Referat Tumor Laring [PDF]

  • Author / Uploaded
  • noir
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN Karsinoma laring merupakan entitas paling penting dalam ilmu onkologi. Berdasarkan data dunia, porsi kejadian kanker laring adalah sekitar 30% hingga 40% dari semua kejadian malignansi kepala dan leher serta 1% hingga 2,5% dari total neoplasma ganas pada manusia. Secara histopatologis, 95% hingga 98% karsinoma laring berasal dari sel squamosal. Penyakit ini lebih sering menyerang pria. Insidensi tertinggi biasanya terjadi pada pasien berusia 50 hingga 70 tahun ke atas. Hingga saat ini, faktor predisposisi yang dicurigai memicu terjadinya karsinoma laring ialah sering dihubungkan dengan kebiasaan merokok dan konsumsi alcohol. Faktor risiko lain yang bias memicu terbentuknya karsinogen di tubuh antara lain lingkungan kerja, nutrisi, infeksi virus dengan HPV serta EBV, radiasi, GERD dan faktor keturunan. Perkembangan biologi molekuler di studi analisis serta pemecahan kode DNA membuktikan sejumlah gen, disebut sebagai onkogen, ternyata terlibat dalam mekanisme terbentuknya karsinogen pada laring.2 Tumor jinak laring jarang ditemukan, hanya kurang lebih 5% dari semua jenis tumor laring. Tumor jinak laring dapat berupa papiloma laring (yang paling banyak frekuensinya) yang bisa didapatkan dalam dua bentuk yaitu juvenil dan tunggal, adenoma, kondroma, mioblastoma sel granuler, hemangioma, lipoma dan neurofibroma.2 Untuk menegakkan diagnosa tumor ganas laring masih belum memuaskan, hal ini disebabkan antara lain karena letaknya dan sulit untuk dicapai sehingga dijumpai bukan pada stadium awal lagi. Biasanya pasien datang dalam keadaan yang sudah berat sehingga hasil pengobatan yang diberikan kurang memuaskan. Yang terpenting pada penanggulangan tumor ganas laring ialah diagnosa dini.2



1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1



ANATOMI LARING Laring adalah organ khusus yang mempunyai sphincter pelindung pada



pintu masuk jalan napas dan berfungsi dalam pembentukan suara. Di atas, laring terbuka ke dalam laryngopharynx dan di bawah laring berlanjut ke trakea.3 Kerangka yang menyusun laring berjumlah sembilan kartilago yang saling dihubungkan oleh ligament, membran dan otot serta disusun oleh epitel respiratori dan squamosa berlapis. Terdapat tiga kartilago tunggal yaitu thyroid, cricoid, dan epiglottis serta tiga lainnya merupakan kartilago berpasangan yaitu arytenoid, corniculata, dan kueniformis. Kartilago thyroidea merupakan kartilago terbesar di antara enam kartilago lainnya, terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian depan dan mengembang kearah belakang. Kartilago krikoid terletak di belakang kartilago tiroid merupakan tulang rawan yang paling bawah dari laring. Di setiap sisi tulang rawan krikoid melekat ligamentum krikoaritenoid, otot krikoaritenoid lateral dan di bagian belakang melekat otot krikoaritenoid. Kartilago arytenoidea merupakan kartilago kecil, dua buah, dan berbentuk seperti piramida. Keduanya terletak di belakang laring, pada pinggir atas lamina kartilago krikoidea.3,4 Kartilago corniculata adalah dua buah nodulus kecil yang bersendi dengan apeks cartilaginis arytneoidea dan merupakan tempat lekat plica aryepiglotica. Kartilago kuneiformis merupakan dua krtilago kecil berbentuk batang yang terletak sedemikian rupa sehingga masing-masing terdapat di dalam satu plica aryepiglottica. Epiglotis adalah sebuah kartilago elastis berbentuk daun yang terletak di belakang radiks lingua. Di sini, terdapat plica glossoepiglotica mediana dan plica glossoepiglotica lateralis. Vallecuale adalah cekungan pada membrane mukosa di kanan dan kiri glossoepiglotica.3,4 Kavitas larings terbentang dari aditus sampai ke pinggir bawah kartilago cricoidea, dan dapat dibagi menjadi tiga bagian; (1) bagian atas atau vestibulum, (2) bagian tengah, dan (3) bagian bawah.3,4 Vestibulum larynges terbentang dari aditus larynges sampai ke plica vestibularis. Plica vestibularis yang bewarna merah muda menonjol ke medial.



