Referat Abses Hepar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ABSES HEPAR



I. PENDAHULUAN Insiden dan jenis penyakit infeksi pada hati yang bersumber dari sistem gastrointestinal sangat bervariasi dari satu negara ke negara yang lainnya. Ini dapat disebabkan oleh bakteri, parasit atau jamur. Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah di dalam parenkim hati. 1,2 Abses hati terbagi 2 secara umum, yaitu abses hati amoebic (AHA) dan abses hati piogenik (AHP/ Hepatic Abcess, Bacterial Liver Abcess). AHA merupakan salah satu komplikasi amoebiasis ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropis/subtropik termasuk Indonesia. AHA lebih sering terjadi endemik di negara berkembang dibanding AHP. AHA terutama disebabkan oleh Entamoeba Histolytica. 2 AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess. AHP ini merupakan kasus yang relatif jarang. AHP ini tersebar di seluruh dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi higiene/sanitasi yang kurang. 2



II. EPIDEMIOLOGI Di negara – negara berkembang yang sedang berkembang, AHA didapatkan secara endemik dan jauh lebih sering dibandingkan AHP. 2 Penyakit AHA ini masih menjadi masalah kesehatan terutama di daerah dengan strain virulen Entamoeba histolytica (E. Histolytica) yang tinggi. Abses hati amebik merupakan komplikasi ekstraintestinal yang paling sering terjadi sesudah infeksi E. histolytica yaitu pada 1-25 % (rata-rata 8,1 %) penderita dengan amebiasis intestinalis klinis. Pria lebih sering menderita AHA dibanding wanita. Pravelensi terbanyak ditemukan pada umur antara 30 – 50 tahun dengan perbandingan 4 : 1 lebih sering pada orang – orang dewasa.1,3



AHP ini tersebar di seluruh dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi hygiene /sanitasi yang kurang. Secara epidemiologi, didapatkan 8 ± 15 per 100.000 kasus AHP yang memerlukan perawatan di RS, dan dari beberapa kepustakaan Barat, didapatkan prevalensi autopsi bervariasi antara 0,29 ± 1,47% sedangkan prevalensi di RS antara 0,008 ± 0,016%. AHP lebih sering terjadi pada pria dibandingkan perempuan, dengan rentang usia berkisar lebih dari 40 tahun, dengan insidensi puncak pada dekade ke ± 6. 2



II. ETIOLOGI Abses Hati Amebik (AHA) Penyakit AHA ini masih menjadi masalah kesehatan terutama di daerah dengan strain virulen Entamoeba histolytica (E. Histolytica) yang tinggi. Abses hati amebik merupakan komplikasi ekstra intestinal yang paling sering terjadi akibat infeksi E. histolytica yaitu pada 1-25 % (rata-rata 8,1 %) penderita dengan amebiasis intestinalis klinis. 1 Entamoeba histolytica mempunyai 3 bentuk yaitu: bentuk minuta, bentuk kista, dan bentuk aktif (vegetatif). Kista dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten terhadap suasana kering dan suasana asam. Bentuk trofozoit ada yang berukuran kecil (yaitu 10-20 mikron) dan berukuran besar (yaitu 20-60 mikron). Bentuk trofozoit ini akan mati dalam suasana kering atau asam. Trofozoit besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung



protease



yaitu



hialuronidase



dan



mukopolisakaridase



yang



mampu



mengakibatkan destruksi jaringan.1,3 Abses Hati Piogenik (AHP) Sedangkan etiologi AHP adalah enterobacteraceae, microaerophilic streptococci, anaerobic streptococci, klebsiella pneumonia, bacteroides, fusobacterium, staphylococcus aureus, staphylococcus milleri, candida albicans, aspergillus, actinomyces, eikenella corrodens, yersinia enterocolitica, salmonella typhi, brucella melitensis dan fungal. 2



Infeksi dari hati dapat juga berasal dari 1,2 1. Sistem biliaris langsung dari kandung empedu atau melalui saluran-saluran empedu.



2. Viscera abdomen melalui vena porta yaitu secara langsung atau pieloflebitis atau embolisasi. Biasanya berasal dari apendisitis, diverticulitis atau penyakit Crohn. Kolitis ulseratif jarang dengan abses hati. 3. Arteri hati pada bakterimia/septikemia akibat infeksi ditempat lain. 4. Penyebaran langsung dari infeksi organ sekitar hati seperti gaster, duodenum, ginjal, rongga subdiafragma atau pankreas. 5. Trauma tusuk atau tumpul. 6. Kriptogenik.



IV. ANATOMI DAN FISIOLOGI a. Anatomi Hepar Hati adalah organ terbesar dalam tubuh kita, dengan berat 1.200 gram – 1.500 gram. Pada orang dewasa ± 1/50 dari berat badannya, sedangkan pada bayi ± 1/18 dari berat bayi. Hati merupakan organ lunak yang lentur dan tercetak oleh struktur sekitarnya. Hati memiliki permukaan superior yang cembung dan terletak di bawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan merupakan atap dari ginjal kanan, lambung, pankreas, dan usus. Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis yang terlihat dari luar. Ligamentum falsiformis berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan abdomen. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang merupakan peritoneum membantu menyokong hati. Dibawah peritoneum terdapat jaringan ikat padat yang disebut sebagai kapsula Glisson, yang meliputi permukaan seluruh organ; bagian paling tebal kapsula ini terdapat pada porta hepatis, membentuk rangka untuk cabang vena porta, arteri hepatica, dan saluran empedu. Porta hepatis adalah fisura pada hati tempat masuknya vena porta dan arteri hepatika serta tempat keluarnya duktus hepatika.3,4



Struktur Mikroskopis Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut sebagai lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena sentralis yang mengalirkan darah dari lobulus. Hati manusia memiliki maksimal 100.000 lobulus. Diantara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang disebut sebagai sinusoid, yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Tidak seperti kapiler lain, sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer. Sel Kuppfer merupakan sistem monosit-makrofag, dan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah. Sejumlah 50 % dari semua makrofag dalam hati adalah sel Kuppfer, sehingga hati merupakan salah satu organ penting dalam pertahanan melawan invasi bakteri dan agen toksik. Selain cabang-cabang vena porta dan arteria hepatika yang melingkari bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu. Saluran empedu interlobular membentuk kapiler empedu yang sangat kecil yang disebut sebagai kanalikuli, yang berjalan ditengah lempengan sel hati. Empedu yang dibentuk dalam hepatosit diekskresi ke dalam kanalikuli yang bersatu membentuk saluran empedu yang makin lama makin besar hingga menjadi duktus koledokus.4



