Peritonitis TB [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS LABORATORIUM ILMU BEDAH



Peritonitis Tuberkulosis Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya



Oleh: Dedy murianto 207.121.0020 Pembimbing : Dr. Amukti Wahana Sp.B



KEPANITERAAN KLINIK MADYA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG RSUD KANJURUHAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG 2014 1



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kepada penyusun sehingga Laporan Kasus Laboratorium Ilmu Bedah yang berjudul “peritonitis tuberculosa” ini dapat terselesaikan sesuai harapan. Tujuan penyusunan laporan kasus ini adalah untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Madya serta guna menambah ilmu pengetahuan mengenai permasalahan di bidang penyakit bedah saraf khususnya peritonitis tuberculosa. Penyusun menyampaikan terima kasih kepada pembimbing kami, dr.Amukti Wahana Sp.B. atas segenap waktu, tenaga dan pikiran yang telah diberikan kepada kami selama proses pembuatan laporan kasus ini. Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini belumlah sempurna. Untuk itu, saran dan kritik dari para dosen dan pembaca sangat diharapkan demi perbaikan laporan ini. Atas saran dan kritik dosen dan pembaca, penyusun ucapkan terima kasih. Semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi dosen, penyusun, pembaca serta rekan-rekan lain yang membutuhkan demi kemajuan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran.



Penyusun Dedy murianto



DAFTAR ISI



2



Judul Kata Pengantar .........................................................................................................i Daftar Isi .................................................................................................................ii BAB I : Pendahuluan Rumusan masalah ....................................................................................................1 Tujuan.......................................................................................................................1 Manfaat....................................................................................................................2 BAB II : Status Penderita Identitas Penderita....................................................................................................6 Anamnesa.................................................................................................................6 Anamnesa Sistem.....................................................................................................6 Pemeriksaan Fisik....................................................................................................7 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................................12 Resume...................................................................................................................13 Diagnosis................................................................................................................14 Penatalaksanaan.....................................................................................................16 BAB III : Tinjauan Pustaka Anatomi .................................................................................................................17 Peritonitis tuberculosa……………………………………….………………….,.20 BAB VI : Penutup Kesimpulan ...........................................................................................................26 Saran ……………………………………………………………………………..26 Daftar Pustaka.........................................................................................................27



BAB I I.I Pendahuluan



3



Menurut WHO, angka kejadian tuberkulosis paru di seluruh dunia diperkirakan mencapai 1,9 miliar manusia, atau sepertiga jumlah penduduk dunia. Di Indonesia, diperkirakan jumlah penderita tuberkulosis mencapai 550.000 orang per tahun. Peritonitis tuberkulosa yang biasanya diderita oleh wanita muda, ditemukan pada 0,1-3,5% penderita tuberkulosis paru. Gejala klinik peritonitis tuberkulosa biasanya berupa anoreksia dan pembesaran perut akibat asites. Demam, penurunan berat badan, nyeri perut kronik, serta diare sering ditemukan pada penderita peritonitis tuberkulosa Pemeriksaan fisik penderita peritonitis tuberkulosa tergantung pada tipenya. Ada tiga macam peritonitis tuberkulosa, yakni: Tipe eksudatif (tipe basah) Tipe adesif (tipe kering) Tipe fiksasi fibrotik Pada tipe basah, ditemukan pekak alih yang menandakan asites. Pada tipe kering, ditemukan perabaan seperti adonan kue (doughy abdomen).Sedangkan pada tipe fiksasi fibrotik, ditemukan massa saat palpasi abdomen yang berasal dari bersatunya beberapa lengkung usus akibat perlengketan/fibrosis.Gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium pada penderita peritonitis tuberkulosa tidaklah khas. Oleh karena itu, diagnosis peritonitis tuberkulosa sulit ditegakkan tanpa pemeriksaan penunjang yang invasif. Laparoskopi direk dan biopsi peritoneum sering diperlukan untuk menegakan diagnosis pasti dari peritonitis tuberkulosa.Terapi peritonitis tuberkulosa meliputi: rifampisin, isoniazid,pirazinamid, dan etambutol selama dua bulan pertama, diikuti dengan rifampisin dan isoniazid selama tujuh bulan berikutnya. Steroid ditambahkan untuk mencegah perlengketan antara usus. I.2 Rumusan Masalah Bagaimana aspek epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gambaran klinis, penegakan diagnosa, penatalaksanaan serta prognosis dari penderita peritonitis tuberculosa? 1.3 Tujuan



4



Laporan kasus ini dibuat untuk membahas aspek epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gambaran klinis, penegakan diagnosis, penatalaksanaan serta prognosis dari penderitaperitonitis tuberkulosa. I.4 Manfaat Dengan adanya laporan kasus ini diharapkan dapat diperoleh penjelasan mengenai epidemiologi, etiologi, gambaran klinis, patofisiologi, penegakan diagnosis, penatalaksanaan serta prognosis dari penderita peritonitis tuberkulosa



