Proposal Karya Tulis Ilmiah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH



PERHITUNGAN KOLONI BAKTERI SETELAH PENGGUNAAN DENGAN SABUN PEMBERSIH MUKA



Oleh :



MUHAMMAD ILHAM NIM. 138947



AKADEMI FARMASI YARSI PONTIANAK



2



2015



1



KATA PENGANTAR



Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum Wr.Wb. Puji syukur Peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga Peneliti dapat menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah (KTI) dengan judul PERHITUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI SETELAH PENGGUNAAN DENGAN SABUN PEMBERSIH MUKA. Adapun penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dimaksudkan sebagai salah satu persyaratan akademis dalam rangka menyelesaikan pendidikan Diploma III di Akademi Farmasi Yarsi Pontianak. Pada kesempatan ini Peneliti menyampaikan terima kasih kepada Ibu Ika Ristia Rahman, S.Farm, Apt. selaku pembimbing 1 dan Ibu Nana Kuslia, S.Hut selaku pembimbing 2 proposal Karya Tulis Ilmiah yang telah memberikan petunjuk, koreksi, dan saran hingga terselesainya proposal Karya Tulis Ilmiah ini. Terima kasih yang sedalam-dalamnya Peneliti sampaikan kepadajj: 1. Ibu Dra. Hj. Dewi Sutresna TN, Apt selaku Pembina Akademi Farmasi Yarsi Pontianak. 2. Bapak Dani Suryaningrat, SE, SKM selaku Direktur Akademi Farmasi Yarsi Pontianak. 3. Bapak Achmad Mulyadi, M.Si sebagai penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk perbaikan proposal Karya Tulis Ilmiah ini. 4. Seluruh jajaran Dosen dan Staf Akademi Farmasi Yarsi Pontianak. 5. Kepala Laboratorium Mikrobiologi Akademi Farmasi Yarsi Pontianak. 6. Kedua Orang tua dan keluarga yang telah memberikan do’a dan dukungan baik spiritual maupun materil. 6. Teman-teman seangkatan tahun 2013 yang telah banyak membantu. 7. Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu-persatu yang telah 1



2



turut membantu sehingga terselesaikannya proposal Karya Tulis Ilmiah ini. Peneliti menyadari banyak kekurangan dalam penelitian proposal Karya Tulis Ilmiah ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat Peneliti harapkan. Demikian proposal Karya Tulis Ilmiah ini dibuat, semoga bermanfaat bagi kita semua.



Pontianak, November 2015



Peneliti



DAFTAR ISI



BAB I.....................................................................................1 PENDAHULUAN........................................................................1



2



3



1.1



Latar Belakang................................................................1



1.2



Masalah........................................................................2



1.3



Tujuan Penelitian..............................................................2



1.4. Manfaat Penelitian...............................................................3 BAB II....................................................................................4 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................4 2.1



Sabun Pembersih Muka.......................................................4



2.2



Anatomi Kulit.................................................................5



2.3



Bakteri pada kulit.............................................................8



2.4



Bakteri pada muka......................................................8



2.5



Morfologi Bakteri...........................................................10



2.6



Pengujian jumlah koloni bakteri.................................12



2.7



Cara menghitung bakteri...........................................13



2.7.1



Menghitung secara langsung................................13



2.7.2



Menghitung Secara Tidak Langsung......................14



BAB III................................................................................20 METODOLOGI PENELITIAN....................................................20 3.1



Alat Penelitian..........................................................20



3.2



Bahan Penelitian.............................................................20



3.3



Lokasi Penelitian............................................................20



3.4



Prosedur Kerja..............................................................20



3.4.1



Pengambilan Sampel...................................................20



3.4.2



Sterilisasi Alat..........................................................21



3.4.3



Penyiapan Sampel Uji..................................................21



3.4.4



Pembuatan dan Sterilisasi Medium NA (Nutrient Agar).............21



3.5



Pengujian Perhitungan Koloni..............................................22



3.6



Analisis Data.................................................................22



DAFTAR PUSTAKA...................................................................23



3



4



4



5



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang



Pembentukan kepercayaan diri seseorang dapat dilakukan salah satunya dengan membuat penampakan fisik menjadi menarik dimata orang lain. Penilaian fisik kepada seseorang biasanya pertama kali dilihat dari wajah atau raut muka orang tersebut. Orang-orang ingin selalu menjaga keadaan wajah agar mendapat penilaian menarik bagi orang lain yang kemudian akan berdampak kepada peningkatan kepercayaan diri. Hal inilah yang kemudian membentuk suatu celah bisnis yang kemudian dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan besar dalam kaitannya dengan produk yang mampu membantu membuat wajah menjadi



5



2



menarik. Pada umumnya produk-produk tersebut muncul dalam bentuk sabun pencuci wajah atau sering disebut sabun muka.



