Referat CA Laring [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Referat



KARSINOMA LARING



DISUSUN OLEH Billy Peter, S.Ked



04054821517074



Nyimas Nursyarifah, S.Ked



04054821517109



PEMBIMBING Dr. Denny Satria Utama, Sp.THT-KL, M.Si, Med, FICS



BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN 2016



LEMBAR PENGESAHAN



Referat Karsinoma Laring



Disusun oleh: Billy Peter, S.Ked



04054821517074



Nyimas Nursyarifah, S.Ked



04054821517109



Dosen Pembimbing: Dr. Denny Satria Utama, Sp.THT-KL, M.Si, Med, FICS



Bagian



Ilmu



Kesehatan



THT-KL



Fakultas



Kedokteran



Universitas



Sriwijaya/RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 17 Oktober 2016 – 21 November 2016.



Palembang,



November 2016 Pembimbing,



Dr. Denny Satria Utama, Sp.THT-KL, M.Si, Med, FICS



ii



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt. karena atas rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Karsinoma Laring” sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di bagian Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Universitas Sriwijaya.



Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Denny Satria Utama, Sp.THT-KL, M.Si, Med, FICS selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan referat ini, serta semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya referat ini. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini mengingat keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak untuk perbaikan di masa yang akan datang. Penulis berharap referat ini dapat memberikan manfaat kepada pembacanya.



Palembang, November 2016



Penulis



iii



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL............................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. ii KATA PENGANTAR.......................................................................................... iii DAFTAR ISI........................................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR............................................................................................ v BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ ................................................................................................................. 2 2.1



Rhinosinusitis Infeksi.............................................................................. ................................................................................................................. 2



2.1.1



Anatomi Rongga Hidung........................................................................ ................................................................................................................. 2



2.1.2



Kekerapan................................................................................................ ................................................................................................................. 10



2.1.3



Etiologi.................................................................................................... ................................................................................................................. 11



2.1.4



Gejala Klinis............................................................................................ ................................................................................................................. 11



2.1.5



Anamnesis............................................................................................... ................................................................................................................. 12



2.1.6



Pemeriksaan Fisik................................................................................... ................................................................................................................. 13 iv



2.1.7



Pemeriksaan Penunjang........................................................................... ................................................................................................................. 13



2.1.8



Tatalaksana.............................................................................................. ................................................................................................................. 14



BAB IIIKESIMPULAN ................................................................................................................. 18 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................... 19



DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Septum Nasi.........................................................................................3 Gambar 2. Cavum Nasi Anterior...........................................................................4 Gambar 3. Dinding Cavum Nasi Lateral...............................................................4 Gambar 4. Sinus Paranasalis.................................................................................5 Gambar 5. Kompleks Ostio-Meatal.......................................................................9 Gambar 6. Skema Penatalaksanaan Rhinosinusitis Akut ............................................................................................................................... 15 Gambar 7. Skema Penatalaksanaan Rhinosinusitis Kronik ............................................................................................................................... 17 v



vi



BAB I PENDAHULUAN Karsinoma laring merupakan keganasan yang sering terjadi pada saluran nafas dan masih merupakan masalah karena penanggulannnya mencakup berbagai segi. Angka kejadian karsinoma laring di RS Cipto Mangunkusuma Jakarta menduduki urutan ketiga setelah karsinoma nasofaring dan karsinoma hidung dan sinus paranasal.1 Penyebab



karsinoma



laring



belum



diketahui



dengan



pasti.



Meningkatnya insiden karsinoma laring sangat berkaitan dengan merokok dimana seorang perokok memiliki risiko 6 kali lipat untuk menderita tumor kepala dan leher dibandingkan dengan bukan perokok dan lebih banyak terjadi pada laki-laki. Namun, akhir-akhir ini jumlah penderita perempuan semakin meningkat karena adanya kecenderungan makin banyaknya wanita yang merokok. Mortalitas penderita karsinoma laring lebih banyak terjadi pada perokok berat dibandingkan dengan bukan perokok yaitu sekitar 20 kali lipat.2 Pasien karsinoma laring biasanya datang dalam stadium lanjut sehingga hasil pengobatan yang diberikan kurang memuaskan, oleh karena itu perlu diagnosis dini untuk penanggulangannya.3 Secara



umum



penatalaksanaan



karsinoma



laring



meliputi



pembedahan, radiasi, sitostatika ataupun terapi kombinasi, tergantung stadium penyakit dan keadaan umum penderita. Tujuan utama penatalaksanaan karsinoma laring adalah mengeluarkan bagian laring yang terkena tumor dengan memperhatikan fungsi respirasi, fonasi serta fungsi sfingter laring.2,3



7



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karsinoma laring adalah tumor ganas yang timbul pada sel laring. Keganasan artinya sel kanker dapat menyebar atau bermetastasis ke bagian tubuh lain. Laring adalah bagian dari sistem respirasi yang menghubungkan ke trakea. Pita suara memiliki dua pita otot yang berfungsi memproduksi suara. Laring juga berperan penting untuk bernafas, menelan, dan berbicara. Sel laring terkadang berubah dan tidak lagi berperilaku normal. Perubahan ini merupakan gejala awal yang ringan seperti pada laringitis kronik dan nodul pita suara. Perubahan ini juga dapat berlanjut menjadi suatu tumor jinak seperti polip pita suara dan papilomatosis laringeal. Kondisi ini bukanlah suatu kanker. Perubahan dari sel laring dapat menjadi kondisi prekanker. Hal ini berarti sel tersebut bukanlah sel kanker tetapi memiliki kemungkinan besar untuk menjadi kanker. Kondisi prekanker yang paling sering terjadi adalah displasia. Pada beberapa kasus, perubahan sel laring ini dapat menyebabkan kanker. Umumnya kanker laring berawal pada sel yang pipih dan tipis disebut selsel skuamosa. Sel-sel ini melapisi permukaan dalam laring. Kanker tipe ini disebut karsinoma sel skuamosa laring. Karsinoma laring dapat terjadi pada bagian mana saja dari laring. Seringkali berawal dari bagian tengah, dekat dengan pita suara. Tipe yang jarang dari kanker laring dapat juga terjadi termasuk kanker kelenjar air liur dan sarkoma. 2.2 Epidemiologi Karsinoma laring termasuk kedalam tumor ganas kepala dan leher yang banyak terjadi.2,3,4 Berdasarkan data dasar tumor ganas nasional 10 tahun terakhir sebanyak 295.000 kasus dan tumor ganas laring merupakan kasus terbesar lebih dari 20% dari keseluruhan tumor ganas kepala dan leher.5 Data dari American Cancer Society tahun 2011 terdapat penderita tumor ganas laring 8



