker, dokter, dan perawat; investigasi obat; dan unit gawat darurat. Lingkup farmasi nonklinik adalah perencanaan; penetapan spesifikasi produk dan pemasok; pengadaan; pembelian; produksi; penyimpanan; pengemasan dan pengemasan kembali; distribusi; dan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan secara keseluruhan Faktor Sistem Penyimpanan Obat di Gudang Instalasi Farmasi Rumah Sakit Sistem penyimpanan obat di Gudang Instalasi Farmasi menggunakan gabungan antara metode FIFO dan metode FEFO. Metode FIFO (First in First Out), yaitu obat-obatan yang baru masuk diletakkan di belakang obat yang terdahulu, sedangkan metode FEFO (first expired first out) dengan cara menempatkan obat-obatan yang mempunyai ED (expired date) lebih lama diletakkan di belakang obat-obatan yang mempunyai ED lebih pendek. Proses penyimpanannya memprioritaskan metode FEFO, baru kemudian dilakukan metode FIFO. Barang yang ED-nya paling dekat diletakkan di depan walaupun barang tersebut datangnya belakangan. Sistem penyimpanan dikelompokkan berdasarkan jenis dan macam sediaan, yaitu: 1. Bentuk sediaan obat (tablet, kapsul, sirup, drop, salep/krim, injeksi dan infus). 2. Bahan baku.
3. Nutrisi. 4. Alat-alat kesehatan. 5. Gas medik. 6. Bahan mudah terbakar. 7. Bahan berbahaya. 8. Reagensia. 9. Film Rontgen Penyimpanan obat di gudang diawali dari menerima barang dan dokumendokumen
pendukungnya,
memeriksa
barang,
pengarsipan,
memasukkan datadata ke komputer, setelah itu proses menyimpan barang di ruang penyimpanan. Indikator penyimpanan obat yaitu: 1. Kecocokan antara barang dan kartu stok, indikator ini digunakan untuk mengetahui
ketelitian
petugas
gudang
dan
mempermudah
dalam
pengecekan obat, membantu dalam perencanaan dan pengadaan obat sehingga tidak menyebabkan terjadinya akumulasi obat dan kekosongan obat, 2. Turn Over Ratio, indikator ini digunakan untuk mengetahui kecepatan perputaran obat, yaitu seberapa cepat obat dibeli, didistribusi, sampai dipesan kembali, dengan demikian nilai TOR akan berpengaruh pada ketersediaan obat. TOR yang tinggi berarti mempunyai pengendalian persediaan yang baik, demikian pula sebaliknya, sehingga biaya penyimpanan akan menjadi minimal, 3. Persentase obat yang sampai kadaluwarsa dan atau rusak, indikator ini digunakan untuk menilai kerugian rumah sakit, 4. Sistem penataan gudang, indikator ini digunakan untuk menilai sistem penataan gudang standar adalah FIFO dan FEFO, 5. Persentase stok mati, stok mati merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan item persediaan obat di gudang yang tidak mengalami transaksi dalam waktu minimal 3 bulan,
6. Persentase nilai stok akhir, nilai stok akhir adalah nilai yang menunjukkan berapa besar persentase jumlah barang yang tersisa pada periode tertentu, nilai persentese stok akhir berbanding terbalik dengan nilai TOR..
DAFTAR PUSTAKA
Donabedian, A. (1980). Exploration in Quality Assesment and Monitoring Volume 1. The Definition of Quality and Appropriates to Assesment. Health Administration Press, An Arbor. Michigan
Indah Sari. 2009. Gambaran Penilaian Efisiensi Pelayanan Rawat Inap Berdasarkan Grafik Barber Johnson Di Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2003-2007. Universitas Sumatera Utara.
Tri Lestari . 2013. Analisis Penggunaan Tempat Tidur Berdasarkan Grafik Baber Johnson Perbulan Tahun 2012 Untuk Memenuhi Standar Mutu Pelayanan Rawat Inap Di Rs Pku Muhammadiyah Sukoharjo. APIKES Citra Medika Surakarta. Vol. 3 No. 1.
Anonim, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta : Depkes RI. Anonim, 2002, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Supervisi dan Evaluasi Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Jakarta : Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Djoko, W., 1999, Manajemen Mutu. Teori Strategi dan Aplikasi. Vol. I. Surabaya : Airlangga University Press Daris,
A.,
2006,
Perkembangan
praktek
kefarmasian
http://www.ikatanapotekerindonesia.net/artikel-a-konten/sekilasinfo/153.html, diakses 23 agustus 2010
(online)
Gandjar,I.G., 2009, Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia, Kompetensi Apoteker di Indonesia, (online) diakses tanggal 23 Agustus 2010. Handayani,
S.,
2008,
Standar
Kokpetensi
Apoteker
(online)
http://srihandayani.blogsome.com/2008/05/17/standar-kompetensi-apoteker/ diakses tanggal 23 agustus 2010. Istinganah., dkk. 2006, Evaluasi Sistem Pengadaan Obat dari Dana APBD Tahun 2001-2003 Terhadap Kesediaan dan Efisiensi Obat [Jurnal]. Manajemen Pelayanan Kesehatan Vol. 09/No. 01/Maret 2006. Ida Prista Maryetty, 2008, Regulasi Obat yang Mempengaruhi Peresepan. (Online).
fkuii.org/tiki_wiki_attachment.php?
attId=199&page=pengobatan_rasional_handout diakses tanggal 23 Agustus 2010. Ozal,
2010
Metode
perencanaan
(online)
http://apoteker-
istn.blogspot.com/2010/03/metode-perencanaan.html, diakses 23 agustus 2010 Pudjaningsih, D., 1996, Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat di Farmasi Rumah Sakit [Tesis]. Yogyakarta : Magister Manjemen Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada ; Quick, 1997, Managing Drug Supply (2nd ed). Management Sciences for Health USA : Kumarian Press Siregar, J.P dan Amalia, l., 2004, Farmasi Rumah Sakit : Teori dan Penerapan. Jakarta : EGC. Yoga, AC., 2003, Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta : UI Press