Kebutuhan akan sabun muka bagi banyak orang saat ini telah menjadi kebutuhan yang wajar bahkan beberapa orang berpendapat bahwa kebutuhan akan sabun muka sudah termasuk dalam kebutuhan pokok disamping papan, pangan, dan sandang. Hal ini karena banyak orang yang mulai menyadari bahwa wajah menjadi bagian tubuh yang sangat penting untuk menjaga kepercayaan diri seseorang. Oleh karena itu orang akan berusaha untuk menjaga dan merawat wajah dengan menggunakan sabun muka dengan harapan wajah semakin bersinar, putih, halus, dan enak dipandang.



Hal inilah yang menyebabkan produk produk sabun pembersih muka mulai bermunculan. Keberadaan sabun pembersih muka kini semakin meningkat sejalan dengan dinamika kebutuhan masyarakat terhadap produk pembersih muka guna memperindah diri. Meski berbagai macam produk sudah terjamin mutu dan keamanan produknya. Namun memiliki perbedaan tersendiri didalam setiap komposisinya. Hal ini membuat masyarakat harus bisa memilih pembersih muka mana yang cocok dengan kulit wajahnya.



Sekarang sudah banyak beredar sabun pembersih muka dari bahan alam di Pasar swalayan. Dengan komposisi zat dari bahan alam yang berbeda dan memiliki efek yang sama. Seperti sabun pembersih muka dari sari buah pepaya dan sabun pembersih muka dari sari buah langsat. Biasanya Masyarakat lebih



2



3



sering berbelanja di swalayan dikarenakan produk sabun pembersih muka yang di jual beragam jenis sesuai dengan keinginan pembeli.



Maka penulis tertarik untuk mengetahui seberapa efektivitas sabun pembersih muka dalam penggunaanya dan pengujian perhitungan koloni bakteri yang menempel pada wajah.



1.2 Masalah



1. Berapa jumlah total koloni bakteri yang terdapat setelah penggunaan sabun pembersih muka?



2. Bagaimana efektifitas perbandingan jumlah bakteri sebelum dan setelah pencucian dengan sabun pembersih muka?



1.3 Tujuan Penelitian



1. Untuk mengetahui jumlah koloni bakteri yang ada pada kapas hasil pencucian dengan sabun pembersih muka.



2. Untuk mengetahui perbandingan jumlah bakteri sebelum dan setelah pencucican dengan sabun pembersih muka.



3



4



1.4. Manfaat Penelitian



Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada konsumen mengenai apakah ada pengurangan jumlah koloni bakteri pada wajah setelah menggunakan sabun pembersih wajah.



4



5



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Sabun Pembersih Muka



5



6



Sabun pembersih muka antiacne merupakan substansi yang aktif di permukaan kulit yang menurunkan tekanan antara minyak dan air pada wajah. Sabun pembersih muka antiacne bekerja dengan berbagai mekanisme untuk mencegah timbulnya jerawat, yaitu mengangkat debris, keringat, bakteri, dan lemak-lemak berlebih pada kulit dalam bentuk emulsi tanpa mengiritasi kulit ataupun menyebabkan kulit kering. Kerja sabun pembersih muka dipengaruhi oleh pH dan sifat pembersih wajah itu sendiri. Sabun pembersih muka yang ideal akan mengangkat lemak-lemak berlebih yang berasal dari kelenjar sebasea tanpa mengangkat lemak pokok yang berperan penting sebagai barrier lapisan epidermis kulit.



