Referat Ablasio Retina [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

I.



Definisi Ablasio retina (retinal detachment) adalah pemisahan retina sensorik, yakni lapisan fotoreseptor (sel kerucut dan batang) dan jaringan bagian dalam, epitel pigmen retina dibawahnya. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membran Bruch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu perlekatan struktural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis. 1,3,7



Gambar 3. Ablasio retina (4)



II.



Epidemiologi Penyebab paling umum di seluruh dunia yang terkait dengan ablasio retina adalah miop, afakia, pseudofakia, dan trauma. Sekitar 40-50% dari semua pasien dengan ablasio memiliki miop, 30-40% mengalami pengangkatan katarak, dan 10-20% telah mengalami trauma okuli. ablasio retina yang terjadi akibat trauma lebih sering terjadi pada orang muda, dan miop terjadi paling sering pada usia 25-45 tahun.



Meskipun tidak ada 1



penelitian yang menunjukkan untuk terjadinya ablasio retina yang berhubungan dengan olahraga tertentu (misalnya, tinju dan bungee jumping) tetapi olahraga tersebut meningkatkan resiko terjadinya ablasio retina.2,8,9 Kejadian ini tidak berubah ketika dikoreksi, meningkat pada pria dengan trauma okuli. Ablasio retina pada usia kurang dari 45 tahun, 60% laki-laki dan 40% perempuan.9 Ablasio retina biasanya terjadi pada orang berusia 40-70 tahun. Namun, cedera paintball pada anak-anak dan remaja merupakan penyebab umum dari cedera mata, yang termasuk ablasio retina traumatik.9 III.



Klasifikasi Berdasakan penyebabnya ablasio retina dibagi menjadi: 1.



Ablasio Retina Primer (Ablasio Retina Regmatogenosa) Ablasio regmatogenosa berasal dara kata Yunani rhegma, yang berarti



diskontuinitas atau istirahat . Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasi terjadi adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreus) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid. Ablasio regmantogenosa spontan biasanya didahului atau disertai oleh pelepasan korpus vitreum posterior.1,2,8



Faktor predisposisi terjadinya ablasio retina regmatogenosa antara lain: 2,3



a. Usia. Kondisi ini paling sering terjadi pada umur 40 – 60 tahun. Namun usia tidak menjamin secara pasti karena masih banyak faktor yang mempengaruhi. b. Jenis kelamin. Keadaan ini paling sering terjadi pada laki – laki dengan perbandingan laki : perempuan adalah 3 : 2



2



c. Miopi. Sekitar 40 persen kasus ablasio retina regmatogenosa terjadi karena seseorang mengalami miop. d. Afakia. Keadaan ini lebih sering terjadi pada orang yang afakia daripada seseorang yang fakia. Pasien bedah katarak diduga akibat vitreus ke anterior selama atau setelah pembedahan. Lebih sering terjadi setelah ruptur kapsul, kehilangan vitreus dan vitrektomi anterior. Ruptur kapsul saat bedah katarak dapat mengakibatkan pergeseran materi lensa atau sesekali, seluruh lensa ke dalam vitreus. e. Trauma. Mungkin juga bertindak sebagai faktor predisposisi f. Fenile Posterior Vitreous Detachment (PVD). Hal ini terkait dengan ablasio retina dalam kasus banyak. g. Pasca sindrom nekrosis akut retina dan sitomegalovirus (CMV) retinitis pada pasien AIDS berupa nekrosis retina dengan formasi istirahat retina terjadi, kemudian, cairan dari rongga vitreous dapat mengalir melalui istirahat dan melepas retina tanpa ada hadir traksi vitreoretinal terbuka. h. Retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer seperti Lattice degeneration, Snail track degeneration, White-with-pressure and whitewithout or occult pressure, acquired retinoschisis Ablasio retina akan memberikan gejala prodromal terdapatnya gangguan penglihatan yang kadang – kadang terlihat sebagai tabir yang menutupi (floaters) akibat dari vitreous cepat degenerasi dan terdapat riwayat adanya pijaran api (fotopsia) pada lapangan penglihatan akibat sensasi berkedip cahaya karena iritasi retina oleh gerakan vitreous.1,3 Ablasi retina yang berlokalisasi di daerah superotemporal sangat berbahaya karena dapat mengangkat macula. Penglihatan akan turun secara akut bila lepasnya retina mengenai macula lutea. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah diatasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna



3



merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasi) bergoyang. Kadang – kadang terdapat pigmen didalam badan kaca. Pada pupil terdapat adanya defek aferen pupil akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi neovaskuler glaucoma pada ablasi yang telah lama.1 Gambar 4. Ablasio retina tipe regmatogenosa, arah panah menunjukkan horseshoe tear (7)



2.



Ablasio Retina Sekunder (Non regmatogenosa)



i.



Ablasio Retina Eksudatif Ablasio retina eksudatif terjadi akibat adanya penimbunan cairan eksudat di bawah retina (subretina) dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina terjadi akibat ekstravasasi cairan dari pembuluh retina dan koroid. Penyebab Ablasio retina eksudatif dibagi menjadi dua yaitu penyakit sistemik yang meliputi Toksemia gravidarum, hipertensi renalis, poliartritis nodosa. Sedangkan penyakit mata meliputi akibat inflamasi (skleritis posterior, selulitis orbita), akibat penyakit vascular (central serous retinophaty, and axudative retinophaty of coats, akibat neoplasma (malignant neoplasma koroid dan retinoblastoma), akibat



perforasi bola



mata pada operasi intraokuler.1,2,3 Gejala klinis ablasio retina eksudatif antara lain:3 a.



Tidak adanya photopsia, lubang / air mata, lipatan dan undulations.



b.



Ablasio retina eksudatif halus dan cembung. Pada puncak tumor itu biasanya bulat dan tetap dan bisa menunjukkan gangguan pigmen.



c.



Kadang-kadang, pola pembuluh retina mungkin terganggu akibat adanya neovaskularisasi di puncak tumor.



d.



Pergeseran cairan ditandai dengan mengubah posisi daerah terpisah dengan gravitasi adalah ciri khas yang dari detasemen retina eksudatif.



4



e.



Pada tes transillumination satu ablasio sederhana muncul transparan sedangkan ablasio padat.



Gambar 5. Ablasio retina tipe eksudatif akibat dari hasil metastase karsinoma payu dara (6)



ii.



Ablasio retina traksi Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada korpus vitreus (badan kaca). Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes melitus proliferative, trauma, dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi. Tipe ini juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari ablasio retina regmatogensa.1,2,3 Ablasio retina tipe regmatogenosa yang berlangsung lama akan membuat retina semakin halis dan tipis sehingga dapat menyebabkan terbentuknya proliferatif



vitreotinopathy (PVR) yang sering ditenukan pada tipe



Regmetogenosa yang lama. PVR juga dapat terjadi kegagalan dalam penatalaksanaan ablasio retina regmatogenosa. Pada PVR, epitel pigmen retina, sel glia, dan sel lainya yang berada di dalam maupun di luar retina pada badan vitreus akan membentuk membrane. Kontraksi dari membrane tersebut akan menyebabkan retina tertarik ataupun menyusut, sehingga dapat mengakibatkan terdapatnya robekan baru atau brkembang menjadi ablasio retina traksi.1,2,3,6 Gambar 6.



5



Ablasio retina traksi dengan proliferatif vitreoretinopati (6)



IV.



Diagnosis Ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang. 1.



