Refarat Rehabilitasi Medik Plantar Fasciitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Referat Juli 2021



ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN



SAMPUL “REHABILITASI PADA PASIEN FASCIITIS PLANTARIS”



DISUSUN OLEH : Muh. Alif Fatur Rahman Baharuddin



C014202281



Hanif Uzwa Hasanah Sudirman



C014202273



Supervisor Pembimbing : dr. Anshory Sahlan, Sp.KFR



DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI MEDIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2021



1



HALAMAN PENGESAHAN



Yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa :



Judul Referat : “Rehabilitasi pada pasien Fasciitis Plantaris”



Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.



Makassar, 1 Juli 2021



Supervisor Pembimbing



dr. Anshory Sahlan, Sp.KFR



2



DAFTAR ISI SAMPUL.................................................................................................................1 HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................2 PENDAHULUAN...................................................................................................4 TINJAUNA PUSTAKA..........................................................................................7 2.1.



Facilitis Plantaris.......................................................................................7



2.1.2.



Definisi...............................................................................................7



2.1.2.



Tanda dan Gejala...............................................................................8



2.1.3.



Etiologi...............................................................................................9



2.1.4.



Patofisiologi....................................................................................10



2.1.5.



Mekanisme......................................................................................13



2.1.5.



Diagnosis.........................................................................................15



2.1.6.



Terapi..............................................................................................20



2.1.7.



Algoritma Diagnosis dan Terapi.....................................................29



KESIMPULAN......................................................................................................31 REFERENSI..........................................................................................................32



3



BAB I PENDAHULUAN Sendi, ligamen, serta otot pergelangan kaki dan kaki dirancang untuk memberikan stabilitas dan mobilitas pada struktur terminal ekstremitas bawah. Saat berdiri, kaki harus menumpu beban tubuh dengan pengeluaran energi minimum. Selain itu, kaki harus lentur atau relatif kaku bergantung pada berbagai kebutuhan fungsional, menyesuaikan dengan permukaan yang tidak rata atau sebagai pengungkit struktura guna mendorong tubuh ke depan selama berjalan dan berlari. Pada tumit dengan posisi yang salah yaitu cenderung ke arah posterolateral menyebabkan fascia lebih ter-stretch sehingga menyebabkan iritasi pada fascia plantar, misalkan penggunaan alas kaki yang tidak tepat seperti highheels atau alas kaki yang keras menyebabkan fascia lebih terulur dalam jangka waktu lama. Oleh karena itu, tumit dan telapak kaki cenderung mengalami gangguan gerak dan fungsi, salah satunya adalah faciitis plantaris [ CITATION Kis07 \l 1033 ]. Fasciitis Plantaris merupakan nyeri tumit yang disebabkan peradangan atau iritasi pada fascia plantaris. Fasciitis plantaris ditandai dengan adanya keluhan nyeri pada tumit saat injakan pertama di pagi hari, saat berjalan nyeri biasanya akan lebih berkurang. Namun rasa sakit kemungkinan dirasakan lagi saat berdiri lama atau bangun dari posisi duduk. Rasa sakit biasanya dibagian depan dan dasar tumit [ CITATION Ass16 \l 1033 ]. Plantar fasciitis adalah penyebab umum nyeri tumit pada orang dewasa. Diperkirakan lebih dari 1 juta pasien mencari pengobatan setiap tahun untuk kondisi ini, dengan dua pertiga pergi ke dokter keluarga. Plantar fasciitis



4



diperkirakan disebabkan oleh penggunaan biomekanik yang berlebihan dari berdiri atau berlari dalam waktu lama, sehingga menciptakan robekan mikro pada calcaneal enthesis. Beberapa ahli telah menganggap kondisi ini sebagai "plantar fasciosis", yang menyiratkan bahwa etiologinya adalah proses degeneratif yang kronis dibandingkan peradangan akut [ CITATION Jam11 \l 1033 ]. Kondisi fasciitis plantaris dapat menyebabkan gangguan yang serius. Terlebih untuk wanita yang memiliki mobilitas tinggi, maka diperlukan penanganan yang tepat pada kasus fascilitis plantaris, karena jika dibiarkan akan terjadi gangguan musculoskeletal lebih lanjut seperti mengubah cara jalan [ CITATION Ade15 \l 1033 ] Dari cedera fasciitis plantaris, diperkirakan mempengaruhi 10% dari populasi umum selama usia menengah, juga 8% cedera kaki pada pelari terkait dengan fasciitis plantaris. Gejala utama fasciitis plantaris adalah nyeri pagi atau nyeri pada awal aktifitas setelah istirahat. Faktor risiko biomekanik dari fasciitis plantaris meliputi (gerakan pronasi yang berlebihan, mengurangi gerakan 3 dorsi fleksi telapak kaki), alas kaki yang tidak tepat, obesitas, berdiri lama [ CITATION Gre13 \l 1033 ].



Angka kejadian plantar fasciitis secara global di Amerika menunjukkan 10% dari populasinya mengalami nyeri pada tumitnya yang disebabkan oleh plantar fasciitis dan hanya 11%-15% yang melakukan pemeriksaan ketika mereka menderita sakit plantar fasciitis. Selain itu juga, plantar fasciitis sering terjadi pada usia 40-70 tahun, tapi kebanyakan yang terkena plantar fasciitis berjenis kelamin perempuan. Sebanyak 40% terjadi pada pekerja yang bekerja dengan berdiri lebih dari 6 jam, 70% terjadi pada orang yang mengalami kegemukan/obesitas dan lebih



5



dari 30% pada orang berusia diatas 50 tahun. Telah dilaporkan bahwa sekitar 1 dari 10 orang akan mengembangkan kronis nyeri tumit. Gejala ini dapat menyebabkan keterbatasan fungsional yang cukup dan berkepanjangan disability [ CITATION Cle09 \l 1033 ].



