Puasa Rajab [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Akhir-akhir ini, banyak orang yang berpuasa di awal bulan Rajab. Saya ingin bertanya, apakah ada tuntunannya dari Rasulullah puasa hanya di awal bulan Rajab atau hanya beberapa hari saja di bulan Rajab? Hendra Irawan (**hendra@***.com) Jawaban: Bismillah. Tidak terdapat amalan khusus terkait bulan Rajab, baik bentuknya shalat, puasa, zakat, maupun umrah. Mayoritas ulama menjelaskan bahwa hadis yang menyebutkan amalan di bulan Rajab adalah hadis dhaif dan tertolak. Ibnu Hajar mengatakan, “Tidak terdapat riwayat yang sahih yang bisa dijadikan dalil tentang keutamaan bulan Rajab, baik bentuknya puasa sebulan penuh, puasa di tanggal tertentu di bulan Rajab, atau shalat tahajud di malam tertentu. Keterangan saya ini telah didahului oleh keterangan Imam Abu Ismail Al-Harawi.” (Tabyinul Ujub bi Ma Warada fi Fadli Rajab, hlm. 6) Imam Ibnu Rajab mengatakan, “Tidak terdapat dalil yang sahih yang menyebutkan adanya anjuran shalat tertentu di bulan Rajab. Adapun hadis yang menyebutkan keutamaan shalat Raghaib di malam Jumat pertama bulan Rajab adalah hadis dusta, batil, dan tidak sahih. Shalat Raghaib adalah bid’ah, menurut mayoritas ulama.” (Lathaiful Ma’arif, hlm. 213) Terkait masalah puasa di bulan Rajab, Imam Ibnu Rajab juga menegaskan, “Tidak ada satu pun hadis sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang keutamaan puasa bulan Rajab secara khusus. Hanya terdapat riwayat dari Abu Qilabah, bahwa beliau mengatakan, ‘Di surga terdapat istana untuk orang yang rajin berpuasa di bulan Rajab.’ Namun, riwayat ini bukan hadis. Imam Al-Baihaqi mengomentari keterangan Abu Qilabah, ‘Abu Qilabah termasuk tabi’in senior. Beliau tidak menyampaikan riwayat itu, melainkan hanya kabar tanpa sanad.’” (Lathaiful Ma’arif, hlm. 213) Akan tetapi, jika seseorang melaksanakan puasa di bulan Rajab dengan niat puasa sunah di bulan-bulan haram maka ini diperbolehkan, bahkan dianjurkan. Mengingat sebuah hadis yanng diriwayatkan Imam Ahmad, Abu Daud, Al-Baihaqi dan yang lainnya, bahwa suatu ketika, seseorang dari Suku Al-Bahili datang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia meminta diajari berpuasa. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatkan, “Puasalah sehari tiap bulan.” Orang ini mengatakan, “Saya masih kuat. Tambahkanlah!” “Dua hari setiap bulan.” Orang ini mengatakan, “Saya masih kuat. Tambahkanlah!” “Tiga hari setiap bulan.” Orang ini tetap meminta untuk ditambahi. Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasalah di bulan haram dan berbukalah (setelah selesai bulan haram).” (Hadis ini dinilai sahih oleh sebagian ulama dan dinilai dhaif oleh ulama lainnya). Juga diriwayatkan bahwa beberapa ulama salaf berpuasa di semua bulan haram, di antaranya: Ibnu Umar, Hasan Al-Bashri, dan Abu Ishaq As-Subai’i. Catatan: Bulan haram artinya bulan yang mulia. Allah memuliakan bulan ini dengan larangan berperang. Bulan haram, ada empat: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, Baca selengkapnya: http://www.konsultasisyariah.com/adakah-puasa-bulan-rajab/#ixzz2uXo9c6NC Read more about puasa bulan rajab by www.konsultasisyariah.com



PUASA RAJAB (ASWAJA) Rajab adalah bulan ke tujuh dari penggalan Islam qomariyah (hijriyah). Peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad shalallah ‘alaih wasallam untuk menerima perintah salat lima waktu terjadi pada 27 Rajab ini. Bulan Rajab juga merupakan salah satu bulan haram, artinya bulan yang dimuliakan. Dalam tradisi Islam dikenal ada empat bulan haram, ketiganya secara berurutan adalah: Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan satu bulan yang tersendiri, Rajab. Dinamakan bulan haram karena pada bulan-bulan tersebut orang Islam dilarang mengadakan peperangan. Tentang bulan-bulan ini, Al-Qur’an menjelaskan: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”



Hukum Puasa Rajab Hadis-hadis Nabi yang menganjurkan atau memerintahkan berpuasa dalam bulan- bulan haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab) itu cukup menjadi hujjah atau landasan mengenai keutamaan puasa di bulan Rajab. Diriwayatkan dari Mujibah al-Bahiliyah, Rasulullah bersabda "Puasalah pada bulan-bulan haram." (Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad). Hadis lainnya adalah riwayat al-Nasa'i dan Abu Dawud (dan disahihkan oleh Ibnu Huzaimah): "Usamah berkata pada Nabi Muhammad Saw, “Wahai Rasulallah, saya tak melihat Rasul melakukan puasa (sunnah) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya'ban. Rasul menjawab: 'Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan oleh kebanyakan orang.'" Menurut as-Syaukani dalam Nailul Authar, dalam bahasan puasa sunnah, ungkapan Nabi, "Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan kebanyakan orang" itu secara implisit menunjukkan bahwa bulan Rajab juga disunnahkan melakukan puasa di dalamnya. Keutamaan berpuasa pada bulan haram juga diriwayatkan dalam hadis sahih imam Muslim. Bahkan berpuasa di dalam bulan-bulan mulia ini disebut Rasulullah sebagai puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan. Nabi bersabda : “Seutama-utama puasa setelah Ramadan adalah puasa di bulan-bulan al-muharram (Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab). Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumid-Din menyatakan bahwa kesunnahan berpuasa menjadi lebih kuat jika dilaksanakan pada hari-hari utama (al-ayyam al-fadhilah). Hari- hari utama ini dapat ditemukan pada tiap tahun, tiap bulan dan tiap minggu. Terkait siklus bulanan ini Al-Ghazali menyatakan bahwa Rajab terkategori al-asyhur al-fadhilah di samping dzulhijjah, muharram dan sya’ban. Rajab juga terkategori al-asyhur al-hurum di samping dzulqa’dah, dzul hijjah, dan muharram.