Bahan yang digunakan seharusnya bersifat noncomedogenic, nonacnegenic, tidak mengiritasi kulit, dan tidak bersifat alergen terhadap kulit. Sifat kelembutan sabun pembersih muka juga harus diperhatikan mengingat bahwa pengobatan jerawat seringkali disertai iritasi sebagai efek sampingnya. Disamping itu, banyak orang seringkali keliru dengan mempercayai bahwa menggosok kulit secara agresif dengan sabun pembersih muka beberapa kali sehari akan mengurangi wajah berminyak dan perasaan kotor pada wajah. Pada kenyataannya, lemak yang terdapat pada wajah sebagian besar berasal dari penggunaan kosmetik, yang kemudian terjebak didalam folikel, sehingga tidak dapat dicapai oleh sabun pembersih muka ataupun menggosok wajah secara agresif. Menggosok muka secara agresif hanya akan memperburuk jerawat (Salomon, 1996).



6



7



2.2 Anatomi Kulit



Kulit termasuk dalam bagian dari sistem integumen. Kulit merupakan organ terluas tubuh. Secara struktural, kulit terdiri atas dua bagian - bagian superfisial yang tipis yang tersusun dari jaringan epithelial disebut epidermis. Bagian dalamnya yang lebih tebal, tersusun atas jaringan ikat, disebut dermis. Lebih dalam lagi dari dermis, namun tidak termasuk bagian dari kulit, terdapat lapisan subkutan atau dikenal dengan hipodermis. Lapisan ini tersusun atas jaringan areolar dan jaringan adipose (Gambar 2.1).



Lapisan epidermis tersusun atas epitel berlapis gepeng berkeratin. Pada lapisan ini terdapat empat jenis sel utama, yaitu keratinosit, melanosit, sel Langerhans, dan sel Merkel. 90% lapisan epidermis tersusun atas keratinosit, yang tersusun atas 4 atau 5 lapisan yang memproduksi protein keratin. Lapisan-lapisan tersebut yaitu, stratum korneum atau lapisan tanduk merupakan lapisan terluar dengan komponen sel-sel gepeng yang mati, tidak memiliki inti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin atau zat tanduk. Stratum lusidum, komponen lapisan ini adalah selsel gepeng yang tidak memiliki inti dan protoplasma yang berubah menjadi eleidin. Stratum granulosum, komponen yang menyusun lapisan ini adalah sel-sel gepeng dengan sitoplasma yang terdiri atas keratohialin sehingga berbutir kasar, memiliki inti. Stratum spinosum, komponen yang menyusun lapisan ini adalah sel poligonal dengan besar yang beragam, protoplasma jernih yang kaya akan glikogen, dan inti yang terletak di 7



8



tengah.Terdapat sel Langerhans diantara sel-sel spinosum yang berfungsi sebagai respon imun terhadap mikroba yang menginvasi kulit. Stratum basal, komponen yang menyusun lapisan ini tersusun atas dua jenis sel yaitu sel-sel kubus yang tersusun secara vertikal menyerupai palisade dan sel melanosit yang berfungsi sebagai pembentuk melanin. Lapisan ini merupakan lapisan epidermis paling bawah (Gambar 2.2).



Lapisan dermis, lapisan ini terletak tepat dibawah lapisan epidermis. Lapisan dermis tersusun atas pars papilare, terdiri atas pembuluhdarah dan ujung serabut saraf. Pars retikulare, bagian yang menonjol kearah lapisan subkutan, terdiri atas serabut-serabut penunjang : kolagen, elastin, dan retikulin. Serabut kolagen tersusun atas fibroblas membentuk ikatan yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin. Seabut elastin lebih elastis dan bergelombang sedangkan serabur retikulin menyerupai serabut kolagen muda (lentur).



Lapisan subkutan, tersusun atas jaringan ikat longgar yang berisi sel-sel lemak. Pada lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan kelenjar getah bening (Tortora, 2009).



8



9



Gambar 2.1 Struktur anatomi kulit. (Tortora, 2009).



Gambar 2.2. Lapisan Lapisan epidermis (Tortora, 2009).



9



10



2.3 Bakteri pada kulit Kulit secara konstan berhubungan dengan bakteri dari udara atau dari benda-benda, tetapi kebanyakan bakteri ini tidak tumbuh pada kulit karena kulit tidak sesuai untuk pertumbuhannya. Adapun mikroba yang sering dijumpai pada pemeriksaan penyakit di kulit, yaitu : a. Staphylococcus aureus b. Staphylococcus epidermidis c. Propionilbacterium acnes d. Jamur (Pityrosporum ovale dan Pityrosporum orbiculare) (Auffret, 2013). 2.4 Bakteri pada muka



Propionibacterium



acnes



termasuk



dalam



kelompok



bakteri



Corynebacteria. Bakteri ini termasuk flora normal kulit. Propionibacterium acnes berperan pada patogenesis jerawat dengan menghasilkan lipase yang memecah asam lemak bebas dari lipid kulit. Asam lemak ini dapat mengakibatkan inflamasi jaringan ketika berhubungan dengan sistem imun dan mendukung terjadinya akne.