mencapai 12.740 kasus dengan angka kematian mencapai 3560.1 Laporan WHO yang mencakup 35 negara memperkirakan 1,5% orang dari 100.000 penduduk meninggal karena tumor ganas laring. Data yang diperoleh dari RSCM Jakarta menunjukkan karsinoma laring menempati urutan ketiga setelah karsinoma nasofaring dan tumor ganas hidung dan sinus paranasal.6 Angka kejadian pada pria lebih banyak dari pada wanita dengan rasio 6:1.2 Usia rata-rata mulai dari dekade kedua hingga kesepuluh, paling banyak pada dekade ketujuh. Lebih dari 90% tumor ganas laring adalah karsinoma sel skuamosa.1,5,7,8 Tumor ganas laring jika terdeteksi lebih dini angka keberhasilan penyembuhan menjadi lebih baik, walaupun sampai saat ini angka tumor ganas laring stadium lanjut mencapai lebih dari 40%.7,10 Penelitian yang dilakukan Karsten9 menunjukkan lokasi tumor ganas, daerah supraglotis 339 (33,7%), daerah glotis 654 (64,9%), daerah subglotis 12 (1,2%). Lokasi terbanyak terletak di daerah glotis.5 Dalam penelitian lain juga ditemukan bahwa karsinoma laring terbanyak terdapat di daerah glotis 59,14% dan supraglotis 40,86%.11 2.3 Anatomi Laring seringkali disebut juga kotak suara merupakan suatu saluran pipa dengan panjang 5 cm pada dewasa. Laring berada diatas trakea dalam leher dan di depan saluran makan. Saluran makan pada bagian atas leher ini disebut juga faring. Laring memiliki fungsi antara lain melindungi saluran nafas pada saat menelan, sebagai jalur lewatnya udara untuk masuk ke paru-paru, dan memproduksi suara pada saat berbicara. Laring terletak pada area tubuh yang memisahkan sistem pernafasan dan sistem pencernaan. Ketika udara dihirup, udara melalui mulut, laring, trakea dan masuk ke paru-paru. Faring, laring, trakea dan paru merupakan derivat foregut embrional yang terbentuk sekitar 18 hari setelah terjadi konsepsi. Sesudahnya terbentuk alur faring median yang berisi petunjuk-petunjuk pertama sistem pernafasan dan benih laring. Sulkus atau alur laringotrakeal mulai nyata sekitar hari ke 21 9



kehidupan embrio. Perluasan alur ke kaudal merupakan primaordial paru. Alur menjadi lebih dalam dan berbentuk kantung dan kemudian menjadi dua lobus pada hari ke 27 atau 28. Bagian yang paling proksimal dari tuba akan menjadi laring. Pembesaran aritenoid dan lamina epitelial dapat dikenali pada hari ke 33. Sedangkan kartilago, otot, dan sebagian besar pita suara terbentuk dalam 3-4 minggu berikutnya. Hanya kartilago epiglotis yang tidak terbentuk hingga masa midfetal. Banyak struktur merupakan derivat apartus brankialis.4 Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas bagian atas bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Laring terletak setinggi vertebra servicalis IV – VI, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya relatif lebih tinggi.1,5 Batas-batas laring yaitu sebelah kranial terdapat aditus laringeus yang berhubungan dengan hipofaring, di sebelah kaudal dibentuk oleh sisi inferior kartilago krikoid dan berhubungan dengan trakea, di sebelah lateral ditutupi oleh otot-otot sternokleidomastoideus, infrahyoid dan lobus kelenjar tiroid. Sedangkan di sebelah posterior dipisahkan dari vertebra servikalis oleh otot-otot prevertebral, dinding dan cavum laringofaring serta disebelah anterior ditutupi oleh fascia, jaringan lemak, dan kulit. Secara keseluruhan laring dibentuk oleh sejumlah kartilago, ligamentum dan otot-otot.5 Tulang dan kartilago Laring dibentuk oleh sebuah tulang di bagian atas dan beberapa tulang rawan yang saling berhubungan satu sama lain dan diikat oleh otot intrinsik dan ekstrinsik serta dilapisi oleh mukosa. Tulang dan tulang rawan laring yaitu : 1. Os hyoid Os hyoid terletak paling atas, berbentuk huruf “U”, mudah diraba pada leher bagian depan. Pada kedua sisi tulang ini terdapat prosesus longus dibagian belakang dan prosesus brevis bagian depan. Permukaan bagian atas



10



tulang ini dihubungkan dengan lidah, mandibula dan tengkorak oleh tendo dan otot-otot. 1,5 2. Kartilago epiglottis Bentuk kartilago epiglotis seperti bet pingpong dan membentuk dinding anterior aditus laringeus. Tangkainya disebut petiolus dan dihubungkan oleh ligamentum tiroepiglotika ke kartilago tiroidea di sebelah atas pita suara. Sedangkan bagian atas menjulur di belakang korpus hyoid ke dalam lumen faring sehingga membatasi basis lidah dan laring.5 3. Kartilago tiroid Kartilago tiroid merupakan tulang rawan laring yang terbesar, terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian depan dan mengembang ke arah belakang. Pada kartilago tiroid terdapat penonjolan yang disebut Adam’s apple, penonjolan ini dapat diraba pada garis tengah leher.4,5 4. Kartilago krikoid Kartilago krikoid terletak di belakang kartilago tiroid dan merupakan tulang rawan paling bawah dari laring. Di setiap sisi tulang rawan krikoid melekat ligamentum krikoaritenoid, otot krikoaritenoid lateral dan di bagian belakang melekat otot krikoaritenoid posterior. Kartilago krikoidea pada dewasa terletak setinggi vertebra servikalis VI – VII dan pada anak-anak setinggi vertebra servikalis III – IV.5 5. Kartilago aritenoid Terdapat 2 buah kartilago ariteoid yang terletak dekat permukaan belakang laring dan membentuk sendi dengan kartilago krikoid yaitu artikulasi krikoaritenoid.5 6. Kartilago kornikulata Kartilago kornikulata merupakan kartilago fibroelastis yang terletak di atas aritenoid serta di dalam plika ariepiglotika.5 7. Kartilago kuneiformis Kartilago kuneiformis terletak di dalam lipatan ariepiglotik.5 8. Kartilago tritisea Kartilago tritisea terletak di dalam ligamentum hiotiroid lateral.5