Gambar 2. Anatomi Hepar (Dikutip dari kepustakaan no. 5)



Hati memiliki dua sumber suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta hepatik, dan dari aorta melaui arteri hepatika. Sekitar sepertiga darah yang masuk adalah darah arteria dan duapertiganya adalah darah vena dari vena porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menitnya adalah 1.500 ml dan dialirkan melalui vena hepatika kanan dan kiri, yang selanjutnya bermuara pada vena kava inferior.4



b. Fisiologi Hepar Fungsi hati sebagai organ keseluruhannya diantaranya adalah ikut mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, ikut mengatur volume darah, dan sebagai alat penyaring (filter) semua makanan dan berbagai macam substansia yang telah diserap oleh intestinal yang akan dialirkan ke organ melalui sistem portal. Selain itu sel- sel hati berfungsi sebagai pusat metabolisme diantaranya (metabolisme hidrat arang, protein, lemak, empedu), Sebagai alat penyimpan vitamin dan bahan makanan hasil metabolisme, sebagai alat sekresi untuk keperluan badan (seperti enzim, glukosa, protein, faktor koagulasi dan empedu). Adapun sel kuppfer berfungsi sebagai sel retikuloendotelial yang mengurai Hb menjadi bilirubin, membentuk α- globulin dan immune bodies, dan sebagai alat fagositosis terhadap bakteri dan elemen makromolekular.3



V.PATOGENESIS Abses Hati Amebik (AHA) a. Skema bagan 1. Terjadinya Amoebiasis hepar Koloni entamoeba histolytica



Saluran Intestinal



Menghancurkan dinding vena



Cabang-cabang kecil Vena porta



Leucosi t



Infiltrasi



Sytem porta Intra hepatal



Peradangan



Masuk & berkembangbiak (coloni amoeba)



Amuba melysiskan Pembuluh darah



Amoebic hepatitis Sembuh Spontan Kemudian lesi membesar



Membentuk rongga berisi cairan yang berisi cell-cell debris



Amoebic liver absces



Bacterio steril



Gambar 3: (Dikutip dari kepustakaan no. 6)



Cara penularan pada umumnya fekal-oral baik melalui makanan atau minuman yang tercemar kista atau transmisi langsung pada keadaan higiene perorangan yang buruk. Pada kelompok homoseksual disebutkan insidens amebiasis lebih tinggi dikaitkan dengan masalah



hubungan oro-anal atau oro-genital yang dilanjutkan dengan genito-oral. Sesudah masuk per oral hanya bentuk kista yang bisa sampai ke dalam intestinal tanpa dirusak oleh asam lambung, kemudian kista pecah, keluar trofozoit. Di dalam usus trofozoit menyebabkan terjadinya ulkus pada mukosa akibat enzim proteolitik yang dimilikinya dan bisa terbawa aliran darah portal masuk ke hepar. Amoeba kemudian tersangkut menyumbat venul porta intrahepatik, terjadi infark hepatosit sedangkan enzim-enzim proteolitik tadi mencerna sel parenkim hati sehingga kemudian terbentuk abses. Didaerah sentralnya terjadi pencairan yang berwarna coklat kemerahan “anchovy sauce” yang terdiri dari jaringan hati yang nekrotik dan berdegenerasi. Amoebanya dapat ditemukan pada dinding abses dan sangat jarang ditemukan di dalam cairan dibagian sentral abses. Kira-kira 25 % abses hati amoebik mengalami infeksi sekunder sehingga cairan absesnya menjadi purulen dan berbau busuk.1



Gambar 3. Abses Hepar (Dikutip dari kepustakaan no.7)



Terdapat periode laten yaitu jarak waktu yang lamanya bervariasi kadang-kadang sampai bertahun-tahun diantara kejadian infeksi pada usus dengan timbulnya abses hati. Jarak waktu antara serangan di intestinal dengan timbulnya kelainan di hati berbeda-beda. Bentuk yang akut dapat memakan waktu kurang dari 3 minggu, tetapi bentuk yang kronis lebih dari 6 bulan, bahkan mungkin sampai 57 tahun. Disamping itu hanya lebih kurang 10 % penderita abses hati yang dapat ditemukan adanya kista E.histolytica dalam tinjanya pada waktu yang



bersamaan, bahkan dilaporkan 2-33 %. Faktor yang berperan dalam keaktivan invasi amoeba ini belum diketahui dengan pasti tetapi mungkin ada kaitannya dengan virulensi parasit, diit flora bakteri usus dan daya tahan tubuh sesorang baik humoral maupun seluler.1,3



Abses Hati Piogenik (AHP) Abses hati piogenik paling sering disebabkan oleh penyakit saluran empedu (35-45 % kasus). Perluasan infeksi di dalam perut (diverticulitis, apendistis, penyakit crohn) lewat vena porta merupakan penyebab untuk 20 % lainnya. Sisa kasus disebabkan oleh perluasan infeksi lokal secara langsung, penyebaran hematogen lewat arteri hepatika dari tempat yang jauh, atau penyebab idiopatik (10-20 %). 8,9 Hati menerima darah secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena portal, hal ini memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Adanya penyakit sistim biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena portal dan limfatik sehingga akan terbentuk formasi abses filelebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara hematogen sehingga terjadi bakteremia sistemik. Penetrasi akibat trauma tusuk akan menyebabkan inokulasi bakteri pada parenkim hati sehingga terjadi AHP. Penetrasi akibat trauma tumpul menyebabkan nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan terjadi kebocoran saluran empedu sehingga terjadi kerusakan dari kanalikuli. Kerusakan kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi pertumbuhan bakteri dengan proses supurasi dan pembentukan pus.2