6



BAB II TINJAUNA PUSTAKA 2.1. Facilitis Plantaris 2.1.2. Definisi Faciitis Plantaris adalah suatu peradangan pada plantar fascia. ”Plantar” adalah telapak kaki. ”Fascia” adalah jaringan pita yang sangat tebal (fibrosa) yang membentang dibawah kulit dan membentuk pembungkus bagi otot dan berbagai organ tubuh.”itis” adalah peradangan. Fasciitis Plantaris adalah sindroma nyeri tumit berhubungan dengan peradangan atau iritasi pada fascia plantaris dengan kerobekan kecil pada daerah yang melekat pada tulang tumit. Rasa sakit pada bagian tumit sering tejadi, dalam pemeiksaan fungsi tidak menunjukaan adanya kelainan tetapi hanya terdapat rasa nyei saat ditekan pada daerah setempat. Fasciitis plantaris yang kronis dapat menyebabkan tebentuknya osteofit pada calcaneus bagian medial [ CITATION Ban14 \l 1033 ]. Fascia Plantaris merupakan lembaran berserat menebal dari jaringan ikat yang berasal dari tuberkulum medial kalkaneus dan menempel ke permukaan plantar dari sendi metatarsophalangeal. Ini bertindak sebagai penstabil statis dan dinamis dari lengkungan longitudinal kaki dan sebagai peredam kejut dinamis (Hamblen, 2010). Fasciitis plantaris merupakan peradangan yang disebabkan oleh iritasi degeneratif pada penyisipan fasciitis plantaris pada proses medial tuberositas calcaneus, rasa nyeri di substansial, mengakibatkan perubahan kegiatan sehari-hari [ CITATION Ban14 \l 1033 ].



7



Gambar Plantar Facitis 2.1.2. Tanda dan Gejala Fasciitis plantaris biasanya timbul secara bertahap, tetapi dapat datang dengan tiba-tiba dan langsung nyeri hebat. Dan meskipun dapat mengenai kedua kaki, akan tetapi lebih sering hanya pada satu kaki saja (Wibowo, 2008). a) Nyeri tajam di bagian dalam telapak kaki di daerah tumit, yang dapat teraasa seperti ditusuk pisau pada telapak kaki. b) Nyeri tumit yang cenderung bertambah buruk pada beberapa langkah pertama setelah bangun tidur, pada saat naik tangga atau pada saat jinjit (berdiri pada ujung-ujung jari). c) Nyeri tumit yang timbul setelah berdiri lama atau duduk lama kemudian bangkit dan berjalan, maka timbul nyeri tumit. d) Nyeri tumit yang timbul setelah berolahraga, tetapi tidak timbul saat sedang berolahraga. e) Pembengkakan ringan di tumit.



8



2.1.3. Etiologi Faktor yang mempengaruhi fascitis plantaris yaitu pola kaki datar terjadi gerakan pronasi sehingga terjadi peregangan fascia sisi medial, lengkungan kaki yang tinggi, sehingga mengakibatkan pemendekan pada laseaa plantaris, dan pola hidup memiliki penggaruh yang besar terjadinya fascilitis plantaris [ CITATION Nap11 \l 1033 ] seperti: kebiasaan berdiri dalam jangka waktu yang lama dan



kebiasaan berjalan jauh dengan menggunakan alas kaki yang keras. Faktor resiko terjadinya fasciitis plantaris adalah: obesitas (indeks massa tubuh lebih besar dari 30 kg per m2), kelainan bawaan pada arcus plantaris berupa flaat foot dan pes cavus, tightness m. gastrocnemius dan m. soleus, penggunaan alas kaki high heels, serta faktor degenerative, calcaneal spur / heel spur [CITATION Wib08 \l 1033 ]. Pada pasien dengan obesitas akan terjadi peningkatan beban fascia pada saat stance phase. Pronasi yang berlebihan pada sendi subtalar akan menyebabkan eversi yang berlebihan pada calcaneus. Eversi yang berlebihan tersebut akan menyebabkan tarikan pada fascia plantaris selama fase foot flat, sedangkan kaki dengan bentuk pes capus terjadi peningkatan arcus pada fore foot dan hind foot sehingga tekanan oleh berat badan akan serap oleh plantar fascia. Tightnes calf muscles menyebabkan adanya pembatasan kemampuan dari mid foot untuk melakukan supinasi serta terjadinya pengurangan pencapaian dorsal fleksi pada saat terminal stance dan preswing. Pada seseorang yang gemar menggunakan sepatu hak tinggi dimana tendon Achilles yakni tendon yang melekat pada tumit akan berkontraksi/tegang dan memendek. Faktor degenerative dimana akan terjadinya perubahan musculoskeletal di usia lanjut sehingga akan berpengaruh pada kemampuan fascia plantaris untuk meregang. Lengkung



9



telapak kaki yang datar atau terlalu melengkung dapat mengakibatkan distribusi berat badan tidak seimbang diterima oleh kedua kaki dan menyebabkan stress tambahan pada plantar fascia. Sedangkan faktor lainnya menurut Sunarya (2014) yaitu obesitas menyebabkan penumpuan berat beban yang besar pada kaki, terutama daerah tumit yang menerima persentase tekanan yang besar sehingga perlekatan struktur fascia mengalami penekanan berlebihan, over use plantar fascia akan menyebabkan penguluran yang berlebihan pada fascia plantaris, dan degenerative terjadi penurunan healing respon dan penurunan elastisitas jaringan sehingga mempengaruhi kelenturan fascia plantaris [ CITATION Sun14 \l 1033 ]. 2.1.4.