11



Laring terbagi menjadi tiga bagian utama, antara lain supraglotis, glotis dan subglotis. Supraglotis adalah area diatas pita suara dimana terdapat kartilago epiglotis. Terbatas pada area tepi atas epiglotis sampai batas atas glotis. Glotis adalah area pita suara. Batas inferior glotis adalah 10 mm di bawah tepi bebas pita suara, 10 mm merupakan batas inferior otot-otot bebas pita suara. Batas superior adalah ventrikel laring. Subglotis adalah area dibawah pita suara dimana terdapat kartilago krikoid. Batasnya adalah mulai 10 mm di bawah tepi bebas pita suara sampai batas inferior kartilago krikoid.



Gambar 1. Anatomi Laring Gambar 2. Struktur laring4



12



Ligamentum dan membrana Ligamentum dan membran laring terbagi menjadi5: 1. Ligamentum ekstrinsik yang terdiri dari : - Membran tirohioid - Ligamentum tirohioid - Ligamentum tiroepiglotis - Ligamentum hioepiglotis - Ligamentum krikotrakeal



Gambar 3. Ligamentum ekstrinsik laring 5



2. Ligamentum intrinsik yang terdiri dari5 : - Membran quadrangularis - Ligamentum vestibular - Konus elastikus - Ligamentum krikotiroid media - Ligamentum vokalis



13



Gambar 4. Ligamentum intrinsik laring5



Otot-otot Otot-otot laring terbagi menjadi otot ekstrinsik dan otot intrinsik. 1. Otot-otot ekstrinsik a. Otot-otot suprahioid / otot-otot elevator laring, yaitu5 : - m. stilohioideus - m. milohioideus - m. geniohioideus - m. digastrikus - m. genioglosus - m. hioglosus b. Otot-otot infrahioid / otot-otot depresor laring, yaitu5 : - m. omohioideus - m. sternokleidomastoideus - m. tirohioideus



Gambar 5. Otot-otot ekstrinsik laring 5



2. Otot-otot intrinsik Otot-otot ini menghubungkan kartilago satu dengan yang lainnya dan berfungsi menggerakkan struktur yang ada di dalam laring terutama untuk membentuk suara dan bernafas. Otot-otot pada kelompok ini berpasangan kecuali m. interaritenoideus yang serabutnya berjalan transversal dan oblik. Fungsi otot ini dalam proses pembentukkan suara, proses menelan dan 14



bernafas. Bila m. interaritenoideus berkontraksi, maka otot ini akan bersatu di garis tengah sehingga menyebabkan aduksi pita suara.5 Yang termasuk dalam kelompok otot intrinsik yaitu: 1. Otot-otot aduktor - mm. interaritenoideus transversal dan oblik - m. krikotiroideus - m. krikotiroideus lateral Otot-otot ini berfungsi untuk merapatkan/menggerakkan pita suara ke medial.5 2. Otot-otot abduktor M. krikoaritenoideus posterior (m. posticus) yang berfungsi untuk menggerakan pita suara ke lateral.5 3. Otot-otot tensor - Tensor internus : m. tiroaritenoideus dan m. vokalis - Tensor eksternus : m. krikotiroideus Otot-otot ini mempunyai fungsi untuk menegangkan pita suara. Pada orang tua, m. tensor internus kehilangan sebagian tonusnya sehingga pita suara melengkung ke lateral mengakibatkan suara menjadi lemah dan serak.5



Gambar 6. Otot-otot instrinsik laring 5



15



Gambar 7. Struktur laring 4



Persarafan Laring dipersarafi oleh cabang n. vagus yaitu n. laringeus superior dan n. laringeus inferior kiri dan kanan. 1. Nervus laringeus superior Nervus laringeus superior meninggalkan n. vagus tepat di bawah ganglion nodosum, melengkung ke depan dan medial di bawah a. karotis interna dan eksterna yang kemudian akan bercabang menjadi: -



-



Ramus internus yang bersifat sensoris, mempersarafi valekula, epiglotis, sinus piriformis dan mukosa bagian dalam laring di atas pita suara sejati. Ramus eksternus yang bersifat motoris, mempersarafi m. krikotiroid dan m. konstriktor inferior.5



2. Nervus laringeus inferior Nervus laringeus inferior merupakan lanjutan dari n. laringeus rekuren, nervus ini berjalan dalam lekukan diantara trakea dan esofagus, mencapai laring tepat di belakang artikulasio krikotiroidea.5 Nervus ini merupakan cabang n. vagus setinggi bagian proksimal a. subklavia dan berjalan membelok ke atas sepanjang lekukan antara trakea dan esofagus, selanjutnya akan mencapai laring tepat di belakang artikulasio krikotiroidea dan memberikan persarafan : -



Sensoris pada daerah sub glotis dan bagian atas trakea Motoris pada semua otot laring kecuali m. krikotiroid



16



Gambar 8. Persarafan laring 2



Vaskularisasi Laring mendapat perdarahan dari cabang a. tiroidea superior dan inferior yaitu a. laringeus superior dan inferior.5 1. Arteri laringeus superior Arteri ini berjalan bersama ramus interna n. laringeus superior menembus membrana tirohioid menuju ke bawah diantara dinding lateral dan dasar sinus pyriformis.5 2. Arteri laringeus inferior Arteri ini berjalan bersama n. laringeus inferior masuk ke dalam laring melalui area Killian Jamieson yaitu celah yang berada di bawah M. konstriktor faringeus inferior, di dalam laring beranastomose dengan a. laringeus superior dan memperdarahi otot-otot dan mukosa laring.5



