Ramlah LP Nhs [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Pendahuluan Stroke Non Hemoragik



Di susun oleh: RAMLAH 14420202116



CI Institusi



CI Lahan



(…………….………………)



(…………….………………)



DEPARTEMEN KEPERAWATAN GADAR PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERTAS MUSLIM INDONESIA 2021



A. KONSEP MEDIS 1. Definisi Stroke adalah gangguan fungsional yang terjadi secara mendadak berupa tanda-tanda klinis baik lokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian yang disebabkan gangguan peredaran darah ke otak, antara lain peredaran darah sub arakhnoid, peredaran intra serebral dan infark serebral (Nur’aeni Yuliatun Rini, 2017). Stroke adalah gangguan yang menyerang otak secara mendadak dan berkembang cepat yang berlangsung lebih dari 24 jam ini disebabkan oleh iskemik maupun hemoragik di otak sehingga pada keadaan tersebut suplai oksigen keotak terganggu dan dapat mempengaruhi kinerja saraf di otak, yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran. Penyakit stroke biasanya disertai dengan adanya peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK) yang ditandai dengan nyeri kepala dan mengalami penurunan kesadaran (Radiningtyas, 2018). 2. Klasifikasi Berdasarkan pendapat menurut (Radiningtyas, 2018) stroke non hemoragik atau CVA (Cerebro Vaskuler Accident) dapat dibagi menjadi: a. TIA (Trans iskemik attack): Gangguan neurologis yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam. b. Stroke infolusi: Stroke atau Cerebro Vaskuler Accident (CVA) yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. c. Stroke komplit: Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. 3. Etiologi Penyebab stroke dibagi menjadi 3, yaitu menurut (Reicha, 2019): a. Trombosis serebral Penyakit kelainan pembuluh darah akibat pembentukan gumpalan darah pada pembuluh darah di otak (sinus vena) seperti strok yang langka terjadi dengan gejala klinis dan gambaran radiologis yang bervariasi sehingga sulit untuk didiagnosis.



b. Emboli serebri kondisi dimana aliran darah terhambat akibat benda asing (embolus), seperti bekuan darah yang berada di dalam aliran darah yang dapat menghambat pembuluh darah. c. Hipoksia Kondisi rendahnya kadar oksigen di sel dan jaringan. Akibatnya, sel dan jaringan yang ada di seluruh bagian tubuh tidak dapat berfungsi dengan normal 4. Patofisiologi Adanya stenosis arteri dapatmenyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah. Energi



yang



diperlukan



untuk



menjalankankegiatan



neuronal



berasal



dari



metabolisme glukosa dan disimpan di otak dalam bentukglukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1 menit. Bila tidak ada alirandarah lebih dari 30 detik gambaran EEG akan mendatar, bila lebih dari 2 menit aktifitasjaringan otak berhenti, bila lebih dari 5 menit maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan bilalebih dari 9 menit manusia dapat meninggal. Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang diperlukanuntuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na+ K+ ATP-ase, sehinggamembran potensial akan menurun.13 K+ berpindah ke ruang ekstraselular, sementara ion Nadan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi lebih negatif sehingga terjadi membran depolarisasi.7 Saat awal depolarisasi membran sel masih reversibel,tetapi bila menetap terjadi perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang batas kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 10 ml / 100 gram / menit.



Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan akan menyebabkan iskemia disuatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di sekitarnya disertai mekanisme kompensasi fokalberupa vasodilatasi, memungkinkan terjadinya beberapa keadaan berikut ini (Wijaya & Putri, 2017): a. Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat dikompensasidengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal. Secara klinis gejala yang timbuladalah transient ischemic attack (TIA) yang timbul dapat berupa hemiparesis yangmenghilang sebelum 24 jam atau amnesia umum sepintas. b. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan CBF regional lebihbesar, tetapi dengan mekanisme kompensasi masih mampu memulihkan fungsineurologik dalam waktu beberapa hari sampai dengan 2 minggu. Mungkin padapemeriksaan klinik ada sedikit gangguan. Keadaan ini secara klinis disebut RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit). c. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas sehinggamekanisme kolateral dan kompensasi tak dapat mengatasinya. Dalam keadaan ini timbuldefisit neurologi yang berlanjut.