2



Rima vestibule adalah celah di antara plica vestibularis. Ligamentum vestibularis yang terletak di dalam setiap plica vestibularis merupakan pinggir bawah membrane quadrangularis yang menebal. Ligamentum ini terbentang dari kartilago thyroidea sampai ke kartilago arytenoidea.3,4 Laring bagian tengah terbentang dari plica vestibularis sampai setinggi plica vocalis. Plica vocalis bewarna putih dan berisi ligamentum vocale. Rima glottides adalah celah di antara plica vocalis di depan dan prosessus vcalis kartilaginis arytneoidea di belakang.3,4 Laring di bagian bawah terbentang dari plica vocalis sampai ke pinggir bawah kartilago cricoidea. Membran mukosa laring melapisi kavitas laryngeus dan ditutupi oleh epitel silindris bersilia. Namun, pada plica vocalis, tempat membrane mukosa sering mengalami trauma saat fonasi, maka membrane mukosanya dilapisi oleh epitel berlapis gepeng.3,4



Gambar 1: anatomi struktur penyangga laring.



Otot-otot laring dapat dibagi menjadi dua kelompok; (1) ekstrinsik dan (2) intrinsik. Otot-otot ekstrinsik dapat dibagi dalam dua kelompok yang berlawanan, yaitu kelompok elevator laring dan depressor laring. Laring tertarik ke atas selama proses menelan dan ke bawah sesudahnya. Karena os hyoideum melekat pada



3



kartilago thyroidea melalui membrane thyroihyoidea, gerakan os hyoideum akan diikuti oleh gerakan laring.3,4 Otot-otot m.geniohyoideus.



elevator



laring



meliputi



M.stylopharyngeus,



m.digastricus,



m.stylohyoideus,



m.salphingopharyngeus,



dan



m.palatopharyngeus yang berinsersio pada pinggir posterior lamina kartilaginis thyroidea juga mengangkat laring.3,4 Otot depressor laring meliputi m.sternohyoideus, m.sternothyroideus, dan m.momohyoideus. Kerja otot-otot ini dibantu oleh daya pegas trakea yang elastis.3,4 Otot-otot intrinsik dapat dibagi menjadi dua kelompok; kelompok yang mengendalikan aditus laringis dan kelompok yang menggerakkan plica vocalis.3,4 Terdapat dua sfingter pada laring yaitu (1) pada aditus larynges dan (2) pada rima glottis. Sfingter pada aditus larynges hanya berfungsi pada saat menelan. Ketika bolus makanan dipindahkan ke belakang di antara lidah dan palatum durum, laring tertarik ke atas di bawah bagian belakang lidah. Aditus larynges menyempit akibat kontraksi m.artynoideus obliqus dan m.aryepiglotica. Epiglotis didorong ke belakang oleh lidah dan berfungsi sebagai sungkup di atas aditus larynges. Bolus makanan atau cairan kemudian masuk ke dalam esophagus dengan berjalan di atas epiglottis atau turun ke bawah lewat alur pada sisi-sisi aditus larynges, yaitu melalui fossa piriformis.3,4 Ketika batuk atau bersin, rima glotidis berfungsi sebagai sfingter. Setelah inspirasi, plica vocalis mengalami adduksi, dan otot-otot ekspirasi berkontraksi dengan kuat. Akibatnya, tekanan di dalam toraks meningkat, dan dalam waktu yang sama plica vocalis mendadak adduksi. Pelepasan mendadak dari udara yang terkompresi seringkali diikuti pula keluarnya partikel asing atau mucus dari saluran pernapasan dan selanjutnya masuk ke faring. Disini, partikel-partikel ini akan ditelan atau dikeluarkan.3,4 Pada keadaan abdomen tegang seperti saat miksi, defekasi dan melahirkan, udara sering ditahan sesaat di saluran pernapasan dengan cara menutup rima glotidis. Sesudah inspirasi dalam, rima glotidis ditutup. Kemudian otot-otot dinding anterior abdomen berkontraksi dan gerakan naik dari diafragma dicegah oleh adanya udara yang tertahan di saluran pernapasan. Setelah usaha yang cukup



4



lama, orang tersebut sering melepaskan sejumlah udara dengan membuka rima glotidisnya sekejap dan menimbulkan suara mengeluh.4



Gambar 2: otot-otot intrinsik laring.