17



Gambar 9. Vaskularisasi laring 5



darah vena dialirkan melalui v. laringeus superior dan inferior ke v. tiroidea superior dan inferior yang kemudian akan bermuara ke v. jugularis interna. Sistem Limfatik Laring mempunyai 3 (tiga) sistem penyaluran limfe, yaitu : 1. Daerah bagian atas pita suara sejati, pembuluh limfe berkumpul membentuk saluran yang menembus membrana tiroidea menuju kelenjar limfe servikal superior profunda. Limfe ini juga menuju ke superior jugular node dan middle jugular node.5 2. Daerah bagian bawah pita suara sejati bergabung dengan sistem limfe trakea, middle jugular node, dan inferior jugular node. 3. Bagian anterior laring berhubungan dengan kedua sistem tersebut dan sistem limfe esofagus. Sistem limfe ini penting sehubungan dengan metastase karsinoma laring dan menentukan terapinya.5



18



Gambar 10. Aliran Limfatik Laring5



Fisiologi Laring Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar dan beberapa fungsi lainnya: 1. Fonasi Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Suara dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan adanya interaksi antara udara dan pita suara. Nada suara dari laring diperkuat oleh adanya tekanan udara pernafasan subglotik dan vibrasi laring serta adanya ruangan resonansi seperti rongga mulut, udara dalam paru-paru, trakea, faring, dan hidung. Nada dasar yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsik laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk dan massa ujung-ujung bebas dan tegangan pita suara sejati.4,5 2. Proteksi Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek otot-otot yang bersifat aduksi, sehingga rima glotis tertutup. Pada waktu menelan, pernafasan berhenti sejenak akibat adanya rangsangan terhadap reseptor yang ada pada epiglotis, plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah interaritenoid melalui serabut aferen n. laringeus superior sehingga sfingter dan epiglotis menutup. Gerakan laring ke atas dan ke depan menyebabkan celah proksimal laring tertutup oleh dasar lidah. Struktur ini mengalihkan makanan ke lateral menjauhi aditus dan masuk ke sinus piriformis lalu ke introitus esofagus. 4,5 3. Respirasi Pada



waktu



inspirasi



diafragma



bergerak



ke



bawah



untuk



memperbesar rongga dada dan m. krikoaritenoideus posterior terangsang sehingga kontraksinya menyebabkan rima glotis terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh tekanan parsial CO2 dan O2 arteri serta pH darah. Bila pO2 tinggi akan menghambat pembukaan rima glotis, sedangkan bila pCO2 tinggi akan merangsang pembukaan rima glotis. Hiperkapnia dan obstruksi laring 19



mengakibatkan pembukaan laring secara reflektoris, sedangkan peningkatan pO2 arterial dan hiperventilasi akan menghambat pembukaan laring. Tekanan parsial CO2 darah dan pH darah berperan dalam mengontrol posisi pita suara. 4,5



4. Sirkulasi Pembukaan dan penutupan laring menyebabkan penurunan dan peninggian tekanan intratorakal yang berpengaruh pada venous return. Perangsangan dinding laring terutama pada bayi dapat menyebabkan bradikardi, kadang-kadang henti jantung. Hal ini dapat karena adanya reflek kardiovaskuler dari laring. Reseptor dari reflek ini adalah baroreseptor yang terdapat di aorta. Impuls dikirim melalui n. laringeus rekurens dan ramus komunikans n. laringeus superior. Bila serabut ini terangsang terutama bila laring dilatasi, maka terjadi penurunan denyut jantung. 4,5 5. Fiksasi Berhubungan dengan mempertahankan tekanan intratorakal agar tetap tinggi, misalnya batuk, bersin dan mengedan. 4,5 6. Menelan Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring pada saat berlangsungnya proses menelan, yaitu : - Pada waktu menelan faring bagian bawah (m. konstriktor faringeus superior, m. palatofaringeus dan m. stilofaringeus) mengalami kontraksi sepanjang kartilago krikoidea dan kartilago tiroidea, serta menarik laring ke atas menuju basis lidah, kemudian makanan terdorong ke bawah dan terjadi pembukaan faringoesofageal. - Laring menutup untuk mencegah makanan atau minuman masuk ke saluran pernafasan dengan jalan menkontraksikan orifisium dan penutupan laring oleh epiglotis. - Epiglotis menjadi lebih datar membentuk semacam papan penutup aditus laringeus, sehingga makanan atau minuman terdorong ke lateral menjauhi aditus laring dan maduk ke sinus piriformis lalu ke hiatus esofagus. 4 7. Batuk 20



Bentuk plika vokalis palsu memungkinkan laring berfungsi sebagai katup, sehingga tekanan intratorakal meningkat. Pelepasan tekanan secara mendadak menimbulkan batuk yang berguna untuk mempertahankan laring dari ekspansi benda asing atau membersihkan sekret yang merangsang reseptor atau iritasi pada mukosa laring. 4,5 8. Ekspektorasi Dengan adanya benda asing pada laring, maka sekresi kelenjar berusaha mengeluarkan benda asing tersebut. 4,5 9. Emosi Perubahan emosi dapat menyebabkan perubahan fungsi laring, misalnya pada waktu menangis, kesakitan, menggigit dan ketakutan. 4,5 2.4 Etiologi Etiologi pasti dari karsinoma laring belum diketahui tetapi perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok orang dengan risiko tinggi terhadap karsinoma laring.6 Karsinoma sel skuamosa meliputi 95%-98% dari semua tumor ganas laring. Faktor risiko tersering untuk karsinoma sel skuamosa glotis adalah rokok.5,10,12 Alkohol juga menjadi faktor penyebab kedua setelah rokok pada tumor ganas laring.10 Kurangnya konsumsi buah dan sayur dapat meningkatkan risiko terjadinya tumor ganas laring. Asap disel, kabut yang mengandung asam sulfat, debu batu bara, cairan mesin, serbuk kayu, hidrokarbon polikistik dan asbes, bahan-bahan ini dapat meningkatkan risiko terjadinya tumor ganas laring.2,5 Human Papilloma Virus dapat menjadi agen penyebab terjadinya tumor ganas laring, ini sudah dideteksi sekitar 5%-32% dari jumlah sampel pada pasien tumor ganas laring.2 Parul2 mengutip Hashibe et al bahwa sekitar 89% pasien tumor ganas kepala dan leher telah terpapar rokok dan alkohol dan sekitar 5% pasien tumor ganas laring tidak merokok dan tidak minum alkohol, faktor penyebab lainnya seperti diet, gastroesophageal reflux, terpapar radiasi sebelumnya dan infeksi virus. Tumor ganas laring diduga berasal dari lesi pretumor ganas. Lesi pretumor ganas ini merupakan karakteristik dari perubahan sel atipikal dengan 21