Disebutkan dalam Kifayah al-Akhyar, bahwa bulan yang paling utama untuk berpuasa setelah Ramadan adalah bulan- bulan haram yaitu dzulqa’dah, dzul hijjah, rajab dan muharram. Di antara keempat bulan itu yang paling utama untuk puasa adalah bulan al-muharram, kemudian Sya’ban. Namun menurut Syaikh Al-Rayani, bulan puasa yang utama setelah al-Muharram adalah Rajab. Terkait hukum puasa dan ibadah pada Rajab, Imam Al-Nawawi menyatakan, telah jelas dan shahih riwayat bahwa Rasul SAW menyukai puasa dan memperbanyak ibadah di bulan haram, dan Rajab adalah salah satu dari bulan haram, maka selama tak ada pelarangan khusus puasa dan ibadah di bulan Rajab, maka tak ada satu kekuatan untuk melarang puasa Rajab dan ibadah lainnya di bulan Rajab” (Syarh Nawawi ‘ala Shahih Muslim).



Hadis Keutamaan Rajab Berikut beberapa hadis yang menerangkan keutamaan dan kekhususan puasa bulan Rajab: • Diriwayatkan bahwa apabila Rasulullah SAW memasuki bulan Rajab beliau berdo’a:“Ya, Allah berkahilah kami di bulan Rajab (ini) dan (juga) Sya’ban, dan sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan.” (HR. Imam Ahmad, dari Anas bin Malik). • "Barang siapa berpuasa pada bulan Rajab sehari, maka laksana ia puasa selama sebulan, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya 7 pintu neraka Jahim, bila puasa 8 hari maka dibukakan untuknya 8 pintu surga, dan bila puasa 10 hari maka digantilah dosa-dosanya dengan kebaikan." • Riwayat al-Thabarani dari Sa'id bin Rasyid: “Barangsiapa berpuasa sehari di bulan Rajab, maka ia laksana berpuasa setahun, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya pintu-pintu neraka jahanam, bila puasa 8 hari dibukakan untuknya 8 pintu surga, bila puasa 10 hari, Allah akan mengabulkan semua permintaannya....." • "Sesungguhnya di surga terdapat sungai yang dinamakan Rajab, airnya lebih putih daripada susu dan rasanya lebih manis dari madu. Barangsiapa puasa sehari pada bulan Rajab, maka ia akan dikaruniai minum dari sungai tersebut". • Riwayat (secara mursal) Abul Fath dari al-Hasan, Nabi Muhammad SAW bersabda: "Rajab itu bulannya Allah, Sya'ban bulanku, dan Ramadan bulannya umatku." • Sabda Rasulullah SAW lagi : “Pada malam mi’raj, saya melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis dari madu, lebih sejuk dari air batu dan lebih harum dari minyak wangi, lalu saya bertanya pada Jibril a.s.: “Wahai Jibril untuk siapakan sungai ini ?”Maka berkata Jibrilb a.s.: “Ya Muhammad sungai ini adalah untuk orang yang membaca salawat untuk engkau di bulan Rajab ini”.



HADIS-HADIS PALSU BERKAITAN BULAN REJAB Salam sahabat-sahabat yang dikasihi,



Jangan anda sengaja berbohong kepada RasuluLlah saw kelak anda dicampakkan ke dalam neraka. Sesuatu yang bukan hadith dikatakan hadith Nabi saw. Bila muncul bulan Rejab maka ramailah yang menyebut keutamaan bulan Rejab berdasarkan hadith palsu (hadith rekaan)



Berikut dipanjangkan tulisan Ustaz Khairul Azmi (pengajar Ma’ahad Darul Fikri Kuantan Pahang) lulusan bahagian hadith di al-Azhar University.



1.) Hadith yang diriwayatkan oleh asSilafi bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda : “Kelebihan Rejab atas segala bulan bagaikan kelebihan Al-Quran atas segala zikir; kelebihan Sya’ban atas segala bulan adalah seperti kelebihan Muhammad atas segala para Nabi dan kelebihan Ramadhan atas segala bulan bagaikan kelebihan Allah atas segala hambanya.” Hadith ini adalah Maudhu’. Sumber: Himpunan Hadis Dhaif dan Maudhu’ (Jld 1) – Drs Abdul Ghani Azmi- m.s. 517



2.) Abu Muhammad Al- Khallal , Ad-Dailami , Al-Ashbahani meriwayatkan dari Mansor bin Yazid Al-Asadi , dari Musa bin ‘Imran , dari Anas bin Malik r.a. bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda : “Bahawasanya di dalam Syurga ada sebuah sungai yang dipanggil Rejab , airnya lebih putih daripada susu dan lebih manis daripada madu , barangsiapa berpuasa sehari sahaja dari bulan Rejab nescaya Allah memberinya minum dari sungai itu”.



Kata Az-Zahabi : Mansor bin Yazid tidak dikenali orangnya dan khabarnya ( Hadithnya ) adalah Batil. Sumber: Himpunan Hadis Dhaif dan Maudhu’ (Jld 1) – Drs Abdul Ghani Azmi- m.s. 5143.)



3. Hadith yang biasa digunakan Puasa Rejab seperti berikut : Ibnul-Jauzi menyebutkan dari riwayat Al-Furat bin As-Saib , dari Maimum bin Mahran dari Abu Zarr r.a. katanya : Rasulullah s.a.w. bersabda : Ertinya: “Barangsiapa berpuasa sehari dari bulan Rejab disamakan dengan puasa sebulan . Barangsiapa berpuasa tujuh hari dari bulan Rejab nescaya ditutup baginya pintu – pintuNeraka Jahim yang tujuh . Barangsiapa berpuasa lapan hari dari bulan Rejab nescaya dibukakan bagikan baginya pintu – pintu Syurga yang lapan itu . Barangsiapa berpuasa sepuluh hari dari bulan Rejab maka Allah menukarkan kejahatan – kejahatannya dengan kebaikan – kebaikan , dan barangsiapa berpuasa lapan belas hari dari bulan Rejab nescaya berserulah seorang penyeru bahawasanya telah diampunkan apa yang telah lalu dan mulakanlah amalan.”