Pelepasan udara ekspirasi secara terputus-putus melalui plica vocalis yang sedang adduksi akan menggetarkan plica tersebut dan menimbulkan suara. Frekuensi atau tinggi suara ditentukan oleh perubahan panjang dan tegangan ligamentum vocale. Kualitas suara tergantung pada resonator di atas laring, yaitu faring, mulut dan sinus paranasalis. Kualitas dikendalikan oleh otot-otot palatum molle, lidah, dasar mulut, pipi, bibir, dan rahang. Bicara normal tergantung pada kemampuan modifikasi suara menjadi konsonan-konsonan dan vokal yang dikenali dengan menggunakan lidah, gigi, dan bibir. Bunyi vokal biasanya murni dari mulut dengan palatum molle terangkat; yaitu udara disalurkan melalui mulut dan bukan melalui hidung. Dokter menguji mobilitas palatum molle dengan meminta pasien mengucapkan ‘ah’ dengan mulut terbuka.3,4 Bicara melibatkan pelepasan udara ekspirasi secara terputus-putus melalui plica vocalis yang teradduksi. Menyanyi satu nada membutuhkan pelepasan udara ekspirasi yang lebih lama lewat plica vocalis yang teradduksi. Pada berbisik, plica



5



vocalis teradduksi, tetapi kartilago arytneoidea terpisah; vibrasi terjadi akibat getaran udara ekspirasi secara tetap melalui bagian posterior rima glotidis.3,4 Maka secara ringkas dapat dikatakan terdapat satu otot abduktor, tiga aduktor dan tiga otot tensor seperti yang diberikan seperti berikut: 3,6 ABDUKTOR Krikotiroideus posterior



ADDUKTOR Interaritenoideus Krikoaritenoideus lateralis Krikoaritenoideus



TENSOR Krikotiroideus (eksterna) Vokalis (interna) Tiroaritenoideus (interna)



Laring dipersarafi oleh saraf sensorik yang mempersarafi membran mukosa laring di atas plica vocalis dan berasal dari n.laryngeus internus, cabang dari n.laryngeus superior (cabang n. vagus). Di bawah plica vocalis, membrane mukosa dipersarafi oleh n. laryngeus recurrens. Saraf motorik ke otot-otot intrinsik laring berasal dari n. laryngeus recurrens, kecuali m. cricothyroideus yang dipersarafi oleh ramus laryngeus externus dari n. laryngeus superior (n. vagus).3,4



Gambar 3: persarafan pada laring.



Suplai arteri ke setengah bagian atas laring berasal dari ramus laryngeus superior a. thyroidea superior. Setengah bagian bawah laring didarahi oleh ramus laryngeus inferior a. thyroidea inferior.3,4



6



Gambar 4: suplai darah arteri pada laring.



II.2



FISIOLOGI LARING Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar yaitu fonasi,



respirasi dan proteksi disamping beberapa fungsi lainnya seperti terlihat pada uraian berikut: II.2.1



Fungsi Fonasi. Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Suara



dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan adanya interaksi antara udara dan pita suara. Nada suara dari laring diperkuat oleh adanya tekanan udara pernafasan subglotik dan vibrasi laring serta adanya ruangan resonansi seperti rongga mulut, udara dalam paru-paru, trakea, faring, dan hidung. Nada dasar yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsic laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk dan massa ujung- ujung bebas dan tegangan pita suara sejati. 4 II.2.2 Fungsi Proteksi. 7



Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek otototot yang bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup. Pada waktu menelan, pernafasan berhenti sejenak akibat adanya rangsangan terhadap reseptor yang ada pada epiglotis, plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah interaritenoid melalui serabut afferen N. Laringeus Superior. Sebagai jawabannya, sfingter dan epiglotis menutup. Gerakan laring ke atas dan ke depan menyebabkan celah proksimal laring tertutup oleh dasar lidah. Struktur ini mengalihkan makanan ke lateral menjauhi aditus dan masuk ke sinus piriformis lalu ke introitus esofagus. 4



II.2.3 Fungsi Respirasi. Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar rongga



dada



dan



M.



Krikoaritenoideus



Posterior



terangsang



sehingga



kontraksinya menyebabkan rima glotis terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh tekanan parsial CO2 dan O2 arteri serta pH darah. Bila pO2 tinggi akan menghambat pembukaan rima glotis, sedangkan bila pCO2 tinggi akan merangsang pembukaan rima glotis. Hiperkapnia dan obstruksi laring mengakibatkan pembukaan laring secara reflektoris, sedangkan peningkatan pO2 arterial dan hiperventilasi akan menghambat pembukaan laring . Tekanan parsial CO2 darah dan pH darah berperan dalam mengontrol posisi pita suara. 4 II.2.4



Fungsi Menelan. Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring pada saat



berlangsungnya proses menelan, yaitu : Pada waktu menelan faring bagian bawah (m. Konstriktor faringeus superior, m. palatofaringeus dan m. stilofaringeus) mengalami kontraksi sepanjang kartilago krikoidea dan kartilago tiroidea, serta menarik laring ke atas menuju basis lidah, kemudian makanan terdorong ke bawah dan terjadi pembukaan faringoesofageal. Laring menutup untuk mencegah makanan



atau



minuman



masuk



ke



saluran



pernafasan



dengan



jalan



menkontraksikan orifisium dan penutupan laring oleh epiglotis. Epiglotis menjadi lebih datar membentuk semacam papan penutup aditus laringeus, sehingga



