Refarat - Psikopatologi Gangguan Persepsi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PSIKOPATOLOGI GANGGUAN PERSEPSI PENDAHULUAN



Menurut WHO, sehat jiwa bermaksud orang yang merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan kehidupan, menerima orang lain sebagaimana adanya, dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Bagi seorang individu yang mengalami stres, akan timbul gejala gangguan jiwa atau tidak, tergantung dari kemampuan adaptasinya. Kemampuan adaptasi tidak sama pada setiap orang dan kemampuan ini ada batasnya. Gangguan jiwa akan tampak pada, ada fiksasi (yaitu adanya keterbatasan dalam aktualisasi diri), hilang atau berkurangnya fungsi – fungsi kejiwaan yang telah ada, tingkah laku regresif yang berulang dan adanya afek yang tidak semestinya. Gejala gangguan jiwa merupakan proses yang punya tujuan untuk defensif protektif, dan reparatif terhadap penyebab/akibat gangguan jiwa yang dapat mempengaruhi situasi kepribadian dan menimbulkan gejala – gejala klinis. Menurut PPDGJ gangguan jiwa terjadi ketika muncul hal-hal yang diantaranya: 



Timbul penderitaan secara fisik maupun psikis







Timbul ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari







Timbul gejala-gejala simtom klinis



Psikopatologi adalah satu cabang ilmu psikiatri yang mempelajari penyimpangan yang jelas tampak pada kesadaran, alam perasaan, pikiran, tingkah



1



laku dan pola reaksi total (kepribadian) terhadap berbagai masalah yang dihadapi. Psikopatologi adalah ilmu yang membahas tentang gangguan mental (mental ilness dan mental distress) dan perilaku abnormal/maladaptif yang mengindikasikan telah terjadinya gangguan mental dan psikologis pada diri seseorang. Psikopatologi paling sering digunakan dalam ilmu psikiatri dimana patologi tertentu menunjukkan suatu proses dari gangguan jiwa tertentu. Psikopatogi meliputi gangguan kepribadian, gangguan aspek motorik, gangguan persepsi, gangguan pikiran, gangguan afek, gangguan kesadaran, gangguan orientasi, gangguan memori dan gangguan inteligensi.8



PENGERTIAN



Persepsi adalah daya mengenal kualitas, hubungan serta perbedaan suatu benda



melalui



proses



mengamati,



mengetahui



dan



mengartikan,



setelah



pancainderanya mendapat rangsangan. Proses persepsi membutuhkan objek luar, rangsangan dan pancaindera (reseptor). Menurut Gibson (1989) persepsi adalah proses kognitif yang dipergunakan oleh individu untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya (terhadap objek). Gibson juga menjelaskan bahwa persepsi merupakan proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu. Oleh karena itu, setiap individu memberikan arti kepada stimulus secara berbeda meskipun objeknya sama. Menurut Young (1956),



persepsi



merupakan



aktivitas



mengindera,



mengintegrasikan dan memberikan penilaian pada objek-objek fisik maupun objek sosial, dan penginderaan tersebut tergantung pada stimulus fisik dan stimulus sosial yang ada di lingkungannya. Sensasi-sensasi dari lingkungan akan diolah bersama2



sama dengan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya baik hal itu berupa harapanharapan, nilai-nilai, sikap, ingatan dan lain-lain. Sedangkan menurut Wagito (1981) menyatakan bahwa persepsi merupakan proses psikologis dan hasil dari penginderaan serta proses terakhir dari kesadaran, sehingga membentuk proses berpikir. 1,2



Syarat terjadinya persepsi adalah adanya 



Objek, stimulus yang berasal dari luar individu dan pancaindera yang mana stimulus secara angsung mengenai saraf sensoris yang berkerja sebagai reseptor).







Adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk mengadakan persepsi 4



Persepsi melewati tiga proses, yaitu a. Proses fisik – objek  stimulus  reseptor atau alat indera b. Proses fisiologis – stimulus  saraf sensoris  otak c. Proses psikologis – Proses dalam otak sehingga individu menyadari stimulus yang diterima 4



Gambar 1: Proses terjadinya persepsi 4



3



Maka, gangguan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls dan stimulus eksternal. 4