5.Pathway Trombosis



Hipoksia; Hipertensi, penyakit jantung, obesitas, merokok



Embolisme



Adanya penyumbatan C aliran darah ke otak oleh Trhombus, berkembang menjadi Antherosklerosis pada dinding pembuluh darah



Embolisme berjalan menuju ke otak melalui arteri karotis



Penimbunan lemak atau kolesterol Pembuluh darah menjadi kaku



Arteri tersumbat Berkurangnya darah ke area Thrombus



Terjadi bekuan darah arteri



Pecahnya pembuluh darah



Stroke Non Hemoragik



Penurunan kekuatan otot Kelemahan fisik Gangguan mobilitas fisik



Defisit perawatan diri



Adanya lesi serebral Terjadinya afasia Gangguan komunikasi verbal



Pola nafas tidak efektif



Proses metabolisme di otot terganggu Penurunan suplai darah dan O2 ke otak Risiko perfusi serebral tidak efektif Penekanan saluran pernapasan



Herniasi falk serebri dan keforamen magnum



Proses penyakit



Defresi saraf kardiovaskuler



Kegagalan kardiovaskuler dan pernafasan Kematian



Kurang terpapar informasi



Defisit Pengetahuan



6. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis stroke menurut (Dyah, 2017) dapat dibagi atas: a. Kelumpuhan wajah dan anggota badan yang timbul mendadak. b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan. c. Perubahan status mental yang mendadak. d. Afasia (bicara tidak lancar). e. Ataksia anggota badan. f. Vertigo, mual, muntah atau nyeri kepala. 7. Komplikasi Komplikasi berdasarkan waktu terjadinya stroke menurut (Reicha, 2019) sebagai berikut: a. Berhubungan dengan imobilisasi b. Infeksi pernafasan c. Nyeri berhubungan dengan daerah yang tertekan d. Konstipasi e. Tromboflebitis f. Berhubungan dengan mobilisasi g. Nyeri daerah punggung h. Dislokasi sendi i.



Berhubungan dengan kerusakan otak



j.



Epilepsi



k. Sakit kepala



8. Pemeriksan Penunjang Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien stroke menurut (Reicha, 2019) sebagai berikut: a. Angiografi serebral b. Elektro encefalography c. Sinar x tengkorak d. Ultrasonography Doppler e. CT- Scan dan MRI f. Pemeriksaan foto thorax g. Pemeriksaan laboratorium



9. Penatalaksanaan Menurut (Bare & Smeltzer, 2017) penatalaksanaan stroke dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a. Fase akut 1) Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan sirkulasi.Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation



: Nimotop.



Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / emobolik. 2) Pencegahan



peningkatan



TIK.



Dengan



flexi



rotasi



kepala



menghindari



dan



meninggikan yang



kepala



berlebihan,



15-30



pemberian



dexamethason. 3) Mengurangi edema cerebral dengan diuretik 4) Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang b. Fase post akut 1) Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik 2) Program fisiotherapi 3) Penanganan masalah psikososial



B. KONSEP KEPERAWATAN 1. Pengkajian Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Sunaryo, 2017). a. Identittas klien Biasanya meliputi nama, umur (kebanyakan terpada pada usia tua), jenis kelamin (biasanya sering terjadi pada laki-laki), pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan MRS, nomer register dan diagnosa medis. b. Keluhan utama Biasanya yang menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan adalah kelemahan pada salah satu sisi anggota gerak badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran. c. Data riwayat sekarang 1) Riwayat penyakit sekarang Serangan stroke berlangsung secara tiba-tiba, mungkin saat klien sedang melakukan aktivitas ataupun sedang beristirahat. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak sadarkan diri, selain gejala kelumpuhan sebagian badan atau gangguan fungsi otak lainnya. 2) Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, riwayat diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan anti koagulan, aspirin, vasodilatator, obat-obat adiktif dan obesitas. 3) Riwayat penyakit keluarga Apakah ada riwayat keluarga yang memiliki hipertensi, diabetes mellitus atau adanya riwayat stroke dari generasi sebelumnya. d. Riwayat psikososial dan spritual Peranan pasien dalam keluarga, status emosi meningkat, interaksi meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan. Dan apakah klien rajin dalam melakukan ibadah sehari-hari.