Propionibacterium acnes termasuk bakteri yang tumbuh relatif lambat. Bakteri ini tipikal bakteri anaerob gram positif yang toleran terhadap udara. Genome dari bakteri ini telah dirangkai dan sebuah penelitian menunjukkan beberapa gen yang dapat menghasilkan enzim untuk meluruhkan kulit dan protein, yang mungkin immunogenic (mengaktifkan sistem kekebalan tubuh).



10



11



Ciri-ciri penting dari bakteri Propionibacterium acnes adalah berbentuk batang tak teratur yang terlihat pada pewarnaan gram positif. Bakteri ini dapat tumbuh di udara dan tidak menghasilkan endospora. Bakteri ini dapat berbentuk filamen bercabang atau campuran antara bentuk batang/filamen dengan bentuk kokoid. Propionibacterium acnes memerlukan oksigen mulai dari aerob atau anaerob fakultatif sampai ke mikroerofilik atau anaerob. Beberapa bersifat patogen untuk hewan dan tanaman.



Klasifikasi Propionibacterium acnes : Kingdom :Bacteria Phylum



: Actinobacteria



Class



: Actinobacteridae



Ordo



: Actinomycetales



Family



: Propionibacteriaceae



Genus



: Propionibacterium



Spesies



: Propionibacterium acnes



Gambar 2.3 Bakteri Propionibacterium acnes (Brook, 2005).



11



12



Akne terjadi ketika lubang kecil pada permukaan kulit yang disebut pori-pori tersumbat. Pori-pori merupakan lubang bagi saluran yang disebut folikel, yang mengandung rambut dan kelenjar minyak. Biasanya, kelenjar minyak membantu menjaga kelembaban kulit dan mengangkat sel kulit mati. Ketika kelenjar minyak memproduksi terlalu banyak minyak, pori-pori akan banyak menimbun kotoran dan juga mengandung bakteri. (Lambert, 2006)



2.5 Morfologi Bakteri Sebagian besar bakteri memiliki diameter dengan ukuran 0,2-2,0 mm dan panjang berkisar 2-8 mm. Biasanya sel-sel bakteri yang muda berukuran jauh lebih besar daripada sel-sel yang tua. Bentuk dan ukuran suatu bakteri dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti temperatur inkubasi, umur kultur, dan komposisi media pertumbuhan. Bentuk bakteri bermacam-macam, yaitu sebagai berikut: 1. Bakteri Berbentuk Bulat (Bola) Bakteri berbentuk bulat atau bola dinamakan kokus (coccus), dapat dibedakan atas: a



Monokokus, yaitu bakteri berbentuk bola tunggal, misalnya Neisseria gonorrhoeae, penyebab penyakit kencing nanah.



b



Diplokokus, yaitu bakteri berbentuk bola yang bergandengan dua-dua, misalnya Diplococcus pneumonia, penyebab penyakit pneumonia atau radang paru-paru.



12



13



c



Sarkina, yaitu bakteri berbentuk bola yang berkelompok empat-empat, sehingga bentuknya mirip kubus.



d



Streptokokus, yaitu bakteri bentuk bola yang berkelompok memanjang membentuk rantai.



e



Stafilokokus, yaitu bakteri berbentuk bola yang berkoloni membentuk sekelompok sel tidak teratur, sehingga bentuknya mirip dompolan buah anggur.



2. Bakteri Berbentuk Batang



Bakteri berbentuk batang dinamakan basilus (bacillus yang berarti batang). Bentuk basilus dapat pula dibedakan atas: a. Basil tunggal, yaitu bakteri yang hanya berbentuk satu batang tunggal misalnya Salmonella typhi, penyebab penyakit tifus. b.



