Reaksi Obat Yang Tidak Diinginkan (ROTD) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD)



Oleh : Kelompok 1 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER



Latar Belakang Farmasis



Pharmaceutical Care



Identifikasi Drug Related



Problems



Reaksi Obat yg Tidak Dikehendaki (ROTD)



Latar Belakang Definisi Mekanisme & Tipe



ROTD



Identifikasi Faktor-Faktor yg mempengaruhi Pencegahan&Penatalaksanaan



Definisi ROTD  reaksi



obat yang tidak dikehendaki, tidak menyenangkan, membahayakan atau merugikan yang terjadi karena penggunaan obat pada dosis normal dengan tujuan untuk pencegahan, diagnosis, dan pengobatan.



 (WHO)  “respon terhadap suatu obat yang



berbahaya dan tidak diharapkan serta terjadi pada dosis lazim yag dipakai oleh oleh manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis maupun terapi”.



Mekanisme & Tipe Mekanisme ??? Tipe A Tipe Tipe B



Penggolongan ROTD Reaksi tipe A (Augmented)/ Reaksi yang Dapat Diramalkan



Reaksi tipe B (Bizzare)/Reaksi yang Tidak Dapat Diramalkan



Aktivitas farmakologis yang berlebihan



Efek alergi



Respons rebound akibat penghentian obat



Efek yang ditentukan secara genetik Efek idiosinkrasi



Tipe ROTD



Tabel 1. Ciri-ciri ROTD tipe A dan B.



Tipe A



Dapat



diramalkan



Tipe B



(dari Tidak



dapat



diramalkan



pengetahuan farmakologisnya)



pengetahuan farmakologisnya)



Tergantung dosis



Jarang tergantung dosis



Morbiditas tinggi



Morbiditas rendah



Mortalitas rendah



Mortalitas tinggi



Dapat



ditangani



dengan Dapat



ditangani



hanya



pengurangan dosis



penghentian pengobatan



Angka kejadian tinggi



Angka kejadian rendah



(dari



dengan



AKTIVITAS FARMAKOLOGI YANG BERLEBIHAN  Menyebabkan efek samping berlebihan



 Terutama pada zat-zat yang sebabkan depresi



SSP, zat dengan efek kardioaktif, hipotensi dan hipoglikemia. Contoh:  Depresi pernafasan pada penderita bronkitis parah



yang diberi morfin atau hipnotik benzodiazepin.  Bradikardia pada pasien yang mendapat digoksin berlebihan.  Pasien yang diberi antihistamin untuk pencegahan mabuk perjalanan  mengantuk.



RESPON REBOUND AKIBAT PENGHENTIAN OBAT  Terjadi pada keadaan hilangnya zat penyebab.



Telah terjadi adaptasi, dapat disertai toleransi  butuh peningkatan dosis.  Dapat diperkecil melalui penghentian obat secara bertahap atau penggantian obat yang kerjanya lebih lama atau yang kurang poten kemudian dihentikan secara bertahap.  Penghentian terapi  diikuti sindrom putus obat yang khas. Contoh:  Agitasi,



takikardia, rasa bingung, delirium dan kejang hebat disebabkan penghentian terapi depresan SSP jangka panjang (barbiturat, benzodiazepin, alkohol).  Gejala putus obat setelah terapi analgesik narkotik.



RESPON ALERGI TERHADAP OBAT  hanya terjadi pada sebagian kecil populasi dan



biasanya tidak mungkin untuk meramalkan sebelumnya siapa saja yang akan mengalaminya.  Reaksi bervariasi mulai dari reaksi eritema ringan pada kulit sampai syok anafilaksis mayor.  Obat yang paling sering menimbulkan reaksi alergi pada kulit adalah penisilin, sulfonamida, dan produk-produk darah.



EFEK YANG DITENTUKAN SECARA GENETIK Toksisitas utama beberapa obat terbatas pada individu dengan susunan genotipe atau genetik tertentu. Cacat genetik



Obat toksik



Gejala



Defisiensi pseudokolinesterase



Suksinilkolin



Paralisis, apnea



Defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase



Sulfonamide, kuinidin, primakuin



Hemolisis



Prokainamid, hidralazin



Lupus sistemik (pada asetilator lambat)



Isoniazid



Neuropati (pada asetilator lambat)



Barbiturat



Porfiria simptomatis



Polimorfisme asetilator



Porfiria hepatik



REAKSI IDIOSINKRATIK OBAT  Efek obat yang luar biasa, tidak disangka, atau



aneh, yang tidak dapat diramalkan pada resipien individual.  Mis: abnormalitas janin akibat obat, seperti fokomelia (deformitas ekstremitas) yang timbul pada anak dari ibu yang mendapat talidomid pada awal kehamilan.