BAB II



5



STATUS PASIEN I.IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Status Agama Alamat Pekerjaan No rek Masuk RSUD KPJ



: Tn D. : 26 thn : Laki-laki : Menikah : Islam : kepanjen : Wiraswasta :354713 : 3 Agustus 2014



II. KELUHAN UTAMA Pasien datang dengan keluhan nyeri pada perut III. ANAMNESA Autoanamnesa dan alloanamnesa pada tanggal 4 Agutus 2014. A. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RSUD kepanjen dengan keluhan sakit di seluruh perut sejak 2 hari SMRS. Pasien mengaku sakit perut sudah berlangsung sejak ± 2 bulan yang lalu dan semakin lama semakin parah terutama sejak 2 hari SMRS setelah dipijat di tukang urut. Sakit perutnya terjadi tiba-tiba dan terus-menerus, sakit dirasakan seperti mules di seluruh perut. Pasien mengaku hanya BAB 3x dalam 2 minggu terakhir tetapi bias kentut. Selain itu pasien turut mengeluhkan terdapat mual muntah, muntah terjadi selepas tiap kali makan sehingga kurang asupan makanan tetapi pasien masih dapat minum. Sakit perut turut disertai dengan demam dan perut kembung. Pasien menyangkal terdapatnya keluhan nyeri ulu hati tetapi terdapat sesak nafas sejak 1 hari SMRS. pasien Pasien mengaku berat badan semakin turun sejak berapa bulan ini. Pasien sering berkeringat malam hari tanpa penyebab yang jelas. Pasien pernah batuk lama lebih dari tiga minggu dan pernah batuk di sertai darah pasien tp pasien tidak pernah memeriksakan diri untuk keluhan batuknya



6



B. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Penyakit Diabetes Melitus



: disangkal



Penyakit Asma



: disangkal



Penyakit Hipertensi



: disangkal



Penyakit Alergi



: disangkal



Operasi sebelumnya



: disangkal



Kecelakaan sebelumnya



: disangkal



C. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA Diabetes Melitus tidak ada, asma tidak ada, hipertensi disangkal. D. RIWAYAT PRIBADI dan SOSIAL EKONOMI Pasien adalah seorang laki-laki berumur 26 tahun dengan status gizi kurang, merokok dan tidak ada riwayat menggunakan obat-obatan terlarang. Pasien mempunyai status ekonomi menegah ke bawah IV. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Keadaan Umum



: Tampak sakit ringan



Kesadaran



: Apatis



Tekanan Darah



: 110/60mmHg



Nadi



: 88x /menit



Pernafasan



: 60x /menit



Suhu



: 37oC



7



Status Emosi



: Kesakitan



Status Gizi



: Kurang



Bentuk badan



: Habitus Atelektikus



Cara berbaring dan mobilitas : Pasif



KULIT Warna Lesi Rambut Turgor Keringat



: Kuning langsat, pucat, tidak ikterik dan tidak terdapat hipopigmentasi maupun hiperpigmentasi. : Tidak terdapat lesi primer seperti macula, papul vesikula, pustule maupun lesi sekunder seperti jaringan parut atau keloid pada bagian tubuh yang lain. : Tumbuh rambut pada permukaan kulit. : Baik : Normal



KEPALA Ekspresi wajah : Ekspresif. Simetri wajah : Simetris. Nyeri tekan sinus : Tidak terdapat nyeri tekan sinus. Pertumbuhan rambut : Normal, tidak mudah dicabut, distribusi merata, warna  



hitam. Pembuluh darah Deformitas



: Tidak terdapat pelebaran pembuluh darah. : Tidak terdapat deformitas



MATA    



Bentuk wajah Eksoftalmus Endoftalmus Gerakan



: Simetris. : Tidak ada. : Tidak ada. : Normal tidak terdapat strabismus, deviasi maupun



nistagmus.



8



   



Kelopak Pupil Konjungtiva Sklera



: Normal, tidak terdapat ptosis, edema. : OD dan OS isokor, RCL +/+, RTCL +/+ : Anemis +/+ : Tidak ikterik.



TELINGA  



Daun telinga Liang telinga



 



Membran tympani Nyeri proc mastoid



: Normal, tofi (-) : Kulit tidak hiperemis, tidak terdapat serumen, cairan (-), darah (-). : Intak. : Tidak ada.



HIDUNG    



Bagian luar Septum Mukosa hidung Cavum nasi



: Normal, tidak terdapat deformitas. : Terletak ditengah dan simetris. : Tidak hiperemis, konka nasalis eutrofi : Perdarahan (-)



MULUT DAN TENGGOROK     



Bibir Gigi-geligi Lidah Arcus faring Bau nafas



: Tidak pucat tidak sianosis. : Jumlah lengkap. : Normoglosia. : Tenang, tidak hiperemis. : Tidak halitosis.