KLASIFIKASI



Gangguan persepsi dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu,



1. Distorsi sensorik (sensory distortion) - keadaan dimana salah tafsir pancaindera akibat penyimpangan (distorsi) dalam menangkap rangsangan sensorik. Bentuk distorsi sensorik adalah berupa 6



a. Perubahan intensitas 



hiperestesia: merasakan suatu rangsangan sensorik secara berlebih







hipestesia: rangsangan sensorik dirasakan kurang



b. Perubahan kualitas c. Kualitas penilaian terhadap rangsangan sensorik berubah 



kloropsia: semua tampak hijau







xantopsia: semua tampak kuning







eritropsia: semua tampak merah



d. perubahan bentuk (dismegalopsia) 



mikropsia: benda – benda yang dilihat menjadi lebih kecil



4







makropsia: benda – benda yang dilihat menjadi lebih besar



2. Desepsi sensorik (sensory deception) - munculnya persepsi baru dengan atau tanpa objek luar. Munculnya persepsi baru dengan objek luar disebut sebagai ilusi, sedang apabila tanpa objek luar disebut halusinasi. 6



Ilusi



Ilusi adalah persepsi yang salah (misperception) atau interpretasi persepsi yang salah (misinterpretation) terhadap suatu stimulus sensorik eksternal yang nyata. Dalam arti lainnya, ilusi adalah suatu persepsi pancaindera yang disebabkan adanya rangsangan pancaindera yang ditafsirkan secara salah. Ilusi adalah interpretasi yang salah dari suatu rangsangan pada pancaindera.



Sebagai contoh, seorang penderita dengan perasaan yang bersalah, dapat menginterpretasikan suara gemerisik daun-daun sebagai suara yang mendekatinya. Ilusi sering terjadi pada saat terjadinya ketakutan yang luar biasa pada penderita atau karena intoksikasi, baik yang disebabkan oleh racun, infeksi, maupun pemakaian narkotika dan zat adiktif. Ilusi terjadi dalam bermacam-macam bentuk, yaitu ilusi visual (penglihatan), akustik (pendengaran), olfaktorik (pembauan), gustatorik (pengecapan), dan ilusi taktil (perabaan).6,7



5



Halusinasi



Halusinasi adalah munculnya persepsi baru (false perception) tanpa obyek luar. Halusinasi adalah persepsi sensoris yang palsu yang tidak berkaitan dengan stimuli eksternal yang nyata; mungkin terdapat atau tidak terdapat interpretasi waham tentang pengalaman halusinasi. Misalnya, mendengar suara atau bisikan orang, tanpa ada orang yang berbicara (sumber bunyi). Halusinasi juga dipengaruhi oleh mental image yang kemudian diprojeksikan ke luar sehingga seolah – olah datangnya dari luar dirinya. Halusinasi merupakan gejala psikopatologi yang cukup serius, dapat ditemukan pada gangguan jiwa yang organik dan terutama gangguan jiwa yang fungsional.3 Jenis – jenis halusinasi, seperti



a. Halusinasi hipnagogik: persepsi sensoris yang palsu yang terjadi saat akan tertidur; biasanya dianggap sebagai fenomena yang tidak patologis. b. Halusinasi hipnopompik: persepsi palsu yang terjadi saat terbangun dari tidur; biasanya dianggap tidak patologis. c. Halusinasi dengar (auditorik): persepsi bunyi yang palsu, biasanya suara tetapi dapat juga bunyi-bunyi lain, seperti musik; merupakan halusinasi yang paling sering pada gangguan psikiatrik. d. Halusinasi visual: persepsi palsu tentang penglihatan yang berupa citra yang berbentuk (sebagai contohnya, orang) dan citra yang tidak berbentuk (sebagai contohnya, kilatan cahaya); paling sering pada gangguan organik.



6



e. Halusinasi cium (olfaktoris): persepsi membau yang palsu; paling sering pada gangguan organik. f. Halusinasi kecap (gustatoris): persepsi tentang rasa kecap yang palsu, seperti rasa kecap yang tidak menyenangkan, yang disebabkan oleh kejang; paling sering pada gangguan organik. g. Halusinasi raba (taktil; haptik): persepsi palsu tentang perabaan atau sensasi permukaan, seperti sensasi dari suatu tungkai yang teramputasi (phantom limb), sensasi adanya gerakan pada kulit atau di bawah kulit (formication). h. Halusinasi somatik: sensasi palsu tentang sesuatu hal yang terjadi di dalam tubuh atau terhadap tubuh, paling sering berasal dari organ visceral, juga dikenal sebagai cenesthesic hallucination). i. Halusinasi liliput: persepsi yang palsu di mana benda-benda tampak lebih kecil ukurannya (juga dikenal sebagai mikropsia). j. Halusinasi yang sejalan dengan mood (moodcongruent hallucination): halusinasi di mana isi halusinasi adalah konsisten dengan mood yang depresi atau manik (sebagai contohnya, pasien yang mengalami depresi mendengar suara yang mengatakan bahwa pasien adalah orang yang jahat; seorang pasien manik mendengar suara yang mengatakan bahwa pasien memiliki harga diri, kekuatan, dan pengetahuan yang tinggi). k. Halusinasi yang tidak sejalan dengan mood (mood-incongruent hallucination): halusinasi di mana isinya tidak konsisten dengan mood yang depresi atau manik (sebagai contohnya, pada depresi, halusinasi tidak melibatkan tema-tema tersebut seperti rasa bersalah, penghukuman yang layak diterima, atau ketidakmampuan; 7