Diplobasil, yaitu bakteri berbentuk batang yang bergandengan duadua.



c. Streptobasil, yaitu bakteri berbentuk batang yang bergandengan memanjang membentuk rantai misalnya Bacillus anthracis penyebab penyakit antraks. 3. Bakteri Berbentuk Melilit Bakteri berbentuk melilit, yang dinamakan spirillum atau spiral.Ada tiga macam bentuk spiral, yaitu sebagai berikut:



13



14



a



Spiral, yaitu golongan bakteri yang bentuknya seperti spiral, misalnya Spirillum. Sel tubuhnya umumnya kaku.



b. Vibrio atau bentuk koma yang dianggap sebagai bentuk spiral tak sempurna, misalnya Vibrio cholerae penyebab penyakit kolera. c. Spirochaeta (baca: spiroseta), yaitu golongan bakteri berbentuk spiral yang bersifat lentur. Pada saat bergerak, tubuhnya dapat memanjang dan mengerut.



Gambar 2.4 Macam-macam bentuk bakteri (Sumber : Irianto, 2006).



2.6 Pengujian jumlah koloni bakteri



14



15



Jumlah mikroorganisme yang ada didalam suatu bahan sangat bervariasi, tergantung dari jenis bahan itu sendiri dan kondisi lingkungannya. Jumlah organisme ini dapat dihitung dengan beberapa cara, baik secara langsung atau tidak langsung misalnya secara langsung dengan ruang hitung (Counting Chamber), dan dengan preparat olesan (Smear Count). Sedangkan secara tidak langsung dengan turbidimeter, dengan cara kimia, dengan cara volume total, dengan cara berat kering dan dengan cara kultur tabung putar (Indrawati, 1992).



2.7 Cara menghitung bakteri



2.7.1



Menghitung secara langsung Pada



tiap



perhitungan



bakteri



kepadatan



berkurang



dengan



meningkatnya konsentrasi sel-sel, begitu halnya bila jumlah yang dihitung terlalu kecil. Bahan yang mengandung sejumlah besar bakteri (kira-kira lebih dari 104 per ml) biasanya diencerkan dari 1:10 sampai 1:10 4 atau lebih tergantung pada bahan pemeriksaan dan metode hitung, sehingga hasil hitungan yang diperoleh dapat diandalkan dan memudahkan perhitungan (Irianto, 2006). Perhitungan langsung ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:



15



16



a. Menghitung Secara Langsung Cara ini menggunakan bilik hitung (haemositometer). Yang menghasilkan hitungan total, karena semua sel terhitung, baik sel yang hidup maupun sel yang mati. Kerena bakteri itu sangat kecil, maka perhitungan yang dilakukan secara statistik dapat diterima, namun harus dibuat suspensi sekurang-kurangnya 107/ml. b. Menghitung dan Preparat Pengecatan Sama halnya dengan menghitung sel langsung, cara ini menghasilkan hitungan total. Perhitungan dilakukan dengan cara mengoleskan sejumlah volum pada luas kaca objek yang telah diukur, dicat dengan metilen biru atau cat lain yang sesuai, kemudian dihitung jumlah organisme pada bagian-bagian tertentu yang telah diketahui luasnya. Dengan mrngetahui diameter bidang penglihatan dengan pengukuran sebelumnya (memakai stage micrometer), maka jumlah mikroorganisme per ml dapat dihitung. c. Menghitung dengan Filtrat Membran Contoh cairan yang telah ditakar dan disaring dengan filter staril yang terbuat dari membran berpori. Bakteri yang bertahan oleh filter itu, kemudian dihitung langsung. Dalam hal ini jumlah bakteri dalam cairan tersebut tidak boleh terlalu banyak dan tersebar rata. Sebelum dihitung bakteri pada membran itu dicat. Untuk menghitung membran dibuat transparan dengan menyerapkan minyak imersi ke dalam membran. Cara ini adalah penghitungan total. d. Menghitung dengan Alat Penghitung Elektronik



16



17



Dengan alat ini dapat dihitung beribu-ribu bakteri dalam beberapa detik. Penggunaan kebanyakan alat ini didasarkan atas kerja dengan lobang pengintai elektronik (dapat disamakan dengan “Mata Elektronik”). Kerjanya tergantung pada interupsi dari berkas cahaya elektronik yang melintasi suatu ruang antar dua elektron yang berdekatan



letaknya.



