Psikologi Kepelatihan Olahraga - BAB 8 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB VIII BOREDOM DAN FATIGUE



A Tujuan Umum 1. Memahami pengetian boredom dan fatigue 2. Memahami gejala-gejala boredom dan fatigue 3. Memahami cara mengatasi boredom dan fatigue



B. Latar Belakang Gejala psikologik dalam olahraga bukan hanya yamg berhubungan dengan akan dan pengetahuan saja tetapi aspek-aspek emosional juga sering menimbulkan permasalahan tersendiri. Gejala-gejala eekti emosional dalam olahraga ada yang bersifat positif misalnya: rasa bangga, rasa puas, gembira dan sebagainya. Gejala semacam ini jelas dapat menjadi pendorong bagi atlet untuk lebih giat berlatih penuh gairah dan bersemangat menghadapi pertandingan dan lebih meningkatkan motivasi atlet untuk berprestasi. Sebaliknya rasa takut, kecewa, rasa putus asa juga sering timbul pada atlet. Gejala semacam ini dapat menimbulkan rasa jenuh yang dapat meningkat menjadi kelelahan psikis.



C. Pengertian Boredon dan Fatique Boredom adalah perasaan jenuh, bosan terhadap latihan rutin. Gejala ini sering dialami oleh atlet dalam menghadapi latihan-latihan sehingga tidak menunjukkan minat dan gairah dalam melakukan latihan atau pertandingan. Boredom mudah terjadi pada diri atlet apabila latihan kurang bervariasi. Biasanya sasaran latihan lebih terarah pada peningkatan kemampuan fisik saja, kurang memperhatikan aspek psikologis, khususnya minat dan motivasinya. Latihan yang sifatnya memaksa atlet, tanpa lebih dahulu memberikan engertian dan pemahaman terhadap programprogram latihan sehingga atlet kurang memahami arti pentingnya item-item latihan cepat menimbulkan boredom.



Boredom jika tidak diperhatikan dapat meningkat lebih lannjut sehingga bukan saja rasa jenuh atau bosan tetapi merasa lelah sehingga tidak berminat dan bergairah lagi. Gejala lelah ini akhirnya akan menimbulkan Fatique pada atlet. Atique dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Mental Fatique 2. Phyisical Fatique



1). Mental Fatique atau kelelahan mental. Secara psikologik atlet merasa kelelahan, sehingga atlet menunjukkan penampilan yang lamban, lesu, rteaksinya kurang cepat dan sebagainya, sepertinya atlet kehilangan kemampuannya untuk dapat menampilkan kemampuan yang sebenarnya. Atelt yang mengalami mental Fatique jika diukur ketegangan otot otonya atau melalui test kelelahan melalui asam laktat hasilnya tidak menunjukkan tanda-tanda kelelahan. 2). Physical Fatique atau kelelahan fisik. Secara fisik atlet mengalami kelelahan sehingga tidak dapat melakukan aktifitas fisik dengan baik, ketrampilannya menurun, banyak melakukan kesalahan. Apabila atlet dipaksas untuk melakukan aktivitas fisik dengan beban yang lebih meningkat lagi , maka dapat menimbulkan gangguan yang berupa kejang otot, kram, badan lemas, tidak mampu bergerak dan sebagainya.



Atlet yang mengalami physical fatique perlu beristirahat cukup lama karena fisiknya mengalami kelehan. Atlet yang mengalami kelelahan mental mental fatique tidak perlu istirahat, tetapi yang lebih penting adalah mengalihkan aktivitasnya pada kegiatan lain yang dapat menarik minatnya, sehingga timbul gairah untuk melakukan aktivitas fisik yang menunjang peningkatan prestasinya. Sebagai contoh erenang yang mengalami kelelahan mental dapat diajak pegunungan untuk rekreasi dan melakukan olahraga yang bermanfaat untuk menguatkan otot-otot. Yang lebih penting dapat menghilangkan rasa jenuh dengan kegiatan yang menarik minat dan dapat menimbulkan motivasi baru agar dapat mengikuti latihan dengan lebih giat lagi.



