Refarat Kasus Peritonitis TB [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN



REFARAT 26 Oktober 2017



UNIV. AL-KHAIRAAT PALU



PERITONITIS TUBERKULOSIS



Disusun Oleh: Fierda Putri Pratiwi 12 777 006 Pembimbing: dr. Arfan Sanusi, Sp.PD BAGIAN ILMU KESEHATAN PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ALKHAIRAAT RSU ANUTAPURA PALU 2017



Kata pengantar Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmatNyalah saya dapat menyelesaikan referat ini. Terimakasih kepada pembimbing kami dr. Arfan Sanusi, Sp.PD , atas kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan. Saya berharap refarat Peritonitis TB ini dapat meningkatkan pengetahuan kita semua. Saya sangat menyadari referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.



Palu, 23 Oktober 2017 Pembimbing



dr. Arfan Sanusi, Sp.PD



Coass



Fierda Putri Pratiwi, S.Ked



DAFTAR ISI Kata Pengantar………………………………………………………………….



i



Daftar isi…………………………………………………………………………



ii



BAB I Pendahuluan……………………………………………………………..



1



BAB II Tinjauan Pustaka………………………………………………………… 2 Definisi………………………………………………………………….



2



Patogenesis..…………………………………………………………….



2



Gejala Kinis..............................................................................................



4



Diagnosis………………………………………………………………..



9



Pemeriksaan Penunjang............................................................................



15



Terapi..................………………………………………………………..



18



Prognosis…………………………………………………………………



20



Kesimpulan………………………………………………………………



30



Daftar Pustaka…………………………………………………………………..



31



BAB I PENDAHULUAN



Tuberkulosis peritonitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberkulosis yang berasal dari peritoneum, penyakit ini jarang berdiri sendiri dan biasanya merupakan kelanjutan dari proses tuberkulosis di tempat lain terutama dari tuberkulosis paru, namun sering ditemukan bahwa pada waktu diagnosa ditegakkan proses tuberkulosis di paru sudah tidak terlihat lagi. Hal ini bisa terjadi karena proses tuberkulosis di paru mungkin sudah menyembuh sedangkan penyebarannya masih berlangsung ditempat lain.1 Tuberkulosis peritonitis jarang di jumpai dan sangat jarang ditemukan di negara maju, tetapi tidak jarang ditemukan di negara dengan prevalensi tuberkulosis tinggi, termasuk di negara-negara berkembang dan terbelakang, terutama di negara dengan pandemi HIV dan peningkatan imigrasi. Di Amerika Serikat, Tuberkulosis mempunyai prevalensi yang relatif rendah, dan kebanyakan pasien yang baru di diagnosis adalah mereka yang berasal dari luar Amerika Serikat (imigran). Pada negara-negara industri, tuberkulosis meningkat pada populasi imigran dan pada pasien yang menderita AIDS dan mereka yang sedang menjalani terapi immunosupresan.2,3,4 Tuberkulosis peritonitis diperkirakan terjadi pada 0,1% sampai 3,5% dari mereka dengan TB paru aktif dan mewakili 4% sampai 10% dari semua TB ekstra paru. Kasus Tuberkulosis peritonitis sering pada individu kurang dari 40 tahun dan sering terjadi pada perempuan berumur 40 tahun. Individu dengan penyakit HIV, sirosis, diabetes, keganasan, dan mereka yang terus menerus menjalani dialisis merupakan kelompok resiko tinggi menderita tuberkulosis peritonitis.5



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Tuberkulosis peritonitis merupakan suatu peradangan pada peritoneum parietal atau viseral yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, pada penyakit ini sering mengenai seluruh peritoneum, alat-alat sistem gastrointestinial, mesenterium, dan organ genitalia interna.1 B. Patogenesis Patogenesis Tuberkulosis peritonitis didahului oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis yang menyebar secara hematogen ke organ-organ di luar paru termasuk peritoneum. Dengan perjalanan waktu dan menurunnya daya tahan tubuh dapat mengakibatkan terjadinya Tuberkulosis peritonitis. Cara lain adalah dengan penjalaran langsung dari kelenjar mesenterika atau dari tuberkulosis usus. Pada peritoneum terjadi tuberkel dengan massa perkejuan yang dapat membentuk satu kesatuan (konfluen). Pada perkembangan selanjutnya dapat terjadi penggumpalan atau pembentukan nodul tuberkulosis pada omentum di daerah epigastrium dan melekat pada organ-organ abdomen dan lapisan viseral maupun parietal sehingga dapat menyebabkan obstruksi usus dan pada akhirnya dapat mengakibatkan tuberkulosis peritonitis. Selain itu, kelenjar limfe yang terinfeksi dapat membesar yang menyebabkan penekanan pada vena porta yang mengakibatkan pelebaran vena dinding abdomen dan asites. Terjadinya Tuberkulosis peritonitis melalui beberapa cara, yaitu :1,2 1. Melalui penyebaran hematogen terutama dari paru-paru 2. Melalui dinding usus yang terinfeksi 3. Dari kelenjar limfe mesenterium 4. Melalui tuba fallopi yang terinfeksi