Kata Ibnul-Jauzi : Hadith ini tidak sah Kata Yahya bin Ma’in : Al – Furat bin As-Saib tidak bernilai apa-apa. Kata Al-Bukhari dan Ad-Daruquthni : Dia adalah matruk. Dalam sanad juga terdapat Risydin Abu Abdullah yang juga seorang yang matruk Sumber: Himpunan Hadis Dhaif dan Maudhu’ (Jld 1) – Drs Abdul Ghani Azmi- m.s. 524 4.)



4. Ibnu – Jauzi menyebutkan dari riwayat Muhammad bin Abdul – Baqi dari jalan Abu Bakr Muhammad bin AlHasan An Naqqasy , dari Abu Sa’id r.a. bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda : “Rejab adalah bulan Allah , Sya’ban bulanku dan Ramdahan bulan umatku…..dan seterusnya yang terlalu panjang untuk dinukilkan. Kata Ibnu – Jauzi :Hadith ini adalah Maudhu’ Al-Kasa-i yang terdapat dalam sanadnya tidak dikenal orangnya . Manakala An-Naqqassi iaitu Abu Bakar bin Muhammad bin Al- Hasan An- Naqqassi dituduh berbohong Sumber: Himpunan Hadis Dhaif dan Maudhu’ (Jld 1) – Drs Abdul Ghani Azmi- m.s. 529, kasyful Khafa hadis no 13585.)



Penanya yang dirahmati Allah, pertanyaan serupa banyak disampaikan kepada kami. Pada ringkasnya, puasa sunnah di bulan Rajab itu seperti puasa pada bulan lainnya, yakni boleh-boleh saja. Misalnya: puasa seninkamis, Dawud, Ayyamul Bidh, tiga hari setiap bulan, atau puasa mutlak. Yang jadi persoalan adalah menghususkannya. Yakni menghususkan puasa pada bulan Rajab. Bentuknya melaksanakan puasa beberapa hari secara khusus -seperti para tanggul 1, 3, 7, dan seterusnya- untuk mengistimewakan bulan Rajab dengan meyakini keutamannya yang lebih besar dibandingkan pada bulan-bulan selainnya. Jika yang dimaksud adalah ini maka tidak ada hadits shahih yang menerangkannya. Penghususan ini tidak dibenarkan karena tidak memiliki dasar kuat dalam syariat. Memang terdapat hadits dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang menunjukkan anjuran berpuasa pada bulanbulan haram (Rajab dan tiga bulan haram lainnya):



‫صكم مكن اكلرحررمم وواكترركك‬ ‫ر‬



"Puasalah pada bulan-bulan Al Hurum (bulan Rajah, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, -Penerj.) dan hentikanlah (beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali)." HR. Abu Dawud no. 2428 dan didhaifkan oleh AlAlbani dalam Dhaif Abi Dawud) Hadits ini –jikapun shahih- menunjukkan anjuran berpuasa pada bulan haram. Maka siapa yang berpuasa pada bulan Rajab untuk menjalankan hadits tersebut maka ia juga harus berpuasa pada bulan-bulan haram selainnya, maka ini tidak apa-apa. Namun jika menghususkan pada bulan Rajab saja, maka tidak boleh. Wallahu a'lam. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: Adapun puasa Rajab secara khusus, maka hadits-hadits (yang menerangkannya) semuanya dhaif (lemah), bahkan maudhu' (palsu). Tidak ada ulama yang bersandar kepada hadits-hadits tersebut. Ini tidak termasuk dhaif yang boleh diriwayatkan dalam bab fadhail (keutamaankeutamaan amal), tapi secara umum termasuk hadits-hadits maudhu yang dipalsukan. . . Terdapat di dalam al-Musnad (Imam Ahmad) dan selainnya, satu hadits dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau memerintahkan berpuasa pada bulan-bulan haram: Rajab, DzulQa'dah, Dzulhijjah, Muharram. Maka ini tentang puasa pada empat bulan secara keseluruhan, tidak hanya menghususkan Rajab." (Diringkaskan dari Majmu' Fatawanya: 25/290) Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: "Semua hadits yang menyebutkan tentang keutamaan puasa Rajab dan shalat pada beberapa malamnya adalah hadits dusta yang diada-adakan (dipalsukan)." (Lihat al-Manar al-Munif, hal. 96) Ibnu Rajab rahimahullah berkata, "Adapun puasa, tidak ada keterangan yang sah dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan para sahabatnya tentang keutamaan puasa khusus pada bulan Rajab." (Lathaif al-Ma'arif: 228) Ibnul Hajar rahimahullah berkata dalam Tabyin al-'Ajab Bimaa Warada fii Fadhli Rajab hal. 11: "Tidak terdapat dalil shahih yang layak dijadikan hujah tentang keutamaan bulan Rajab dan tentang puasanya, tentang puasa khusus padanya, dan qiyamullail (shalat malam) khusus di dalamnya." Sayyid Sabiq rahimahullah dalam Fiqih Sunnah 1/383 mengatakan: "Dan berpuasa Rajab, tidak ada keutamaan yang lebih atas bulan-bulan selainnya, hanya ia termasuk bulan haram. Tidak terdapat keterangan dalam sunnah yang shahih bahwa Puasa tersebut (Rajab) memiliki keistimewaan. Dan hadits yang menerangkan hal itu tidak layak dijadikan argumentasi." Syaikh Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang puasa tanggal 27 Rajab dan shalat malam padanya. Beliau menjawab: "Puasa pada hari ke 27 dari bulan Rajab dan shalat pada malam harinya dengan menghususkan hal itu adalah perkara bid'ah, dan setiap perkara bid'ah (dalam ibadah,-pent) adalah sesat." (Majmu' Fatawa Ibnu Utsaimin: 20/440) Dalam Fatwa beliau yang lainnya, “Tidak ada keutamaan khusus yang dimiliki oleh bulan Rajab dibandingkan dengan bulan-bulan haram lainnya, tidak dikhususkan umrah, puasa, shalat, membaca Al-Qur'an bahkan dia sama saja dengan bulan haram lainnya. Seluruh hadits-hadits yang menyebutkan keutamaan shalat atau puasa padanya maka derajatnya lemah yang tidak boleh dibangun di atasnya hukum syar’i.” Namun bukan berarti berpuasa sunnah seperti puasa Senin-Kamis, tiga hari setiap bulan, Puasa Dawud, atau puasa mutlak pada bulan Rajab tidak diperbolehkan. Puasa-puasa tersebut tetap disyariatkan pada bulan Rajab. Ibnu Shalah rahimahullah berkata, “Tidak ada hadits shahih yang melarang atau menganjurkan secara khusus berpuasa di bulan Rajab maka hukumnya sama saja dengan bulan lainnya yaitu anjuran berpuasa secara umum." - See more at: http://www.voa-islam.com/read/konsultasi-agama/2012/05/28/19286/apakah-puasa-rajabdisunnahkan-dan-ada-dalil-yang-menerangkannya/#sthash.oiPUDiGE.dpuf