Patofisiologi



Plantar faciitis merupakan peradangan pada fasia plantaris terutama pada perlekatan fascia plantaris yang letaknya di medial dari tuberositas calcaneus. Wibowo (2011) menyatakan bahwa kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : A. Proses Degenerasi Proses degenerasi ditandai dengan jaringan lemak yang tebal menjadi menipis. Adanya proses degenerasi menyebabkan perubahan serabut-serabut di dalam struktur fascia. Perubahan yang terjadi berupa peningkatan crosslinkage dari serabut kolagen sehingga struktur kolagen menjadi lebih kaku dan akan mengganggu gerakan molekular dari nutrisi dan sisa metabolisme pada level seluler. Hal ini mengakibatkan berkurangnya daya regang dari struktur fascia sehingga fascia mudah mengalami cedera. B. Kekakuan Otot Gastrocnemius dan Soleus



10



Kekakuan pada otot gastrocnemius dan soleus membatasi gerakan fleksi pada ankle dan menimbulkan pronasi subtalar yang berlebihan. Akibatnya adalah terjadi stres dan penekanan pada fascia plantaris. C. Kelemahan Otot-Otot Intrinsik Kaki Kelemahan dari otot-otot intrinsik kaki dan yang utama yaitu otot tibialis posterior pada tumit, penambahan berat badan atau 4 aktivitas yang berat, kekurangan proprio-sepsi. Hal tersebut akan mengakibatkan tarikan pada ligament fascia, sehingga terjadi kerobekan dan timbul iritasi pada ligament plantar fascia. D. Kurangnya Fleksibilitas Fascia Kurangnya fleksibilitas fascia menyebabkan daya regang fascia menurun dan akibatnya fascia mudah mengalami cedera. E. Aktifitas Pembebanan yang Berat dan Berlebihan Aktifitas seperti berdiri atau berjalan yang lebih lama dibanding biasanya akan menimbulkan overstretch pada struktur fascia. F. Adanya Deformitas dari Struktur Kaki Deformitas seperti pes cavus atau pes planus menimbulkan perubahan alignment dari kalkaneus sehingga mempengaruhi arkus plantaris dalam aktifitasnya menumpu berat badan saat derdiri atau berjalan G. Penggunaan alas kaki yang keras Penggunaan alas kaki yang keras menimbulkan penekanan pada fascia. H. Berat Badan yang Berlebihan



11



Berat badan yang berlebihan akan memberikan beban yang besar pada kaki terutama daerah tumit yang menerima persentase tekanan yang besar sehingga origo struktur fascia mengalami penekanan. I.



Fase Berjalan Abnormal Timbulnya rasa nyeri akan menyebabkan pasien mengurangi aktivitas telapak kaki. Efek penurunan aktivitas tersebut akan menyebakan penurunan kadar air dan matriks sehingga terjadi penumpukan zat collagen yang mengakibatkan terjadinya abnormal crosslink. Peningkatan zat iritan konduktifitas saraf menurun sehingga konsuktifitas intermuscular pada otot mengalami penurunan, akibatnya gerakan menjadi tidak efisien dan efektif yang berdampak pada keseimbangan saat berjalan. Fase berjalan di mulai dari stance phase (heel strike, foot flat, midstance, toe off) dan swing phase (acceleration, mid swing, deceleration). Fase berdiri dimulai dari heel strike (yang diikuti swing phase pada kaki lainnya) dan diakhiri dengan toe off. Pada fase toe off maka m. tibialis posterior, m. soleus dan m. flexor digitorum bekerja secara optimal untuk menstabilkan ankle dan saat masuk ke fase stance maka os. tibia mendapatkan tekanan dari bawah sehingga terdapat reaksi inflamasi akibat penumpukan zat iritan yang akan menyebabkan rasa nyeri saat berjalan dan berlari. Nyeri akan di rasakan saat memulai latihan atau setelah latihan selesai dan disertai bengkak juga kemerahan disekitar anteromedial tibia. Hal ini akan terlihat dari pola jalan yang berubah menjadi analgic gait akibat adanya kompensasi rasa nyeri oleh fascia plantaris. Pada saat plantar fasciitis menjadi kronis sering berkembang menjadi heel spur. Heel spur merupakan pertumbuhan tulang abnormal pada bagian bawah



12



tulang calcaneus dalam waktu yang lama dan tulang calcaneus akan beraksi terhadap beban renggangan yang dihasilkan dari inflamasi fascia plantaris dibagian periosteal. Heel spur berkembang karena fascia plantaris menarik os. calcaneus dalam waktu yang lama dan os. calcaneus bereaksi terhadap beban regangan yang menghasilkan deposit kalsium pada tempat perlekatan fascia sebagai mekanisme proteksi. Deposit kalsium akan membentuk spur yang ujung-ujungnya masuk kedalam apponeurosis plantaris yang akan menimbul nyeri. J.