Tiap



partikel



yang



melintasi



ruang



mengakibatkan gangguan pada berkas cahaya elektron, karena perbedaan konduktivitas sel dan cairan. Interupsi ini dicat oleh suatu alat secara elektris. 2.7.2



Menghitung Secara Tidak Langsung



a. Penentuan Volume Total Cara ini adalah semacam modifikasi penentuan hematokrit pada pengukuran volum total butir-butir darah. Misalnya, 10 ml biakan dimasukan ke dalam tabung reaksi khusus (tabung HOPKINS) yang bagian bawahnya berupa silinder dan bergaris ukuran. Organisme dipadatkan dengan sentrifus pada kecepatan baku dan waktu yang tepat menurut ukurannya kemudian volum totalnya dapat dibaca pada skala silinder itu. Dengan mengetahui volum rata-rata masing-masing sel secara perkiraan dapat ditentukan jumlah sel. b. Metode Turbidometri Teknik ini sudah dipakai sebagai cara mengukur kekeruhan suspensi atas dasar penyerapan dan pemencaran cahaya yang dilintaskan, sehingga yang mengandung lebih dari 107-108 sel per milliliter tampak keruh oleh mata telanjang. Suatu volum biakan yang



17



18



telah ditakar ditempatkan dalam tabung khusus yang jernih dengan diameter tertentu. Tabung ini diletakkan antara suatu satuan sumber cahaya dan satuan foto elektrik yang disambung dengan galvanometer. Apa yang terbaca pada galvanometer tergantung pada lintasan dari satuan sumber cahaya melalui biakan itu. Seluruh cahaya yang berasal dari satuan sumber cahaya persentasi yang ditransmisi melalui tabung berisi biakan akan berkurang sebanding dengan kekeruhannya. Kelemahan cara ini ialah dapat terjadi kesalahan karena variasi dalam ukuran dan bentuk, serta penggumpalan sel-sel, juga karena perbedaan derajat tembus lihat bermacam-macam spesies atau bahan lain dalam biakan itu. Tetapi cara ini adalah salah satu yang tercepat dan paling sederhana serta cukup teliti. Harus diperhatikan bahwa data kekeruhan bukanlah penghitungan jumlah bakteri dan tidak dapat secara tepat digunakan seperti pada kalkulasi yang didasarkan pada pernyataan eksponen jumlah sel. Kekeruhan dapat dibakukan dalam sebutan jumlah sel dengan penghitungan dalam haemasitometer dibandingkan dengan jumlah suspensi bakteri baku. c. Perhitungan Bakteri Hidup Penghitungan



bakteri



hidup



dilakukan



dengan



cara



sari



pengenceran. Cara ini secara luas digunakan untuk menghitung bakteri hidup dalam berbagai cairan seperti air, susu, biakan cair dan sebagainya. Serentetan pengenceran dibuat untuk kemudian ditanam dalam medium pembiakan bulyon agar dan setelah inkubasi jumlah koloni dihituung. Setelah dikonversi sesuai dengan pengencerannya,



18



19



akan diketahui jumlah bakteri per milliliter, karena pengenceran dikerjakan secara lipat ganda atau secara decimal, maka angka yang diperoleh hanya angka perkiraan, yang biasa disebut Most Probable Number (MPN) (Irianto, 2006). d. Metode Total Plate Count Sampel yang akan diperiksa diencerkan sampai konsentrasi tertentu, kemudian diambil sejumlah volume tertentu dari pengenceran ini dan ditanam secara tuang (Pour plate) diatas medium yang sesuai. Setelah diinkubasi, ambil cawan petri yang mempunyai pertumbuhan koloni antara 30-300. Hitung jumlah koloni yang ada. Jumlah mikroorganisme per 1ml sampel dapat diperoleh dengan membagi jumlah koloni terhitung dengan volume sampel yang diinkubasikan dan dibagi dengan pengenceran. Untuk bakteri jumlah koloni bakteri harus ditekan sekecil mungkin. Meskipun mikroba tersebut tidak membahayakan bagi kesehatan, tetapi kadang-kadang karena pengaruh sesuatu dapat menjadi mikroba yang membahayakan, yang jelas jumlah koloni bakteri tersebut dapat digunakan sebagai petunjuk sampai tingkat berapa industri tersebut melaksanakan cara pembuatan tahu putih yang baik. Syarat jumlah koloni bakteri maksimal 104 per ml. Sifat koloni yang ditunjukan pada metode yang menggunakan lempeng agar dilukiskan sebagai titik-titik, berbenang, tak teratur, serupa akar, serupa kumparan. Permukaan koloni dapat datar, timbul mendatar, timbul melengkung, timbul mencembung, tidak membukit.