HADITS DHA’IF DAN MAUDHU DI BULAN RAJAB



Tidak terasa waktu yang berlalu kembali membawa kita semua pada satu bulan yang termasuk dalam bulan haram yaitu bulan rajab. Maka banyak sekali amalan-amalan yang dilakukan oleh sebagian besar kaum muslimin untuk memuliakan bulan ini yang pada hakikatnya banyak pula dari kaum muslimin tersebut hanya ikut-ikutan melaksanakan amalan tersebut tanpa mengetahui apa yang menjadi dasar dari amalannya tersebut. Disini akan saya kutipkan salah satu qaidah yang disepakati oleh para fuqaha bahwasanya “Setiap ibadah itu pada dasarnya adalah haram sampai ada dalil yang memerintahkannya”. Maka dalam artikel ini ana mencoba untuk menyampaikan sedikit dari apa yang telah saya baca tentang berbagai hadits yang dijadikan sebagian besar kaum muslimin sebagai sandaran untuk beribadah dibulan rajab beserta derajatnya a. Hadits Pertama “Barangsiapa menghidupkan malam pertama bulan rajab, maka hatinya tidak akan mati ketika hati manusia mati, Allah akan menuangkan kebaikan dari atas kepalanya, dia akan keluar dari dosa-dosanya seperti hari dia dilahirkan oleh ibunya, dan dia akan memberi syafa’at untuk 70.000 orang yang berbuat kesalahan yang telah ditetapkan masuk neraka” Hadits ini tidak ditemukan perawinya, termasuk dalam kitab khusus mengenai hadits-hadits tentang bulan rajab yang dikarang oleh Ibn Hajar dan ‘Ali al-Qari dan hadits ini menurut Dr Ahmad Luthfi Fathullah dihukumi Maudhu’ (palsu) karena berdasarkan qaidah yang diberikan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani ketika beliau berkata : “Tidak dijumpai hadits shahih yang dapat dijadikan hujjah mengenai keutamaan bulan Rajab, puasa Rajab, puasa pada hari tertentu dibulan Rajab dan beribadah pada malam tertentu dibulan Rajab. Kepastian ini telah ditetapkan sebelumnya oleh al-Imam al-Hafizh Abu Ismail al-Harawi, dia berkata:”Adapun hadits-hadits mengenai Keutamaan bulan Rajab atau Keutamaan puasa Rajab atau puasa pada hari-hari tertentu dibulan Rajab cukuplah jelas dan tebagi menjadi dua bagian yaitu Dha’if (lemah) dan Maudhu’ (Palsu) Sebelum Ibnu Hajar, Ibnu Qayyim al-Jauziyah juga telah mengisyaratkan qaidah yang disebutkan oleh Ibnu Hajar. Beliau berkata dalam kitab al-Manar al-Munir “Semua Hadits mengenai puasa Rajab dan Shalat pada beberapa malam dibulan Rajab adalah dusta yang nyata” Jadi hadits ini dihukumi Maudhu’ (palsu) sebab tidak terdapat dalam beberapa hadits yang dha’if yang disebutkan oleh Ibnu Hajar. Hal ini berarti bahwa hadits ini termasuk hadits palsu meskipun Ibnu Hajar tidak menyebutkannya secara langsung, namun isyarat dan penegasan beliau bahwa selain beberapa hadits dha’if yang disebutkan adalah palsu. Kemudian beliau memberikan sebagian kecil contoh-contoh hadits palsu yang dimaksudkan. Wallahu A’lam