LEHER  



Kelenjar tiroid Trakea



: Tidak membesar, mengikuti gerakan, simetris. : Di tengah.



KELENJAR GETAH BENING  



Leher Aksila



: Tidak terdapat pembesaran KGB di leher. : Tidak terdapat pembesaran KGB di aksila



9







Inguinal



: Tidak terdapat pembesaran KGB di inguinal.



THORAX  Paru depan i. Inspeksi a. Kulit b. Dada dalam keadaan statis c. Dada dalam keadaan dinamis



: Tidak terdapat spider nevi, memar (-) : Bentuk normal, simetris. : Pernafasan abdominothoralkal, tidak ada bagian yang tertinggal saat bernafas.



ii. Palpasi a. Vokal fremitus : Simetris pada kedua hemitorak. iii. Perkusi a. Perkusi seluruh lapang paru : Sonor pada kedua hemitorak. b. Batas paru hati : ICS 7 midclavicula kanan. c. Peranjakan hati : 2 jari. d. Batas paru lambung : ICS 6 garis aksilaris anterior kiri. iv. Auskultasi a. Bunyi nafas : Suara nafas vesikuler pada kedua paru. b. Bunyi nafas tambahan : Terdapat suara tambahan ronki. Paru belakang 1. Inspeksi Tidak terdapat jaringan parut dan deformitas tulang. ii. Palpasi Vokal fremitus simetris pada kedua hemithorak iii. Perkusi Batas paru belakang kanan thorakal 9 Batas paru belakang kiri thorakal 10 iiii. Auskultasi Bunyi nafas : Suara nafas vesikuler pada kedua paru. Bunyi nafas tambaan : Terdapat ronki di kedua lapang paru.  Jantung i. Inspeksi Iktus kordis : Terlihat ii. Palpasi Iktus kordis : Teraba 1 jari linea midklavikula kiri, ICS 5 iii. Perkusi Batas jantung kanan : linea sternalis kanan ICS 4 Batas jantung kiri : linea midklavikula ICS 5 Batas atas jantung : Garis sternalis kiri ICS 3 iv. Auskultasi Bunyi jantung : S1 S2 reguler Bunyi tambahan : Tidak terdapat mur-mur dan gallop.



10



ABDOMEN (LIHAT STATUS LOKALIS) EKSTRIMITAS  



Ekstrimitas atas Utuh, tidak terdapat memar dan luka, akral hangat, tidak oedem Ekstrimitas bawah Utuh, tidak terdapat memar dan luka, akral hangat, tidak oedem STATUS LOKALIS



 o o o



Inspeksi Simetris Bentuk Kelainan kulit



o Pelebaran vena  o o o o o  o o



Palpasi Nyeri tekan Defens muskular Hati Limpa Ballotemen Perkusi Abdomen Nyeri ketok



: Abdomen simetris : Tampak membuncit : Tidak terdapat jaringan parut, striae dan kelainan kulit : Tidak terdapat pelebaran vena.



: Di seluruh lapangan abdomen. : Terdapat defens muskular. : Tidak dapat dinilai. : Tidak dapat dinilai. : Tidak dapat dinilai.



 Auskultasi o Bising usus



: Timpani : Terdapat nyeri ketok pada seluruh lapangan abdomen : Negatif



V. PEMERIKSAN PENUNJANG A. LABORATORIUM Pemeriksaan Hematologi Rutin Leukosit



: 22000 /ul



(5.000-10.000)



Hemoglobin



: 10.5 g/dl



(P:14-18, W:12-16)



Hematokrit



: 31 %



(P:43-51, W:38-46)



11



Trombosit



: 722.000 ribu/mm3 (150-400)



Pemeriksaan Faal Hati: SGOT



: 22 µu/dl



SGPT



: 18 µu/dl



Pemeriksaan Faal Ginjal: Ureum



: 47 mg/dl



Kreatinin



: 0.77 mg/dl



Pemeriksaan Kimia Darah Glukosa sewaktu



: 140 mg/dl



Elektrolit : Natrium (Na)



: 127 mmol/L



Kalium (K)



: 3.8 mmol/L



Clorida (Cl)



: 89 mmol/L



VI. RESUME Seorang laki-laki, 26 tahun datang dengan keluhan nyeri di seluruh lapangan abdomen sejak ± 2 bulan yang lalu dan semakin parah sejak 2 hari SMRS setelah pijat. Nyeri terus-menerus disertai mual muntah selepas makan, demam, perut kembung dan hanya bisa BAB 3x dalam 2 minggu terakhir. Sesak nafas dirasakan sejak 1 hari SMRSpasien Pasien mengaku berat badan semakin turun sejak berapa 12



bulan ini. Pasien sering berkeringat malam hari tanpa penyebab yang jelas. Pasien pernah batuk lama lebih dari tiga minggu dan pernah batuk di sertai darah pasien tetapi pasien tidak pernah memeriksakan diri untuk keluhan batukny. Pemeriksaan fisik: TD 110/60 mmHg, N 88x/menit, S 377C, RR 60x/menit. Mata CA(+/+), abdomen : inspeksi tampak buncit, palpasi DM(+) , NT (+), BU (-). Laboratorium Hb 10.5 g/dl, Leukosit 22ribu/ul, Trombosit 722ribu/ul, GDS :140 mg/dl, Na 127 mmol/L, Cl