Pada kebanyakan kasus tuberkulosis peritonitis terjadi bukan sebagai akibat penyebaran perkontinuitatum tapi sering karena reaktivasi proses laten yang terjadi pada peritonieum yang diperoleh melalui penyebaran hematogen proses primer terdahulu (infeksi laten “dorman infection”). Seperti diketahui lesi tuberkulosa bisa mengalami supresi dan menyembuh. Infeksi masih dalam fase laten dimana ia bisa menetap laten selama hidup namun infeksi tadi bisa berkembang menjadi tuberkulosa pada setiap saat. Jika organisme interseluler tadi mulai bermultiplikasi secara cepat. Terdapat 3 bentuk peritonitis tuberkulosa, yaitu : 1 1. Bentuk eksudatif Bentuk ini dikenal juga sebagai bentuk yang basah atau bentuk asites yang banyak, gejala menonjol ialah perut membesar dan berisi cairan (asites). Pada bentuk ini perlengketan tidak banyak dijumpai. Tuberkel sering dijumpai kecil-kecil berwarna putih kekuning-kuningan milier, nampak tersebar di peritoneum atau pada alat-alat tubuh yang berada di rongga peritoneum. Disamping partikel yang kecilkecil yang dijumpai tuberkel yang lebih besar sampai sebesar kacang tanah. Disekitar tuberkel terdapat reaksi jaringan peritoneum berupa kongesti pembuluh darah. Eksudat dapat terbentuk cukup banyak, menutupi tuberkel dan peritoneum sehingga merubah dinding perut menjadi tegang, Cairan asites kadang-kadang bercampur darah dan terlihat kemerahan sehingga mencurigakan kemungkinan adanya keganasan. Omentum dapat terkena sehingga terjadi penebalan dan teraba seperti benjolan tumor. 2. Bentuk adhesive Disebut juga sebagai bentuk kering atau plastik dimana cairan tidak banyak dibentuk. Pada jenis ini lebih banyak terjadi perlengketan. Perlengketan yang luas antara usus dan peritoneum sering memberikan gambaran seperti tumor, kadangkadang



terbentuk



fistel.



Hal



ini



disebabkan



karena



adanya



perlengketanperlengketan. Kadang-kadang terbentuk fistel, hal ini disebabkan karena



perlengketan dinding usus dan peritoneum parintel kemudian timbul proses necrosis. Bentuk ini sering menimbulkan keadaan ileus obstruksi . Tuberkel-tuberkel biasanya lebih besar. 3. Bentuk campuran Bentuk ini kadang-kaadang disebut juga kista, pembengkakan kista terjadi melalui proses eksudasi bersama-sama dengan adhesi sehingga terbentuk cairan dalam kantong-kantong perlengketan tersebut. Beberapa penulis menganggap bahwa pembagian ini lebih bersifat untuk melihat tingkat penyakit, dimana pada mulanya terjadi bentuk exudatif dan kemudian bentuk adhesive. Pemberian hispatologi jaringan biopsy peritoneum akan memperlihatkan jaringan granulasi tuberkulosa yang terdiri dari sel-sel epitel dan sel datia langerhans, dan pengkejutan umumnya ditemukan. C. Gejala Klinis Sebagian besar gejala klinis Tuberkulosis peritonitis memperlihatkan gejala yang non-spesifik dan perjalanan klinis yang lambat, dan sulit dibedakan dengan penyakit intraabdominal lainnya sehingga cukup rumit untuk menegakkan diagnosis. Gejala klinis sangat bervariasi, pada umumnya keluhan dan gejala timbul perlahan-lahan sampai berbulan-bulan sehingga sering penderita tidak menyadari keadaan ini.2 Gejala klinis peritonitis yang terutama adalah nyeri abdomen. Nyeri dapat dirasakan terus-menerus selama beberapa jam, dapat hanya di satu tempat ataupun tersebar di seluruh abdomen. Dan makin hebat nyerinya dirasakan saat penderita bergerak. Gejala lainnya meliputi:  Demam Temperatur lebih dari 38oC, pada kondisi sepsis berat dapat hipotermia



 Mual dan muntah. Timbul akibat adanya kelainan patologis organ visera atau akibat iritasi peritoneum  Adanya cairan dalam abdomen, yang dapat mendorong diafragma mengakibatkan kesulitan bernafas. Dehidrasi dapat terjadi akibat ketiga hal diatas, yang didahului dengan hipovolemik intravaskular. Dalam keadaan lanjut dapat terjadi hipotensi, penurunan output urin dan syok.  Distensi abdomen dengan penurunan bising usus sampai tidak terdengar bising usus  Rigiditas abdomen atau sering disebut ’perut papan’, terjadi akibat kontraksi otot dinding abdomen secara volunter sebagai respon/antisipasi terhadap penekanan pada dinding abdomen ataupun involunter sebagai respon terhadap iritasi peritoneum  Nyeri tekan dan nyeri lepas (+)  Takikardi, akibat pelepasan mediator inflamasi  Tidak dapat BAB/buang angin.