e. Aktivitas sehari-hari 1) Nutrisi Makan sehari-hari klien apakah makanan yang mengandung lemak, makanan apa yang sering dikonsumsi oleh pasien, misalnya: masakan yang mengandung garam, santan, goreng-gorengan, suka makan hati, limpa, usus dan bagaimana nafsu makan klien. Biasanya terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan pada pasien stroke hemoragik sehingga menyebabkan penurunan berat badan. 2) Minum Apakah ada ketergantungan mengkonsumsi obat, narkoba, minum yang mengandung alkohol. 3) Eliminasi Biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik. 4) Aktivitas dan latihan Biasanya pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami kelemahan, kehilangan sensori, hemiplegia tau kelumpuhan. 5) Tidur dan istirahat Biasanya pasien mengalami kesukaran untuk beristirahat karena adanya kejang otot/ nyeri otot. f. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, baik secara inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe (kepala ke kaki) dan review of system (sistem tubuh) (Tarwoto, 2016). 1) Keadaan umum Klien yang mengalami gangguan muskuloskelatal keadaan umumnya lemah. Timbang berat badan klien, adakah gangguan penyakit karena obesitas atau malnutrisi. 2) Kesadaran Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran somnolen, apatis, spoor, sporos coma dengan GCS 140 dan diastole > 80 b) Nadi biasanya normal c) Pernafasan: biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada bersihan jalan napas d) Suhu: biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke hemoragik. 4) Pemeriksaan Head to toe a) Pemeriksaan kepala dan muka Umumnya kepala dan wajah simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V (Trigeminal): biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus, klien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus VII (facialis): biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi, mengernyitkan



hidung,



menggembungkan



pipi,



saat



pasien



menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien kesulitan untuk mengunyah. b) Mata Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak mata tidak oedema. Pada pemeriksaan Nervus II (optikus): biasanya luas pandang baik 90 derajat. Pada pemeriksaan Nervus III (okulomotoris): Biasanya reflek kedip dapat dinilai jika pasien bisa membuka mata. Nervus IV (troklearis): biasanya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI (abdusen) biasanya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan ke kanan. c) Hidung Biasanya simetris kiri dan kanan, tidak ada pernafasan cuping hidung. Pada pemeriksaan Nervus 1 (olfaktorius): kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada Nervus VIII (akustikus): biasanya pada pasien yang tidak lemah anggota gerak atas dapat melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung.



d) Mulut dan gigi Biasanya pada pasien apatis, spoor, spoors koma hingga koma akan mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada pemeriksaan Nervus VII (fasialis): biasanya lidah mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis dan asin. Pada Nervus IX (glossofaringeal): biasanya ovula yang terangkat tidak simetris, mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada Nervus XII (hipoglasus): biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat bicara. e) Telinga Biasanya daun telinga sejajar kiri dan kanan. Pada pemeriksaan Nervus VIII (akustikus): biasanya pasien kurang bisa mendengar gesekan jari dari perawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika suara keras dan dengan artikulasi yang jelas. f) Leher Bentuk leher, ada atau tidak pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada pembesaran vena jugularis. Biasanya keadaan leher normal g) Dada thorax Pemeriksaan yang dilakukan pemeriksaan bentuk dada, retraksi, suara nafas, sura tambahan, suara jantung tambahan, ictus cordis, dan keluhan yang di rasakan. Umumnya tidak ada gangguan h) Abdomen Pemeriksaan bentuk perut, ada atau tidak nyeri tekan, supel, kembung, keadaan bising usus, keluhan yang dirasakan. Umumnya tidak terdapat gangguan i) Genetalia Kebersihan genetalia, terdapat rambut pubis atau tidak, terdapat hemoroid atau tidak. Umumnya tidak ada gangguan pada genetalia. j) Ektermitas Keadaan rentang gerak biasanya terbatas, tremor, edema, nyeri tekan, penggunaan alat bantu, biasanya mengalami penurunan kekuatan otot (skala 1-5): Kekuatan otot:



0: Lumpuh 1: Ada kontraksi 2: Melawan gravitasi dengan sokongan 3: Melawan gravitasi tapi tidak ada lawanan 4: Melawan gravitasi dengan tahanan sedikit 5: Melawan gravitasi dengan kekuatan penuh k) Integumen Warna kulit sawo matang/putih/pucat, kulit kering/lembab, terdapat lesi atau tidak, kulit kotor atau bersih, CRT < 2 detik, keadaan turgor. g. Pemeriksaan nervus Pemeriksaan syaraf kranial menurut (M & H.N, 2016). 1) Olfaktorusius (N.I): Untuk menguji saraf penciumaan dengan menggunakan bahan- bahan yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau rempah-rempah. Letakkan salah satu bahan tersebut di depan salah satu lubang hidung orang tersebut sementara lubang hidung yang lain kita tutup dan pasien menutup matanya. Kemudian pasien diminta untuk memberitahu saat mulai tercium baunya bahan tersebut dan kalau mungkin mengidentifikasikan bahan yang diciumnya. Hasil pemeriksan normal mampu membedakan zat aromatis lemah. 2) Optikus (N.II): Ada enam pemeriksaan yang harus dilakukan yaitu penglihatan sentral, kartu snellen, penglihatan perifer, refleks pupil, fundus kopi dan tes warna. Untuk penglihatan sentral dengan menggabungkan antara jari tangan, pandangan mata dan gerakan tangan. Kartu senllen yaitu kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan tabel, jika ruangan tidak cukup luas bisa diakali dengan cermin. Penglihatan perifer dengan objek yang digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang pandangan kanan dan ke kiri, atas dan bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus menatap lurus dan tidak menoleh ke objek tersebut. Refleks pupil dengan menggunakan senter kecil, arahkan sinar sinar dari samping (sehingga pasien memfokus pada cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah satu pupil untuk melihat reaksinya. Fundus kopi dengan menggunakan alat oftalmoskop, mengikuti perjalanan vena retinalis yang besar ke arah diskus, dan tes warna dengan menggunakan buku Ishi Hara’s Test untuk



melihat kelemahan seseorang dalam melihat warna, Biasanya terdapat gangguan penglihatan. 3) Okulomotoris (N.III): Meliputi gerakan pupil dan gerakan bola mata. Mengangkat kelopak mata ke atas, konstriksi pupil, dan sebagian besar gerakan ekstra okular. 4) Troklearis (N.IV): Meliputi gerakan mata ke bawah dan ke dalam. 5) Trigeminus (N.V): Mempunyai tiga bagian sensori yang mengontrol sensori pada wajah dan kornea serta bagian motorik mengontrol otot mengunyah. 6) Abdusen (N.VI): Merupakan syaraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motoric. Fungsinya untuk melakukan gerakan abduksi mata. 7) Fasialis (N.VII): Pemeriksaan dilakukan saat pasien diam dan atas perintah (tes kekuatan otot) saat pasien diam diperhatikan asimetri wajah. Mengontrol ekspresi dan simetris wajah. 8) Vestibul kokhlearis (N.VIII): Pengujian dengan gesekan jari, detik arloji dan audiogram. Mengontrol pendengaran dan keseimbangan. 9) Glasofaringeus (N.IX): Menyentuh dengan lembut, bagian belakang faring pada setiap sisi dengan spacula. Refleks menelan dan muntah. 10) Vagus (N.X): Inspeksi dengan senter perhatikan apakah terdapat gerakan uvula. Mempersarafi faring, laring dan langit lunak. 11) Aksesorius (N.XI): Pemeriksaan dengan cara meminta pasien mengangkat bahunya dan kemudian rabalah massa otot dan menekan ke bawah kemudian pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa). Mengontrol pergerakan kepala dan bahu. 12) Hipoglosus (N.XII): Pemeriksaan dengan inspeksi dalam keadaan diam didasar mulut, tentukan adanya artrofi dan fasikulasi. Mengontrol gerak lidah. 2. Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia a. (D.0054) Gangguan mobilitas fisik b. (D.0119) Gangguan komunikasi verbal c. (D.0109) Defisit perawatan diri d. (D.0017) Risiko perfusi serebral tidak efektif e. (D.0005) Pola napas tidak efektif



3. Intervensi Keperawatan Diagnosis No.



1.