Anamnesis Gejala umum pada ablasio retina yang sering dikeluhkan penderita adalah: a. Floaters (terlihatnya benda melayang – laying) yang terjadi karena adanya kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri.1,2,3 b. Photopsi/light flashes (kilatan cahaya), tanpa adanya sumber cahaya di sekitarnya, yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap.3 c. Penurunan tajam penglihatan, penderita mengeluh penglihatannya sebagian seperti tertutup tirai yang semakin lama semakian luas. Pada keadaan yang telah lanjut, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan yang berat.1,3,6 Pada ablasio regmatogenosa, pada tahap awal masih relative



terlokalisir, tetapi jika hal tersebut tidak diperhatikan oleh penderita maka akan berkembang menjadi lebih berat jika berlangsung sedikit sedikit demi sedikir menuju ke arah makula. Keadaan ini juga tidak menimbulkan rasa sakit tiba- tiba kehilangan penglihatan terjadi ketika kerusakannya sudah parah. Pasien seperti biasanya mengeluhkan kemunculan tiba – tiba awan gelap atau kerudung didepan mata.2,3 Selain itu perlu di anamnesa adanya faktor predisposisi yang menyebakan teradi ablasio retina seperti adanya riwayat trauma, riwayat pembedahan sebelumnya seperti ekstraksi katarak, pengangkatan korpus 6



alienum inoukler, riwayat penyakit mata sebelumnya (uveitis, perdarahan vitreus, amblopia, galukoma, dan retinopati diabetik). Riwayat keluarga dengan sakit mata yang sama serta penyakit serta panyakit sistemik yang berhubungan dengan ablasio retina (diabetes melitus, tumor, sickle cell leukimia, eklamsia, dan prematuritas).1,2,3 2.



Pemeriksaan oftalmoskopi Adapun tanda – tanda yang dapat ditemukan pada keadaan ini antar lain : a. Pemeriksaan visus. Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya makula lutea atau kekeruhan media refrakta atau badan kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat terganggu bila makula lutea ikut terangkat. 1,2,3 b. Tekanan intraokuler biasanya sedikit lebih atau mungkin normal.1,3 c. Pemeriksaan funduskopi. Merupakan salah satu cara terbaik untuk mendiagnosa ablasio retina dengan menggunakan oftalmoskop indirek binokuler. Pada pemeriksaan ini retina yang mengalami ablasio tampak sebagai membran abu – abu merah muda yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan pada ruang subretina, didapatkan pergerakkan undulasi retina ketika mata bergerak. Pembuluh darah retina yang terlepas dari dasarnya berwarna gelap, berkelok – kelok dan membengkok di tepi ablasio. Pada retina yang terjadi ablasio telihat lipatan – lipatan halus. Satu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid dibawahnya. 1,3,6 d. Electroretinography (ERG) adalah dibawah normal atau tidak ada.3 e. Ultrasonography mngkonfirmasikan diagnosis. Ini adalah nilai khusus pada pasien media berkabut terutama dihadapan padat katarak.3



V.



Penatalaksanaan



7



Tujuan utama bedah ablasi adalah untuk menemukan dan memeperbaiki semua robekan retina, digunakan krioterapi atau laser untuk menimbulkan adhesi antara epitel pigmen dan retina sensorik sehingga mencegah influks cairan lebih lanjut kedalam ruang subretina, mengalirkan cairan subretina ke dalam ke luar, dan meredakan traksi vitreoretina.2,3 Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan. Prinsip bedah pada ablasio retina yaitu :6 1.



Menemukan semua bagian yang terlepas



2.



Membuat iritasi korioretinal pada sepanjang masing-masing daerah retina yang terlepas.



3.



Menguhubungkan koroid dan retina dalam waktu yang cukup untuk menghasilkan adhesi dinding korioretinal yang permanen pada daerah subretinal.