b. Hadits Kedua “Barangsiapa melakukan shalat setelah maghrib pada malam bulan Rajab sebanyak 20 raka’at, pada setiap raka’at dia membaca Al-Fatihah dan surat al-Ikhlas dan salam sebanyak 20 kali (maksudnya 20 raka’at dikerjakan dua raka’at-dua raka’at), maka Allah Ta’ala akan menjaganya, penghuni rumahnya dan keluarganya darai bencana didunia dan azab diakhirat.” Ibn al-Jauzi menyebutkan hadits seperti ini diriwayatkan oleh al-Jauzaqani dari Anas ibn Malik dengan lafaz akhirnya : “Maka Allah Ta’ala akan menjaga dirinya, hartanya, isterinya dan anaknya, diselamatkan dari azab kubur dan dia akan melintasi shirat (jembatan) bagaikan kilat yang menyambar, tanpa dihisab dan tanpa azab.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ibn al-Jauzi dalam al-Maudhu’at, jil 2, hal 123; Ibn Qayyim, dalam al-Manar al-Munif, hal 96; al-Suyuthi dalam al-La’ali al-Mashunah jil 2 hal 55-56; ‘Ali al-Qari dalam al-Asrar al-Marfu’ah hal 461; Ibn ‘Arraq dalm Tanzib al-Syari’ah, jil 2, hal 90; al-Syaukani dalam al-Fawaid al-Majmu’ah hal 47. yang masing-masing ulama ini menghukumi hadits ini adalah hadits palsu. Sebabnya seperti yang dikatakan oleh Ibn alJauzi kebanyakan dari perawi dalam hadits tersebut adalah Majhul (tidak dikenal). Hadits ini termasuk dalam qaidah yang disebutkan oleh Ibn Hajar diatas. c. Hadits Ketiga “Ingatlah bahwa sesungguhnya bulan Rajab itu adalah bulan Allah yang bisu. Maka barangsiapa yang berpuasa pada bulan ini satu hari karena iman dan mengharapkan pahala, maka dia berhak mendapatkan ridha Allah Yang Maha Besar; barangsiapa yang berpuasa pada bulan ini selama dua hari maka para penghuni langit dan bumi tidak dapat menggambarkan kemuliaan yang diperolehnya disisi Allah; barangsiapa berpuasa selama tiga hari maka dia akan selamat dari segala tiga hari, maka dia akan selamat dari segala bencana didunia, azab diakhirat, gila, penyakit kusta/lepra penyakit belang dan fitnah Dajjal; barangsiapa berpuasa selama 7 hari maka 7 pintu neraka Jahannam akan ditutup baginya; barangsiapa yang berpuasa selama 8 hari, maka 8 pintu surga akan dibukakan baginya; barangsiapa yang berpuasa selama 10 hari, maka dia tidak akan meminta apapun kepada Allah melainkan Dia pasti memberinya; barangsiapa berpuasa selama 15 hari, maka Allah Ta’ala akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan mengganti keburukankeburukannya dengan kebaikan-kebaikan; dan barangsiapa menambah (hari berpuasa), maka Allah menambah pahalanya.” Hadits ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam al-Syu’ab danFadhail al-Auqat dan alAsfahani dalam al-Targhib. Semuanya melalui Usman ibn Mathar dari ‘Abd al-Ghafur dari ‘Abd al-‘Aziz ibn Sa’id dari bapaknya. Hadits ini adalah hadits Maudhu’ (palsu). Dalam sanad al-Baihaqi terdapat beberapa perawi yang dha’if, amat dha’if dan seorang yang dituduh meriwayatkan hadits palsu dari perawi yang tsiqah (terpercaya). Diantaranya adalah Usman ibn Mathar, dia dha’if menurut Abu



Hatim, al-Nasa’i, al-Dzahabi dan Ibn Hajar. Abu Shalih ‘Abd al-Ghafur al-Waisithi, menurut al-Bukhari mereka meninggalkannya dan haditsnya munkar.Ibn ‘Adiy berkata : Dia dha’if dan haditsnya munkar. Al-Nasa’i berpendapat dia ditinggalkan haditsnya. Ibn Hibban juga menyatakan bahwa dia meriwayatkan hadits-hadits palsu dari perawi yang tsiqah. Al-Baihaqi yang meriwayatkan hadits ini hanya mengatakan hadits ini dha’if, akan tetapi Ibn Hajar yang diikuti oleh Ibn ‘Arraq menghukuminya dengan palsu. d. Hadits Keempat ”Pada malam Mi’raj, aku melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis dari madu, lebih dingin dari es dan lebih wangi dari minyak kesturi. Lalu aku bertanya : Sungai ini untuk siapa, wahai Jibril? Dia menjawab : untuk orang yang membaca shalawat kepadamu pada bulan Rajab” Hadits ini belum ditemukan perawinya dan terdapat dalam kitab Zubdat al Wa’izhin. Meskipun belum ditemukan perawi hadits ini , namun al-Sakhawai berkata “Tidak ada suatu haditspun mengenai shalawat kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dibulan Rajab yang Shahih. Berdasarkan kaidah inilah hadits ini dihukumi palsu. e. Hadits Kelima “Sesungguhnya Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan ummatku.” Hadits ini adalah potongan dari hadits panjang yang diriwayatkan oleh Ibn al Jauzi dalam kitabnya al-Maudhu’’atdari Muhammad ibn Nashir al-Hafizh dari Abu al-Qasim ibn Mandah dari Abu al-Hasan ‘Ali ibn Abdullah ibn Jahdam dari ‘Ali ibn Muhammad ibn Sa’id al-Bashri dari bapaknya dari Khalaf ibn Abdullah dari Humaid al-Tahawil dari Anas. Hadits ini adalah hukumnya adalah Maudhu’’ (Palsu) karena dalam sanadnya terdapat ‘Ali ibn Abdullah ibn Jahdam al-Suda’i yang lebih dikenal dengan nama Ibn Jahdam, dia dituduh pendusta. Sedangkan beberapa perawi lainnya dalam sanad ini tidak dikenal, bahkan beberapa ulama hadits mengatakan bahwa barangkali mereka belum dilahirkan. Hadits ini juga dihukumi palsu oleh Ibn al-Jauzi, Ibn Qayyim, Ibn Hajar, al-Suyuti dan lain-lain. f. Hadits Keenam “Puasa pada hari pertama bulan rajab adalah kaffarat (pelebur dosa) untuk tiga tahun; puasa pada hari ke 2 adalah kaffarat untuk dua tahun; puasa hari ketiga adalah kaffarat untuk satu tahun kemudian setiap harinya (sisanya) adalah kaffarat untuk satu bulan.” Hadits ini seperti yang diisyaratkan oleh al-Suyuti, diriwayatkan oleh Abu Muhammad alKhallal dalam Fadhail Rajab dari Ibnu Abbas. Al-Suyuti menghukumi hadits ini dengan dha’if, akan tetapi al-Munawi mengatakan lebuh dari itu, amat dha’if, kemudian beliau menukil pendapat Ibn Shalah dan Ibn Rajab al-Hanbali yang mengisyaratkan palsunya hadits-