8



makanan atau minuman terdorong ke lateral menjauhi aditus laring dan masuk ke sinus piriformis lalu ke hiatus esofagus. 4 II.3



ETIOLOGI Etiologi tumor laring terdiri dari: Asap rokok dan alcohol, etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh para ahli bahwa perokok dan peminum alkolhol merupakan kelompok orang-orang dengan risiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian epidemiologik menggambarkan beberapa hal yang diduga menyebabkan terjadinya karsinoma laring yang kuat adalah rokok alkohol dan terpajan oleh sinar radioaktif. 8 Karsinogen lingkungan, Arsen (pabrik, obat serangga), asbes (lingkungan, pabrik, tambang), gas mustar (pabrik), serbuk nikel (pabrik, lingkungan), polisiklik hidrokarbon (pabrik, lingkungan), vinil klorida (pabrik), dan nitrosamin (makanan yang diawetkan, ikan asin). 9 Human papilloma virus (HPV), predileksi di korda vokalis. Awalnya tumbuh jaringan berupa papil-papil (papiloma) kemudian terjadi perubahan maligna menjadi karsinoma verukosa (verrucous carcinoma). 9



II.4



KLASIFIKASI TUMOR



II.4.1 Tumor jinak laring Tumor jinak laring tidak banyak ditemukan, hanya kurang lebih 5 % dari semua jenis tumor laring. Tumor jinak laring dapat berupa: 1. Papiloma laring (terbanyak frekuensi). Papiloma laring juvenil, ditemukan pada anak, biasanya berbentuk multipel dan mengalami regresi pada waktu dewasa. Tumor ini dapat tumbuh pada pita suara bagian anterior atau daerah subglotik. Dapat pula tumbuh di plika ventrikularis atau aritenoid. Secara makroskopik bentuknya seperti buah murbei berwarna putih abu-abu dan kadang-kadang kemerahan. Jaringan tumor ini sangat rapuh dan kalau dipotong tidak menyebabkan perdarahan. Sifat yang menonjol dari tumor ini adalah sering tumbuh lagi setelah diangkat, sehingga operasi pengangkatan harus dilakukan berulang-ulang. Pada orang dewasa



9



biasanya berbentuk tunggal, tidak akan mengalami resolusi dan merupakan prekanker. 2. Adenoma. 3. Kondroma. 4. Mioblastoma sel granuler. 5. Hemangioma. 6. Lipoma. 7. Neurofibroma.11



II.4.2



Tumor ganas laring Keganasan di laring bukanlah hal yang jarang ditemukan dan masih merupakan masalah, karena penanggulangannya mencakup berbagai segi. Penatalaksanaan keganasan di laring tanpa memperhatikan bidang rehabilitasi lengkap. Etiologi



karsinoma



laring



belum



diketahui



dengan



pasti.



Dikatakan oleh para ahli bahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok orang-orang dengan resiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian epidemiologik menggambarkan beberapa hal yang diduga menyebabkan terjadinya karsinoma laring yang kuat ialah rokok, alkohol dan terpapar oleh sinar radioaktif. 7, 11 Yang terpenting pada penanggulangan karsinoma laring adalah diagnosis dini dan pengobatan/tindakan yang tepat dan kuratif, karena tumornya masih terisolasi dan dapat diangkat secara radikal. Tujuan utama ialah mengeluarkan bagian laring yang terkena tumor dengan memperhatikan fungsi respirasi, fonasi serta fungsi sfingter laring. Karsinoma



sel



skuamosa



dibagi



3



tingkat



diferensiasi:



Berdiferensiasi baik (Grade I), Berdiferensiasi sedang (Grade II), Berdiferensiasi buruk (Grade III). Kebanyakan tumor ganas pita suara berdiferensiasi dengan baik. Lesi yang mengenai hipofaring, sinus piriformis dan plika ariepiglotika kurang berdiferensiasi baik.11 Klasifikasi Letak Tumor a. Tumor supraglotik terbatas pada daerah mulai dari tepi atas epiglotis sampai batas atas glotis termasuk pita suara palsu dan ventrikel laring. b. Tumor glotik mengenai pita suara asli. Batas inferior glotik adalah 10 mm dibawah tepi bebas pita suara, 10 mm merupakan batas inferior



10



otot-otot intrinsik pita suara. Oleh karena itu, tumor glotik dapat mengenai 1 atau kedua pita suara, dapat meluas ke subglotik sejauh 10 mm, dan dapat mengenai komisura anterior atau posterior atau prosesus vokalis kartilago adenoid. c. Tumor subglotik tumbuh lebih dari 10 mm di bawah tepi bebas pita suara asli sampai batas krikoid. d. Tumor ganas transglotik adalah tumor yang menyeberangi ventrikel mengenai pita suara asli dan pita suara palsu, atau meluas ke subglotik lebih dari 10 mm. 11



Gambar 6: gambaran letak tumor dan gejala yang biasa timbul dari letaknya.