Keadaan umum pasien bisa masih cukup baik sampai keadaan kurus dan kahexia, pada wanita sering dijumpai tuberkulosa peritoneum disertai oleh proses tuberkulosis pada ovarium atau tuba, sehingga pada alat genitalia bisa ditemukan tanda-tanda peradangan yang sering sukar dibedakan dengan kista ovarium.1



Tabel 1. Keluhan pasien Tuberkulosis Peritonitis bersumber dari beberapa penelitian.1,5,6,7,8 Keluhan



Sulaiman



Manoha



Tarim



Kai Ming



VH



Ming-



A



r dkk



Akin



Chow



Chong,N



Leun Hu



1975-1979 1984-



dkk



dkk



Rajendra



dkk



30 pasien



1988



1988-



1989-2000 n



%



45 pasien 1997 %



60 pasien



2000-2006



1995-2004 14 pasien



23 pasien %



10 pasien



%



%



Sakit perut Pembengkak



57 50



35,9 73,1



82 96



73 93



an perut Batuk Demam Keringat



40 30 26



53,9 -



69



58 -



malam Anoreksia Berat badan



30 23



46,9 44,1



73 80



-



%



60 70



71,4 57,1



20 60



35,7 -



60 40



42,9



menurun Mencret 20 10 Konstipasi 21,4 Dari beberapa hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa gejala yang paling banyak didapatkan pada pasien Tuberkulosis Peritonitis yaitu : pembengkakan perut, sakit perut,demam,dan penurunan berat badan.



Tabel 2. Pemeriksaan Fisik pada 30 pasien Tuberkulosis Peritonitis di RS.Cipto Mangunkusumo Jakarta tahun 1975-1979.1 Gejala Pembengkakan perut dan nyeri



Persentase 51%



Asites Hepatomegali ronkhi pada kedua paru efusi pleura Splenomegali tumor intraabdomen fenomena papan catur Limfadenopati terlibatnya paru dan pleura Pada pemeriksaan



fisik



gejala



yang



43% 43% 33% 27% 30% 20% 13% 13% 63% sering dijumpai



adalah



asites,demam,pembengkakan perut dan nyeri perut, hepatomegali,dan terlibatnya paru dan pleura (atas dasar foto thoraks). Fenomena papan catur yang selalu dikatakan karakteristik pada penderita Tuberkulosis



peritonitis



ternyata tidak sering



dijumpai.Fenomena papan catur yaitu pada perabaan didapatkan adanya massa yang diselingi perabaan lunak, kadang-kadang didapatkan pada obstruksi usus.1



D. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda yang didapatkan, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.  Anamnesis 



Sakit perut







Pembengkakan perut







Batuk







Demam







Keringat malam







Anoreksia







BB menurun







Mencret







Konstipasi1,5,6,7,8



 Pada pemeriksaan fisis : 1. Inspeksi  pasien tampak dalam mimik menderita  tulang pipi tampak menonjol dengan pipi yang cekung, mata cekung  lidah sering tampak kotor tertutup kerak putih, kadang putih kecoklatan  pernafasan kostal, cepat dan dangkal. Pernafasan abdominal tidak tampak karena dengan pernafasan abdominal akan terasa nyeri akibat perangsangan peritoneum.  Distensi perut 2. Auskultasi * Suara bising usus berkurang sampai hilang 3. Palpasi * Nyeri tekan, nyeri lepas dan defense muskuler positif 4. Perkusi * Nyeri ketok positif * Hipertimpani akibat dari perut yang kembung * Redup hepar hilang, akibat perforasi usus yang berisi udara sehingga udara akan mengisi rongga peritoneal, pada perkusi hepar terjadi perubahan suara redup menjadi timpani Pada rectal touche akan terasa nyeri di semua arah, dengan tonus muskulus sfingter ani menurun dan ampula recti berisi udara.



Pada pemeriksaan laboratorium maupun penunjang, banyak metode yang dapat digunakan dalam membuat diagnosis. Setiap metode memiliki kelebihan, kekurangan, dan keterbatasan. Diantaranya ditampilkan pada tabel dibawah ini :9 Tabel 4. Keuntungan dan Kerugian dari beberapa metode pemeriksaan.



Metode Kultur Smear Biopsi PCR (polymerase chain reaction)



9 Keuntungan dan kerugian Membutuhkan waktu yang lama Diangnosis yang cepat Invasive Diagnosis yang cepat Positif-palsu dan negatif (mahal)



Pemeriksaan Laboratorium. 



Pada pemeriksaan laboratorium didapat :  lekositosis ( lebih dari 11.000 sel/...L ) dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis. Pada pasien dengan sepsis berat, pasien imunokompromais dapat terjasi lekopenia.  Asidosis metabolik dengan alkalosis respiratorik.  Gangguan faal hati  Sering dijumpai laju endap darah (LED) yang meningkat.  Pada pemeriksaan tes tuberkulin hasilnya sering negatif. Adanya eksudasi cairan ke rongga peritoneum, sehingga pasien perlu



dikoreksi cairan, elektrolit, dan asam basanya agar tidak terjadi syok hipovolemik Pemeriksaan penunjang lain yang bisa dilakukan adalah dengan USG abdomen, CT scan, dan MRI. 