Pada pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara : 1. Scleral buckling Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina rematogenosa terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Prosedur meliputi lokalisasi posisi robekan retina, menangani robekan dengan cryoprobe, dan selanjutnya dengan scleral buckle (sabuk). Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung posisi lokasi dan jumlah robekan retina. Pertama – tama dilakukan cryoprobe atau laser untuk memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari. 2,3,6



8



Gambar 7. Spons silikon dijahit pada bola mata untuk menekan sklera di atas robekan retina setelah drainase cairan sub retina dan dilakukan crioterapi (10)



Gambar 8. Penekanan yang didapatkan dari spons silikon, retina sekarang melekat kembali dan traksi pada robekan retina oleh vitreus dihilangkan (10)



2. Retinopeksi pneumatik Retinopeksi pneumatik merupakan metode yang juga sering digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada bagian superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui robekan. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal biasanya akan hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan kriopeksi atau laser sebelum gelembung disuntikkan. Pasien harus mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari untuk meyakinkan gelembung terus menutupi robekan retina.3,6



9



Gambar 9. Setelah pengangkatan gel vitreus pada drainase cairan sub retina, gas fluorokarbon inert disuntikan ke dalam rongga vitreus (10)



iii.



Vitrektomi Merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat



diabetes, dan juga pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau perdarahan vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada dinding bola mata kemudian memasukkan instruyen ingá cavum vitreous melalui pars plana. Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutre untuk menghilangkan berkas badan kaca (viteuos stands), membran, dan perleketan – perleketan. Teknik dan instruyen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab ablasio. Lebih dari 90% lepasnya retina dapat direkatkan kembali dengan teknikteknik bedah mata modern, meskipun kadang- kadang diperlukan lebih dari satu kali operasi.3,6 VI.



Prognosis Prognosis dari penyakit ini berdasarkan pada keadaan makula sebelum dan



sesudah operasi serta ketajaman visualnya. Jika, keadaannya sudah melibatkan makula maka akan sulit menghasilkan hasil operasi yang baik, tetapi dari data yang ada sekitar 87 % dari operasi yang melibatkan makula dapat mengembalikan fungsi visual sekitar 20/50 lebih kasus diman makula yang terlibat hanya sepertiga atau setengah dari makula tersebut.6 Pasien



dengan



ablasio



retina



yang



melibatkan



makula



dan



perlangsungannya kurang dari 1 minggu, memiliki kemungkinan sembuh post operasi sekitar 75 % sedangkan yang perlangsungannya 1-8 minggu memiliki kemungkinan 50 %.3 10



Dalam 10-15 % kasus yang dilakukan pembedahan dengan ablasio retina yang melibatkan makula, kemampuan visualnya tidak akan kembali sampai level sebelumnya dilakukannya operasi. Hal ini disebabkan adanya beberpa faktor seperti irreguler astigmat akibat pergeseran pada saat operasi, katarak progresif, dan edema makula. Komplikasi dari pembedahan misalnya adanya perdarahan dapat menyebabkan kemampuan visual lebih menurun.6



DAFTAR PUSTAKA



1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. 2010. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. p.1-10, 183-6 2. Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. 2000. Oftalmologi umum (General ophthalmology) edisi 17. EGC: Jakarta. p. 12-199 3. Khurana. Diseases of retina in comprehensive ophthalmology 4th edition. New Age International Limited Publisher: India. p. 249- 279. 4. Junqueira LC, Jose C. Histologi Dasar Teks & Atlas. Edisi 10. Jakarta: EGC; 2007. Hal. 470-464



11



5. Reynolds,J. Olitsky,S. Anatomy and Physiology of Retina In : Pediatric retina. 2011. Springer-verlag : Berlin Heidelberg. Page 39-50. 6. American Academy Ophtalmology. Retina and Vitreous: Section 12 20072008. Singapore: LEO; 2008. p. 9-299 7. Lang, GK. Ophtalmology, A Pocket Textbook Atlas. 2nd Edition. 2006.Thieme. Germany. p. 305-344. 8. Sundaram venki. Training in Ophthalmology. 2009. Oxford university press: New York. P.118-119 9. Larkin, L. Gregory. Retinal Detachment.[serial online] 8th septembe 2010 [cited



19th



June



2012].



Available



from



:



http//emedicine.medscape.com/article/1226426 10. James, Bruce, dkk. Oftalmologi Lecture Notes. 2003. Erlangga: Jakarta. p. 117-7



12