2.1 Glottis carcinoma Karsinoma invasif glotis secara biologis umumnya kurang agresif dibandingkan dengan karsinoma sel skuamosa supraglotik atau hypopharyngeal. Dari histologinya biasanya baik untuk berdiferensiasi sedang, dan tanpa disertai metastasis jauh. Hal ini diduga karena limfatik submukosa di pita suara sangat jarang dan mungkin mencerminkan perilaku biologis ke arah karsinoma berdiferensiasi baik. Gejala hadir lebih awal karena sebagian besar tumor berasal dari permukaan bebas di lipatan pita suara dua per tiga anterior di mana suara serak adalah gejala pertamanya. Di stadium awal, radioterapi atau konservatif menjadi terapi terbaik tanpa perlu direncanakan manajemen operasi leher eletif.



11



2.2 Supraglottis carcinoma Karsinoma supraglotik melibatkan wilayah: superior oleh batas bebas epiglotis dan inferior oleh pita suara palsu dan ventrikel laring. Lateral oleh aspek medial lipatan aryepiglotik. Neoplasma ini cenderung menyebar dengan ekstensi lokal. Ada kecenderungan kuat untuk karsinoma supraglotik untuk menyebar melalui limfatik. Sejumlah laporan memperkirakan bahwa 39-65% pasien dengan T2 untuk karsinoma supraglotik T4 datang dengan metastasis kelenjar getah bening yang jelas, sedangkan 32-34% dari pasien tersebut memiliki node patologis positif. 2.3 Subglottis carcinoma Karsinoma subglotik sangat jarang terjadi dengan hanya 1% dari 2%. 180 kasus karsinoma laring yang terletak 1 cm di bawah pita suara menurut Shaba dan Shah. Gambaran klinis biasanya adanya obstruksi jalan napas. Pasien mungkin memiliki insufisiensi saluran napas dan memperoleh bantuan langsung bila diintubasi. Lesi subglotik biasanya muncul di bawah konus elastikus (1 cm di bawah tepi bebas dari pita suara sejati) dan menyebar secara lokal untuk menyerang tulang rawan dan kelenjar tiroid melalui penyebaran limfatik menuju nodus jugularis profunda, nodus Delphian(prelaryngeal), dan nodus paratrakeal.12 Kanker laring dibagi berdasar system TNM (tumor, nodul, metastasis) milik American Joint Committee on Cancer. Untuk kepentingan staging, nodul postif di leher termasuk dalam metastasis lokoregional; metastasis di bagian tubuh yang lain (seperti paru, mediastinum, hepar dan tulang) termasuk dalam metastasis jauh. Untuk pertama kalinya, tumor T4 dibagi menjadi tumor stage IV dibagi menjadi IV.A, IV.B dan IV.C (adanya metastasis jauh). Studi yang dilakukan sebelumnya, bagaimanapun juga, mengacu pada system lama yakni tahun 1998 di mana terdapat T4 yang berdiri sendiri.2,13 Klasifikasi Tumor Ganas Laring Tumor primer (T)



12



Tis T1



Supraglotis Karsinoma insitu Tumor terdapat pada



Glotis Karsinoma insitu Tumor mengenai



Subglotis Karsinoma insitu Tumor terbatas pada



satu sisi suara/pita



satu atau dua sisi



daerah subglotis.



suara palsu (gerakan



pita suara, tetapi



masih baik).



gerakan pita suara masih baik, atau tumor sudah terdapat pada kommisura anterior atau



T2



T3



Tumor sudah



posterior. Tumor meluas ke



Tumor sudah meluas



menjalar ke 1 dan 2



daerah supraglotis



ke pita, pita suara



sisi daerah



atau subglotis, pita



masih dapat



supraglotis dan



suara masih dapat



bergerak atau sudah



glotis masih bisa



bergerak atau sudah



terfiksir.



bergerak (tidak



terfiksir (impaired



terfiksir). Tumor terbatas pada



mobility). Tumor meliputi



Tumor sudah



laring dan sudah



laring dan pita suara



mengenai laring dan



terfiksir atau meluas



sudah terfiksir.