DPP PPNI, 2017) Gangguan



Perencanaan Keperawatan Intervensi Luaran (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (SLKI, 2019) 2018) Setelah dilakukan Dukungan mobilisasi



mobilitas fisik



tindakan keperawatan



(D.0054)



selama 3x24 jam,



Keperawatan (Tim Pokja SDKI



Observasi: •



Identifikasi adanya



diharapkan:



nyeri atau keluhan fisik



Mobilitas fisik



lainnya



(L.05042) meningkat







Identifikasi toleransi



dengan kriteria hasil:



fisik melakukan



 Pergerakan



pergerakan



ekstremitas







meningkat



jantung dan tekanan



 Kekuatan otot



darah sebelum memulai



meningkat  Nyeri menurun



mobilisasi •



 Kaku sendi



menurun



Monitor kondisi umum selama melakukan



menurun  Gerakan terbatas



Monitor frekuensi



mobilisasi Terapeutik: •



 Kelemahan fisik



Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat



menurun



bantu •



Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu







Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan



Edukasi: •



Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi







Anjurkan melakukan



mobilisasi dini •



Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis. Duduk di



2.



Gangguan



Setelah dilakukan



tempat tidur). Promosi Komunikasi: Defisit



komunikasi



tindakan keperawatan



Bicara



verbal (D.0119)



selama 3x24 jam,



Observasi:



diharapkan:







Monitor proses



Komunikasi verbal



kognitif, anatomis, dan



(L.13118) meningkat



fisiologis yang berkaitan



dengan kriteria hasil:



dengan bicara



 Afasia menurun  Disfasia menurun



Terapeutik: •



 Apraksia menurun  Pelo menurun



Gunakan metode komunikasi alternatif







Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan







Ulangi apa yang disampaikan pasien







Gunakan juru bicara, jika perlu



Edukasi: •



Anjurkan bicara perlahan



Kolaborasi: • 3.



Defisit perawatan



Setelah dilakukan



diri (D.0109).



tindakan keperawatan selama 3x24 jam,



atau terapis Dukungan Perawatan Diri Observasi: • Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri



diharapkan: Perawatan diri (L.11103) meningkat



Rujuk ke ahli patologi



sesuai usia •



Monitor tingkat kemandirian



dengan kriteria hasil:







 Kemampuan



alat bantu kebersihan diri,



mandi meningkat



berpakaian, berhias, dan



 Kemampuan mengenakan pakaian meningkat



makan Terapeutik: • Sediakan lingkungan yang teraupetik



 Kemampuan makan meningkat



• •



Dampingi dalam melakukan perawatan diri



meningkat



sampai mandiri



 Verbalisasi keinginan



Siapkan keperluan pribadi



 Kemampuan ke toilet (BAB/BAK)



Identifikasi kebutuhan







Fasilitasi untuk



melakukan



menerima keadaan



perawatan diri



ketergantungan



meningkat







perawatan diri



 Mempertahankan kebersihan mulut meningkat



Jadwalkan rutinitas



Edukasi: • Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan



4.



Risiko perfusi



Setelah dilakukan



serebral tidak



tindakan keperawatan



efektif (D.0017)



selama 1x8 jam,



Manajemen Peningkatan TIK Observasi • Identifikasi penyebab



diharapkan: Perfusi serebral



peningkatan TIK •



(L.02014) tidak terjadi dengan kriteria hasil:  Tekanan



gejala peningkatan TIK •



Monitor MAP



Terapeutik • Berikan posisi semi fowler



intracranial menurun



Monitor tanda atau







Hindari pemberian cairan IV hipotonik



 Sakit kepala







menurun  Gelisah menurun  Kecemasan



Cegah terjadinya kejang



Kolaborasi • Kolaborasi dalam pemberian sedasi dan anti



menurun



konvulsan, jika perlu



 Agitasi menurun •



Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika



5.