Pada pemeriksaan analisa cairan asites umumnya memperlihatkan eksudat dengan protein > 3 gr/dl, dengan jumlah sel diatas 100-3000sel/ml. Biasanya lebih dari



90% adalah limfosit LDH biasanya meningkat. Cairan asites yang perulen dapat ditemukan begitu juga cairan asites yang bercampur darah (serosanguinous). Hasil kultur cairan asites dapat diperoleh dalam waktu 4-8 minggu. Perbandingan serum asites albumin (SAAG) pada tuberculosis peritoneal ditemukan rasionya < 1,1 gr/dl, namun hal ini juga bisa dijumpai pada keadaan keganasan, sindroma nefrotik, penyakit pankreas , kandung empedu atau jaringan ikat sedangkan bila ditemukan >1,1 gr/dl ini merupakan cairan asites akibat portal hipertensi. Perbandingan glukosa cairan asites dengan darah pada Tuberculosis peritoneal 0,96. Penurunan Ph cairan asites dan peningkatan kadar laktat dapat dijumpai pada tuberculosis peritoneal dan dijumpai signifikan berbeda dengan cairan asites pada sirosis hati yang steril, namun pemeriksaan PH dan kadar laktat cairan asites ini kurang spesifik dan belum merupakan suatu kepastian karena hal ini juga dijumpai pada kasus asites oleh karena keganasan atau spontaneous bacterial peritonitis.1



Tabel 5. Perbandingan serum asites albumin pada Tuberkulosis Peritonial dan Penyakit lainnya.



Pemeriksaan



Tuberkulosis



Hipertensi



Keganasan,Sindrom



Peritonial,



Portal



Nefrotik,



Penyakit



pancreas



&



SAAG (serum 1,1 gr/dl



Empedu 33 u/l mempunyai Sensitifitas 100%. Spesifitas 95%, dan dengan Cutt off > 33 u/l mengurangi false positif dari sirosis hati atau keganasan. Pada sirosis hati konsentrasi ADA signifikan lebih rendah dari Tuberculosis Peritoneal (14 ± 10,6 u/l) .1







Pada pasien dengan konsentrasi protein yang rendah dijumpai Nilai ADA yang sangat rendah sehingga mereka menyimpulkan pada konsentrasi asites dengan protein yang rendah nilai ADA dapat menjadi false negatif. Untuk itu pemeriksaan Gama interferon (INFϒ) adalah lebih baik walaupun nilainya dalah sama dengan pemeriksaan ADA, sedangkan pada pemeriksaan PCR hasilnya



lebih rendah lagi dibanding kedua pemeriksaan tersebut. Angka sensitifitas untuk pemeriksaan tuberculosis peritoneal terhadap Gamma interferon adalah 90,9 %, ADA:18,8% dan PCR 36,3% dengan masing-masing spesifitas 100%. 1 



Pemeriksaan CA-125. CA-125 (Cancer antigen 125) termasuk tumor associated glycoprotein yang terdapat pada permukaan sel. CA-125 merupakan antigen yang terkait karsinoma ovarium, antigen ini tidak ditemukan pada ovarium orang dewasa normal, namun CA-125 ini dilaporkan, juga meningkat pada keadaan benigna dan maligna, dimana kira-kira 80% meningkat pada wanita dengan keganasan ovarium, 26% pada trimester pertama kehamilan, menstruasi, endometriosis, mIoma uteri dan salpingitis, juga kanker primer ginekologi yang lain seperti : endometrium, tuba falopi, endocervix, pankreas,ginjal,colon juga pada kondisi yang bukan keganasan seperti gagal ginjal kronik, penyakit autoimum,



pancreas,



sirosis



hati,



peradangan



peritoneum



seperti



tuberkulosis,perikardium dan pleura. Beberapa laporan yang telah mendapatkan peningkatan CA-125 dan menyimpulkan bila dijumpai peninggian serum CA-125 disertai dengan cairan asites yang eksudat, jumlah sel > 350/m3, limfosit yang dominan maka Tuberkulosis peritoneal dapat dipertimbangkan sebagai diagnosa.1



E. Pemeriksaan Penunjang 



USG (Ultrasonografi ) Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat dilihat adanya cairan dalam



rongga peritoneum yang bebas atau terfiksasi (dalam bentuk kantong-kantong). Gambaran USG tuberculosis yang sering dijumpai antara lain cairan yang bebas atau terlokalisasi dalam rongga abdomen, abses dalam rongga abdomen, massa didaerah ileosaecal dan pembesaran kelenjar limfe retroperitoneal, adanya penebalan



mesenterium, perlengketan lumen usus dan penebalan omentum, mungkin bisa dilihat dan harus diperiksa secara teliti. 1 



CT Scan Pemeriksaan CT Scan pada Tuberculosis Peritonitis tidak memberikan



gambaran yang khas, namun secara umum ditemui adanya gambaran peritoneum yang berpasir dan untuk pembuktiannya perlu dijumpai bersamaan dengan adanya gejala klinik dari tuberculosis peritoneal. 1



Gambar 2. CT-Scan dengan kontras menunjukkan omentum caking dan penebalan usus halus.11



Gambar 3. CT-Scan menunjukkan sejumlah besar cairan asites dengan penebalan peritoneum dan infiltrasi difus omentum tanpa limfadenopati.12 Adanya peritoneum yang licin dengan penebalan yang minimal dan pembesaran yang jelas menunjukkan suatu Tuberkulosis peritonitis sedangkan adanya



nodul yang tertanam dan penebalan peritoneum yang teratur menunjukkan suatu perintoneal karsinoma.1 