hadits mengenai puasa rajab. Hadits ini dapat dihukumi palsu berdasarkan qaidah yang disebutkan Ibn Qayyim dan Ibn Hajar g. Hadits Ketujuh “Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak berpuasa setelah bulan Ramadhan kecuali pada bulan rajab dan Sya’ban” Hadits ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam al-Syu’ab dari Abu Hurairah dan al-Baihaqi mengatakan bahwa sanad hadits ini adalah dha’if, beliau juga menambahkan bahwa terdapat banyak riwayat yang berkaitan dengan masalah ini, namun semuanya munkar, dalam sanadsanadnya terdapat banyak perawi yang majhul dan perawi dha’if h. Hadits kedelapan ‘Sesungguhnya disurga terdapat sebuah sungai yang dinamakan Rajab yang lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu, barangsiapa yang berpuasa selama satu hari dibulan Rajab, maka Allah Subhanahu Wa Ta'ala akan memberinya minum dari sunagi tersebut. Hadits ini diriwayatkan oleh Ibn Hibban dalam al-Majrubin dan al-Baihaqi dalam Fadhail al-Auqat dan al-Syairazi dalam al-Alqab seperti yang diisyaratkan oleh al-Suyuti. Kesemuanya dari Anas. Hadits ini telah dihukumi palsu oleh beberapa ulama seperti Ibn alJauzi, al-Dzahabi dan Ibn Hajar dalam Lisan al-Mizan. Penyebabnya adalah didalam sanad hadits ini terdapat perawi pendusta yaitu Manshur ibn Yazid. Ibn al-Jauzi mengatakan banyak yang tidak diketahui. Akan tetapi al-Suyuti dan Ibn Hajar dalam kitab Tahyin al-‘Ajab hanya mendhaifkan hadits ini, berbeda dengan hukuman beliau dalam kitab Lisan alMizan. Beliau berkata ”Isnadnya secara umum adalah dha’if, akan tetapi ia belum sampai menjadikan hadits ini palsu”. i. Hadits Kesembilan “Setiap orang akan kelaparan pada hari kiamat kecuali para nabi dan keluarga mereka serta orng-orang yang berpuasa pada bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan, maka sesungguhnya mereka ini dalam keadaan kenyang, mereka tidak merasakan lapar dan haus sama sekali.” Hadits dengan lafaz seperti ini belum dapat ditemukan dan hanya terdapat dalam kitab Zubdat al Wa’izhin. Hadits ini boleh dihukumi palsu berdasarkan qaidah yang disebutkan oleh Ibn Hajar dan Ibn Qayyim Demikianlah beberapa hadits yang berkenaan dengan keutamaan bulan Rajab dan masih ada banyak lagi hadits-hadits dha’if dan palsu yang bertebaran tentang bulan Rajab yang belum ana temukan. Semoga dengan mengetahui hadits-hadits ini dapat menghindarkan kita dari beramal yang sia-sia dan tertolak Wallahu A’lam bishshowab



(Semua Hadits yang saya tuliskan ini saya kutipkan dari buku HADITS-HADITS LEMAH & PALSU DALAM KITAB DURRATUN NASHIHIN yang ditulis oleh Dr Ahmad Luthfi Fathullah MA)



Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Rajab adalah bulan yang mulia. Allah melipatgandakan kebaikan di dalamnya. Barangsiapa puasa sehari di bulan Rajab, sama seperti puasa setahun. Barangsiapa puasa tujuh hari, tujuh pintu neraka Jahanam dikunci darinya. Barangsiapa puasa delapan hari, delapan pintu surga dibuka untuknya. Barangsiapa puasa sepuluh hari, apa pun yang dimintanya kepada Allah pasti diberi. Dan barangsiapa yang puasa lima belas hari, seorang malaikat menyeru di langit; Sungguh dosamu yang lalu telah diampuni, maka mulailah lakukan amal baik. Dan barangsiapa yang menambah, Allah pun akan menambahnya.” Takhrij Hadits ini diriwayatkan Imam Ath-Thabarani dalam Al-Kabir (5403), Al-Baihaqi dalam AsySyu’ab (3640), dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq (10872); dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu, dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Di dalam sanadnya terdapat perawi bernama Abdul Ghafur Abu Ash-Shabah Al-Wasithi, di mana Imam Al-Bukhari mengatakan tentang Abdul Ghafar ini, “Orang-orang meninggalkannya. Dia haditsnya mungkar.”[1] Ibnu Hibban berkata, “Dia termasuk orang yang suka memalsu hadits.”[2] Al-Uqaili mengategorikan Abdul Ghafur sebagai orang yang lemah haditsnya, dan memasukkannya ke dalam kitab Dhu’afa`-nya.[3] Al-Uqaili juga menukil dari Yahya bin Main yang mengatakan, “Haditsnya (Abdul Ghafur) tidak ada apa-apanya.”[4] Ibnu Adi menukil perkataan Al-Bukhari, bahwa Abdul Ghafur bin Abdil Aziz Abu AshShabah Al-Wasithi; ditinggalkan orang-orang dan haditsnya mungkar.[5] Abu Hatim Ar-Razi berkata, “Abdurrahman memberitahukan kepadaku; Aku bertanya kepada bapakku tentang Abdul Ghafur; dia berkata; Haditsnya lemah.”[6] Al-Ajami menukil perkataan Ibnu Hibban, bahwa Abdul Ghafur termasuk orang yang suka memalsu hadits.[7] Abu Zur’ah mengatakan, “Abdul Ghafur Abu Ash-Shabah haditsnya lemah.”[8]



Derajat Hadits: Maudhu’ Setelah menyebutkan hadits ini, Al-Baihaqi mengutip perkataan Imam Ahmad, “Saya juga punya hadits lain yang menyebutkan perhari keutamaan puasa Rajab, tetapi ia adalah hadits maudhu’. Saya tidak mengeluarkannya.” Ketika memaparkan biografi Utsman bin Atha` bin Abi Muslim Al-Khurasani, Adz-Dzahabi menyebutkan hadits ini. Dia berkomentar, “Ini hadits batil dan sanadnya tidak jelas.”[9] Al-Haitsami berkata, “Diriwayatkan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir, dan dalam sanadnya ada Abdul Ghafur. Dia ditinggalkan haditsnya (matruk).”[10]