19



20



Sedangkan tepi koloni ada yang utuh, ada yang berombak, ada yang berbelah-belah, ada yang bergerigi, ada yang berbenang–benang dan ada juga yang keriting (Dwidjoseputro, 1994). a. Perhitungan Jumlah Bakteri (Depkes, 2000).



1



Dipilih cawan petri dari satu pengenceran yang menunjukan jumlah koloni antara 30-300. Jumlah koloni rata-rata dari kedua cawan petri dihitung, lalu dikalikan dengan faktor pengencerannya. Hasil dinyatakan sebagai jumlah koloni bakteri dalam tiap ml contoh.



2



Bila salah satu dari cawan petri menunjukan jumlah koloni 30 atau kurang dari 300 koloni, dihitung jumlah rata-rata koloni, kemudian dikalikan dengan faktor pengencerannya. Hasil dinyatakan dengan jumlah koloni bakteri dalam tiap ml contoh.



3



Jika terdapat cawan dari 2 tingkat pengenceran yang berurutan menunjukan jumlah koloni antara 30 sampai 300, maka dihitung jumlah koloni dari masing-masing tingkat pengenceran kemudian dikalikan dengan faktor pengencerannya. Apabila hasil perhitungan pada tingkat yang lebih tinggi diperoleh jumlah koloni rata-rata lebih besar dari 2 kali jumlah koloni rata-rata pada pengenceran dibawahnya, maka jumlah bakteri dipilih dari tingkat pengenceran yang lebih rendah (misal: pada pengenceran 10-2 jumlah koloni ratarata 140, dan pengenceran 10-3 jumlah koloni rata-rata 32, maka dipilih jumlah koloni 140 x 102). Bila hasil perhitungan pada tingkat



20



21



pengenceran lebih tinggi diperoleh jumlah koloni rata-rata kurang dari 2x jumlah koloni rata-rata pada pengenceran dibawahnya, maka jumlah bakteri dihitung dari rata-rata jumlah koloni kedua tingkat pengenceran tersebut (Misal: pada pengenceran 10-2 jumlah koloni rata-rata 293), pada pengenceran 10-3



jumlah koloni 41, maka



jumlah bakteri adalah:



¿



293+41 2 2 ×10 =313,5 ×10 2



4



Bila tidak ada satupun koloni dalam cawan maka jumlah bakteri



5



dinyatakan sebagai dari satu dikalikan faktor pengenceran terendah. Jika seluruh cawan menunjukan jumlah koloni lebih dari 300, dipilh cawan dari tingkat pengenceran tertinggi kemudian dibagi menjadi beberapa sektor (2, 4 dan 8) dan dihitung jumlah koloni dari satu sektor. Jumlah bakteri adalah jumlah koloni dikalikan dengan jumlah sektor kemudian dihitung rata-rata dari kedua cawan dan



6



dikalikan dengan faktor pengenceran. Perhitungan dan pencatatan hasil jumlah bakteri hanya ditulis dalam dua angka. Angka berikutnya dibulatkan kebawah bila kurang dari 5 dan dibulatkan keatas bila lebih dari 5. Sebagai contoh 52,3x 10 dibulatkan menjadi 52x10



4



84x103.



21



3



. Untuk 83,6x103 dibulatkan menjadi



22



BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian antara lain adalah batang pengaduk, beaker glass, cawan petri, enkas, erlenmeyer, hot plate, inkubator, neraca analitik, mikropipet, blue tip, yellow tip, tabung reaksi, rak tabung reaksi, autoclave, oven, lampu spirtus, gelas ukur, spuit 10 ml, dan kertas sampul. 3.2 Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah alkohol 70%, sampel produk sabun pembersih muka antiacne,



22



23



Mediun NA (Nutrien Agar), Aqua destilata, Aqua Steril, NaCl Fisiologis, spiritus, kertas sampul, kapas, kain kasa. 3.3 Lokasi Penelitian Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Akademi Farmasi Yarsi Pontianak. 3.4 Prosedur Kerja 3.4.1 Pengambilan Sampel Sampel dalam bentuk produk sabun pembersih muka di ambil dari swalayan. Produk pembersih muka yang di ambil sebagai sampel merupakan produk yang paling banyak digunakan oleh masyarakat yaitu produk A yang mengandung .. dan produk B yang mengandung ...