:



:89 mmol/L



VII. DIAGNOSIS KERJA Suspek peritonitis etc tuberculosis VIII. DIAGNOSIS BANDING Ileus obstruksi. ileus paralitik IX. PLANING 



Diagnosis :



o Laboratorium : Pemeriksaan darah lengkap ( Hb, leukosit, LED, diff count), CRP, cek BTA sputum.Mantox test o Rontgen : X-foto thorax dan abdomen o USG abdomen 



Terapi :



o Non Operatif 



Medikamentosa



-



Pemberian Cairan ( Ringer Laktat 20 tpm )



-



Cefotaxime



-



Ketorolac



-



Pengobatan OAT







Non Medikamentosa



13



-



Menjelaskan kepada penderita dan keluarga penderita bahwa penderita mengalami infeksi pada bagian perut.



-



Menjelaskan tentang perlunya foto rontgen untuk melihat letak sumber infeksi dan derajat infeksi.



-



Menjelaskan mengenai komplikasi yang mungkin terjadi.



-



Menjelaskan kepada penderita untuk perlunya nutrisi yang adekuat untuk menunjang proses penyembuhannya.



-



Konsul ke bagian paru.



o Operatif 



Exploratory laparotomy



PERBAHASAN KASUS Pada kasus ini ditegakkan diagnosa



Suspek peritonitis et cause TB



berdasarkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan dibantu oleh hasil pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa didapatkan pasien mengeluhkan terdapatnya nyeri perut yang berterusan sejak 2 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan seperti mules dan tidak



14



dinyatakan terdapat nyeri yang spesifik disesuatu region di perut yang dapat merujuk kepada diagnosa seperti appendik dan sebagainya. Selain itu pasien turut mengeluhkan terdapatnya keluhan-keluhan lain seperti perut kembung, anoreksia, dan konstipasi yang mendukung adanya keterlibatan kelainan usus. Pasien turut mengeluhkan terdapat demam yang menunjukkan adanya suatu proses inflamasi. Adanya riwayat Keluhan batuk yang lebih dari tiga minggu. keringat di malam hari tanpa penyebab yang jelas dan adanya dirasa penurunan berat badan. Yang merupakan cirri khas pada pasien TB,Pasien juga berasa sesak nafas akibat dari tekanan intraabdomen meningkat yang mendorong diafragma sehingga berasa sesak nafas. Riwayat TB paru dan keluarag yang menderita TB tidak ditanyakan. Dari pemeriksaan fisik yang mendukung didapatkan anemis tanpa adanya perdarahan yang menunjukkan pasien menderita penyakit yang kronis. Pada status lokalis didapatkan perut yang terlihat buncit, defens muscular, nyeri pada seluruh lapang abdomen, dan bising usus yang negatif menunjukkan pasien telah mengalami peritonitis. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 10.5g/dl, leukosit 22ribu/ul, LED 38 mm/jam, Na 127 mmol/L, Cl 89 mmol/L GDS 140 mg/dl dan yang terutama pada USG abdomen didapatkan gambaran asites. Penatalaksanaan darurat yang dilaksanakan pada kasus ini berupa laparatomi ekplorasi menurut saya suatu tindakan yang sudah benar berdasarkan terdapatnya perforasi, obstruksi dan asites yang berkemungkinan berupa nanah yang harus dikeluarkan dengan segara untuk mengelakkan pasien dari menjadi sepsis dan untuk laparatomi diagnostic dengan mengambil cairan asites dan dilakukan pemeriksaan laboratorium. BAB III Tinjauan Pustaka ANATOMI Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Dibagian belakang struktur ini melekat pada tulang belakang sebelah atas pada iga,



15



dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri dari berbagai lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kuitis dan sub kutis, lemak sub kutan dan facies superfisial (facies skarpa ), kemudian ketiga otot dinding perut m. obliquus abdominis eksterna, m. obliquus abdominis internus dan m. transversum abdominis, dan akhirnya lapis preperitoneum dan peritoneum, yaitu fascia transversalis, lemak preperitonial dan peritoneum. Otot di bagian depan tengah terdiri



dari sepasang otot rektus abdominis dengan fascianya



yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba.Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi peritoneum.Lapisan peritoneum dibagi menjadi 3, yaitu: 1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa). 2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis. 3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.