Peritonoskopi (Laparoskopi) Peritonoskopi / laparoskopi merupakan pemeriksaan makroskopi yang sangat



berguna untuk menegakkan diagnosa Tuberkulosis Peritonitis. Laparaskopi adalah cara yang relatif aman, mudah, dan terbaik untuk mendiagnosa Tuberkulosis peritonitis. Pada salah satu penelitian dilaporkan bahwa laparoskopi dapat mendiagnosis hingga 94%, tetapi diagnosis ini harus dikonfirmasi oleh pemeriksaan histologi. Laparoskopi baik digunakan untuk mendapatkan diagnosa pasien-pasien muda dengan gejala sakit perut yang tidak jelas penyebabnya. Laparoskopi dengan biopsi merupakan gold standar untuk diagnosis Tuberkulosis Peritonitis. Cara ini dapat mendiagnosa Tuberkulosis peritonitis 85% - 95% dan dengan biopsi yang terarah dapat dilakukan pemeriksaan histologi agar bisa menemukan adanya gambaran granuloma sebesar 85% - 90% dari seluruh kasus, dan bila dilakukan kultur bisa ditemui BTA hampir 75%. Hasil histologi yang lebih penting lagi adalah bila didapatkan granuloma yang lebih spesifik yaitu granuloma dengan perkejuan.1,5,6



Gambar 4. Tuberkulosis Peritonitis pada Laparaskopi.13 Gambaran yang dapat dilihat pada Tuberkulosis peritonitis : 1 1. Tuberkel kecil ataupun besar dengan ukuran yang bervariasi yang dijumpai tersebar luas pada dinding peritoneum dan usus dan dapat pula dijumpai



permukaan hati atau alat lain tuberkel dapat bergabung dan merupakan sebagai nodul. 2. Perlengketan yang dapat bervariasi, diantaranya pada alat-alat didalam rongga peritoneum. Sering pada keadaan ini merubah letak anatomi yang normal. Permukaan hati dapat melengket pada dinding peritoneum dan sulit untuk dikenali. Perlengketan diantara usus mesenterium dan peritoneum dapat sangat ekstensif. 3. Peritoneum sering mengalami perubahan dengan permukaan yang sangat kasar yang kadang-kadang berubah gambarannya menyerupai nodul. 4. Cairan asites sering dujumpai berwarna kuning jernih, kadang-kadang cairan tidak jernih lagi tetapi menjadi keruh, cairan yang hemoragis juga dapat dijumpai. Biopsi dapat ditujukan pada tuberkel-tuberkel secara terarah atau pada jaringan lain yang terbukti mengalami kelainan dengan menggunakan alat biopsi khusus sekaligus cairan dapat dikeluarkan. Walupun pada umumnya gambaran peritonoskopi Tuberculosis peritonitis dapat dikenal dengan mudah, namun gambarannya bisa menyerupai penyakit lain seperti peritonitis karsinomatosis, karena itu biopsi harus selalu diusahakan dan pengobatan sebaiknya diberikan jika



hasil



pemeriksaan



patologi



anatomi



mendukund



suatu



peritonitis



tuberkulosis. Peritonoskopi tidak selalu mudah dikerjakan dan dari 30 kasus, 4 kasus tidak dilakukan peritonoskopi karena secara teknis dianggap mengandung bahaya dan sukar dikerjakan. Adanya jaringan perlengketan yang luas merupakan hambatan dan kesulitan dalam memasukkan alat dan ruangan yang sempit di dalam rongga abdomen juga menyulitkan pemeriksaan dan tidak jarang alat peritonoskopi terperangkap didalam suatu rongga yang penuh dengan perlengketan, sehingga sulit untuk mengenal gambaran anatomi alat-alat yang normal dan dalam keadaan demikian maka sebaiknya dilakukan laparotomi diagnostik.







Laparatomi Dahulu laparotomi eksplorasi merupakan tindakan diagnosa yang sering



dilakukan, namun saat ini banyak penulis menganggap pembedahan hanya dilakukan jika dengan cara yang lebih sederhana tidak meberikan kepastian diagnosa atau jika dijumpai indikasi yang mendesak seperti obstruksi usus, perforasi, adanya cairan asites yang bernanah.1 F. TERAPI Pada dasarnya pengobatan sama dengan pengobatan tuberkulosis paru, obatobat seperti : streptomisin, INH, Etambutol, Ripamficin dan pirazinamid memberikan hasil yang baik, dan perbaikan akan terlihat setelah 2 bulan pengobatan dan lamanya pengobatan biasanya mencapai sembilan bulan sampai 18 bulan atau lebih. 1,6 Untuk pengobatan Tuberkulosis pada organ lain, seperti TB perironitis ini, lama pengobatan dapat diberikan 9-12 bulan. Panduan OAT yang diberikan adalah 2RHZE/7-10 RH.14 Rifampisin dan INH diberikan selama 12 bulan, sedangkan pirazinamid selama 2 bulan pertama. Kortikosteroid diberikan 1 - 2mg/kgBB selama 1 - 2 minggu pertama. Pada keadaan obstruksi usus karena perlengketan perlu dilakukan tindakan operasi. Beberapa penulis berpendapat bahwa kortikosteroid dapat mengurangi perlengketan peradangan dan mengurangi terjadinya asites. Dan juga terbukti bahwa kortikosteroid dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian,namun pemberian kortikosteroid ini harus dicegah pada daerah endemis dimana terjadi resistensi terhadap Mikobakterium tuberculosis. Alrajhi dkk yang mengadakan penelitian secara retrospektif terhadap 35 pasien dengan tuberculosis peritoneal mendapatkan bahwa pemberian kortikosteroid sebagai obat tambahan terbukti dapat mengurangi insidensi sakit perut dan sumbatan pada usus. Pada kasus-kasus yang dilakukan peritonoskopi sesudah pengobatan terlihat bahwa partikel menghilang namun di beberapa tempat masih dilihat adanya perlengketan.1,6,14