Rheumatoid arthritis atau gouty arthritis. Pada plantar fasciitis kronik kadang nyeri dirasakan hamper pada seluruh permukaan plantar dari kaki. Bahkan kadang disertai dengan adanya nyeri pada tendon Achilles dan calf muscle. Nyeri juga dirasakan setelah perubahan tingkat aktifitas yang berhubungan dengan berdiri, berjalan atau lari yang lebih lama dibanding biasanya. Sebagian besar pasien plantar fasciitis mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Lokasi nyeri mulai dari bagian medial tumit pada tempat perlekatan fascia plantaris dan kalkaneus yaitu pada kalkaneus tuberositas. Nyeri kemudian menyebar hingga hampir ke seluruh telapak kaki. Tetapi kadang pasien merasa nyeri hanya pada arkusnya saja. Nyeri akan timbul dan hilang tergantung dari tingkat aktifitas yang dilakukan.



2.1.5.



Mekanisme Mekanisme terjadinya plantar faciitis adalah adanya pembebanan yang



berlebihan menyebabkan fascia plantaris yang mengalami degenerasi terjadi



13



penarikan secara berulang-ulang sehingga menyebabkan microinjury. Adanya gaya regangan yang konstan dan berulang menyebabkan fascia yang merupakan lapisan luar arcus plantaris mengalami penekanan pada origonya atau kerobekan pada tempat perlekatannya. Kerobekan tersebut menyebabkan tipe saraf A delta yang bermielin tipis menjadi aktif sehingga timbul rasa nyeri, kemudian impuls tersebut merangsang pelepasan “P” substance ke struktur fascia sehingga memacu reaksi radang di lokasi tersebut. Adanya peradangan tersebut akan mempengaruhi beberapa jaringan spesifik yang terlibat. Pada otot-otot akan terjadi spasme sebagai kompensasi dari nyeri yang terjadi. Selain itu kelemahan pada otot tertentu juga akan menyababkan terjadinya instabilitas sehingga terjadi strain. Fascia plantaris yang mengalami inflamasi pada proses penyembuhan akan mengalami fase proliferasi. Pada fase ini bila terjadi aktifitas fibroblast yang berlebihan dan tidak terkontrol maka akan terjadi abnormal crosslink yang dapat menyebabkan elastisitas fascia menurun. Penurunan elastisitas fascia ini menyebabkan nyeri regang bila fascia terulur. Bila hal ini terjadi terus menerus maka terjadi trauma berulang yang akan menimbulkan inflamasi kronik yang akan semakin memperlambat proses penyembuhan jaringan. Proses radang juga akan mempengaruhi sistem sirkulasi yang akan menurunkan suplai gizi pada jaringan yang mengalami cedera sehingga berlangsung kronik. Penurunan mikrosirkulasi ini juga menyebabkan penumpukan sisa-sisa metabolisme yang dapat mengiritasi jaringan sehingga menimbulkan nyeri. Iritasi kimiawi dari proses radang juga akan mempengaruhi konduktifitas saraf. Akibat terjadi hipersensitifitas yang dapat menurunkan nilai ambang rangsang. Ketika plantar faciitis menjadi kronik sering kali berkembang menjadi heel spur. Heel spur atau kalkaneus spur



14



merupakan suatu pertumbuhan tulang yang abnormal pada bagian bawah tulang calcaneus yang biasnya dihasilkan dari inflamasi fascia plantaris dibagian bawah kaki yang menekan pada tulang kalkaneus. Spur pada tulang berkembang karena fascia plantaris menarik tulang kalkaneus, reaksi terhadap beban regangan 7 tersebut dengan menghasilkan deposit kalsium pada tempat perlekatan fascia sebagai mekanisme proteksi. Deposit kalsium tersebut akan membentuk spur yang bila ujungnya masuk ke dalam fascia plantaris akan menimbulkan nyeri hebat. Kondisi ini dikenal dengan plantar faciitis setempat [ CITATION Ass16 \l 1033 ]. 2.1.5.



Diagnosis



A. Anamnesis Keluhan nyeri pada tumit, biasanya pada saat injakan pertama di pagi hari, saat berjalan nyeri biasanya akan lebih berkurang. Namun rasa sakit kemungkinan dirasakan lagi saat berdiri lama atau bangun dari posisi duduk. Rasa sakit biasanya dibagian depan dan dasar tumit. Biasa pada wanita dewasa penggunaan alas kaki high heels, Pelari, atau pekerjaan yang memiliki riwayat berdiri/berjalan dalam waktu lama, orang yang mengalami kegemukan/obesitas [ CITATION Jam11 \l 1033 ]. B. Pemeriksaan Pemeriksaan fisik bertujuan untuk mengetahui keadaan fisik pasien. Pemeriksaan ini terdiri dari: vital sign, inspeksi, palpasi, pemeriksaan gerakan dasar, kemampuan fungsional dan lingkungan aktifitas.



15



1) Pemeriksaan Spasme Otot Spasme otot terjadi oleh karena proteksi oleh adanya nyeri. Reaksi proteksi lain adalah penderita berusaha menghindari gerakan yang menyebabkan nyeri apabila dibiarkan terus menerus menyebabkan kekakuan sendi, pemendekan otot, atrofi otot dan gangguan fungsi. Spasme otot dilakukan dengan cara palpasi yaitu: dengan jalan menekan dan memegang organ atau bagian tubuh pasien untuk mengetahui kelenturan otot pada ankle, misal: terasa kaku, tegang atau lunak. Untuk kriteria penilaian sebagai berikut: 



Nilai 0: tidak spasme







Nilai 1: spasme ringan







Nilai 2: spasme sedang







Nilai 3: spasme berat



2) Stretch Test Tes khusus berupa stretch test dilakukan pada posisi dorsal fleksi ankle, dan hasil didapat nyeri regang pada fascia plantaris. Palpasi dilakukan didaerah fascia plantaris diperoleh titik nyeri tekan pada sisi medial atau lateral dari tuberositas calcaneus [CITATION Gri17 \l 1033 ].