As-Suyuthi memasukkan hadits ini dan hadits-hadits lain tentang keutamaan puasa Rajab dalam Al-La`ali Al-Mashnu’ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ah.[11] Asy-Syaukani memasukkan hadits ini dan hadits-hadits lain tentang keutamaan puasa Rajab dalam Al-Fawa`id Al-Majmu’ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ah.[12] Ibnul Jauzi memasukkan hadits ini dan hadits-hadits lain tentang keutamaan puasa Rajab dalam Al-Maudhu’at.[13] Al-Laknawi memasukkan hadits ini dan hadits-hadits lain tentang keutamaan puasa Rajab dalam Al-Atsar Al-Marfu’ah fi Al-Akhbar Al-Maudhu’ah.[14] Al-Albani mengklasifikasi hadits ini sebagai hadits maudhu’ dalam Silsilah Al-Ahadits AdhDha’ifah wa Al-Maudhu’ah.[15]



[1] At-Tarikh Al-Kabir/Jilid 6/Hlm 1137/poin nomor 1948. [2] Al-Majruhin/Jilid 2/Hlm 148. [3] Adh-Dhu’afa` Al-Kabir/Jilid 3/Hlm 113/poin nomor 1086. [4] Ibid. [5] Al-Kamil fi At-Tarikh/Jilid 5/Hlm 329. [6] Al-Jarh wa At-Ta’dil/Jilid 6/Hlm 55/poin nomor 293. [7] Al-Kasyfu Al-Hatsits/Hlm 171. [8] Adh-Dhu’afa`/Jilid 2/Hlm 435/Tahqiq: Sa’di Al-Hasyimi. [9] Mizan Al-I’tidal/Jilid 3/Hlm 48/poin nomor 5540. [10] Majma’ Az-Zawa`id (5132). [11] Lihat Al-La`ali Al-Mashnu’ah/Jilid 2/Hlm 97-98. [12] Lihat Al-Fawa`id Al-Majmu’ah (hlm 100-101). [13] Lihat Al-Maudhu’at/Jilid 2/hlm 205-206. [14] Lihat Al-Atsar Al-Marfu’ah (hlm 58-61). [15] Silsilah Adh-Dha’ifah/hadits nomor 5413.



Puasa Bulan Rajab



Puasa Bulan Rajab Moh. Ma'ruf Khozin (Narasumber Hujjah Aswaja TV9) Umat Islam akan segera berjumpa kembali dengan bulan Ramadlan yang penuh berkah. Sebelum menyongsong bulan Ramadlan, umat Islam akan melewati dua bulan utama sebelum Ramadlan, yaitu bulan Rajab dan Sya'ban. Dalam sebuah hadis diriwayatkan, bahwa ketika masuk bulan Rajab maka Rasulullah Saw berdoa: "Allahumma barik lana fi Rajaba wa Sya'bana wa ballighna Ramadlana", artinya: "Ya Allah, berkatilah kami di bulan Rajab dan Sya'ban. Serta pertemukanlah kami dengan bulan Ramadlan" (HR Ahmad, al-Bazzar, Abu Nuaim dan Ibnu 'Asakir. an-Nawawi menilainya dlaif, tetapi menurut Ibnu Taimiyah hadis ini yang paling banyak digunakan tentang keutamaan bulan Rajab. Baca Majmu' alFatawa 24/291) Bulan Rajab al-Hafidz Ibnu Hajar mengutip dari Ibnu Dahiyah bahwa bulan Rajab memiliki 18 nama, diantaranya adalah Syahrullah, al-fardu, syahrul Haram, al-'Atirah (karena orang Jahiliyah menyembelih hewan di bulan ini), al-Asham atau tuli (karena tidak ada bunyi gesekan pedang) dan sebagainya. Rajab artinya adalah agung, karena orang Jahiliyah mengagungkan bulan tersebut. Keutamaan Bulan Rajab Keutamaan bulan Rajab masuk dalam kategori keutamaan bulan-bulan Haram (mulia) sebagaimana firman Allah Swt: "Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan Haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu..." (atTaubah: 36). Dan Rasulullah Saw telah menentukan nama-nama bulan Haram tersebut dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, bahwa yang 3 adalah secara berurutan yaitu Dzulqa'dah, Dzulhijjah dan Muharram, sementara yang keempat adalah Rajab (Syaikh 'Athiyah Shaqar dalam Fatawa al-Azhar Bab Syahru Rajab) Puasa Bulan Rajab



Ahli hadis yang diberi gelar Amirul Mu'minin fil Hadis, al-Hafidz Ibnu Hajar, telah mengarang sebuah kitabTabyin al-'Ajab fi Ma Warada fi Fadhli Rajabyang mengulas tentang dalil-dalil hadis keutamaan bulan Rajab dengan menjelaskan hadis-hadis yang sahih dan dlaif bahkan maudlu' (palsu), begitu pula tentang dalil puasa di bulan Rajab. Di awal pembahasannya, al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: "Tidak ada dalil sahih secara khusus untuk berpuasa dan ibadah malam di bulan Rajab". Namun Ibnu Hajar mengulas beberapa hadis yang secara umum memberi indikasi keutamaan puasa di bulan Rajab.