Tabel 6. Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis Primer. 14



Obat



R



Dosis (Mg/Kg BB/Hari)



8-12



Dosis yg dianjurkan



DosisMaks (mg) Dosis (mg) / berat badan (kg)



Harian (mg/ kgBB / hari)



Intermitten (mg/Kg/ BB/kali)



10



10



< 40



40-60



>60



600



300



450



600



300



H



4-6



5



10



150



300



450



Z



20-30



25



35



750



1000



1500



E



15-20



15



30



750



1000



1500



S



15-18



15



15



Sesuai BB



750



1000



1000



Tabel 7. Dosis Obat Anti Tuberkulosis kombinasi dosis tetap.14



BB



Fase Intensif



Fase Lanjutan



2 bulan



4 bulan



Atau 6 bulan



Harian



Harian



3x/minggu



Harian



3x/minggu



Harian



RHZE 150/75/400/275



RHZ 150/75/400



RHZ 150/150/500



RH 150/75



RH 150/150



EH 400/150



30-37



2



2



2



2



2



1,5



38-54



3



3



3



3



3



2



55-70



4



4



4



4



4



3



>71



5



5



5



5



5



3



Pedoman ISPD tahun 2005 menguraikan secara singkat prinsip-prinsip dasar dalam manajemen Tuberkulosis Peritonitis. Protokol pengobatan berdasarkan pengalaman TB ekstraperitoneal pada pasien End Stage Renal Disease. Pedoman ISPD merekomendasikan empat obat yaitu : rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan ofloksasin. Pirazinamid dan ofloksasin harus dihentikan setelah 3 bulan, sedangkan rifampisin dan isoniazid harus dilanjutkan dengan total 12 bulan. Dosis biasa pada



obat ini adalah rifampisin 10 mg / kg sehari (maksimal 600 mg); isoniazid 3 - 5 mg / kg sehari; pirazinamid 30 mg / kg 3 kali seminggu, dan ofloksasin 200 mg sehari.6 G. PROGNOSIS Tuberkulosis Peritonitis jika dapat segera ditegakkan dan mendapat pengobatan umumnya akan menyembuh dengan pengobatan yang adequate.



H. KESIMPULAN 1. Tuberkulosis peritonitis biasanya merupakan proses kelanjutan tuberkulosa ditempat lain 2.



Oleh karena itu gejala klinis yang bervariasi dan timbulnya perlahan-lahan sering diagnosa terlambat baru diketahui.



3.



Dengan pemeriksaan diagnostik, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya dapat membantu menegakkan diagnosa



4.



Dengan pemberian obat anti tuberkulosa yang adekuat biasanya pasien akan sembuh.



LAPORAN KASUS •



Nama



: Tn. S







Jenis Kelamin



: Laki-laki







Umur



: 46 Tahun







Alamat



: Donggala.







Pekerjaan



: Wiraswasta







Pendidikan terakhir



: SMA







Tanggal Pemeriksaan : 15 Oktober 2017







Ruangan



: Rajawali Bawah, RSU Anutapura







Keluhan Utama



: Nyeri Perut







Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien masuk RS dengan keluhan nyeri perut sejak 3 hari yang lalu. Nyeri dirasakan terus menerus diseluruh bagian perut. Keluhan diawali dengan demam naik turun sejak 5 hari yang lalu. Setelah itu



pasien mengeluhkan nyeri uluh hati yang semakin lama semakin bertambah dan nyeri menjalar ke perut bagian bawah. Nyeri dirasakan semakin memberat dan terus menerus sehingga menyebabkan pasien sulit tidur. Mual (+), muntah (-). Pasien juga mengeluh sulit BAB yang dirasakan 4 hari yang lalu, pasien tidak kentut, menurut pasien, sebelumnya pasien BAB seperti biasa. Tidak ada penurunan berat badan drastis dalam kurun waktu 3 bulan terakhir. Sakit kepala (-), pusing (-), BAK lancar seperti biasanya.  Riwayat Penyakit Dahulu :











-



DM (-)



-



Riwayat HT (-)



-



Riwayat terpapar penderita TB tidak diketahui



-



Riwayat batuk lama (-)



-



Riwayat alergi (-)



-



Riwayat Trauma (-)



-



Riwayat OAT (-)



-



Riwayat Operasi sebeumnya (-)



Kebiasaan (lifestyle) : -



Riwayat merokok (+)



-



Riwayat minum alkhohol (-)



Riwayat Penyakit Keluarga : -











Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa.