sel ganas (gagalnya sel matur, atipia inti sel, peningkatan aktifitas mitosis) yang akan terjadi apabila terpapar karsinogen terutama asap rokok dan alkohol. Lesi pretumor ganas termasuk displasia (stadium mulai ringan sampai berat) dan carcinoma in situ (mencapai seluruh ketebalan epitel).2 Kamian4 mengutip Mandenhall et al mengatakan hampir seluruh tumor laring berasal dari permukaan epitel oleh karsinoma sel skuamosa atau salah satu variannya. 2.4. Klasifikasi Klasifikasi karsinoma nasofaring berdasarkan Union International Centre le Cancer (UICC) 1982, terbagi menjadi supraglotis (30-35%), glotis (60-65%), dan subglotis (1%). Termasuk dalam supraglotis adalah permukaan posterior epiglotis yang terletak di sekitar os hioid, lipatan ariepiglotik, aritenoid, epiglotis yang terletak di bawah os hioid, pita suara palsu, ventrikel.1, 12 Sedangkan yang termasuk dalam glottis adalah pita suara asli, komisura anterior dan komisura posterior dan yang termasuk subglotis adalah : dinding subglotis. 1,12 2.5 Patofisiologi Paparan karsinogenik berulang-ulang akan menyebabkan struktur DNA sel normal akan terganggu sehingga terjadi diferensiasi dan proliferasi abnormal. Adanya mutasi serta perubahan pada fungsi dan karakteristik sel berakibat pada buruknya sistem perbaikan sel dan terjadilah apoptosis serta kematian sel. Proonkogen akan terus meningkat sementara tumor supressor gene menurun, keadaan ini mengakibatkan proliferasi terus-menerus dari sel anaplastik yang akan mengambil suply oksigen, darah dan nutrien dari sel normal sehingga penderita akan mengalami penurunan berat badan. Sealin itu akan terjadi penurunan serta serta destruksi komponen darah, penurunan trombosit menyebabkan gangguan perdarahan, penurunan jumlah eritrosit menyebabkan anemia dan penurunan leukosit menyebabkan gangguan status imunologi pasien. Proliferasi sel kanker yang terus berlanjut hingga membentuk suatu masa mengakibatkan kompresi pada pembuluh darah sekitar dan saraf sehingga 22



terjadilah odinofagi, disfagi, dan nyeri pada kartilago tiroid. Massa tersebut juga mengakibatkan hambatan pada jalan nafas. Iritasi pada nervus laringeus menyebabkan suara menjadi serak. Jika mutasi yang terjadi sangat progresif, kanker dapat bermetastasis ke jaringan sekitar dan kelenjar getah bening. 9 2.6 Tanda dan Gejala Tanda dan gejala yang dialami penderita tumor ganas laring diantaranya suara serak, disfagia, hemoptisis, adanya massa dileher, nyeri tenggorokan, nyeri telinga, gangguan saluran nafas dan aspirasi.4,5,6 Pada tumor ganas laring, glotis tidak berfungsi dengan baik disebabkan oleh ketidakteraturan glotis, oklusi atau penyempitan celah glotis, terserangnya otot-otot vokalis, ligamen krikotiroid dan kadang mengivasi saraf. Serak menyebabkan kualitas suara menjadi kasar, terganggu, sumbang dan nadanya rendah dari biasa, timbulnya suara serak tergantung dari letak tumor pada laring apabila tumor pada glotis, serak merupakan gejala dini dan menetap.4-9 Obstruksi saluran nafas karena masa tumor dapat menyebabkan dispneu dan stridor. Keluhan ini dapat timbul pada setiap lokasi laring yang terlibat baik tumor supraglotis, glotis dan subglotis. Disfagia dan odinofagia sering terjadi pada karsinoma supraglotis atau tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra laring. Batuk dan hemoptisis biasanya timbul dengan tertekannya hipofaring disertai sekret yang mengalir ke dalam laring, hemoptisis sering terjadi pada tumor glotis dan supraglotis. Tumor ganas laring berhubungan dengan pembesaran kelenjar getah bening leher hal ini menunjukkan adanya metastasis tumor pada stadium lanjut.4-9 2.7 Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. A. Anamnesis Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan suara parau yang diderita sudah cukup lama, tidak bersifat hilang-timbul meskipun sudah diobati dan bertendens makin lama menjadi berat. Penderita kebanyakan adalah seorang perokok berat, peminum alkohol atau seorang yang sering atau pernah terpapar sinar radioaktif, misalnya pernah diradiasi didaerah lain. Pada anamnesis kadang– 23



kadang didapatkan hemoptisis, yang bisa tersamar bersamaan dengan adanya TBC paru, sebab banyak penderita menjelang tua dan dari sosial-ekonomi yang lemah. 1,8 B. Pemeriksaan fisik Untuk melihat ke dalam laring dapat dilakukan dengan cara tak langsung maupun langsung dengan menggunakan laringoskop untuk menilai lokasi tumor, penyebaran tumor yang terlihat (field of cancerisation). Selain itu dapat juga



menggunakan fiber-optic laryngoscope dan flexible endoscope.1,8



C.



Pemeriksaan



Gambar 11. Karsinoma laring 12



Pemeriksaan diperlukan



penunjang penunjang yang



selain



pemeriksaan



laboratorium darah, juga pemeriksaan radiologik. - Foto torak diperlukan untuk menilai keadaan paru, ada tidaknya proses spesifik dan metastasis di paru. - Pemeriksaan CT Scan laring dapat memperlihatkan keadaan tumor pada tulang rawan tiroid adan daerah pre-epiglotis serta metastasis kelenjar getah bening leher.