Gambar Stretch Test



16



3) Windlass Test Windlass Test dapat memberikan indikasi untuk plantar Fascitis yang kaku karena dorso fleksi yang cukup pada jempol kaki yang dapat menghambat biomekanik kaki yang tepat. Untuk melakukan tes, mintalah pasien Anda berdiri di atas bangku atau kursi dengan posisi kaki sehingga kepala metatarsal bersandar di tepi bangku, sementara pasien membebani kaki lalu secara pasif dorso fleksi jempol kaki. tes ini positif jika pasien merasakan nyeri atau peningkatan nyeri pada insersio plantar fascia di metatarsal pertama jika ekstensi tidak memungkinkan pada MTP Joint [CITATION Gri17 \l 1033 ].



Gambar Windlass Test 4) Pemeriksaan Radiologi Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau kadangkadang dijumpai spur membesar atau pertumbuhan tulang baru pada ankle. Seperti contoh pada gambar dibawah, radiografi lateral kaki menunjukkan spur tumit besar [ CITATION Jam11 \l 1033 ].



17



Gambar Lateral Radiography Kaki 5) Pemeriksaan VAS (Visual Analog Scale) VAS adalah alat ukur digunakan untuk mengukur kuantitas dan kualitas nyeri yang pasien rasakan, dengan menampilkan suatu kategorisasi nyeri mulai “tidak nyeri, ringan, sedang, atau berat”. Secara operasional VAS umumnya berupa sebuah garis horizontal atau vertical, Panjang 10 cm (100 mm), seperti yang diilustrasikan pada gambar. Pasien menandai garis dengan memberikan sebuah titik yang mewakili keadaan nyeri yang dirasakan pasien saat ini, dalam 24 jam terakhir. Dengan menggunakan sebuah penggaris atau mistar, skor VAS ditentukan dengan menentukan jarak di atas gari 10 cm dari titi “tidak nyeri”ke titik yang ditandai oleh pasien, dengan range skor dari 0-100 mm. Skor yang lebih tinggi mengindikaskan intensitas nyeri lebih besar. Sebagai alat ukur, VAS jelas bersifat subjective, menghasilkan data interval dengan nilai-nilai rasio yang subjective pula [ CITATION Hel16 \l 1033 ].



18



Gambar Visual Analog Scale 6) MMT (Manual Muscle Testing) Test kekuatan otot digunakan untuk menentukan fungsi capability dari suatu otot atau sekelompok otot dalam menyiapkan gerakan serta kemampuannya sebagai stabilisator aktif dan support. Kecurigaan adanya penurunan kekuatan otot dapat ditest dan diukur melalui pendekatan Manual Muscle Testing (MMT) sebagai langkah mudah untuk menentukan otot atau gerakan yang dipengaruhi dan level weaknes yang terjadi. MMT adalah sebuah metode untuk menilai fungsi dan kekuatan dari individual otot dan sekelompok otot berdasarkan kemampuan dalam menghasilkan suatu gerakan terkait gaya gravitasi dan tahanan manual melalui ROM yang ada [ CITATION Bas18 \l 1033 ]. 



Nilai 0: Tidak ada kontraksi atau tonus otot sama sekali.







Nilai 1: Terdapat kontraksi atau tonus otot tetapi tidak ada gerakan sama sekali.







Nilai 2: Mampu melakukan gerakan namun belum bisa melawan garvitasi.







Nilai 3: Mampu bergerak dengan lingkup gerak sendi secara penuh dan melawan gravitasi tetapi belum bisa melawan tahanan minimal.







Nilai 4: Mampu bergerak penuh melawan gravitasi dan dapat melawan tahanan sedang.



19







Nilai 5: Mampu melawan gravitasi dan mampu melawan tahanan maksimal.



7) Joint Range of Motion Joint Range of Motion adalah lengkungan yang terbentuk melalui gerakan aktif dan pasif pada sendi atau serangkaian sendi dengan menghasilkan sudut gerak. Pengukuran



Joint-ROM



untuk



menilai



biomekanik



dan



arthrokinematik dari suatu persendian, termasuk fleksibilitas dan karakteristik gerakan. Kehilngan Joint-ROM dikaitkan dengan gangguan fungsi dalam banyak kasus. Respon dimonitoring pada saat istirahat, selama kegiatan, dan setelah aktivitas yang dapat mengindikasikan kehadiran atau beratnya impairment, activity limitation, dan participation restriction. Test dan pengukuran ROM dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut Goniometer [ CITATION Keo19 \l 1033 ]. 2.1.6.