pita suara sudah



ke daerah ke krikod



terfiksir.



bagian belakang, dinding medial dari sinus piriformis, dan kearah rongga T4



preepiglotis. Tumor sudah meluas



Tumor sangat luas



Tumor yang luas



keluar laring,



dengan kerusakan



dengan destruksi



menginfiltrasi



tulang rawan tiroid



tulang rawan atau



orofaring jaringan



atau sudah keluar



perluasan ke luar



lunak pada leher



dari laring.



laring atau dua –



atau sudah merusak



duanya.



tulang rawan tiroid. 13



Penjalaran ke kelenjar limfe (N)11,12 Nx: Kelenjar limfe tidak teraba. N0: Secara klinis kelenjar tidak teraba. N1: Secara klinis teraba satu kelenjar limfe dengan ukuran diameter 3 cm homolateral. N2: Teraba kelenjar limfe tunggal, ipsilateral dengan ukuran diameter 36 cm. N2a: Satu kelenjar limfe ipsilateral, diameter lebih dari 3 cm tapi tidak lebih dari 6 cm. N2b: Multipel kelenjar limfe ipsilateral, diameter tidak lebih dari 6 cm. 10 N2c: Metastasis bilateral atau kontralateral, diameter tidak lebih dari 6 cm. N3: Metastasis kelenjar limfe lebih dari 6 cm. Tabel dibawah menunjukkan penentuan kategori TNM edisi ke-7 pada karsinoma laring Kategori 0 I II III



T Tis T1 T2 T3



N N0 N0 N0 N0



M M0 M0 M0 M0



IV A



T1, T2 T4a



N1 N0



M0



IV B



T 1-3 T4b



N2 N apapun



M0 M0



IV C



T apapun T apapun



N3 N apapun



M0 M1



14



Gambar 7: stadium karsinoma laring.



II.5



HISTOPATOLOGI Karsinoma sel skuamosa meliputi 95 – 98% dari semua tumor ganas laring, dengan derajat difrensiasi yang berbeda-beda, yaitu berdiferensiasi baik, sedang dan berdiferensiasi buruk. Jenis lain yang jarang kita jumpai adalah karsinoma verukosa, adenokarsinoma dan kondrosarkoma. Karsinoma Verukosa adalah satu tumor yang secara histologis kelihatannya jinak, akan tetapi klinis ganas. Insidennya 1 – 2% dari seluruh tumor ganas laring, lebih banyak mengenai pria dari wanita dengan perbandingan 3 : 1. Tumor tumbuh lambat tetapi dapat membesar sehingga dapat menimbulkan kerusakan lokal yang luas. Tidak terjadi metastase regional atau jauh. Pengobatannya dengan operasi, radioterapi tidak efektif dan merupakan kontraindikasi. Prognosanya sangat baik. Adenokarsinoma, angka insidennya 1% dari seluruh tumor ganas laring. Sering terjadi pada kelenjar mukus supraglotis dan subglotis dan tidak pernah dari glottis. Sering bermetastase ke paru-paru dan hepar. Two years survival rate-nya sangat rendah. Terapi yang dianjurkan adalah reseksi radikal dengan diseksi kelenjar limfe regional dan radiasi pasca operasi. 8



Kondrosarkoma adalah tumor ganas yang berasal dari tulang rawan



krikoid 70%, tiroid 20% dan aritenoid 10%.Sering pada laki-laki 40 – 60 tahun.Terapi yang dianjurkan adalah laringektomi total. 8 II.6



PATOFISIOLOGI



15



Gambar 8: model skematik perkembangan sel karsinoma dengan berbagai penyebab pada laring.



Lebih dari 90% pasien dengan karsinoma laring memiliki riwayat merokok berat dan konsumsi alkohol. Merokok, secara khusus merupakan faktor risiko utama terjadinya karsinoma pada laring. Kombinasi dari rokok dan konsumsi alkohol memberi efek karsinogenik yang lebih besar pada laring. Faktor risiko lain telah diketahui. Infeksi laring yang disebabkan oleh virus human papilloma virus (HPV) mengakibatkan laryngeal papilomatosis dimana berawal dari jinak, tetapi terkhusus tipe 16 dan 18 ternyata diketahui mampu berdegenerasi menjadi karsinoma sel skuamosa



(SCC).