VI. MANIFESTASI KLINIS Abses Hati Amebik (AHA) Keluhan yang timbul dapat bermacam-macam. Gejala dapat timbul secara mendadak (bentuk akut), atau secara perlahan-lahan (bentuk kronik). Dapat timbul bersamaan dengan stadium akut dari amebiasis intestinal atau berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah keluhan intestinal sembuh. 3 Pada bentuk akut, gejalanya lebih nyata dan biasanya timbul dalam masa kurang dari 3 minggu. Keluhan yang sering diajukan yaitu rasa nyeri di perut kanan atas. Rasa nyeri terasa seperti tertusuk – tusuk dan panas, demikian nyerinya sampai ke perut kanan. Dapat juga timbul rasa nyeri di dada kanan bawah, yang mungkin disebabkan karena iritasi pada pleura diafragmatika. Pada akhirnya dapat timbul tanda – tanda pleuritis. Rasa nyeri pleuropulmonal lebih sering timbul pada abses hepatis jika dibandingkan dengan hepatitis. Rasa nyeri tersebut dapat menjalar ke punggung atau skapula kanan. Pada saat timbul rasa nyeri di dada dapat timbul batuk – batuk. Keadaan serupa ini timbul pada waktu terjadinya perforasi abses hepatis ke paru – paru. Sebagian penderita mengeluh diare. Hal seperti itu memperkuat diagnosis yang dibuat.3,9 Gejala demam merupakan tanda yang paling sering ditemukan pada abses hepar. Gejala yang non spesifik seperti menggigil, anoreksia, mual dan muntah, perasaan lemah badan dan penurunan berat badan merupakan keluhan yang biasa didapatkan. Lebih dari 90 % didapatkan hepatomegali yang teraba nyeri tekan. Hati akan membesar kearah kaudal atau kranial dan mungkin mendesak kearah perut atau ruang interkostal. Pada perkusi diatas daerah hepar akan terasa nyeri. Konsistensi biasanya kistik, tetapi bisa pula agak keras seperti pada keganasan. Pada tempat abses teraba lembek dan nyeri tekan. Dibagian yang ditekan dengan satu jari terasa nyeri, berarti tempat tersebutlah tempatnya abses. Rasa nyeri tekan dengan satu jari mudah diketahui terutama bila letaknya di interkostal bawah lateral. Ini menunjukkan tanda Ludwig positif dan merupakan tanda khas abses hepatis. Abses yang besar tampak sebagai massa yang membenjol didaerah dada kanan bawah. Batas paru-paru hepar meninggi. Pada kurang dari 10 % abses terletak di lobus kiri yang sering kali terlihat seperti massa yang teraba nyeri di daerah epigastrium. 3,8,10 Ikterus jarang terjadi, kalau ada biasanya ringan. Bila ikterus hebat biasanya disebabkan abses yang besar atau multipel, atau dekat porta hepatik. Pada pemeriksaan toraks



didaerah kanan bawah mungkin didapatkan adanya efusi pleura atau “friction rub” dari pleura yang disebabkan iritasi pleura.1,8,10 Gambaran klinik abses hati amebik mempunyai spektrum yang luas dan sangat bervariasi, hal ini disebabkan lokasi abses, perjalanan penyakit dan penyulit yang terjadi. Pada satu penderita gambaran bisa berubah setiap saat. Dikenal gambaran klinik klasik dan tidak klasik. 1 -



Gambaran klinik klasik didapatkan penderita mengeluh demam dan nyeri perut kanan atas atau dada kanan bawah, dan didapatkan hepatomegali yang nyeri. Gambaran klasik didapatkan pada 54-70 % kasus.1



-



Gambaran klinik tidak klasik ditemukan benjolan di dalam perut (seperti bukan kelainan hati misalnya diduga empiema kandung empedu atau tumor pankreas), Gejala renal (keluhan nyeri pinggang kanan dan ditemukan masa yang diduga ginjal kanan), ikterus obstruktif, kolitis akut, gejala kardiak bila ruptur abses ke rongga perikardium, gejala pleuropulmonal, abdomen akut.1



Abses Hati Piogenik (AHP) Manifestasi klinis AHP biasanya lebih berat dari pada abses hati amebik. Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Demam/panas tinggi merupakan keluhan paling utama dengan tipe remiten, intermiten atau febris kontinu, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (68 %), mual dan muntah (39%), berat badan menurun (46%). Setelah pemakain antibiotik yang adekuat, gejala dan manifestasi klinis AHP adalah malaise, demam yang tidak terlalu tinggi dan nyeri tumpul pada abdomen yang menghebat dengan adanya pergerakan. Apabila abses hati piogenik letaknya dekat dengan diafragma, maka akan terjadi iritasi diafragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektasis. Gejala lainnya adalah rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan, kelemahan badan, ikterus, buang air besar berwarna seperti kapur dan buang air kecil berwarna gelap.1,2 Pemeriksaan fisis yang didapatkan febris biasa hingga demam/panas tinggi, pada palpasi terdapat hepatomegali serta perkusi terdapat nyeri tekan hepar, yang diperberat



dengan adanya pergerakan abdomen,splenomegali didapatkan apabila AHP telah menjadi kronik, selain itu bisa didapatkan asites, ikterus serta tanda-tanda hipertensi portal. Adanya ikterus pada 24-52 % kasus biasanya menunjukkan adanya penyakit sistem bilier yang disertai kolangitis dengan prognosis yang buruk.1,2



VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG Secara umum pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang tinggi, anemia ringan sampai sedang, peningkatan laju endapan darah (LED), peningkatan alkalin fosfatase, peningkatan bilirubin, SGOT, SGPT, berkurangnya kosentrasi albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang menunjukan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang yang disebabkan AHP. Tes serologi digunakan untuk menyingkirkan diagnosa banding. Kultur darah yang memperlihatkan bakterial penyebab menjadi standar emas untuk menegakkan diagnosis secara mikrobiologik. 2,8