Pola napas tidak



Setelah dilakukan



perlu Pemantauan Respirasi



efektif b.d.



tindakan keperawatan



Observasi:



gangguan



selama 3x24 jam,



(D.0005)



diharapkan: Pola napas (L.01004)







Monitor pola nafas, monitor saturasi oksigen







Monitor frekuensi,



membaik dengan



irama, kedalaman dan



kriteria hasil:



upaya napas



 Dyspnea menurun







 Penggunaan otot bantu napas menurun



sumbatan jalan nafas Terapeutik: •



 Frekuensi napas



membaik



Atur Interval pemantauan respirasi



membaik  Kedalaman napas



Monitor adanya



sesuai kondisi pasien Edukasi: •



Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan







Informasikan hasil pemantauan, jika perlu



Terapi Oksigen Observasi: •



Monitor kecepatan aliran oksigen







Monitor posisi alat terapi oksigen







Monitor tanda-tanda



hipoventilasi •



Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen



Terapeutik: •



Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu







Pertahankan kepatenan jalan napas







Berikan oksigen jika perlu



Edukasi: •



Ajarkan keluarga cara menggunakan O2 di rumah



Kolaborasi: Kolaborasi penentuan dosis oksigen 4. Implementasi Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan, tahap ini muncul jika perencanaan yang dibuat diaplikasikan pada klien (Novita, 2017). 5. Evaluasi Evaluasi adalah tahap kelima atau terakhir dari proses keperawatan. Pada tahap ini perawat membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah teratasi seluruhnya, hanya sebagian atau bahkan belum teratasi semuanya (Novita, 2017).



DAFTAR PUSTAKA Bare, & Smeltzer. (2017). Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart (Alih bahasa Agung Waluyo). EGC. Dyah, A. S. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Klien Yang Mengalami Stroke Non Hemoragik Dengan Hambatan Mobilitas Fisik Di Ruang ICU RSUD Salatiga. Program Studi D3 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta. M, J., & H.N, R. (2016). Sistem Persarafan Dalam Asuhan Keperawatan. Gosyen Publishing. Novita. (2017). Keperawatan Medikal Bedah. Ghalia Indonesia. Nur’aeni Yuliatun Rini. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Klien Stroke Non Hemoragik Dengan Masalah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral Di Ruang Kenanga RSUD Dr. Soedirman Kebumen. Program Studi DIII Akademi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong. PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). STANDAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN INDONESIA: DEFINISI DAN INDIKATOR DIAGNOSTIK. DPP PPNI. PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). STANDAR INTERVENSI KEPERAWATAN INDONESIA. DPP PPNI. Radiningtyas, D. A. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN CEREBRO VASKULER ACCIDENT HEMORAGIK DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI JARINGAN SEREBAL DI RUANG KRISSAN RSUD BANGIL PASURUAN. PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INSAN CENDEKIA



MEDIKA



JOMBANG.



http://awsassets.wwfnz.panda.org/downloads/earth_summit_2012_v3.pdf %0Ahttp://hdl.handle.net/10239/131%0Ahttps://www.uam.es/gruposinv/meva/publicaci ones jesus/capitulos_espanyol_jesus/2005_motivacion para el aprendizaje Perspectiva alumnos.pdf%0Ahttps://www.re Reicha, D. D. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Stroke Non Hemoragik Dengan Masalah Keperawatan Defisit Perawatan Diri (Studi Di Ruang Krissan Rsud Bangil Pasuruhan. Program Studi Diploma III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang. www.unicef.org/lac/historias/poner-fin-al-castigocorpo



SLKI, T. P. (2019). STANDAR LUARAN KEPERAWATAN INDONESIA. DPP PPNI. Sunaryo, D. (2017). Asuhan Keperawatan Bedah. CV Andi Offset. Tarwoto. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. CV Sagung Seto. Wijaya, A. ., & Putri, Y. . (2017). Keperawatan Medikal Bedah, Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Nuha Medika.