Refluks



gastroesofageal



juga



dicurigai



menyebabkan karsinoma laring; meski hubungan langsung antara keduanya masih belum jelas walaupun terapi yang berguna dalam menurunkan kadar asam lambung dikatakan mampu menurunkan



16



rekurensi karsinoma laring. Paparan okupasi yang beranekaragam dan inhalasi bercaun (seperti asbestos dan gas mustad), defisiensi nutrisi, serta riwayat radiasi leher juga memiliki hubungan dengan karsinoma laring. Karsinogenesis pada traktus aerodigestif digambarkan mengalami proses yang berlipat. Agen ekosgenous yang berbahaya (tembakau, alkohol, asbes, dll) menyebabkan injuri epitel dan memicu terjadinya respon



berupa



(hiper)regenerasi



(hyperplasia)



dan/atau



hyperkeratosis.13



Gambar 9: Evolusi sel karsinoma.



II.7



MANIFESTASI KLINIS Suara serak: Gejala utama Ca laring, merupakan gejala dini tumor pita suara. Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi fonasi laring. Kualitas nada sangat dipengaruhi oleh besar celah glotik, besar pita suara, ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran dan ketegangan pita suara.Pada tumor ganas laring, pita suara gagal berfungsi secara baik disebabkan oleh ketidak teraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah glotik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligament krikoaritenoid dan kadang-kadang menyerang saraf. Adanya tumor di pita suara akan mengganggu gerak maupun getaran kedua pita suara tersebut. Serak menyebabkan kualitas suara menjadi semakin kasar, mengganggu, sumbang dan nadanya lebih rendah dari biasa. Kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan nafas atau paralisis komplit. Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak



17



tumor. Apabila tumor laring tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan gejala dini dan menetap. Apabila tumor tumbuh di daerah ventrikel laring, dibagian bawah plika ventrikularis atau dibatas inferior pita suara, serak akan timbul kemudian. Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak dapat merupakan gejala akhir atau tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini, gejala pertama tidak khas dan subjektif seperti perasaan tidak nyaman, rasa ada yang mengganjal di tenggorok. Tumor hipofaring jarang menimbulkan serak kecuali tumornya eksentif.2,13 Gejala lainnya yaitu: Suara bergumam (hot potato voice): fiksasi dan nyeri menimbulkan suara bergumam. Dispnea dan stridor: Gejala yang disebabkan sumbatan jalan nafas dan dapat timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini disebabkan oleh gangguan jalan nafas oleh massa tumor, penumpukan kotoran atau secret maupun oleh fiksasi pita suara. Pada tumor supraglotik dan transglotik terdapat kedua gejala



tersebut.Sumbatan



yang



terjadi



perlahan-lahan



dapat



dikompensasi. Pada umunya dispnea dan stridor adalah tanda prognosis yang kurang baik. Nyeri tenggorok: Keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang tajam. Disfagia: Merupakan ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring dan sinus piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling sering pada tumor ganas postkrikoid.Rasa nyeri ketika menelan (odinofagia): menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra laring. Batuk dan hemoptisis: Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, biasanya timbul dengan tertekanya hipofaring disertai secret yang mengalir ke dalam laring. Hemoptisis sering terjadi pada tumor glotik dan tumor supraglotik. 13 II.8



DIAGNOSIS Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan suara parau yang diderita sudah cukup lama, tidak bersifat hilang-timbul meskipun sudah diobati dan bertendens makin lama menjadi berat. Penderita kebanyakan



18



adalah seorang perokok berat yang juga kadang–kadang adalah seorang yang juga banyak memakai suara berlebihan dan salah (vocal abuse), peminum alkohol atau seorang yang sering atau pernah terpapar sinar radioaktif, misalnya pernah diradiasi didaerah lain. Pada anamnesis kadang–kadang didapatkan hemoptisis, yang bisa tersamar bersamaan dengan adanya TBC paru, sebab banyak penderita menjelang tua dan dari sosio - ekonomi yang lemah. Sesuai pembagian anatomi, lokasi tumor laring dibagi menjadi 3 bagian yakni supraglotis, glottis dan subglotis, dan gejala serta tanda – tandanya sesuai dengan lokasi tumor tersebut. Dari pemeriksaan fisik sering didapatkan tidak adanya tanda yang khas dari luar, terutama pada stadium dini/permulaan, tetapi bila tumor sudah menjalar ke kelenjar limfe leher, terlihat perubahan ktur leher, dan hilangnya krepitasi tulang rawan – tulang rawan laring. Pemeriksaan untuk melihat kedalam laring dapat dilakukan dengan cara tak langsung maupun langsung dengan menggunakan laringoskop unutk menilai lokasi tumor, penyebaran tumor yang terlihat (field of cancerisation), dan kemudian melakukan biopsi.13 II.9



PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang yang diperlukan selain pemeriksaan laboratorium darah, juga pemeriksaan radiologik. Foto toraks diperlukan untuk menilai keadaan paru, ada atau tidaknya proses spesifik dan metastasis diparu. Foto jaringan lunak (soft tissue) leher dari lateral kadang–kadang dapat menilai besarnya dan letak tumor, bila tumornya cukup



besar.