Abses Hati Amebik (AHA) Kelainan hematologik, faal hati dan fraksi protein tidak mempunyai peran yang besar dalam diagnostik, dan tidak ada satupun pemeriksaan tersebut yang patognomonik untuk abses hati amebik. Ditemukan leukositosis, sebagian besar penderita menunjukkan peninggian LED. Kelainan faal hati jarang ditemukan, bila ada sering tidak mencolok dan akan kembali normal dengan penyembuhan abses. Pemeriksaan serologik sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dengan sensitivitas 91 – 93 % dan spesifitas 94-99%. Pemeriksaan serologik positif berarti sedang atau pernah terjadi amebiasis invasif. Didaerah endemik amebiasis, seseorang tanpa sedang menderita amebiasis invasif sering memberikan reaksi serologik positif akibat antibodi yang terbentuk pada infeksi sebelumnya. Cara pemeriksaan yang paling sensitif ialah cara ELISA. Pemeriksaan parasit E. Hystolitica dilakukan pada isi abses atau cairan aspirasi lainnya, biopsi abses, tinja atau biopsi kolonoskopi/sigmoidoskopi dengan hasil dari penderita 1/3 penderita.1,2 Pada pemeriksaan radiologis dengan foto thoraks tampak diafragma kanan meninggi dengan gerakan terbatas, dan mungkin ada efusi pleural. Pada foto toraks bisa didapatkan pula kelainan lain seperti corakan bronkhovaskuler paru kanan bawah bertambah, infiltrat,



atelektasis, garis adhesi tegak lurus dari diafragma ke paru-paru. Abses paling sering di bagian superoanterior hepar sehingga tampak ada kubah dibagian anteromedial diafragma kanan. Abses di lobus kiri memberikan gambaran deformitas berbentuk bulan sabit di daerah curvatura minor pada foto memakai barium. Secara angiografik abses tampak sebagai daerah avaskuler dengan pembuluh disekelilingnya yang berdistorsi dan hipervaskularisasi.1,2 Pemeriksaan ultrasonografi (USG) digunakan rutin untuk diagnostik, penuntun aspirasi dan pemantauan hasil terapi. Dengan USG dapat dibedakan lesi padat dan kistik dan dapat dievaluasi sifat cairan abses. Gambaran USG yang sangat mencurigakan abses hati amebik adalah: 1 -



Lesi hipoeekoik pada “gain” normal maupun ditinggikan dan pada “gain” tinggi jelas tampak echo halus homogen tersebar rata.



-



Lesi berbentuk bulat oval, pada abses hepar tampak lobulasi, tidak berdinding, terletak dekat permukaan hati.



-



Terdapat peninggian echo pada bagian distal abses.



Pemeriksaan tomografi dengan komputer merupakan cara terbaik untuk melihat gambaran abses terutama untuk abses yang multipel atau yang letaknya posterior. Sensitivitas adalah 98 % dan dapat mendeteksi lesi berukuran 5 mm. Dibanding USG, pemeriksaan dengan cara ini biayanya lebih mahal. 1



Abses Hati Piogenik (AHP) Leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri didapatkan pada 60-87 % kasus. Anemia (biasanya normositik normokrom) ditemukan pada 50 %, sedangkan peninggian alkali fosfatase (90%), kadar albumin serum dibawah 3 gr% (33-74 %) dan waktu protrombin memanjang (34-54 %) menunjukkan bahwa kegagalan fungsi hati ini disebabkan abses di dalam hati.1,9,11 Pada zaman sebelum ada antibiotika bakteri penyebab abses ini adalah E. Coli, S.aurens



dan



S.hemolyticus,



tetapi



semenjak



ditemukannya



dan



digunakannya



antibiotik/kemoterapeutik maka bakteri aerob gram negatif seperti P. vulgaris, A.aerogenes, S. Faecalis dan P.aeroginosa secara tersendiri atau bersama-sama dapat ditemukan pada



kultur dari pus abses hati. Selain itu kuman anaerob ( Bacteriodes, Fusobacterium, Clostridium, dan Actinomyces) juga bisa ditemukan pada pus yang berbau busuk.1 Pada foto thoraks/foto polos abdomen ditemukan diafragma kanan meninggi, efusi pleural, atelektasis basiler,empiema atau abses paru. Kelainan-kelainan ini ditemukan pada 20-82 % kasus. Pada foto thoraks PA sudut kardio-frenikus tertutup, pada posisi lateral sudut kosto-frenikus anterior tertutup. Dibawah diafragma mungkin terlihat bayangan udara atau “air fluid level”. Abses di lobus kiri akan mendesak kurvatura minor seperti tampak pada foto dengan kontras barium. Secara angiografik abses merupakan daerah avaskuler.1 Pemeriksaan penunjang yang lain yaitu abdominal CT-scan atau MRI, ultrasonografi abdominal dan biopsi hati, kesemuanya saling menunjang sehingga memiliki nilai diagnostik semakin tinggi. Abdominal CT-scan memiliki sensitifitas 95-100% dan dapat mendeteksi luasnya lesi hingga kurang dari 1 cm. Ultrasound abdomen memiliki sensitifitas 80-90 %, Ultrasound Gided Aspirate for Culture and Special Stain, dengan kultur hasil aspirasi terpimpin dengan ultrasound didapatkan positif 90 % kasus, sedangkan gallium dan technectium radionuclide scanning memiliki sensitivitas 50-90 %. 2



VIII. DIAGNOSIS Abses Hati Amebik (AHA) Kritera Diagnosis Abses Hepar Amoebik : 1 -



Hati yang membesar dan nyeri



-



Leukositosis, tanpa anemia pada penderita abses amoebik yang akut atau leukositosis ringan disertai anemi pada abses tipe kronik. Adanya “pus amoebik” yang mungkin mengandung trofozoit E. Histolytica.



-



Pemeriksaan serologik terhadap E. Histolytica positif.