pada mania, halusinasi tidak mengandung tema-tema tersebut seperti harga diri atau kekuasaan yang tinggi). l. Halusinosis: halusinasi, paling sering adalah halusinasi dengar, yang berhubungan dengan penyalahgunaan alkohol kronis dan terjadi dalam sensorium yang jernih, berbeda dengan delirium tremens (DTs), yaitu halusinasi yang terjadi dalam konteks sensorium yang berkabut. m. Sinestesia: sensasi atau halusinasi yang disebabkan oleh sensasi lain (sebagai contohnya, suatu sensasi auditoris yang disertai atau dicetuskan oleh suatu sensasi visual; suatu bunyi dialami sebagai dilihat, atau suatu penglihatan dialami sebagai didengar). n. Trailing phenomenon: kelainan persepsi yang berhubungan dengan obat-obat halusinogen dimana benda yang bergerak dilihat sebagai sederetan citra yang terpisah dan tidak kontinu. o. Command hallucination: persepsi perintah yang palsu di mana seseorang dapat merasa patuh terhadap perintah atau tidak mampu untuk menolak / menentang. 3 Schroder menyatakan bahwa halusinasi dapat muncul dalam 4 sindrom pokok, yaitu



1. Halusinasi konfusional - Pada sindrom ini kesadaran adalah berkabut dan halusinasi visual tampak prominen. Halusinasi auditorik biasanya hanya berupa suara musik, bising, kata – kata aneh, kadang – kadang juga kalimat. 2. Halusinasi self –reference - Pasien mendengar suara – suara yang berbicara kepadanya. Biasanya pasien tidak dapat menirukan kembali suaru yang didengar kata demi kata namun pasien hanya menceritakan garis besarnya saja. 8



Suara – suara itu biasanya membicarakan pasien, dan pasien menyatakan bahwa suara – suara itu datang dari orang – orang di sekitarnya. Sangat sukar untuk memastikan apakah pasien memang benar – benar ada halusinasi atau salah dengar saja dari pembicaraan orang – orang yang memang sebenarnya ada. 3. Halusinasi verbal - Dalam hal ini pasien mendengar suara – suara yang jelas yang berbicara tentang dirinya dan ia dapat mengulang kembali kata – kata itu dengan tepat. Suara – suara itu bisa berasal dari orang – orang yang memang secara nyata ada atau hanya imaginasi saja atau dari sebuah mesin. 4. Halusinasi fantastik - Dalam hal ini semua jenis halusinasi bisa muncul. Pasien menjelaskan pengalamannya yang fantastik yang didasari oleh adanya halusinasi visual atau somatik. Kadang – kadang sindrom halusinasi ini tentang pengalaman mimpinya seolah – olah hal yang riel terjadi. Biasanya pada pasien ini ada halusinasi massa, yaitu pasien mendengar atau melihat banyak orang terbunuh atau teraniaya.4



4 tahapan halusinasi, karakteristik dan perilaku yang ditampilkan



TAHAP Tahap I - Memberi rasa nyaman tingkat ansietas sedang



KARAKTERISTIK - Mengalami ansietas,



- Tersenyum, tertawa sendiri



kesepian, rasa bersalah dan



- Menggerakkan bibir tanpa suara



ketakutan.



- Pergerakkan mata yang cepat



- Mencoba berfokus pada



secara umum,



pikiran yang dapat



halusinasi



menghilangkan ansietas



merupakan suatu



PERILAKU



- Respon verbal yang lambat - Diam dan berkonsentrasi



- Fikiran dan pengalaman



9



kesenangan.



sensoris masih ada dalam kontol kesadaran, nonpsikotik.