16



Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis kanan kiri saling menempel dan membentuk suatu lembar rangkap yang disebut duplikatura. Dengan demikian baik di ventral maupun dorsal usus terdapat suatu duplikatura. Duplikatura ini menghubungkan usus dengan dinding ventral dan dinding dorsal perut dan dapat dipandang sebagai suatu alat penggantung usus yang disebut mesenterium. Mesenterium dibedakan menjadi mesenterium ventrale dan mesenterium dorsale. Mesenterium ventrale yang terdapat pada sebelah kaudal pars superior duodeni kemudian menghilang. Lembaran kiri dan kanan mesenterium ventrale yang masih tetap ada, bersatu pada tepi kaudalnya. Mesenterium setinggi ventrikulus disebut mesogastrium ventrale dan mesogastrium dorsale. Pada waktu perkembangan dan pertumbuhan, ventriculus dan usus mengalami pemutaran. Usus atau enteron pada suatu tempat berhubungan dengan umbilicus dan saccus vitellinus.



Hubungan



ini



membentuk



pipa



yang



disebut



ductus



omphaloentericus.Usus tumbuh lebih cepat dari rongga sehingga usus terpaksa berbelok-belok dan terjadi jirat-jirat. Jirat usus akibat usus berputar ke kanan sebesar 270° dengan aksis ductus omphaloentericus dan a. mesenterica superior masing-masing pada dinding ventral dan dinding dorsal perut. Setelah ductus omphaloentericus menghilang, jirat usus ini jatuh kebawah dan bersama mesenterium dorsale mendekati peritoneum parietale. Karena jirat usus berputar bagian usus disebelah oral (kranial) jirat berpindah ke kanan dan bagian disebelah anal (kaudal) berpindah



ke kiri dan keduanya mendekati peritoneum



parietale.Pada tempat-tempat peritoneum viscerale dan mesenterium dorsale mendekati peritoneum dorsale, terjadi perlekatan. Tetapi, tidak semua tempat terjadi perlekatan. Akibat perlekatan ini, ada bagian-bagian usus yang tidak mempunyai alat-alat penggantung lagi, dan sekarang terletak disebelah dorsal peritoneum sehingga disebut retroperitoneal. Bagian-bagian yang masih mempunyai alat penggantung terletak di dalam rongga yang dindingnya dibentuk oleh peritoneum



17



parietale, disebut terletak intraperitoneal. Rongga tersebut disebut cavum peritonei, dengan demikian:  Duodenum terletak retroperitoneal;  Jejenum dan ileum terletak intraperitoneal dengan alat penggantung mesenterium;  Colon ascendens dan colon descendens terletak retroperitoneal;  Colon transversum terletak intraperitoneal dan mempunyai alat penggantung disebut mesocolon transversum; 



Colon



sigmoideum



terletak



intraperitoneal



dengan



alat



penggatung



mesosigmoideum;  cecum terletak intraperitoneal;  Processus vermiformis terletak intraperitoneal dengan alat penggantung mesenterium. Di berbagai tempat, perlekatan peritoneum viscerale atau mesenterium pada



peritoneum parietale tidak sempurna, sehingga terjadi



cekungan-cekungan di antara usus (yang diliputi oleh peritoneum viscerale) dan peritoneum parietale atau diantara mesenterium dan peritoneum parietale yang dibatasi lipatan-lipatan. Lipatan-lipatan dapat juga terjadi karena di dalamnya berjalan pembuluh darah. Dengan demikian di flexura duodenojejenalis terdapat plica duodenalis superior yang membatasi recessus duodenalis superior dan plica duodenalis inferior yang membatasi resesus duodenalis inferior.Pada colon descendens terdapat recessus paracolici. Pada colon sigmoideum terdapat recessus intersigmoideum di antara peritoneum parietale dan mesosigmoideum.Stratum circulare coli melipat-lipat sehingga terjadi plica semilunaris. Peritoneum yang menutupi colon melipat-lipat keluar diisi oleh lemak sehingga terjadi bangunan yang disebut appendices epiploicae. Dataran peritoneum yang dilapisis mesotelium, licin dan bertambah licin karena peritoneum mengeluiarkan sedikit cairan. Dengan demikian peritoneum dapat disamakan dengan stratum synoviale di persendian. Peritoneum yang licin ini memudahkan pergerakan alat-alat intra peritoneal satu terhadap yang lain.