-



Gambaran



radiologik



yang mencurigakan,



terutama



posteroanterior dan lateral kanan. -



Adanya “filling defect” pada sidik hati



-



Respon yang baik terhadap terapi dengan metronidazole.



pada



foto



thoraks



Abses Hati Piogenik (AHP) Menegakkan diagnosis AHP berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan laboratoris serta pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan gejala dapat ringan, tetapi biasanya terdapat demam, menggigil, anoreksia, dan penurunan berat badan. Nyeri perut dan hepatomegali terjadi pada setengah kasus, ikterus pada sepertiganya. Pada pemeriksaan fisi ditemukan leukositosis, anemia, peningkatan alkali fosfatase dan bilirubin serta penurunan albumin adalah penemuan yang khas. Biakan darah positif pada lebih dari 50 % kasus. Diagnosis didasarkan pada deteksi didini lesi oleh pemeriksaan radiologis, dengan pemastian oleh pemeriksaan ultrasonik atau aspirasi dengan panduan CT. Foto polos dapat memperlihatkan akumulasi udara di kuadran kanan atas. Efusi pleura kanan, atelektasis dan naiknya hemidiafragma juga merupakan petunjuk yang penting. Diagnosis AHP kadangkadang sulit ditegakkan sebab gejala dan tanda klinis sering tidak spesifik. Sedangkan diagnosis dini memberikan arti penting dalam pengelolaan AHP karena penyakit ini dapat disembuhkan. Diagnosis dapat ditegakkan bukan hanya dengan CT-scan saja, meskipun pada akhirnya dengan CT-scan mempunyai nilai prediksi yang tinggi untuk diagnosis AHP, demikian juga dengan tes serologi yang dilakukan. Tes serologi yang negatif menyingkirkan diagnosis AHA, meskipun terdapat pada sedikit kasus, tes ini menjadi positif setelah beberapa hari kemudian. Diagnosis berdasarkan penyebab adalah dengan menemukan bakteri penyebab pada pemeriksaan kultur hasil aspirasi, ini merupakan standar emas untuk diagnosis. 2,8



IX. DIAGNOSIS BANDING Beberapa Diagnosis Banding dari Abses Hepar : a. Hepatitis virus Hepatistis virus merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati. Hampir semua kasus hepatitis virus disebabkan oleh salah satu dari lima jenis virus yaitu : virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV), dan virus hepatitis E (HEV).



Sindrom klinis yang mirip pada semua virus penyebab mulai dari gejala prodromal yang non spesifik dan gejala gastrointestinal, seperti malaise, anoreksia, mual dan muntah. Gejala flu, faringitis, batuk, fotofobia, sakit kepala, dan mialgia. Awitan gejala cenderung muncul mendadak pada HAV dan HEV pada virus yang lain secara insidious. Demam jarang ditemukan kecuali pada infeksi HAV. Ikterus didahului dengan kemunculan urin berwarna gelap, pruritus (biasanya ringan dan sementara) dapat timbul ketika ikterus meningkat.Gejala prodromal menghilang pada saat timbul ikterus, tetapi gejala anoreksia, malaise dan kelemahan dapat menetap. Pemeriksaan fisis menunjukkan pembesaran dan sedikit nyeri tekan pada hati, splenomegali ringan dan limfadenopati dapat ditemukan pada 15-20 % pasien.2



b. Karsinoma Hepatoselular (HCC) Merupakan tumor ganas primer yang berasal dari hepatosit. Di Indonesia HCC dtemukan tersering pada median umur 50-60 tahun dengan predominasi pada lakilaki. Rasio antara kasus laki-laki dan perempuan sekitar 2-6 : 1. Mekanisme karsinogenesis HCC belum sepenuhnya diketahui. Apapun agen penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan (turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera dan regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hepatitis virus kronik, alkohol dan penyakit hati metabolik (seperti hemokromatosis dan defisiensi antitripsin alfa1) dapat menyebabkan cedera kronik,regenerasi dan sirosis pada hepar.2 Manifestasi klinisnya sangat bervariasi, dari asimtomatik hingga yang gejala dan tandanya sangat jelas dan disertai gagal hati. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri atau perasaan tak nyaman di kuadran kanan atas abdomen atau teraba pembengkakan lokal di hepar patut dicurigai menderita HCC. Keluhan gastrointestinal lain adalah anoreksia, kembung, konstipasi atau diare. Sesak napas dapat dirasakan akibat besarnya tumor yang menekan diafragma atau karena sudah ada metastasis di paru. Sebagian pasien HCC sudah menderita sirosis hati, baik yang masih dalam stadium kompensasi, maupun yang sudah menunjukkan tanda-tanda gagal hati seperti malaise, anoreksia, penurunan berat badan dan ikterus. Temuan fisis tersering pada HCC adalah hepatomegali dengan atau tanpa „bruit‟ hepatic, splenomegali, asites, ikterus, demam dan atrofi otot. Pada pemeriksaan penunjang



didapatkan kadar AFP serum ≥ 400 ng/mL disertai dengan pemeriksaan USG abdomen yang menunjang adanya karsinoma hepar dan CT atau MRI yang menunjukkan daerah hipervaskularisasi arterial dari nodul.2



X. KOMPLIKASI Abses Hati Amebik (AHA) Komplikasi yang dapat terjadi pada Abses Hati Amebik, yaitu : 1 a) Infeksi sekunder Merupakan komplikasi paling sering terjadi pada 10-20 % kasus. b) Ruptur atau penjalaran langsung Rongga atau organ yang terkena tergantung pada letak abses, misalnya abses di lobus kiri mudah pecah ke perikardium dan intraperitoneum. Perforasi paling sering ke pleuropulmonal (10-20 %), kemudian ke rongga intraperitoneum (6-9 %) selanjutnya perikardium (0,01 %) dan organ-organ lain seperti kulit dan ginjal. c) Komplikasi vaskuler Ruptur ke dalam vena porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinalis jarang terjadi. d) Parasitemia, amebiasis serebral E. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di organ lain misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal intrakranial.



Abses Hati Piogenik (AHP) Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit yang berat, seperti : 1,2 a) Septikemia/bakterimia dengan mortalitas 85 %, ruptur abses hati disertai peritonitis generalisata dengan mortalitas 6-7 %, kelainan pleuropulmonal,gagal hati, perdarahan



ke dalam rongga abses, empiema, fistula hepatobronkial, ruptur kedalam perikard atau retroperitoneum. b) Sesudah mendapat terapi, sering terjadi diathesis hemoragik, infeksi luka, abses rekuren, perdarahan sekunder, gagal hati dan terjadi rekurensi atau reaktifasi abses.