D. Memahami Gejala-Gejala Boredom dan Fatigue Gejala boredom dan fatique yang dialami atlet menunjukkan menurunnya motivasi yang sangat penting artinya dalam upaya pembinaan atlet. Menurut Singer yang dikutip Suryobroto (1993) bahwa banyak atlet berbakat hilang ditengah jalan karena pelatih tidak dapat menimbulkan



motivasi. Tanpa motivasi disamping menimbulkan rasa jenu juga dapat mmenimbulkan gejalagejala lain seperti hilangnya minat dan gairah, frustasi kaena tidak bisa mencapai apa yang diharapkan, rasa putus asa dan akhirnya meninggalkan kegiatan olahraga. Salah satu faktor yang dapat mendorong atlet melakukan suatu kegiatan dengan gairah adalah minat. Minat merupakan suatu kecenderungan untuk lebih memperhatikan dan mmemilih kegiatan tertenntu diantara sejumlah kegiatan atau obyek pilihan yang lain. Adanya minat dalam olahraga berarti atlet yang bersangkutan menujukkan perhatian yang lebih besar terhadap olahraga tersebut sesuai dengan minatnya dari pada kegiatan-kegiatan lain seperti pertukangan, seni lukis, drama dan sebagainya. Minat bukanlah hal yang bersiat tetap jadi dapat berubah apabila pada suatu waktu atlet yang bersagkutan lebih tertarik pada minatnya pada obyek atau kegiatan lain. Gejala psikologis lain yang mungkin dialami atlet adalah staleness, staleness dapat dialami atlet yang mengalami kelelahan mental dan tidak mendapat perhatian dari pelatih. Tanda-tanda staleness yang dialami atlet antara lain atlet yang bersangkutan “merasa sudah tidak mampu lagi” untuk mencapai prestasi sebagaimana yang diharapkan, sedangkan ditinjau dari keadaan dan kemmampuan fisiknya masih memungkinkan. Staleness yang dialami atlet ditandai dengan sikap dan tingkah laku yang kurang relaks, selalu tampak tegang tidak dapat istirahat dengan tenang, badan merasa lelah, kehilangan ketelitian, sering merasa bimbang, mudah tersinggung, dan prestasinya tidak meningkat. Akibat lain yang dapat timbul apabila pelatih kurang memperhatikan keadaan atlet yang mengalami staleness, misalnya timbul tingkah laku sebagai konpensasi. Atlet yang bersangkutan menunjukkan sikap selalu berlatih dengan tekun, meskipun dalam kenyatannya yang ia lakukan sehari-hari tidak demikian (menujukkan tekun berlatih pada saat orang lain melihatnya). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan menciptakan suasana baru. Misalnya dengan memindahkan tempat latihan atlet tersebut, menggabungkan atlet yang bersangkutan dengan perkumpulan lain, sehingga motivasinya untuk berprestasi dapat terangsang kembali.



E. Mengatasi Boredom dan Fatigue Mengatasi boredom dan fatique yang bisa timbul latihan yang dilaksanakan dalam waktu yang cukup panjang seperti TC, Pelatnas dan sebagainya dibutuhkan kreativitas seorang pelatih,