18



Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf autonom dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan.Dengan demikian sayatan atau penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa dirasakan oleh pasien. Akan tetapi bila dilakukan tarikan atau regangan organ, atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot yang menyebabkan iskemia misalnya pada kolik atau radang seperti apendisitis, maka akan timbul nyeri. Pasien yang merasakan nyeri viseral biasanya tidak dapat menunjuk dengan tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan



seluruh



telapak



tangannya



untuk



menujuk



daerah



yang



nyeri.Peritoneum parietale dipersarafi oleh saraf tepi, sehingga nyeri dapat timbul karena adanya rangsang yang berupa rabaan, tekanan, atau proses radang. Nyeri dirasakan seperti seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat menunjukkan dengan tepat lokasi nyeri.Area permukaan total peritoneum sekitar 2 meter, dan aktivitasnya konsisten dengan suatu membran semi permeabel. Cairan dan elektrolit kecil dapat bergerak kedua arah.



TINJAUAN PUSTAKA PERITONITIS TUBERKULOSIS



A. Definisi Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau visceral yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, dan terlihat penyakit ini juga sering mengenai seluruh peritoneum, alat-alat system gastrointestinal, mesenterium dan organ genetalia interna.



19



Penyakit ini jarang berdiri sendiri dan biasanya merupakan kelanjutan proses tuberkulosa di tempat lain terutama dari tuberkulosa paru, namun sering ditemukan bahwa pada waktu diagnosa ditegakkan proses tuberkulosa di paru sudah tidak kelihatan lagi. Hal ini bisa terjadi karena proses tuberkulosa di paru mungkin sudah menyembuh terlebih dahulu sedangkan penyebaran masih berlangsung di tempat lain. Karena perjalanan penyakitnya yang berlangsung secara perlahan-lahan dan sering tanpa keluhan atau gejala yang jelas maka diagnosa sering tidak terdiagnosa atau terlambat ditegakkan. Tidak jarang penyakit ini mempunyai keluhan menyerupai penyakit lain seperti sirosis hati atau neoplasma dengan gejala asites yang tidak terlalu menonjol.



B. Insidensi Tuberkulosis peritoneal lebih sering dijumpai pada wanita disbanding pria dengan perbandingan 1,5:1 dan lebih sering decade ke 3 dan 4. Tuberkulosis peritoneal dijumpai 2% dari seluruh Tuberkulosis paru dan 59,8% dari tuberculosis Abdominal. Di Amerika Serikat penyakit ini adalah keenam terbanyak diantara penyakit extra paru sedangkan peneliti lain menemukan hanya 5-20% dari penderita tuberkulosis peritoneal yang mempunyai TB paru yang aktif. Pada saat ini dilaporkan bahwa kasus tuberculosis peritoneal di negara maju semakin meningkat dan peningkatan ini sesuai dengan meningkatnya insiden AIDS di Negara maju. Dia Asia dan Afrika dimana tuberculosis masih banyak dijumpai, tuberculosis peritoneal masih merupakan masalah yang penting. Manohar dkk 20



melaporkan di Rumah Sakit King Edward III Durban Afrika selatan menemukan 145 kasus tuberculosis peritoneal selamaperiode 5 tahun (1984-1988) sedangkan dengan cara peritonoskopi. Daldiono menemukan sebanyak 15 kasus di Rumah Sakit Cipto mangunkusumo Jakarta selama periode 1968-1972 dan Sulaiman di rumah sakit yang sama periode 1975-1979 menemukan sebanyak 30 kasus tuberkulosa peritoneal begitu juga Sibuea dkk melaporkan ada 11 kasus Tuberkulosis peritoneal di Rumah sakit Tjikini Jakarta untuk periode 1975-1977. sedangkan di Medan Zain LH melaporkan ada 8 kasus selama periode 1993-1995. C. Patogenesa Peritoneum dapat dikenai oleh tuberculosis melalui beberapa cara: 1. Melalui penyebaran hematogen terutama dari paru-paru 2. Melalui dinding usus yang terinfeksi 3. Dari kelenjar limfe mesenterium 4. Melalui tuba falopi yang terinfeksi Pada kebanyakan kasus tuberkulosis peritoneal terjadi bukan sebagai akibat penyebaran perkontinuitatum tapi sering karena reaktifasi proses laten yang terjadi pada peritoneum yang diperoleh melalui penyebaran hematogen proses primer terdahulu (infeksi laten “Dorman infection”). Seperti diketahui lesi tuberkulosa bisa mengalami supresi dan menyembuh. Infeksi masih dalam fase laten dimana ia bisa menetap laten selama hidup namun infeksi tadi bisa berkembang menjadi tuberkulosa pada setiap saat. Jika organism intrasseluler tadi mulai bermutiplikasi secara cepat. D. Patologi 21



Terdapat 3 bentuk peritonitis tuberkulosa : 1. Bentuk eksudatif Bentuk ini dikenal juga sebagai bentuk yang basah atau bentuk asites yang banyak, gejala menonjol ialah perut membesar dan berisi cairan (asites). Pada bentuk ini perlengketan tidak banyak dijumpai. Tuberkel sering dijumpai kecilkecil berwarna putih kekuning-kuningan milier, nampak tersebar di peritoneum atau pada alat-alat tubuh yang berada di rongga peritoneum. Disamping partikel yang kecil-kecil yang dijumpai tuberkel yang lebih besar sampai sebesar kacang tanah. Disekitar tuberkel terdapat reaksi jaringan peritoneum berupa kongesti pembuluh darah.