Terapi



A. Ultrasoud Ultrasound therapy adalah suatu terapi dengan menggunakan getaran mekanik gelombang suara dengan frekuensi lebih dari 20.000 Hz. Yang digunakan dalam Fisioterapi adalah 0,5-5 MHz dengan tujuan untuk menimbulkan efek terapeutik melalui proses tertentu. Adapun Efek yang ditimbulkan Ultrasound sebagai berikut:



20



Gambar Terapi Ultrasound 1) Efek Mekanik Bila gelombang ultrasound masuk ke dalam tubuh maka akan menimbulkan peregangan dalam jaringan sama dengan frekuensi dari mesin ultrasound sehingga terjadi variasi tekanan dalam jaringan. Dengan adanya variasi tersebut menyebabkan efek mekanik yang sering disebut dengan istilah “micromassage” yang merupakan efek terapeutik yang sangat penting karena hampir semua efek ini sangat diharapkan sehingga pada daerah micro tissue damage baru yang memacu proses inflamasi fisiologis. 2) Efek Panas Micromassage pada jaringan akan menimbulkan efek friction yang hangat. Panas yang ditimbulkan oleh jaringan tidak sama tergantung dari nilai “acustic independance”, pemilihan bentuk gelombang, intensitas yang digunakan dan durasi pengobatan. Area yang paling banyak mendapatkan panas adalah jaringan “interface” yaitu antara kulit dan otot serta periosteum. Hal ini disebabkan oleh adanya gelombang yang diserap dan



21



dipantulkan. Agar efek panas tidak terlalu dominan digunakan intermitten ultrasound yang efek mekanik lebih dominan dibandingkan efek panas. Pada tendon dan otot akan meningkatkan temperatur sebesar 0,07 derajat Celcius perdetik. Pengukuran ini dilakukan pada sebuah model jaringan otot. Jadi tanpa adanya efek regulasi dari sirkulasi darah. 3) Efek Biologis Efek lain dari micromassage adalah efek biologis yang merupakan refleks fisiologis dari pengaruh mekanik dan pengaruh panas. Efek biologis yang ditimbulkan oleh ultrasound antara lain: a. Meningkatkan sirkulasi darah b. Adanya pembebasan zat-zat pengiritasi jaringan c. Adanya iritasi langsung pada serabut saraf efferent atau bermielin tebal. d. Rileksasi Otot e. Meningkatkan Permeabilitas Membran f. Mempercepat proses penyembuhan jaringan g. Mengurangi Nyeri B. Myofascial release 1) Definisi Myofascial release Myofascial Release adalah suatu ilmu untuk mengobati penyakit tertentu dengan manipulasi yang sistematis. Pada umumnya yang berarti



22



kelompok prosedur yang biasanya dikerjakan dengan tangan. Myofascial Release (MFR) mengacu pada teknik pijat, petunjuk untuk peregangan fascia dan melepaskan ikatan antara fascia dan integumen, otot, tulang, dengan tujuan untuk menghilangkan rasa sakit, meningkatkan jangkauan gerak dan menyeimbangkan tubuh. Myofascial release digunakan untuk mengurangi tekanan dalam band fibrosa jaringan ikat atau fascia. Myofascial release merupakan pilihan terapi yang efektif dalam pengobatan plantar fasciitis.



Gambar Teknik Myofascial release 2) Dosis Myofascial release Myofascial release dilakukan selama 3 menit dengan 2 kali pengulangan tahan sampai pasien merasakan peregangan pada plantar fascia. Peregangan diperiksa dengan meraba ketegangan plantar fascia. 3) Indikasi Myofascial release a. Pasien memiliki keluhan, nyeri global yang kompleks, atau spesifik yang tidak mengikuti dermatom, miotom, atau pola refferal visceral.



23



b. Pasien memiliki kondisi kronis menyebabkan adanya ketegangan dan pembatasan dalam jaringan lunak. c. Pasien memiliki kelemahan otot akibat neuropati perpheral atau pusat akut atau kronis. 4) Kontraindikasi Myofascial release Kontraindikasi untuk penggunaan MRT adalah 



Keganasan







Luka terbuka







Deep vein trombhosis







Hiperaestesi







Diabetes yang telah lanjut







Terapi kortison atau pengencer darah







Cedera akut atau area paska bedah yang masih akutpassive stretching



5) Myofascial release pada Plantar fasciitis Terapi



ultrasound



dan



myofascial



release



terbukti



dapat



mengurangi nyeri kasus plantar fasciitis. Teknik myofascial release yang digunakan yaitu “Direct myofascial release” dilakukan pada plantar fasciitis dengan cara memberikan tekanan lembut dari plantar fasciitis ke calcaneus dengan menggunakan metacarpal atau jari-jari tangan. C. Self Stretching



24



Self stretching atau active stretching (peregangan aktif) adalah metode latihan yang dilakukan oleh pasien secara mandiri dengan diberitahukan terlebih dahulu latihannya oleh fisioterapis. Active stretching pada otot plantar flexor ankle bertujuan untuk terjadinya pelepasan



adhesion



dan



meningkatkan



fleksibilitas



fascia



plantaris,kekuatan yang dihasilkan dari kontraksi ini menghasilkan kontraksi memanjang pada tendon dan fascia. Sehingga akan secara perlahan akan terjadi penguluran pada tendon dan fascia dan jaringan disekitarnya. Respon fisiologis pemberian metode ini terhadap fasciitis plantaris adalah melepaskan perlengketan dalam appeneorosus plantaris dan abnormal cross link sehingga mengurangi iritasi terhadap A delta dan saraf tipe C yang menimbulkan nyeri regang serta meningkatkan jumlah sel darah merah sehingga terjadi peningkatan kadar hemoglobin darah yang mengakibatkan fasilitasi kapasitas darah dalam membawa oksigen dan peningkatan aliran darah serta metabolisme lokal, sehingga dapat mempercepat proses perbaikan jaringan yang rusak akibat fasciitis plantaris, serta dapat mempercepat proses inflamasi menuju perbaikan jaringan. Dengan ada peningkatan kelenturan pada tendon maka pada fasciitis plantaris diharapkan fascia plantaris atau apponeurosis plantaris akan lebih fleksibel sehingga nyeri dapat berkurang. Metode self stretching (active stretching) yang dapat digunakan pada penelitian ini, yaittu dengan menggunakan teknik Towel stretching.