XI. PENATALAKSANAAN A. Medikamentosa



1. Abses Hati Amebik (AHA) Pada prinsipnya pengobatan medikamentosa terdiri dari pemberian amebisid jaringan untuk mengobati kelainan di hatinya, disusul amebisid intestinal untuk pemberantasan parasit E. Histolytica di dalam usus sehingga dicegah kambuhnya abses hati. Perlu diperhatikan pemberian amebisid yang adekuat untuk mencegah timbulnya resistensi parasit.1 Sebagai amebisid jaringan, metronidazole saat ini merupakan pilihan pertama dengan dosis 3 x 750 mg/hari selama 10 hari. Sebagai pilihan kedua adalah emetin-hidroklorida atau dehidroemetin, dengan klorokuin. Baik emetin maupun dihidroemetin merupakan amebisid jaringan yang sangat kuat, didapatkan dalam kadar tinggi di hati, jantung dan organ lain. Obat ini tidak bisa sebagai amebisid intestinal, kurang sering dipakai oleh karena efek sampingnya, biasanya baru digunakan pada keadaan yang berat. Obat ini toksik terhadap otot jantung dan uterus karena itu tidak boleh diberikan pada penderita penyakit jantung (kecuali perkarditis amebik) dan wanita hamil. Dosis yang diberikan 1 mg emetin/kgBB selama 7-10 hari atau 1,5 mg dehidroemetin/kgBB selama 10 hari intramuskuler. Dehidroemetin kurang toksik dibanding dengan emetin.1 Amebisid jaringan yang lain ialah klorokuin yang mempunyai nilai kuratif sama dengan emetin hanya pemberian membutuhkan waktu lama. Kadar yang tinggi didapat pada hati, paru dan ginjal. Efek samping sesudah pemakaian lama ialah retinopati. Dosis yang diberikan 600 mg klorokuin basa, lalu 6 jam kemudian 300 mg dan selanjutnya 2 x 150 mg/hari selama 28 hari, ada pula yang memberikan klorokuin 1 gr/hari selama 2 hari, diteruskan 500 mg/hari sampai 21 hari.1



Sebagai amebisid intestinal bisa dipakai diloksanid furoat 3 x 500 mg/hari selama 10 hari atau diiodohidroksikuin 3 x 600 mg/hari selama 21 hari atau klefamid 3 x 500 mg/hari selama 10 hari. 1 Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara diatas tidak berhasil, dalam arti kata masih membesar, masih terdapat peninggian suhu badan, nyeri perut kanan atas, tanda ludwig positif dan gejala lainnya, dapat dilakukan tindakan aspirasi. 3 2. Abses Hati Piogenik (AHP) Penatalaksanaan AHP dengan menggunakan antibiotika spektrum luas oleh karena penyebab abses terdapat di dalm cairan abses yang sulit dijangkau dengan antibiotika tunggal tanpa aspirasi cairan abses. Pada terapi awal menggunakan penisilin. Selanjutnya, dikombinasikan antara ampisilin, minoglikosida atau sefalosporin generasi III dan klidamisin atau metronidazol. Jika dalam waktu 48 – 72 jam, belum ada perbaikan klinis dan laboratoris, maka antibiotika yang digunakan diganti dengan antibiotika yang sesuai dengan hasil kultur sensifitas aspirat abses hati. Pengobatan parenteral dapat dirubah menjadi oral setelah pengobatan parenteral selama 10 – 14 hari, dan kemudian dilanjutkan kembali hingga 6 minggu kemudian. 2 Penatalaksanaan secara konvesional adalah dengan drainase terbuka secara operasi dan antibiotik spektrum luas. Penatalaksanaan saat ini, adalah menggunakan drainase perkutaneus abses intraabdominal, infeksi ataupun terjadi kesalahan dalam penempatan kateter drainase, kadang – kadang pada HAP multipel diperlukan reseksi hati. 2



XII. PENCEGAHAN Pencegahan merupakan cara efektif untuk menurunkan mortalitas akibat abses hati piogenik yaitu dengan cara : 1 -



Segera dekompresi pada keadaan obstruksi biliar baik akibat batu empedu maupun proses keganasan.



-



Setiap ligasi arteri hati harus disertai pemberian antibiotik.



-



Sepsis intrabdominal harus segera diatasi.



XII. PROGNOSIS Beberapa faktor yang mempengaruhi prognosis abses : 1 -



Usia, makin tua prognosis akan makin buruk.



-



Status imunitas dan keadaan nutrisi penderita.



-



Lokalisasi abses, mudah/sukar dicapai untuk drainase



-



Virulensi parasit/bakteri.



-



Letak dan jumlah abses, abses soliter prognosis lebih baik dibandingkan dengan abses ganda multipel



-



Stadium penyakit



-



Adanya komplikasi septikemia, abses subfrenik, ruptur ke organ lain



-



Bakterimia poli mikroba



-



Gangguan faal hati.



Prognosis yang buruk apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil kultur darah yang memperlihatkan bakterial penyebab multipel, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit lain.1



LAPORAN KASUS



A. IDENTITAS PASIEN Nama



: Tn. A



Umur



: 62 Tahun



Jenis Kelamin



: Laki-laki



No. Rekam Medik



: 07.46.69



Alamat



: Jl. Manuruki



Tanggal Masuk RS



: 19 April 2012



Ruang



: Perawatan 5/ Lantai 3/kamar 505



B. ANAMNESIS Tipe anamnessis



: Autoanamnesis



Keluhan utama



: Nyeri Perut Kanan Atas



Anamnesis terpimpin -



Dialami sejak ± 2 bulan SMRS, nyerinya terus – menerus, dirasakan makin memberat dalam 1 minggu terakhir. Nyeri dirasakan memberat bila batuk dan bergerak, dirasakan seperti tertusuk-tusuk sampai tembus kebelakang. Bila berjalan pasien lebih merasa nyaman dengan posisi membungkuk dan pada waktu tidur lebih nyaman dengan posisi tidur terlentang .



-



Demam (+) diakui dialami sejak 1 minggu SMRS, tidak terus-menerus, turun bila minum obat penurun panas, menggigil ( + ), berkeringat malam (-).



-



Batuk (+) sesekali, sesak napas (+) kadang – kadang, nyeri dada (-).