24



Gambar 12. Hipertrofi dari plika vokalis 9



Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologik anatomik dari bahan biopsi laring, dan biopsi jarum halus pada pembesaran kelenjar getah bening di leher. Hasil patologi anatomik yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa.8,9 Beberapa jenis tumor ganas laring berdasarkan histopatologi antara lain: a) Karsinoma sel skuamosa Meliputi 95-98% dari semua tumor ganas laring, dengan derajat difrensiasi yang berbeda-beda. Jenis lain yang jarang kita jumpai adalah karsinoma anaplastik, pseudosarkoma, adenokarsinoma dan sarkoma.8 b) Karsinoma verukosa Merupakan satu tumor yang secara histologis kelihatannya jinak, akan tetapi klinis ganas. Insidennya 1-2% dari seluruh tumor ganas laring, lebih banyak mengenai pria dari wanita dengan perbandingan 3:1. Tumor tumbuh lambat tetapi dapat membesar sehingga dapat menimbulkan kerusakan lokal yang luas. Tidak terjadi metastase regional atau jauh. Pengobatannya dengan operasi, radioterapi tidak efektif dan merupakan kontraindikasi. Prognosanya sangat baik.8 c) Adenokarsinoma Angka insidennya 1% dari seluruh tumor ganas laring. Sering dari kelenjar mukus supraglotis dan subglotis dan tidak pernah dari glottis. Sering bermetastase ke paru-paru dan hepar. Two years survival rate25



nya sangat rendah. Terapi yang dianjurkan adalah reseksi radikal dengan diseksi kelenjar limfe regional dan radiasi pasca operasi.8 d) Kondrosarkoma Tumor ganas yang berasal dari tulang rawan krikoid 70%, tiroid 20% dan aritenoid 10%. Sering pada laki-laki 40 – 60 tahun. Terapi yang dianjurkan adalah laringektomi total. Stadium Tumor Ganas Laring berdasarkan American Joint Committee of Cancer (AJCC)15 untuk menentukan terapi dan prognosis perlu dilakukan penetuan stadium adalah: Tumor Glotis Primer (T) Tis : Karsinoma insitu T1 : Tumor terbatas pada glotis(bisa melibatkan komisura anterior ataupun posterior), mobilitas glotis normal. T1a :Tumor terbatas pada satu glotis T1b :Tumor melibatkan kedua glotis T2 :Tumor meluas sampai ke supraglotis dan atau subglotis dan atau dengan gangguan mobilitas glotis. T3 :Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi glotis dan atau menginvasi ruang paraglotis dan atau kartilago tiroid. T4a :Tumor menginvasi tulang rawan tiroid dan atau meluas ke jaringan laring (trakea, jaringan lunak leher, tiroid, esofagus). T4b: Tumor menginvasi ruang prevertebra, arteri karotis, atau menginvasi struktur mediastinum.



Penjalaran ke Kelenjar Limfe (N) Nx: Kelenjar limfe regional tidakteraba. N0 : Tidak ada metastasis regional/ secara klinis tidak teraba. N1 : Metastasis pada satu kelenjar limfe ipsilateral dengan ukuran diameter 3 cm atau kurang. N2a: Metastasis pada satu kelenjar limfe ipsilateral dengan ukuran diameter lebih 26



dari 3 cm tapi tidak lebih dari 6 cm. N2b: Metastasis pada multipel kelenjar limfe ipsilateral dengan diameter tidak lebih dari 6 cm. N2c: Metastasis bilateral atau kontralateral kelenjar limfe dengan diameter tidak lebih dari 6 cm. N3 : Metastasis kelenjar limfe lebih dari 6 cm. Metastasis Jauh (M) M0 : Tidak ada metastasis. M1 : Terdapat metastasis jauh. Stadium STADIUM Stadium 1 Stadium 2 Stadium 3 Stadium 4



TUMOR



KELENJAR



PRIMER



LIMFE



T1 T2 T3 T1/T2/T3 T4 T1/T2/T3/T4 T1/T2//T3/T4



N0 N0 N0 N1 N0/N1 N2/N3 N1/N2/N3



METASTASIS N0 N0 M0 M0 M0 M1



2.8 Diagnosis Banding 1. Laringitis tuberkulosa Gejala pada laringitis tuberkulosa yaitu batuk, disfonia, odinofagi, dispneu dan odinofonia. Obstruksi jalan napas muncul pada stadium lanjut. Didapkan juga gejala sistemik seperti demam, keringat malam dan penurunan berat badan. Pada pemeriksaan laring didapatkan gambaran edema yang difus dan mukosa yang hiperemis pada laring atau lesi eksofitik granular yang mengarah pada keganasan. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan ditemukannya organisma Mycobacterium tuberculosa pada apusan dan kultur. 13 2. Sifilis laring 27



Gambaran yang bisa didapatkan pada stadium dua adalah papul eritem yang difus, edema, ulkus, dan limfadenopati servikal sedangkan pada stadium tiga didaptakan gambaran gumma, fibrosis, kondritis dan stenosis. Diagnosis ditegakkan dari tes serologis.13 3. Tumor jinak laring Tumor jinak laring dapat berupa papiloma laring, kista dan polip. Gejala papiloma laring yang utama adalah suara serak, dapat pula disertai batuk dan apabila papiloma telah menutup rima glotis maka timbul sesak napas dan stridor inspirasi.1,14 4. Laringitis kronik Pada laringitis kronis terdapat perubahan pada selaput lendir, terutama selaput lendir pita suara. Pada mikrolaringoskopi tampak bermacam-macam bentuk, tetapi umunya yang terlihat adalah edema, serta hipertrofi selaput lendir pita suara atau sekitarnya. Terdapat pula kelainan vaskular yaitu dilatasi dan proliferasi sehingga tampak hiperemis. Pada keadaan kronis terbentuk jaringan fibrotik yang disebut dengan laringitis kronik hiperplastik.12