Eksudat dapat terbentuk cukup



banyak, menutupi tuberkel dan peritoneum sehingga merubah dinding perut menjadi tegang, Cairan asites kadang-kadang bercampur darah dan terlihat kemerahan sehingga mencurigakan kemungkinan adanya keganasan. Omentum dapat terkena sehingga terjadi penebalan dan teraba seperti benjolan tumor. 2. Bentuk adhesif Disebut juga sebagai bentuk kering atau plastik dimana cairan tidak banyak dibentuk. Pada jenis ini lebih banyak terjadi perlengketan. Perlengketan yang luas antara usus dan peritoneum sering memberikan gambaran seperti tumor, kadangkadang terbentuk fistel. Hal ini disebabkan karena adanya perlengketan-perlengketan. Kadang-kadang terbentuk fistel, hal ini disebabkan karena perlengketan dinding usus dan peritoneum parintel kemudian timbul proses necrosis. Bentuk ini



22



sering menimbulkan keadaan ileus obstruksi . Tuberkel-tuberkel biasanya lebih besar. 3. Bentuk campuran Bentuk ini kadang-kadang disebut juga kista, pembengkakan kista terjadi melalui proses eksudasi bersama-sama dengan adhesi sehingga terbentuk cairan dalam kantong-kantong perlengketan tersebut. Beberapa penulis menganggap bahwa pembagian ini lebih bersifat untuk melihat tingkat penyakit, dimana pada mulanya terjadi bentuk exudatif dan kemudian bentuk adhesive. Pemberian hispatologi jaringan biopsy peritoneum akan memperlihatkan jaringan granulasi tuberkulosa yang terdiri dari sel-sel epitel dan sel datia, langerhans, dan pengkejutan umumnya ditemukan. E. Gejala Klinis Gejala klinis bervariasi, pada umumnya keluhan dan gejala timbul perlahanlahan sampai berbulan-bulan, sering penderita tidak menyadari keadaan ini. Pada pemeriksaan fisik gejala yang sering dijumpai adalah asites, demam, pembengkakan perut, nyeri perut, pucat dan kelelahan, tergantung lamanya keluhan. Keadaan umum pasien bisa masih cukup baik sampai keadaan kurus dan kahexia, pada wanita sering dijumpai tuberkulosa peritoneum disertai oleh proses tuberculosis pada ovarium atau tuba, sehingga pada alat genital bisa ditemukan tanda-tanda peradangan yang sering sukar dibedakan dengan kista ovary. F. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Rongent : 23



Pemeriksaan sinar tembus pada system pencernaan mungkin dapat membantu jika didapat kelainan usus kecil atau usus besar



Gambaran foto rongent dengan kontras



Foto polos radiologi abdomen yang



barium yang menunjukkan gastric



menunjukkan diffuse calsifikasi mesenteric



tuberculose : Ultrasonografi



limfodenopati pada pasien TB



Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat dilihat adanya cairan dalam rongga peritoneum yang bebas atau terfiksasi (dalam bentuk kantong-kantong) menurut Rama & Walter B, gambaran sonografi tuberculosis yang sering dijumpai antara lain cairan yang bebas atau terlokalisasi dalam rongga abdomen, abses dalam rongga abdomen, masa didaerah ileosaecal dan pembesaran kelenjar limfe retroperitoneal, adanya penebalan mesenterium, perlengketan lumen usus dan penebalan omentum, mungkin bisa dilihat dan harus diperiksa dengan seksama. Mizzunoe dkk berhasil menggunakan USG sebagai alat Bantu biopsy secara tertutup dalam menegakkan diagnosa peritonitis tuberkulosa.



24



CT Scan : Pemeriksaan CT Scan untuk peritoneal tuberculosis tidak ada ditemui suatu gambaran yang khas, namun secara umum ditemui adanya gambaran peritoneum yang berpasir dan untuk pembuktiannya perlu dijumpai bersamaan dengan adanya gejala klinik dari tuberculosis peritoneal.



Rodriguez



membandingkan



E



dkk



tuberculosis



yang



peritoneal



melakukan



suatu



dengankarsinoma



penelitian peritoneal



yang dan



karsinoma peritoneal dengan melihat gambaran CT Scan terhadap peritoneum parietalis. Adanya peritoneum yang licin dengan penebalan yang minimal dan pembesaran yang jelas menunjukkan suatu peritoneum tuberculosis sedangkan adanya nodul yang tertanam dan penebalan peritoneum yang teratur menunjukkan suatu perintoneal karsinoma.