-



Sakit kepala (+) bersamaan jika pasien demam, pusing (-).



-



Nyeri uluhati (+), Mual(+), Muntah (+) dialami sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, muntah berisi cairan dan makanan, berwarna putih. Nafsu makan dan berat badan menurun dalam 1 bulan terakhir. Perut terasa kembung bila sehabis makan.



BAB : Sedikit, berwarna kuning, flatus (+) BAK : Lancar, berwarna kuning



RPS: -



Riwayat meminum alkohol (+) sejak masih muda, 1 botol/hari, pasien baru berhenti meminum alkohol dalam 1 tahun terakhir.



-



Riwayat Merokok sejak masih muda, 1 bungkus/hari.



-



Riwayat berak encer sebelumnya (-)



-



Riwayat Tekanan darah tinggi tidak diketahui



-



Riwayat Penyakit gula (-)



-



Riwayat Penyakit kuning (-)



-



Riwayat Asam Urat (-)



C. PEMERIKSAAN FISIK : Status Present : SS/GK/CM; BB = 48 kg; TB = 164 cm; IMT = 19,6 kg/m2 (Normal) Tanda Vital : TD = 100/60 mmHg; N = 80 x/i; P = 20 x/i; S = 37,7 0C. Kepala : -



konjungtiva : anemis (+)



-



sklera



: ikterus (-)



-



Bibir



: Kering (+)



-



Mulut



-



Leher



: Tidak ditemukan kandidiasis oral : Tidak didapatkan massa tumor, tidak ada nyeri tekan, tidak ada



pembesaran kelenjar leher. DVS R-2 cmH2O. Thoraks : -



Inspeksi



: simetris kiri dan kanan, ikut gerak napas, bentuk normochest



-



Palpasi



: tidak ada massa tumor, tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus simetris



kiri dan kanan -



Perkusi



-



Auskultasi : bunyi pernapasan vesikuler, tidak ada bunyi tambahan



: sonor kedua lapangan paru, batas paru hepar sela iga VI anterior dextra



Jantung : -



Inspeksi



: iktus kordis tidak tampak



-



Palpasi



: iktus kordis teraba di ICS VI linea medioklavikularis sinistra



-



Perkusi



: pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung kanan terletak pada



linea sternalis kanan, batas jantung kiri sesuai dengan ictus cordis terletak pada sela iga 5 – 6 linea medioklavikularis kiri) -



Auskultasi : bunyi jantung I/II murni reguler, bunyi tambahan (-)



Abdomen : -



Inspeksi



-



Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal.



-



Palpasi



: Cembung ikut gerak napas,defans lokal (+), Cullen Sign (-)



: Massa Tumor (-), Nyeri Tekan (+) di regio hipokondrium dextra,



teraba hepar 4 jari bac, kosistensi kenyal dan tepinya tumpul, lien tidak teraba -



Perkusi



: Timpani, Asites (-)



Ekstremitas : -



Edema (-)/(-)



-



Akral hangat (+)



Lain – lain: RT : -



Sfingter : mencekik



-



Mukosa : licin



-



Handschoen : Feses (-),Darah (-), Lendir (-)



USG abdomen: Kesan abses hepar



FOLLOW UP Day I



S : Nyeri perut kanan atas



- R/ Diet Lunak



19/04/2012



dialami sejak 1 bulan yang lalu,



- IVFD Asering : Dextrosa = 1 : 1 24



makin memberat 1 minggu



tpm



T = 100/60



terakhir, demam (+),Rasa sesak



N = 80



(+), Batuk (-), Riwayat BAB



1. Metronidazole 0,5 gr/8 jam/IV



P = 20



encer sebelumnya (-), Riwayat



2. Ceftriaxon vial 2 gr/24 jam/IV



S = 37,7



meminum alkohol (+), Riwayat



3. Ketorolac 1 amp/8 jam/IV



sakit kuning (-)



4. Paracetamol 500 mg, 3x1 (k/d)



O : Anemia (+), ikterus (-), DVS



-



R-2 cm



Pemeriksaan : DR,UR/CR,GOT/GPT,GDS,CXR



Thorax : BP vesikuler D/S, Rh -/,Wh -/Abdomen : defans local (+), asites (-), Bising usus (+) peristaltik menurun



A : Abses Hepar dd/ - Amoeba -



Piogenik



Day II



S : Nyeri perut (+), demam (-)



- R/ Diet Lunak



20/04/2012



O : Abdomen : Nyeri Tekan (+)



- IVFD Asering : Dextrosa = 1 : 1 32



quadran kanan, defans muskular



tpm



T : 100/70



(+), Bising Usus (+), peristaltik



N : 96



menurun.



1. Metronidazole 0,5 gr/8 jam/IV



P : 24



BAB : Belum hari ini



2. Ceftriaxon vial 2 gr/24 jam/IV



S : 37,1



BAK : Perkateter, warna teh



3. Ketorolac 1 amp/8 jam/IV



S rektal : 41



pekat



4. Paracetamol 500 mg, 3x1 (k/d)



Lab : WBC : 48.800 Hb : 8,8



-



Guyur cairan Nacl 0,9% 1 kolf



PLT : 520.000 GOT/GPT : 101/105



-



UR/CR : 121/36



Pemeriksaan : USG Abdomen, BNO 3 Posisi, Elektrolit



Chest X-Ray : Normal



A: -



Abses Hepar



-



Suspek.Peritonitis



-



AKI Pre Renal



Day III



S : Nyeri perut (+), demam (-),



- R/ Diet Lunak = STOP



21/04/2012



BAB (+) 2x biasa, Flatus (+).



- IVFD Asering : Dextrosa = 1 : 1 32 tpm



T : 100/70



O : Abdomen : Nyeri Tekan (+)



N: 92



seluruh Abdomen, Defans



1. Metronidazole 0,5 gr/8 jam/IV



P: 20



Muskular (+), Bising usus (+)



2. Ceftriaxon vial 2 gr/24 jam/IV



S: 37



peristaltik menurun.