25



Gambar Towel Stretching



Tahan posisi ini selama 30 detik kemudian rileks, dilakukan selama 3 kali pengulangan untuk setiap kaki. Lakukan selama 1-2 menit. D. Terapi Latihan Untuk melakukan terapi latihan yang efektif terhadap pasien, terapis harus tahu prinsip - prinsip dasar dan efek - efek latihan terhadap sistem muskuloskeletal, neuromuskular, kardiovaskular dan respirasi. Selain itu, terapis harus mampu melakukan evaluasi fungsional terhadap pasien dan harus tahu adanya saling keterkaitan antara anatomi dan kinesiologi dari bagian tubuh yang diterapi, serta memiliki pemahaman tentang kondisi injury, penyakit atau prosedur bedah dan tingkat kesembuhan yang potensial, komplikasi, hal-hal yang perlu diperhatikan dan kontraindikasi. Terapi latihan juga dipengaruhi oleh reaksi psikologis dimana pasien mungkin atau tidak mungkin ingin memperoleh hasil yang lebih baik. Jika seorang pasien menginginkan perbaikan maka dia akan selalu mempersilahkan terapis dan sangat banyak melakukan latihan. Jika dia



26



tidak menginginkan perbaikan mungkin disebabkan karena dia merasa takut atau khawatir. Dia mungkin merasa nyeri dan takut jika terjadi nyeri yang lebih berat, takut akan penyakitnya atau kecelakaan yang terulang lagi, atau mungkin memiliki penyakit takut terhadap seluruh pengobatan medis dan rumah sakit. E. Kinesio Tapping Kinesio taping merupakan suatu materi sejenis lakban yang diciptakan menggunakan teknologi tinggi. Pertama kali dikembangkan oleh seorang chiropractor asal Jepang yang bernama Dr Kenzo Kase pada tahun 1970an. Lakban ini terbuat dari bahan khusus yang sangat elastis seperti katun dan acrylic adhesive back. Fungsi utama dari lakban ini adalah untuk memberikan elastisitas lebih kuat bagi otot-otot yang terasa kejang dan juga melindungi serta mendukung otot. Beberapa orang juga menggunakan lakban ini untuk mencegah kemungkinan terjadinya cedera karena kelelahan dan kejang pada otot. Beberapa pakar physiology of exercise seperti Dr Stewart Bruce-Low juga mengakui bahwa pemakaian lakban seperti ini dapat meningkatkan kekuatan dengan mengurangi energi yang hilang bersamaan sewaktu melakukan pergerakan. F. Perawatan di Rumah Mengistirahatkan kaki yang sakit. Hindari berjalan di permukaan yang kasar atau keras, dan hindari naik turun tangga. Dalam keadaan nyeri



27



akut (terdapat bengkak, kemerahan dan nyeri berdenyut) pada daerah tumit dan pergelangan kaki, istirahatkan kaki selama satu minggu, Bila perlu menggunakan tongkat pada saat berjalan [ CITATION Tro19 \l 1033 ]. 1) Kompres Dingin Lakukan kompres dingin dengan es batu yang dibungkus atau dengan menggunakan cold-pack, Untuk mengurangi nyeri dan bengkak. Kompress selama ± 20 menit, 3 atau 4 kali dalam sehari. Kompres dingin pada area yang sakit pada cedera akut.



Gambar Kompres Dingin 2) Alas Kaki Gunakan sepatu atau sandal untuk penderita plantar fasciitis dengan insole yang lunak atau yang memberikan bantalan pada lengkung kaki. Dan gunakan bantalan khusus pada tumit yang biasanya terbuat dari silikon yang disebut heel cushion/heel pad/heel cup pada kedua tumit meskipun hanya satu kaki yang sakit. Jangan



28



menggunakan sepatu yang sudah rusak untuk berolah raga atau berjalan, metode ini dapat menjadi pencegahan cedera.



Ga mbar Penggunaan bantalan khusus pada tumit dan telapak kaki 3) Stretching Lakukan latihan peregangan otot-otot betis beberapa kali sehari, terutama pada saat bangun tidur, hal ini juga dapat menjadi pencegahan cedera pada kaki.



Gambar Latihan Peregangan Otot Betis Lakukan latihan peregangan untuk plantar fascia beberapa kali sehari. Beberapa langkah latihan fisik yang dapat dilakukan untuk melatih peregangan plantar fascia, sebagai berikut:



29



a. Dalam posisi duduk, angkat kaki yang sakit dan silangkan diatas kaki yang sehat. b. Dengan menggunakan tangan pada bagian kaki yang sakit, pegang jari-jari kaki yang sakit dan lakukan tarikan yang akan menciptakan ketegangan dan peregangan dari plantar fascia c. Periksa posisi peregangan plantar fascia di daerah lekukan kaki yang terkena, dan plantar fascia akan terasa teregang seperti senar gitar. d. Tahan gerakan ini ± 10 hitungan dan lakukan pengulangan sebanyak 10 kali 2.1.7.