3.4.2



Sterilisasi Alat Alat-alat yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu dengan



deterjen lalu dibilas dengan aquadest. Kemudian alat-alat tersebut dibungkus dengan kertas sampul dan disterilkan dalam oven pada suhu 170ºC salama 2 jam. 3.4.3 Penyiapan Sampel Uji Sampel pertama yang digunakan yaitu kapas yang telah steril dibasahi dengan aqua destilata dan diusapkan pada wajah, kemudian dilakukan perendaman di dalam gelas ukur yang berisi aqua destilata 250 ml. Sampel kedua yaitu kapas yang telah steril dibasahi dengan aqua destilata dan diusapkan pada wajah yang telah dicuci dengan air, kemudian di lakukan perendaman di dalam gelas ukur yang berisi aqua



23



24



destilata 250 ml. Sampel ketiga yaitu kapas yang telah steril dibasahi dengan aqua destilata dan diusapkan pada wajah yang telah dicuci dengan



produk sabun pembersih



muka, kemudian dilakukan



perendaman di dalam gelas ukur yang berisi aqua destilata 250 ml. kemudian masing-masing sampel dilakukan pengenceran untuk bakteri dari 10-1 sampai 10-4, setelah pengenceran dilakukan uji dengan metode lempeng agar. 3.4.4



Pembuatan dan Sterilisasi Medium NA (Nutrient Agar) Sebanyak 5,75 gram meduim nutrien agar (NA) instant dilarutkan



didalam 250 ml aquadest, dipanaskan sampai mendidih dan diaduk sampai larut. Kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121ºC dengan tekanan 2 atm selama 15 menit. 3.5 Pengujian Perhitungan Koloni Dengan cara aseptis dipipet 1 ml air dari rendaman kapas yang mengandung sabun pembersih wajah kedalam tabung reaksi steril ditambahkan 9 ml NaCl fisiologis, dihomogenkan selama 30 detik sehingga terbentuk suspensi homogen dengan pengenceran 10-1. Kemudian disiapkan 3 buah tabung reaksi dengan masing-masing sudah berisi 9 ml NaCl fisiologis. Dipipet 1 ml hasil pengenceran 10 -1 kedalam tabung yang berisi 9 ml pengencer NaCl fisiologis dikocok sampai diperoleh suspensi dengan pengenceran 10-2. Pengenceran berikutnya dilanjutkan hingga terbentuk suspensi akhir dengan pengenceran 10-4 untuk sampel I, sedangkan untuk sampel yang ke II, III, IV pengenceran dilakukan dengan metode yang sama. Setiap 1 ml sampel dimasukan kedalam cawan petri yang sudah dituang medium



24



25



NA sebanyak 10 ml dan digoyang sambil diputar hingga merata, kemudian cawan petri diinkubasi pada suhu 35º-37ºC selama 24 jam dalam posisi terbalik. Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung. 3.6 Analisis Data Hasil penghitungan jumlah koloni ditampilkan dengan metode statistik.



DAFTAR PUSTAKA



Barry A. Salomon, et al. Effects of Detergents on Acne. New York: ElevierScience Inc. 1996. Brook, G.F., Butel, J.S., dan Morse, S.A., 2005, Mikrobiologi Kedokteran, Salemba Medika : Jakarta C. Beylot, N. Auffret, et al. Propionibacterium acnes: an update on its rolein the pathogenesis of acnes. European Academy of Dermatology and Venerology Journal. 2013. Depkes, RI, 2000. Metode Analisis PPOMN Mikrobiologi. Jakarta: Universitas Indonesia. Dwidjoseputro, 1994. Dasar – Dasar Mikrobiologi.



Penerbit Djambatan.



Jakarta. Gerard



J.



Tortora,



Bryan



Derrickson.



Principles



of



Anatomy



and



Physiology 12th edition. John Wiley&Sons, Inc. 2009. Indrawati, 1992. Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 25



26



Irianto, Koes. 2006. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid 1. Rama Widya Bandung.



26