Gambar 13. Laringitis kronis 12



5. Nodul vokal Nodul ini biasanya ditemukan bilateral pada kedua pita suara, letaknya simetris, diperbatasan anatara segitiga anterior dan sepertiga tengah pita suara. Pada mikrolaringoskopi akan tampak penebalan selaput lendir pita suara yang berbentuk fusiform, berwarna keputihan. Pada pertumbuhan 28



selanjutnya, lesi ini makin menebal, lunak dan permukaannya sudah rusak. Tidak terdapat perubahan vaskuler di tempat itu. Nodul yang kecil dapat hilang dengan sendirinya bila dilakukan terapi latihan bersuara (voice therapy).13



Gambar 14. Nodul vokal



12



2.9 Tatalaksana Penatalaksanaan tumor ganas laring dapat berupa operasi, terapi radiasi, obat sitostatika ataupun kombinasi tergantung pada stadium penyakit dan keadaan umum pasien. Stadium I ditatalaksana dengan radiasi, stadium II dan III dilakukan tindakan operasi, stadium IV dilakukan operasi dengan rekonstruksi dan bila masih memungkinkan dilakukan radiasi.6 Radioterapi merupakan penatalaksanaan yang banyak dilakukan untuk tumor ganas laring stadium dini.16-19 Sinar radiasi eksternal menggunakan radiasi ionisasi untuk menghasilkan radiasi bebas dalam inti sel sehingga menyebabkan kerusakan sel & DNA yang menyebabkan kematian sel.7 Tujuan dari terapi radiasi untuk mencapai hasil yang lebih baik dengan membunuh sel tumor dengan menjaga jaringan yang normal. Terapi radiasi intensitas termodulasi dirancang untuk mencapai tujuan pengobatan ini sehingga sinar radiasi menjadi lebih fokus sehingga dapat menghindari efek radiasi pada jaringan sekitarnya.7 Keuntungan lainnya dapat mengobati kelenjar getah bening bersama dengan tumor primernya.1 Total dosis terapi dari radiasi 60 sampai 70 Gy diberikan 5 hari tiap minggu sampai 6-7 minggu. Radiasi awal diindikasikan 29



untuk T1-T2 dan tumor T3 kecil.7,19 David YM10 mengutip penelitian Lee et al, faktor yang mempengaruhi kontrol lokal oleh radiasi adalah terlibatnya mukosa kartilago aritenoid dan tingkat invasi ke paraglotis. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan radioterapi pada tumor ganas laring adalah 1) Volume tumor. 2) Adanya invasi tulang rawan. 3) Adanya invasi tumor ke supraglotis, glotis, dan subglotis. 4) Penyebaran ke preepiglotis, paraglotis, dan jaringan lunak. 5) Perluasan ke kelenjar limfe.10 Radiasi tidak direkomendasikan untuk pasien yang tidak bisa mobilisasi.1 Komplikasi terapi radiasi dibagi menjadi komplikasi awal, komplikasi lanjutan. Komplikasi awal dapat berupa mukositis, nyeri menelan, sulit menelan, edema. Komplikasi ini bisa sampai 6 minggu. Komplikasi lanjutan termasuk fibrosis, xerostomia, edema, kehilangan nafsu makan, hipotiroid, stenosis laring, 7,18,20



stenosis esofagus, osteoradionekrosis.



Kemoterapi merupakan modalitas



terapi untuk tumor ganas laring, yang biasanya digunakan bersama terapi radiasi. Cisplatin dan 5-flourouracil merupakan dua agen yang paling efektif untuk terapi tumor ganas laring. Kemoterapi bukanlah terapi lini pertama atau terapi standar untuk tumor ganas laring stadium dini.2,5,7 Reseksi Endoskop untuk lesi pretumor ganas, stadium I, beberapa stadium II. Reseksi endoskopi dapat dilakukan pada T1 yang terbatas pada mukosa dari satu



glotis



tanpa



ada



penyebaran



ke



komisura



anterior,



T1b



tidak



direkomendasikan untuk reseksi endokopi.1 Tumor ganas laring bisa dilakukan dengan operasi mikroskop menggunakan laringoskop dan mikrolaringoskop. Laser CO2 bisa digunakan untuk eksisi/ablasi lesi tumor.8 Pasien dengan kondisi paru yang tidak baik direkomendasikan untuk dilakukan operasi dengan reseksi endoskopi. Pasien dengan anatomi yang tidak baik (seperti leher yang pendek, osteoarthritis



servikal,



trismus,



gigi



seri



atas



yang



menonjol)



tidak



direkomendasikan untuk dilakukan reseksi endoskopi.1 Reseksi endoskopi lebih cepat dan biaya murah tapi kualitas suara tidak sebagus seperti radioterapi.1 Tumor ganas yang terdapat pada plika vokalis dengan penyebaran ke komisura anterior/aritenoid bisa di terapi dengan parsial laringektomi. Teknik ini ini umumnya mengangkat bagian ipsilateral kartilago tiroid, plika vokalis, bagian dari mukosa subglotis dan plika ventrikularis. Penyebaran ke komisura anterior 30



bisa diangkat dengan fronto lateral parsial laringektomi. Trakeostomi post op selama 3-7 hari. Kontraindikasi tindakan ini termasuk tumor ganas yang menyebar ke posterior/interaritenoid, meluas ke subglotis dengan luas tumor ganas mencapai 10mm dan buruknya kondisi paru.8 Laringektomi supraglotis mengangkat epiglotis, tulang hioid, membran tirohioid, bagian atas dari kartilago tiroid dan mukosa supraglotis. Sebagian besar stadium I dan II tumor dari permukaan laring dari epiglotis dan plika ventrikularis diangkat.5 Pembedahan ini dapat dipertimbangkan jika tumor dengan stadium T1, T2, atau T3 dengan hanya melibatkan preepiglotis, glotis masih mobil, kartilago dan komisura anterior tidak terlibat, pasien memiliki status pulmologi yang baik, bagian dasar lidah tidak terlibat, sinus piriform preapeks tidak terlibat.2,7 Laringektomi subtotal suprakrikoid telah popular pada akhir dekade ini, terutama di Eropa. Teknik ini melibatkan pengangkatan seluruh kartilago tiroid dan ruang paraglotis diikuti dengan rekonstruksi menggunakan epiglotis, tulang hioid, kartilago krikoid dan lidah, untuk sementara diperlukan trakeostomi. Teknik ini dianjurkan untuk karsinoma glotis T1B dengan atau tanpa keterlibatan komisura anterior, T1A dengan keterlibatan komisura anterior, karsinoma glotis T1 dengan displasia yang berat, atau unilateral atau karsinoma glotis T2 bilateral. Teknik ini bisa diperluas mencakup epiglotis. Kontraindikasi tindakan ini adalah keadaan paru yang tidak baik, keterlibatan luas komisura anterior, subglotis dengan panjang dibawah 10mm. Prosedur ini dilakukan bila terjadi kegagalan dari teknik radiasi.8 Hemilaringektomi dilakukan jika tumor subglotis tidak lebih dari 1 cm dibawah plika vokalis, glotis yang terlibat masih mobil, unilateral atau mengenai komisura anterior dan kontralateral anterior plika vokalis dapat diterapi dengan hemilaringektomi vertikal secara luas, tumor menginvasi kartilago dan tidak ada mengenai jaringan lunak ekstra laring.2,5,7 2.2.10. Prognosis Prognosis pada karsinoma laring tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan tenaga ahli. Secara umum 31