EPIDEMIOLOGI ROTD  Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk



menagani pengobatan. Secara rata-rata.telah ditemukan bahwa 5 % pasien yang masuk rumah sakit adalah karena ROTD.Di samping itu pasien yang dirawat di rumah sakit 10 – 20 % di antaranya mengalami ROTD selama mejalani perawatan.



Identifikasi ROTD Hal yang perlu diperhatikan dalam mengindetifikasi ROTD ini adalah bahwa sering kali sulit untuk membuktikan suatu obat mempunyai hubungan penyebab dengan gejala yang dialami pasien.



Polifarmasi Polimorfisa genetika



Ras



Faktor2 yg Mempengaruhi ROTD Jenis Kelamin



Usia Kondisi Penyakit



Identifikasi ROTD Kriteria untuk mengidentifikasi ROTD Waktu Dosis Sifat Permasalahan



Pengalaman Penghentian/Keterulangan



Pencegahan 1. Selalu masukkan riwayat obat yang rinci sebagai bagian dari riwayat klinis atau konsultasi. 2. Gunakan terapi obat hanya bila terdapat indikasi yang jelas dan bila tidak ada alternatif non-farmakologis. 3. Hindari regimen obat multiple dan tablet kombinasi bila mungkin. 4. Berikan perhatian khusus pada dosis dan respons obat pada anak-anak, orang usia lanjut, dan mereka yang menderita penyakit ginjal, hati, atau jantung. 5. Tinjau ulang keperluan untuk meneruskan



Reaksi Obat yg Tidak Diinginkan Reaksi obat yang tidak diinginkan yang tampak sebagai gejala yang mempengaruhi SSP, telinga hidung, tenggorokan dan mata Reaksi obat yang tidak diinginkan yang tampak sebagai gejala yang mempengaruhi pernapasan,kardiovaskuler, system otot skelet serta kulit



Reaksi obat yang tidak diinginkan yang tampak sebagai gejala yang mempengaruhi SSP, telinga hidung, tenggorokan dan mata ROTD Agitasi, Eksitasi, iritabilitas



Pusing



Sulit tidur Kebingungan Mengantuk



Obat Antihistamin, Penghambatpenghambat serotonin, kafein, Teofillin Alopurinol, Antihipertensi, Baklofen, Minosiklin (dapat juga suatu tanda dari hipotensi, Levodopa, Antihipertensi), Penghambat pompa proton, Tramadol Kafein, teofillin, flupentiksol, efedrin, Nikotin, levodopa Levodopa, Simetidin, antidepresan trisiklik, tramadol Antihistamin (terutama generasi pertama), Antikonvulsan, Analgesik narkotika, Antidepresan trisiklik, MAOI (Penghambat Oksidasi Monoamina), Hipnotik (efek sakit saat bangun tidur)



Reaksi obat yang tidak diinginkan yang tampak sebagai gejala yang mempengaruhi pernapasan,kardiovaskuler, system otot skelet serta kulit ROTD Perubahan kecepatan detak jantung -Memperlambat jantung -Mempercepat jantung -Detak jantung tidak teratur Penyakit Sendi Rasa dingin pada anggota gerak Rambut rontok Pertumbuhan rambut di wajah Kemerah-merahan pd kulit



Obat



Amiodaron, Penghambat beta, Digoksin Agonis beta-2 (mis,salbutamol),Digoksin, antidepresan trisiklik, Teofillin Terfenadin, Astemizol, Amiodaron, Digoksin, Kuinin Penghambat beta, Antibakteri 4Kuinolon (mis, siprofloksasin) Penghambat Beta Antikoagulan, Litium, Penghambat pompa proton, Sitotoksik Danazol, Fenitoin Nitrat, nifedipin



Penanganan Sebelum suatu obat baru dilepas untuk dipakai secara luas, pabrik obat harus mendapat izin dari aparat pemerintah yang berwenang (Komite Keamanan Obat di Inggris, Administrasi Makanan dan Obat di Amerika Serikat (selanjutnya disingkat AS), Departemen Obat di Swedia, dll.). Efek samping yang diakibatkan oleh aktivitas farmakologis yang berlebihan dapat didokumentasikan dengan baik. Namun, hal itu tidak berlaku untuk toksisitas yang tidak dapat diramalkan. Efek-efek tersebut sering kali tidak diketahui sampai obat itu telah digunakan secara luas.