Tahap II - Menyalahkan - Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan perasaan antipati



- Pengalaman sensoris menakutkan - Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut - Mulai merasa kehilangan kontrol - Menarik diri dari orang lain non psikotik



- Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah - Perhatian dengan lingkungan berkurang - Konsentrasi terhadap pengalaman sensori kerja - Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas



Tahap III



- Pasien menyerah dan



- Mengontrol



menerima pengalaman



- Tingkat



sensori (halusinasi)



kecemasan berat - Pengalaman halusinasi tidak



- Isi halusinasi menjadi atraktif - Kesepian bila pengalaman sensoris berakhir psikotik



dapat ditolak lagi



- Perintah halusinasi ditaati - Sulit berhubungan dengan orang lain - Perhatian terhadap lingkungan berkurang hanya beberapa detik - Tidak mampu mengikuti perintah, tremor dan berkeringat



Tahap IV



Pengalaman sensoris mungkin



- Perilaku panik



- Pasien sudah



menakutkan jika individu tidak



- Resiko tinggi



dikuasai oleh



mengikuti perintah halusinasi,



mencederai



halusinasi



bisa berlangsung dalam



- Agitasi



beberapa jam atau hari apabila



- Tidak mampu



- Pasien panik



10



tidak ada intervensi terapeutik.



berespon terhadap lingkungan



PSIKOPATOLOGI



Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik dan lainlain. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak dihantar oleh aliran stimulus yang datang dari dalam tubuh ataupun dari luar tubuh. Input ini akan menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam sadar. Bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada keadaan normal atau patologis, maka materi-materi yang ada dalam unconscious atau preconscious bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi. Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya keinginan yang direpresi ke unconscious dan kemudian karena sudah retaknya kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna. Halusinasi dapat dipengaruhi oleh imaginasi mental yang kemudian diprojeksikan keluar sehingga seolah-olah datangnya dari luar dirinya. Teori psikodinamika yang menggambarkan bahwa halusinasi terjadi karena adanya isi alam tidak sadar yang masuk alam sadar sebagai suara respon terhadap konflik psikologis dan kebutuhan yang tidak dipenuhi sehingga halusinasi merupakan gambaran dan rangsangan keinginan dan ketakutan yang dialami oleh pasien.



11



Berdasarkan teori "perceptual release", halusinasi timbul sebagai akibat ketegangan serta kekurangannya rangsang sensorik (termasuk perhatian yang miskin dan kurangnya kapasitas untuk membedakan hal yang relevan dan tidak relevan). Kapasitas untuk berespon terhadap rangsang yang berkurang tersebut menimbulkan penafsiran sensasi internal (dari dalam dirinya). Halusinasi dapat ditimbulkan oleh keracunan obat atau kelainan organis. Bila seseorang mengalami keracunan obat terutamanya obat psikotomimetik, akan menimbulkan iritasi pada reseptor sensorik yang kemudian diteruskan ke saraf pusat, dan akan diproses sehingga timbul halusinasi. Beberapa kelainan organik yang dapat menimbulkan halusinasi di antaranya adalah gangguan mental organik.4



PENUTUP Persepsi adalah daya mengenal kualitas, hubungan serta perbedaan suatu benda melalui proses mengamati, mengetahui dan mengartikan, setelah pancainderanya mendapat rangsangan. Maka, gangguan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls dan stimulus eksternal. Gangguan persepsi dapat merupa ilusi dan halusinasi. Ilusi adalah keadaan dimana suatu persepsi pancaindera yang disebabkan adanya rangsangan pancaindera yang ditafsirkan secara salah. Halusinasi adalah munculnya persepsi baru (false perception) tanpa rangsangan dari luar. Halusinasi auditorik merupakan salah satu kriteria penting dalam mendiagnosis penyakit jiwa, skizofrenia.



12



DAFTAR PUSTAKA 1. McLeod, S. A. (2007). Simply Psychology; Visual Perception. Retrieved from http://www.simplypsychology.org/perception-theories.html 2. Young, A. W. and Bruce, V. (2011), Understanding person perception. British Journal of Psychology, 102: 959–974. 3. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry. 9th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2003. 4. Ibrahim SA, Skizofrenia – Spliting Personality, Cetakan Ketiga, 2005, PT Dian Ariesta, 2005, pg 124-35 5. Hoah PH, Psychopathology of Perception, California Medincine J, Aug 1966, 105(2), p.154 6. Casey P, Kelly B. Disorder of Perception In: Fish’s – Clinical Psychopathology. 3rd Edition. P.14-31 7. Ebert MH, Loosen PT, Nurcombe B. Psychoanalysis In: Current – Diagnosis & Treatment in Psychiatry. McGraw Hill Companies.2000. 8. Howland RH, Biological Bases of Psychopathology In: Psychopathology, 2 nd Edition. RoutledgeTaylor & Francis.2008.p.109-16



13