khususnya dalam memberikan program latihan yang bervariasi. Boredom dan fatique mudah timbul apabila atlet diberi latihan dalam suasana penuh ketegangan, kurang relaks pelatih kurang memiliki sense of humor dan latihan itu-itu saja tidak bervariasi. Pelatih yang baik harus dapat menguasai metode kepalatihan dan dapat membuat program latihan yang bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan psikologi atlet yang dibina. Penguasaan metode melatih akan menjamin penguasaan ketrampilan, tentu dengan caracara yang benar dan efisien serta tidak menimbulkan cedera atau bahaya lain. Dengan menguasai didaktik maka pelatih dapat selalu menarik minat, memiliki hubungan yang harmonis akab tetapi tetap berwibawa. Sebagai gambaran ada pelatih yang dapat melatih ketrampilan tertetu dalam waktu yang pendek, tetapi atlet sama sekali tidak puas atas perlakukan pelatihnya karena dianggap kurang manusiawi. Gambaran ini menunjukkkan bahwa pelatih tersebut menguasai metodik melatih, tetapi kurang menguasai didaktik. Sebaliknya contoh lain mungkin ada pelatih yang dalam melatih ketrampilan tertentu harus memakan waktu yang relativ lama tetapi atletnya merasa senang dan selalu tertarik pada sikap dan cara-cara pelatih dalam memberikan petunjuk dan bimbingan. Gambaran ini menunjukkkan bahwa pelatih tersebut kurang menguasai metodik melatih, tetapi cukup menguasai didaktik. Boredom dan fatique yang dialami atlet dapat dilihat dengan menurunnya motivasi, banyak atlet berbakat putus asa ditengah jalan karena pelatih tidak dapat menimbulkan motivasi. Tanpa motivasi disamping menimbulkan rasa jenu juga dapat mmenimbulkan gejala-gejala lain seperti hilangnya minat dan gairah, frustasi kaena tidak bisa mencapai apa yang diharapkan, rasa putus asa dan akhirnya meninggalkan kegiatan olahraga. Untuk mengatasi menurunnya motivasi dapat dilakukan tindakan-tindakan antara lain: 1. Menimbulkan harapan baru, yaitu dengan cara menunjukkan sasaran dan tujuan latihan sesuai dengan kemampuan atlet yang bersangkutan. Setiap atlet membutuhkan kepuasan karena dapat mencapai prestasi yang lebih tinggi dari hasil yang telah dicapai. Akan lebih puas lagi apabila mendapat penghargaan atas prestasi yang telah dicapai. Teknik menimbulkan motivasi dengan cara demikian dikenal dengan teknik “Gol Setting”. 2. Menimbulkan rasa mampu dan percaya diri. Ada kalanya prestasi atlet seperti terhenti pada tingkatan tertentu, sedangkan kemampuannya sesungguhnya dapat mencapai prestasi yang lebih tinggi lagi. Dalam kondisi seperti ini pelatih harus pandai mengamati segi-segi positif, atau kelebihan yang ada dimanfaatkan untuk menimbulkan rasa percasya diri atlet. Dengan



kelebihan yang ada dan rasa percaya diri pelatih mengajak untuk melakukan latihan yang lebih intensif hingga mencapai prestasi. Misalnya dengan mengetahui tenaga yang besar pada ayunan lengan perenang, maka pelatih dapat memberikan penjelasan bahwa kemampuan ayunan lengan perenang tersebut lebih bagus dari peenang lain. Oleh karena itu jika latihan dapat dilakukan dengan lebih intensif, maka prestasinya akan jauh lebih baik dari atlet lain. 3. Teknik menimbulkan motivasi dengan memberikan tantangan juga merupakan salah satu cara yang data digunakan untuk memacu atlet mencapai prestasi yang lebih tinggi. Sehingga rasa jenu atau kekalahan mental dapat dikurangi kaena adanya tantangan yang berupa target-target yang harus dikejar. Teknik ini dapat dilakukan dengan melalui pendekatan psikologik secara persuasi dan tidak dengan cara paksaan. 4. Teknik Reward dan Punishment atau pemberian penghargaan dan hukuman juga dapat digunakan untuk menimbulkan motivasi. Dalam hal ini pelatih hendaknya mengutamakan cara pemberian penghargaan. Pemberian pengharagaan dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti memberikan pujian, acungan jempol, memberi nilai yang lebih dari apa yang dicapai, memberi tanda-tanda yang menunjukkan kenaikan kelas/peringkat dan sebagainya. Tentang hukuman hendaknya sejauh mungkin dihindarkan, kecuali kalau betul-betul diperlukan. Pemberian hukuman inipun tidak bisa diterapakan pada seluruh atlet, bisa-bisa atlet malah tersinggung dan mutung tidak mau melakukan latihan. Penerapan hukuman perlu melihat latar belakang atlet, sifat atlet, tingkat usia dan lain sebagainya.