Algoritma Diagnosis dan Terapi              



Riwayat Pasien Nyeri plantar/kalkaneus Sakit tumit dan sesak setelah berdiri dari tempat tidur di pagi atau setelah duduk dalam waktu lama Berjalan tanpa alas kaki di permukaan yang keras menyebabkan peningkatan nyeri tumit Nyeri tumit berkembang setelah lama berdiri/berjalan/berlari Pemeriksaan Fisik Nyeri di daerah plantar calcaneal medial dengan palpasi Kegemukan Hiperpronasi kaki yang terkena (kaki datar) Gaya berjalan yang tidak normal, dengan kaki yang terkena pada posisi kuda Ketidaknyamanan pada fasia plantaris proksimal dengan pergelangan kaki pasif/pertama Dorsofleksi jari kaki Perawatan Awal yang Diarahkan pada Pasien Istirahat dan modifikasi aktivitas Pijat es Teknik peregangan Acetaminophen atau obat antiinflamasi nonsteroidsteroid



30



 Cangkir tumit/orthotic yang dijual bebas  Penurunan berat badan Pertimbangkan diagnostik jika Tidak Ada Perbaikan Gejala setelah Beberapa Minggu  Radiografi (anteroposterior, oblique, lateral)  Ultrasonografi daerah tumit plantar  Pencitraan resonansi magnetik Perawatan yang Diresepkan Dokter  Terapi fisik: peregangan eksentrik, iontophoresis dengan asetat asam atau deksametason, pijat myofascial dalam deep  Proloterapi; tusuk jarum percuatenous; kortikosteroid, kaya trombosit plasma, onabotulinumtoxinA (Botox), atau injeksi darah utuh  Dukungan lengkungan full-length kustom resep  Night splint anterior Enam Bulan atau Lebih Pengobatan Konservatif Tidak Efektif  Pilihan pengobatan untuk plantar fasciitis kronis bandel  Terapi gelombang kejut ekstrakorporeal  Fasiotomi plantaris



31



BAB III KESIMPULAN Fasciitis Plantaris dapat berkembang menjadi kondisi kronis apabila tidak dilakukan terapi yang tepat. Kondisi ini pada akhirnya dapat mengganggu aktivitas sehari-hari karena timbulnya keluhan-keluhan yang berkaitan dengan kaki, lutut, paha dan punggung, Karenanya bahaya plantar fasciitis dapat menyebabkan perubahan pada cara penderita berjalan. Penanganan plantar fasciitis terdiri dari non operatif (non pembedahan) dan operatif (pembedahan). Penanganan non operatif adalah pilihan utama karena 90% penderita akan sembuh sempurna tanpa masalah di kemudian hari dalam waktu beberapa bulan sampai satu tahun dengan pengobatan non operatif. Namun dibutuhkan kerja sama yang baik antara penderita dengan dokter. Dokter yang menangani plantar fasciitis non operatif adalah dokter spesilais kedokteran fisik dan rehabilitasi. Terapi konservatif (non operatif) dilakukan untuk mengatasi dan mengurangi keluhan serta mencegah berulangnya kejadian.



32



BAB IV REFERENSI Aden Z S M, N. P. (2015). Penambahan Kinesiotaping Pada Perlakuan Myofascial Release Technique Lebih Baik Dalam Menurunkan Nyeri Fungsionalpada Plantar Fascitis Oleh Karena Pemakaian Sepatu Hak Tinggi (High Heels). Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia. Assad S, A. A. (2016). Novel and Conservative Approaches Towards Effective Management of Plantar Fasciitis Materials & methods. Cureus Journal of Medical Science, 8(12). Bandpei MAM, N. M. (2014). Application of Ultrasound in the Assessment of Plantar Fascia in Patients With Plantar Fasciitis: A Systematic Review. In Ultrasound in Medicine & Biology (pp. (40)8, 1737-1754). USA: World Federation for Ultrasound in Medicine & Biology. Baschung Pfister P, d. B. (2018). Manual muscle testing and hand-held dynamometry in people with inflammatory myopathy. An intra- and interrater reliability and validity study, 13(3). Cleland JA, H. A. (2009). Manual Physical Therapy and Exercise Versus Electrophysical Agents and Exercisenin the Management of Plantar Heel Pain: A Multicenter Randomized Clinical Trial. journal of orthopaedic & sports physical therapy, (8)39, page: 573-585.



33



Grecco MV, B. G. (2013). One-year treatment follow-up of plantar fasciitis: radial shockwaves vs. conventional physiotherapy. CLINICS SCIENCE, 68(8):1089-1095. Grieve R, P. S. (2017). Hysiotherapy for Plantar Fasciitis. In P. S. Grieve R, Physiotherapy (p. 103(2)). England: A UK-wide survey of current practice. Heller GZ, M. M. (2016). How to analyze the Visual Analogue Scale: Myths, truths and clinical relevance. Scand J Pain, 13:67-75. James D, G. D. (2011). Diagnosis and Treatment of Plantar Fasciitis. American Family Physician, (84)6. Keogh JWL, C. A. (2019). Reliability and validity of clinically accessible smartphone applications to measure joint range of motion. A systematic review. PLoS One, 14(5). Kisner, C. &. (2007). The Theurapetic Exercise. Fifth Edition. Los Angeles: Philadelphia: F.A Davis Company. Napitulu. (2011). Prinsip Terapi Farmaka Nyeri. Studi Nyeri PERDOSSI., 91 – 212. S, W. (2011). 100 Question and Answer: Asam Urat. Jakarta: Elex Media Komputindo.



34



Sunarya. (2014). Penambahan Transverse Friction pada Intervensi Micro Wave Diathermy dan Ultrasound Therapi Lebih Baik untuk Mengurangi Nyeri pada Kasus Plantar Fasciitis. Jurnal Penelitian Universitas Esa Unggul. Trojian T, T. A. (2019). Plantar Fasciitis. Am Fam Physician, (12):744-750. Wibowo, S. (2008). Plantar Fasciitis atau Nyeri Tumit.



35