3. Ketorolac 1 amp/8 jam/IV 4. Paracetamol 500 mg, 3x1 (k/d)



BNO 3 Posisi : Sesuai Gmabaran



5. Alinamin F 1 amp/8 jam/IV



ileus Paralitik



6. Alprazolam 0,5 mg 0-0-1



A: -



-



Pasang NGT



Abses Hepar



-



Suspek Peritonitis



-



Pasang Kateter



-



AKI Pre Renal



-



Balance cairan



-



Pemeriksaan :Usul konsul Bedah digestif, LED.



14 : 30 S : Gelisah



-



Keluarga Menolak pasang NGT



-



Cek elektrolit,GDS



-



Guyur IVFD Asering 1 kolf



Tanda Vital : T : 170/90 N: 120 P : 20



S : 38 Produksi urin : 200 cc ( dari pagi)



-



Balance Cairan



-



Awasi tanda-tanda vital.



-



R/ IVFD Asering : Dextrosa = 1 :



GDS : 124



Day IV



S : Delirium (+), Demam (-).



22/04/2012



O : Anemis (-), ikterus (-)



1 32 tpm



Thorax : Rh -/-, wh -/T



Cor : BJ I/II Reguler



1. Metronidazole 0,5 gr/8 jam/IV



N



Abdomen : Peristaltik menurun



2. Ceftriaxon vial 2 gr/24 jam/IV



P



3. Paracetamol 500 mg, 3x1 (k/d)



S Day V



S : Kesadaran Menurun, Demam



-



R/ Hidrasi cukup



23/04/2012



(+)



-



IVFD Asering : Dextrosa = 1 : 1



O : Status Present : Sakit



32 tpm



T: 140/80



Berat/Gizi Kurang/ Delirium



N: 112



Anemis (+), bibir kering (+) dan



1. Metronidazole 0,5 gr/8 jam/IV



P: 28



pecah-pecah



2. Ceftriaxon vial 2 gr/24 jam/IV



S: 38



Thorax : BP vesikuler, Rh -/-,



3. Farmadol 1 botol/8 jam/IV



wh -/Cor : BJ I/II murni regular



-



Follow up TTV/30’



Abd : peristaltic menurun



-



Balance cairan



-



R/ Hidrasi cukup



Ekstremitas : edema -/-



Produksi urin : kuning pekat, volume 500 cc/12 jam, cairan NGT : volume 100 cc, warna hijau kehitaman



A: -



Kesadaran Menurun e.c



susp. Sepsis -



Abses Hepar dd/peritonitis



Day VI



S : Kesadaran Menurun



23/04/2012



-



berkurang, pasien dapat membuka mata spontan, kontak



Aminofluis 1 bag/hari 16 tpm cabang Nacl 0,9% 20 tpm



T: 140/80



(-), Demam (-)



N: 98



O : Status present : Sakit



1. Metronidazole 0,5 gr/8 jam/drips



P: 24



berat/Gizi Kurang/Compos



2. Ceftriaxon vial 2 gr/24 jam/IV



S: 37



Mentis



3. Farmadol 1 botol/8 jam/IV



Anemis (+) Thorax : BP vesikuler, Rh -/-,wh



-



Follow up TTV/jam



-/-



-



Balance cairan



Abd : Peristaltik menurun Produksi urin 1000 cc/12 jam, cairan NGT berwarna hitam



A:



-



Sepsis



-



Abses Hepar



-



Ileus



HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM 22/04/2012



Elektrolit Na : 132 K : 5,3 Klorida : 102



GDS 124



g/dl



Darah Rutin Hb: 7,8 g/dl WBC : 25.100 u/L



(136-145) (3,5-5,1) (97-111)



Hematokrit : 23,6 % Trombosit : 508.000 u/L



19/04/2012



Darah Rutin Hb: 8,8 g/dl WBC : 48.800 u/L RBC : 3.760.000 u/L Hematokrit : 27,4 % Trombosit : 520.000 u/L



SGOT : 101 u/L GPT : 115 u/L UR: 121 CR : 3,6



RESUME Seorang laki-laki umur 44 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri perut kanan atas Dialami sejak ± 2 bulan SMRS, nyerinya terus – menerus, dirasakan makin memberat dalam 1 minggu terakhir. Nyeri dirasakan memberat bila batuk dan bergerak, dirasakan seperti tertusuk-tusuk sampai tembus kebelakang. Bila berjalan pasien lebih merasa nyaman dengan posisi membungkuk dan pada waktu tidur lebih nyaman dengan posisi tidur terlentang . pasien demam (+) diakui dialami sejak 1 minggu SMRS, tidak terus-menerus, turun bila minum obat penurun panas, menggigil ( + ). Batuk (+) sesekali, sesak napas (+) kadang – kadang. Sakit kepala (+) bersamaan jika pasien demam dan nyeri uluhati (+), Mual(+), Muntah (+) dialami sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, muntah berisi cairan dan makanan, berwarna putih. Nafsu makan dan berat badan menurun dalam 1 bulan terakhir. Perut terasa kembung bila sehabis makan. BAB : Sedikit, berwarna kuning, flatus (+), BAK : Lancar, berwarna kuning. Pasien juga punya riwayat meminum alkohol (+) sejak masih



muda, 1 botol/hari, pasien baru berhenti meminum alkohol dalam 1 tahun terakhir, riwayat merokok sejak masih muda, 1 bungkus/hari dan riwayat berak encer sebelumnya (-). Dari pemeriksaan fisik, pasien sakit sedang, gizi kurang, composmentis.Tanda vital dalam batas normal, namun didapatkan suhu meningkat (37,7oC). Pada pemeriksaan kepala didapatkan anemis (+). Thorak dan Jantung dalam batas normal, pada abdomen terdapat MT(-), NT (+) regio hipokondrium Dextra, hepar teraba 4 jari bac tepi tumpul permukaan rata, konsistensi padat, Timpani (+), ascites (-). Lien tidak teraba. Dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan, pada darah rutin leukositosis dan Hb menurun,anemia dan trombositosis. Pada enzim hati ditemukan peningkatan GOT dan GPT, Dari hasil USG didapatkan kesan abses hepar. Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisis dan hasil laboratorium, pasien di diagnosa dengan penyakit Abses hepar DD/ abses hepar amoebik dan abses hepar piogenik.