25



CT Scan abdomen pada pasien AIDS



CT Scan pada pasien HIV positif dengan



menunjukkan edematous jejunal loops



intra abdominal tuberculose



dan ekstensif limfodenopati yang



menunjukkan gambaran acites, omental



membuktikan adanya infeksi



thickening dan stranding mesentery



mycobakterium intercellulare



G. Pengobatan



Pada dasarnya pengobatan sama dengan pengobatan tuberculosis paru, obatobat seperti streptomisin, INH, Etambutol, Ripamficin dan pirazinamid memberikan hasil yang baik, dan perbaikan akan terlihat setelah 2 bulan pengobatan dan lamanya pengobatan biasanya mencapai sembilan bulan sampai 18 bulan atau lebih. Beberapa penulis berpendapat bahwa kortikosteroid dapat mengurangi perlengketan peradangan dan mengurangi terjadinya asites. Dan juga terbukti



bahwa



kortikosteroid



dapat



mengurangi



angka



kesakitan



dan



kematian,namun pemberian kortikosteroid ini harus dicegah pada daerah endemis dimana terjadi resistensi terhadap mikobakterium tuberculosis. Alrajhi dkk yang mengadakan penelitian secara retrospektif terhadap 35 pasien



dengan



tuberculosis



peritoneal



mendapatkan



bahwa



pemberian



kortikosteroid sebagai obat tambahan terbukti dapat mengurangi insidensi sdakit perut dan sumbatan pada usus. Pada kasus-kasus yang dilakukan peritonoskopi



26



sesudah pengobatan terlihat bahwa partikel menghilang namun di beberapa tempat masih dilihat adanya perlengketan.



Prognosis Peritonitis tuberkulosa jika dapat segera ditegakkan dan mendapat pengobatan umumnya akan menyembuh dengan pengobatan yang adequate.1 Kesimpulan 1. Peritonitis tuberkulosis biasanya merupakan proses kelanjutan tuberkulosa di tempat lain. 2. Gejala klinis bervariasi dan timbulnya perlahan-lahan sering terlambat didiagnosa. 3. Dengan pemeriksaaan diagnostic, laboratorium dan pemeriksaan penunjag lainnya dapat membantu menegakkan diagnosa. 4. Dengan penegakkan diagnosa yang tepat, dini dan pengobatan yang adequate biasanya pasien akan sembuh.



DAFTAR PUSTAKA 1. Zain LH. Tuberkulosis peritoneal. Dalam : Noer S ed. Buku ajar ilmu penyakit dalam Jakarta Balai penerbit FKUI, 1996: 403-6 2. Sulaiman A. Peritonitis tuberkulosa. Dalam : Sulaiman A, Daldiyono, Akbar N, Rani A Buku ajar gartroenterologi hepatologi Jakarta : Infomedika 1990: 456-61 3. Ahmad M. Tuberkulosis peritonitis : fatality associated with delayed diagnosis. South Med J 1999:92:406-408. 4. Sandikci MU,Colacoglus,ergun Y.Presentation and role of peritonoscopy and diagnosis of tuberculous peritonitis. J Gastroenterol hepato 1992;7:298-301 27



5. Manohar A,SimjeeAE,Haffejee AA,Pettengell E.Symtoms and investigative findings in year period.Gut,1990;31:1130-2 6. Marshall JB.Tuberculosis of the gastrointestinal tract and peritoneum,AMJ Gastroenterol 1993;88:989-99 7. Sibuea WH,Noer S,Saragih JB,NapitupuluJB.Peritonitis tuberculosa di RS DGI Tjikini (abstrak) KOPAPDI IV Medan; 1978:131 8. Zain LH.Peran analisa cairan asites dan serum Ca 125 dalam mendiagnosa TBC peritoneum Dalam : Acang N, Nelwan RHH,Syamsuru W ed.Padang : KOPAPDI X,1996:95 9. Spiro HM. Peritoneal tuberculosis : clinical gastroenterologi 4th ed New York ; Mc Graw hill INC 1993 : 551-2 10. Sulaiman A. Peritonisis tuberculosa dalam : Hadi S, Thahir G, Daldiyono, Rani A,Akbar N. Endoskopi dalam bidang Gastroentero Hepatologi Jakarta : PEGI 1980:265-70 11. Small Pm,Seller UM. Abdominal tuberculosis in : Strickland GT ed Hunters tropical medicine and emerging infection disease. 8th Philadelpia : WB Sounders Company 2000 : 503-4 12. Mc Quid KR,Tuiberculous peritonitis in : Tierny LM,Mc Phee SJ,Papadakis MA. Current medical diagnosis & treatment 38th London Prentice hall Internastional 1999 : 561-62 13. Lyche KD.Miscelaneous disease of the peritoneum & mesentery in : Grendell Jh,Mc Quaid KR, Friedman sl ed Current diagnosis & treatment tripod. Com/ejimunology/prviuous/jan 99/jan99-9.html



28