Keadaan umum : Sakit sedang / Compos Mentis -



BB :75 kg



-



TB :170 cm



-



IMT :19,08 (Normal)



Tanda vital -



TD



: 120/80 mmHg















-



Pernapasan



: 20 kali/menit



-



Nadi



: 78 kali/menit



-



Suhu



: 36,80C



Kepala : -



Wajah : Pucat (+), Sianosis (-), Edema (-) Jejas (-)



-



Deformitas: Tidak ada



-



Bentuk : Normocephal



-



Rambut



-



Mata : Konjungtiva: anemis +/+



-



Sklera : ikterus -/-



-



Pupil : isokor, diameter + 3 mm/3 mm RCL (+), RCTL (+)



-



Mulut : Hiperemis (-), Ulkus (-), Lidah kotor (-), tonsilofaringitis (-)



: Warna hitam, Rontok (-), tidak mudah dicabut



Leher : -



KGB : Limfadenopati (-)



-



Tiroid : Simetris, mengikuti gerakan menelan, pembesaran (-)



-



JVP



-



Massa Lain



: R5 + 2 cm H2O : Tidak ada



Dada :  Paru-paru : - Inspeksi



: Simetris kiri dan kanan, Retraksi dinding dada (-)



- Palpasi



: Vocal premitus Sama pada dada kanan dan kiri, nyeri



tekan(-) krepitasi (-), massa (-) - Perkusi



: sonor kedua Lapang Paru kanan



- Auskultasi



: Vesikuler +/+, Rh -/- Wh -/-



 Jantung : - Inspeksi



: Ictus cordis tidak terlihat



- Palpasi



: Ictus cordis tidak teraba



- Perkusi



: - Batas kanan atas SIC II linea parasternalis dextra



- Batas kanan bawah SIC IV Linea parasternalis dextra - Batas kiri atas SIC II linea parasternalis sinistra - Batas kiri bawah SIC VI linea midclavicula sinistra - Auskultasi



: Bunyi jantung I/II regular, bising (-) Gallop (-)



 Abdomen : - Inspeksi



: Kesan cembung, distensi (+)



- Auskultasi



: Peristaltik (+), kesan menurun



- Perkusi



: Tympani (+)



- Palpasi



: Defans muscular (+), Nyeri tekan lepas.



 Anggota gerak :







-



Atas: akral hangat (+/+) edema (-/-), tidak ada hambatan gerak



-



Bawah : akral hangat (+/+) edema (-/-), tidak ada hambatan gerak



Hasil Laboratorium



FAAL HATI DARAH LENGKAP (11 Oktober 2017) ( 11 Oktober 2017) SGOT 12 U/L SGPT WBC







NILAI RUJUKAN 0-35



3 3 14 U/L 20,3 x 10 /mm



0-45



4,8-10,8



RBC



3.4 x 106/mm3



4,7-6.1



HGB



9,4 g/dl



14-18



HCT



26,3 %



42-52



P-LCR



10,1 %



15-25



87,8 %



40-74



PLT



349 x 103/mm3



150-450



LYM



6,2%



19-48



GLUKOSA SEWAKTU



108



80-199 mg/dl



Hasil Laboratorium NEUT







NILAI RUJUKAN



Hasil laboratorium PEMERIKSAAN DARAH LED I 4 LED II 7



NILAI RUJUKAN L : 0-10; P : 0-20 mm3/ jam







Pemeriksaan Urine No



Pemeriksaan Urin



Hasil



Nilai Rujukan



1.



PH



6,5



4,8-8,0



2.



BJ



1,010



1,003-1,022



3.



PROTEIN



Negatif



Negatif



4.



Reduksi



Negatif



Negatif



5.



UROBILINOGEN



Negatif



Negatif



6.



BILIRUBIN



Negatif



Negatif



7.



KETON



Negatif



Negatif



8.



NITRIT



Negatif



Negatif



9.



BLOOD



Negatif



Negatif



10.



LEUKOSIT



Negatif



Negatif



11.



VITAMIN C



Negatif



12.



SEDIMEN LEUKOSIT



1-2



0-5



ERITROSIT



0-1



0-3



KRISTAL Ca.OXALAT GRANULA



Negatif



Negatif



Negatif



Negatif



EPITEL SEL







+



Negatif



HYFA



Negatif



Negatif



AMOEBA



Negatif



Negatif



Hasil USG







Hasil Foto BNO 3 Posisi







Foto Thorax PA







RESUME -



Pasien laki-laki usia 46 tahun MRS dengan keluhan nyeri abdomen sejak 3 hari yang lalu. Nyeri dirasakan terus menerus dan dirasakan diseluruh bagian abdomen. Keluhan diawali dengan demam naik turun sejak 5 hari yang lalu. Setelah itu pasien mengeluhkan nyeri uluh hati yang semakin lama semakin bertambah dan nyeri menjalar ke abdomen bagian bawah. Nyeri dirasakan semakin memberat dan terus menerus sehingga menyebabkan pasien sulit tidur. Nausea (+), vomiting (-). Pasien juga mengeluh konstipasi yang dirasakan 4 hari yang lalu, flatus (-), menurut pasien, sebelumnya pasien BAB seperti biasa. Penurunan BB dalam kurun waktu 3 bulan terakhir (-). Cephalgia (-), pusing (-), BAK lancar seperti biasanya. Riwayat DM (-), riwayat HT (-), riwayat terpapar penderita TB tidak diketahui, riwayat batuk lama (-), riwayat alergi (-), riwayat Trauma (-), riwayat OAT (-), riwayat Operasi sebeumnya (-). Tanda vital : TD : 120/80, N : 78 x/m, R : 20 x/m. S : 36,8oC. Fisis : wajah pucat (+), anemsis +/+, inspeksi perut cembung (+), auskultasi



peristaltik (+), perkusi tympani kesan menurun (+), palpasi defans muscular (+), nyeri tekan lepas. Pemeriksaan Penunjang RBC 3.4 x 106/mm3, WBC 20,3 x 103/mm3, HGB 9,4 g/dl, HCT 26,3 %, P-LCR 10,1%, NEUT 87,8%, PLT 349 x 103/mm3, LYM 6,2%, GDS 108 mg/dl.