Pertama hadis Usamah bin Zaid, ia bertanya kepada Rasulullah Saw: "Wahai Rasulullah, saya tidak menjumpai Engkau berpuasa di bulan-bulan yang lain sebagaimana Engkau berpuasa di bulan Sya'ban. Rasulullah menjawab: "Sya'ban adalah bulan yang dilupakan oleh orang-orang antara bulan Rajab dan Ramadlan. Bulan Sya'ban adalah bulan laporan amal kepada Allah. Maka saya senang amal saya dilaporkan sementara saya dalam kondisi berpuasa" (HR Nasai, Abu Dawud dan disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah. Baca Fathul Bari Syarah Sahih Bukhari karya al-Hafidz Ibnu Hajar, VI/238. Ibnu Hajar juga menilainya sahih) al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: "Hadis ini memberi penjelasan bahwa bulan Rajab dan Ramadlan memiliki kesamaan dalam hal keutamaan. Dan Rasulullah yang menyebut secara khusus tentang puasa juga memberi penjelasan tentang keutamaan Rajab" (Tabyin al-Ajab hal. 2) Kedua hadis seorang sahabat yang meminta kepada Nabi agar diperintah melakukan puasa, maka Nabi bersabda: "Puasalah di bulan Sabar (Ramadlan) dan dua hari setiap bulan". Sahabat berkata: ”Tambahkanlah Nabi, saya masih mampu". Nabi bersabda: "Puasalah tiga hari". Sahabat berkata: "Tambahkanlah Nabi". Maka Nabi bersabda: "Puasalah di bulan-bulan mulia dan tinggalkan. Puasalah di bulanbulan mulia dan tinggalkan. Puasalah di bulan-bulan mulia dan tinggalkan (diulang tiga kali. Rasulullah menggenggam tangannya lalu melepaskannya)" (HR Ahmad No 20338, Abu Dawud No 2428, Ibnu Majah No 1741, Nasai dalam Sunan al-Kubra No 2743, Thabrani No 18336 dan al Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman No 3738) al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: "Hadis ini menunjukkan anjuran puasa sebagian bulan Rajab. Sebab bulan Rajab adalah salah satu bulan yang mulia (Asyhur alHurum)" Sebagian ulama ada yang menilai hadis ini dlaif, misalnya Syaikh Syu'aib al-Arnauth, dengan alasan bahwa Mujibah al-Bahiliyah 'tidak diketahui' (La Yu'rafu). Namun anggapan ini tidak benar, karena al-Hafidz Ibnu Hajar memberi penilaian tentang perawi yang dituduh majhul tadi: "Mujibah al-Bahiliyah adalah salah seorang perawi al-Bukhari secara Ta'liq dalam Bab Haid, ia dapat diterima (Maqbul), dari tingkatan ketiga" (Taqrib at-Tahdzib II/659) Sedangkan riwayat atsar dari Sahabat yang seolah tidak ada anjuran berpuasa di bulan Rajab juga segera direspon oleh Ulama ahli hadis, misalnya riwayat berikut ini: "Utsman bin Hakim al-Anshari bertanya kepada Said bin Jubair tentang puasa Rajab (saat itu sedang di bulan Rajab). Said menjawab: Saya mendengar Ibnu Abbas berkata bahwa Rasulullah Saw berpuasa sehingga kami berkata: Rasulullah tidak berbuka. Dan Rasul berbuka sehingga kami berkata: Rasulullah tidak berpuasa" (HR Muslim No 2782) Imam an-Nawawi menjawab: "Yang dimaksud dengan jawaban Said bin Jubair adalah tidak ada larangan untuk berpuasa di bulan Rajab dan tidak ada anjuran secara khusus untuk puasa di bulan tersebut. Tetapi Rajab sama dengan bulan yang lainnya. Namun sebenarnya hakikat puasa adalah sunah. Di dalam Sunan Abi Dawud dijelaskan bahwa Rasulullah Saw menganjurkan puasa di bulan-bulan Haram (Bulan Mulia), dan Rajab adalah salah satunya" (Syarah Muslim IV/167) Begitu pula jawaban dari al-Hafidz as-Suyuthi, bahkan beliau meriwayatkan atsar yang lain, yaitu Abu Qilabah berkata: "Di surga ada istana yang diperuntukkan bagi orang-orang yang berpuasa di bulan Rajab". Ahmad (bin Hanbal) berkata: "Kendatipun diwayat ini mauquf pada Abu Qilabah, sementara dia adalah Tabi'in, namun hal semacam ini hanya diucapkan oleh seorang yang menerima wahyu (Rasulullah Saw)". Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Syu'ab al-iman No 3641 dan



disahihkan oleh al-Hafidz as-Suyuthi dalam ad-Dibaj Syarah Sahih Muslim bin Hajjaj III/238. Memang telah banyak hadis palsu (maudlu') yang popular tentang puasa Rajab yang harus dihindari. Misalnya: "Barang siapa berpuasa 1 hari di bulan Rajab karena iman dan mengharap pahala, maka akan mendapatkan ridlo Allah yang paling agung dan ditempatkan di surga Firdaus…." Di dalam sanadnya terdapat Hasan an-Naqqasy, Ibnu Hajar berkata: Ia pemalsu hadis (wadldla' Dajjal). Begitu pula: "Barangsiapa yang berpuasa 3 hari di bulan Rajab, maka Allah mencatatnya seperti puasa 1 bulan…" Di dalam sanadnya terdapat Amru bin Azhari yang dituduh dusta oleh Yahya bin Ma'in dan lainnya. Penutup Seorang sahabat pernah bertanya tentang puasa selain Ramadlan, maka Rasulullah menjawab: "Tidak ada kewajiban puasa selain puasa Ramadlan, kecuali engkau melakukan puasa sunah" (HR Muslim No 11). Puasa sunah memiliki banyak macam, ada yang bersifat dua harian (puasa Dawud), puasa mingguan (senin dan kamis), puasa bulanan (hari purnama 13-14 dan 15), puasa tahunan (9 Arafah, Tasu'a', 'Asyura' dan lain-lain), dan puasa di bulan-bulan mulia. Sementara puasa bulan Rajab termasuk dalam kategori puasa di bulan-bulan mulia seperti yang dikemukakan dalam 2 hadis diatas. Hal ini dperkuat oleh pernyataan al-Hafidz Ibnu Hajar: "Imam-imam kita berkata bahwa puasa sunah yang paling utama adalah di bulan Muharram, kemudian Rajab, Dzulhijjah, dan Dzulqa'dah (Syaikh Mulla Ali al-Qari dalam Mirqat al-Mafatih VI/360)