Pendekatan Studi Kohort



Studi ini dipakai ketika kelompok-kelompok penerima obat dipantau untuk mengevaluasi hasil setelah pajanan obat.



Ini terjadi ketika penulis resep Laporan melaporkan reaksi yang mencurigakan kepada suatu agen Spontan pusat yang menyelidiki, menyusun, dan meninjau kembali informasi tersebut. Ini terjadi ketika ahli epidemiologi memeriksa Tinjauan statistik nasional atau regional untuk mencatat Statistik Vital setiap epidemi penyakit yang tidak biasa atau penyakit yang tidak lazim Ini dipakai ketika pasien dengan Studi Kasus penyakit yang dicurigai akibat obat Terkontrol dibandingkan dengan populasi referensi



Studi kasus Ibu Musdalifah sedang menderita sedang menderita sesak napas. Riawayat penyakitnya menunjukkan bahwa ia menderita asma dengan tingkat keparahan “sedang” dan baru-baru ini ia mendapatkan obat tetes mata yang mengandung timolol 0,25% untuk mengobati glaucoma simpleks kronis (chronic simple glaucoma). Obat lainnya adalah inhaler salbutamol 100 mikrogram yang digunakan jika diperlukan saja Penyebab ??  Penghambat beta (beta blocker) Tindakan ???



Kesimpulan  Reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD) merupakan suatu



kejadian yang tidak diharapkan dari pengalaman pasien akibat terapi obat potensial mengganggu keberhasilan terapi yang diharapkan. Saat pasien menjalani suatu pengobatan, beberapa memperoleh hasil yang tepat atau berhasil menyembuhkan penyakit yang dideritanya. Namun tidak sedikit yang gagal dalam menjalani terapi, sehingga mengakibatkan biaya pengobatan semakin mahal dan berujung pada kematian. Penyimpangan penyimpangan inilah yang disebut DRPs .  Reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD) secara bermakna dapat menyebabkan terjadinya morbiditas dan mortilitas yang dipacu oleh obat dan farmasis punya peran penting dalam mengurangi hal ini. Dengan bekal pengetahuan yang dimiliki, farmasi merupakan tenaga kesehatan yang paling tepat untuk mencegah, mendeteksi, menangani ROTD pada pasien mereka. Pemeriksaan resep, merespon gejalah-gejalah serta pelaporan spontan reaksi yang diduga sebagai ROTD merupakan aktivitasaktivitas yang farmasis sebaiknya terlibat. Keterlibatan farmasis dalam aktivitas tersebut akan dapat meningkatkan kualitas layanan kefarmasian serta menurunkan biaya layanan kesehatan.



Referensi  Torpet LA, Kragelund C, Reibel J, Nauntofte B. Oral adverse



drug reactions to cardiovaskular drugs. Crit Rev Oral Biol Med 2004; 15 (1): 28-46  Weinshillbourn R. Inheritance and drug response. N Engl J Med



2004; 348;6  Reid JL, Rubin PC, Whiting B. Catatan kuliah farmakologi klinik.



Edisi 4. ECG. Jakarta. 2007. Hal: 319-26.  Centre for Pharmacy Postgraduate Education, 2000, Adverse



Drug Reaction (ASRs). HMSO, London.  Martys CR, 1979, ADRs to drugs in general practice. BMJ 2 :



1194 – 1197.



 WHO technical report series, 1969, Geneva 425.5.



Kelompok 1 crew :  Rima Febriyanti K.



 Agus Wahyudi  Christian Aspriamijaya  Reski Frislianita  Fitriadi Sutir  Resa Alifyanty  Nana Juniarti N.D.  Imansari Nurul Laili  Neni Trianah  Rizky Fajar Wulan  Arfiana