DIAGNOSIS



-



Kolik Abdomen ec Susp. Peritonitis TB







TERAPI Non Medikamentosa:



-



Tirah baring Medikamentosa:



-



IVFD RL 20 tpm



-



Inj. Cefoperazone sulbactam 1gr/12jam/iv



-



Inj. Omeprazole 1 amp/12 jam/iv



-



Tramadol Drips



-



Pemasangan NGT



-



Terapi bedah : bedah terbuka/ laparoskopi



IV. KESIMPULAN Peritonitis tb adalah inflamasi dari peritoneum (lapisan serosa yang menutupi rongga abdomen dan organ- organ abdomen didalamnya). Suatu bentuk penyakit akut dan merupakan kasus bedah darurat. Diagnosis dan terapi peritonitis tb dilakukan dengan anamnesa yang jelas, evaluasi cairan peritoneal, dan tes diagnostik tambahan. Prognosis tergantung dari umur penderita, penyebab, ketepatan dan keefektifan terapi.



DAFTAR PUSTAKA 1. Sutadi,Maryani.S. 2003. Tuberkulosis Peritoneal. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara. 2. Lazarus, AA., Thilagar,B. 2007. Abdominal Tuberculosis. United States Government. Dis Mon ;53:32-38. 3. Joseph, D.Boss.,et.al. 2012. TB Peritonitis Mistaken for Ovarian Carcinomatosis Based on an Elevated CA-125. Case Reports in Medicine. Hindawi publishing Corporation. 4. Vogel.,et.al. 2008. Tuberculous Peritonitis in a German patient with Primary Billiary Cirrhosis. Journal of Medical Case Reports, 2:32. BioMed Central Ltd. Available at http://www.jmedicalcasereports.com/content/2/1/32. Di unduh pada tanggal 6 juni 2012. 5. Chong, VH., Rajendran, N. 2005. Tuberculosis Peritonitis in Negara Brunai Darussalam. Original Article. Annals Academy of Medicine Singapore ; 34 (9) p 548-52. 6. Akin,Tarim.,et.al.2000. Diagnostic Tools For Tuberculous Peritonitis. The Turkish Journal of Gastroenterology ; 11(2) p 162-65. 7. Chow,MK.,et.al 2001. Tuberculous Peritonitis-Associated Mortality is High among Patients Waiting for the Results of Mycobacterial Cultures of Ascitic Fluid Sampels. Oxford Journals of Clinical Infectious ; 35 (4) p 409-13.



Available at http://cid.oxfordjournals.org/content/35/4/409.full. Di unduh pada tanggal 6 juni 2012 8. Hu Leun-Ming.,et.al. 2009. Abdominal Tuberculosis : Analysis of Clinical Features and Outcome of Adult Patients in Southern Taiwan. Journal of Medical Chang Gung ; 32 (5) p 509-15. 9. Akpolat,Tekin. 2009. Tuberculosis Peritonitis. Peritoneal Dyalisis International Istanbul,Turkey ;29 (2) p 166-69. 10. Manaf,Abdul.,et.al. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Departemen Kesehatan Republik Indonesia ; 2 (1) p. 13. 11. Anonym.2007. Tuberculosis : A Radiologic Review. Radiographics The Journal of Continuing Medical Education in Radiology ; 27 (5) p.125573.Available at http://radiographics.rsna.org/content/27/5/1255/F32.expansion.html. Di unduh pada tanggal 6 juni 2012. 12. Anonym.2007.Greater and Lesser Omenta :Normal Anatomy and Pathologic Processes. Radiographics The Journal of Continuing Medical Education in Radiology ; 27 (3) p.3707-720.Available at http://radiographics.rsna.org/content/27/3/707/F8.expansion.html. Di unduh pada tanggal 6 juni 2012. 13. Anonym.2009. TB Peritonitis on Laparascopy. Naugatuck Valley Gastroenterology Consultans. Available at http://planetgi.com/worxcms_published/atlas_abnormal_gallery_page309.sht ml. Di unduh pada tanggal 6 juni 2012. 14. Adiatma YT.,et.al. IPD’s CIM 1st Edition: Tuberkulosis. Pt Medinfocomm Indonesia. Jakarta. 15. Kartalis G.2005. Peritoneal Tuberculosis. Annals of Gastroenterology 18 (3):325-329. Available at http://www.annalsgastro.gr/files/journals/1/articlessos/335/submission/origina l/335-1538-1-SM.pdf 16. Heller M.2014. Peritoneal Tuberculosis. Available at https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4861862/ 17. Bolognesi D.2013. Complicated and delayed diagnosis of tuberculosis peritonitis. Available at https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3700482/