dikatakan five years survival rate pada karsinoma laring stadium I 90 – 98% stadium II 75 – 85%, stadium III 60 – 70% dan stadium IV 40 – 50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan five years survival rate sebesar 50%.11



32



BAB III KESIMPULAN Karsinoma laring merupakan keganasan saluran pernapasan atas yang sering terjadi. Gejala awal karsinoma laring adalah suara serak yang hilang timbul dan berjalan progresif dan akhirnya menetap. Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan laring secara langsung maupun tidak langsung, pemeriksaan laboratorium, dan biopsi pada lesi yang dicurigai. Pengobatan karsinoma laring meliputi operasi, radioterapi, kemoterapi maupun rehabilitasi. Prognosis tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan keahlian dari operator. Secara umum dikatakan five years survival pada karsinoma laring stadium I 90 – 98% stadium II 75 – 85%, stadium III 60 – 70% dan stadium IV 40 – 50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan five years survival rate sebesar 50%.



33



DAFTAR PUSTAKA



1. Shah J, Patel S, Singh B. Larynx and trachea. Head and neck surgery and oncology, 4th ed Mosby Elsevier.2012;p811-37. 2. Sinha P, Okuyemi O, Haughey BH. Early laryngeal cancer. In: Johnson JT, Rosen CA. Bailey’s head & neck surgery otolaryngology, 5th ed, Philadelphia, William & Wilkins 2014:p1940-56. 3. Tong CC, Au KH, Ngan RK, Cheung FY, Chow SM. Definitive radiotherapy for early stage glottic cancer by 6 MV photons. Head & neck oncology 2012: 4(23): 1-10. 4. Shaghayegh K, Mahdi A, Ali K. Larynx preserving treatments in the early and advanced laryngeal cancers; a retrospective analysis. J Cancer Sci Ther 2010:2(1):8-10. 5. Carew JF. The larynx: Advanced stage disease. In: Shah JT. Cancer of the head and neck. London, Hamilton 2001:p156-66. 6. Hermani B, Abdurrachman H. Tumor laring. In: Buku ajar ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher, Edisi 6. Balai Penerbit FKUI Jakarta 2011:p194-8 7. Loen BC, Kunduk M, McWhorter AJ. Advanced laryngeal cancer. in: Johnson JT, Rosen CA. Bailey’s head & neck surgery otolaryngology, 5th ed, Philadelphia, William & Wilkins 2014:p 1961-77. 8. Lydiat MW, Lydiat DD. The larynx: early stage disease.In: Shah JT. Cancer of the head and neck. London, Hamilton 2001:p169-83. 9. Jorgensen K, Godballe C, Hansen O, Bastholt. Cancer of the larynx: treatment results after primary radiotherapy with salvage surgery in a series of 1005 patients. Acta oncologica 2002:41:69-76. 10. Dubrulle F, Souillard R, Chevalier D, Puech P. Laryngeal and hypopharyngeal cancer. In: Herman R, Squamous cell cancer of the neck. Cambride 2009:p4865. 11. Petrakos I, Kontzoglou K, Nikolopoulos TP, Papadopoulos O, Kostakis A. 34



Glottic and supraglottic laryngeal cancer: epidemiology, treatment patterns and survival in 164 patients. Journal of BUON 2012:17:700-05. 12. Ballo MT, Garden AS, Naggar AK, Gillenwater AM, Morrison WH. Radiation therapy for early stage (T1-T2) sarcomatoid carcinoma of true vocal



cord:



outcomes



and



patterns



of



failure. The



laryngoscope



1998:108:760-63 13. Pontes P, Moraes BT, Pontes A, Neto JC. Radiotherapy for early glotis cancer and salvage surgery after recurrence. Braz J Otorhinolaryngol 2001;77(3): 299-302. 14. Karatzanis AD, Psychogios G, Zenk J, Waldfahrer F, Hornung J. Comparison among different available surgical approaches in T1 glottic cancer. The laryngoscope 2000:119:1704-8. 15. American Joint Committee on Cancer. Cancer staging manual 7th ed. Chicago, Spinger 2010: 57-66. 16. Yousem DM, Tufano RP. Laryngeal imaging. Magn Reson Imaging Clin N am 2002:10:451-65. 17. Gowda RV, Henk JM, Mais KL, Skykes AJ, Swindell R. Three weeks radiotherapy for T1 glottic cancer: the Christie and Royal Marsden hospital experience. Radiotherapy & oncology 2003:68:105-11. 18. Rusthoven KE, Raben D, Ballonoff A, Kane M, Song JI. Effect of radiation techniques



in



treatment



of



oropharynx



cancer.



The



laryngoscope



2008:118:635-9 19. Mandenhall WM, John WW, Russell WH, Amdur RJ, Villaret DB. Management of T1-T2 glottic carcinoma. American cancer society Florida 2004:100(9)p1786-92. 20. Nguyen NP, Abraham D, Desai A, Betz M, Davis R. impact of image guided radiotherapy to reduce laryngeal edema following treatment for non laryngeal and non hypopharyngeal head and neck cancers. Oral oncologi 2011:1-5.



35