Apabila



memungkinkan,



CT



scan



laring



dapat



memperlihatkan keadaan tumor dan laring lebih seksama, misalnya penjalaran tumor pada tulang rawan tiroid dan daerah pre-epiglotis serta metastase kelenjar getah bening leher. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologianatomik dari bahan biopsi laring, dan biosi jarum-halus pada



19



pembesaran kelenjar limfe dileher. Dari hasil patologi anatomik yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa. 13 II.9.1



CT Scan Leher Keterlibatan beberapa tempat pada supraglotis laring dan mobilitas pita



suara.



Pemeriksaan



radiologi



dapat



membantu



dalam



mengidentifikasi perluasan submukosa transglotis yang tersembunyi. Kriteria pencitraan lesi T3 adalah perluasan ke ruang pra-epiglotis (paralayngeal fat) atau tumor yang mengerosi kebagian dalam korteks dari kartilago tiroid. Tumor yang mengerosi ke bagian luar korteks kartilago tiroid merupakan stadium T4a. Ada yang berpendapat bahwa kerterlibatan korteks bagian luar saja tanpa keterlibatan sebagian besar tendon bisa memenuhi kriteria pencitraan lesi T4. Tumor stadium T4 (a dan b) sulit diidentifikasikan hanya denganpemeriksaan klinis saja, karena sebagian besar kriteria tidak dapat diniai dengan palpasi dan endoskopi. Pencitraan secara cross-sectional diindikasikan untuk mengetahui komponen anatomi yang terlibat untuk menentukan stadium tumor.13



Gambar 10: Gambaran CT scan aksial karsinoma supraglotik(x). Terdapat erosi kartilago thyroid (xx) dan metastasis kelenjar getah bening di leher(xxx).



20



II.9.2



Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI memiliki beberapa kelebihan daripada CT yang mungkin membantu dalam perencanaan pre-operasi. Pencitraan koronal membantu dalam menentukan keterlibatan ventrikel laryngeal dan penyebaran transglottic. Pencitraan midsagittal membantu untuk memperlihatkan hubungan antara tumor dengan komisura anterior. MRI juga lebih unggul daripada CT untuk karakterisasi jaringan spesifik. Namun, pencitraan yang lebih lama dapat menyebabkan degradasi gambar akibat pergerakan.13



Gambar 11: Gambar MRI laring normal



Gambar12: MRI laring abnormal



II.10 PENATALAKSANAAN Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring yaitu pembedahan, radiasi dan sitostatika, ataupun kombinasi, tergantung pada stadium penyakit dan keadaan umum pasien. 13 II.10.1 PEMBEDAHAN Tindakan operasi untuk keganasan laring adalah laringektomi terdiri dari: II.10.1.1



Laringektomi parsial. Tumor yang terbatas pada pengangkatan hanya satu pita suara dan



trakeotomi sementara yang di lakukan untuk mempertahankan jalan napas. Setelah sembuh dari pembedahan suara pasien akan parau. 21



II.10.1.2



Hemilaringektomi atau vertikal. Bila ada kemungkinana kanker pita suara. Bagian ini diangkat



sepanjang kartilago aritenoid dan setengah kartilago tiroid. Trakeostomi sementara dilakukan dan suara pasien akan parau setelah pembedahan. II.10.1.3



Laringektomi supraglotis atau horisontal. Bila tumor berada pada epiglotis, dilakukan diseksi leher radikal



dan trakeotomi. Suara pasien masih utuh atau tetap normal. Karena epiglotis diangkat maka resiko aspirasi akibat makanan peroral meningkat. II.10.1.4



Laringektomi total. Karsinoma tahap lanjut yang melibatkan sebagian besar laring,



memerlukan pengangkatan laring, tulang hiod, kartilago krikoid,2-3 cincin trakea, dan otot penghubung ke laring.Mengakibatkan kehilangan suara dan sebuah lubang (stoma) trakeostomi yang permanen. Dalam hal ini tidak ada bahaya aspirasi makanan peroral, dikarenakan trakea tidak lagi berhubungan dengan saluran udara–pencernaan. Suatu sayatan radikal telah dilakukan dileher pada jenis laringektomi ini. Hal ini meliputi pengangkatan pembuluh limfatik, kelenjar limfe di leher, otot sternokleidomastoideus, vena jugularis interna, saraf spinal asesorius, kelenjar salifa submandibular dan sebagian kecil kelenjar parotis. Operasi ini akan membuat penderita tidak dapat bersuara atau berbicara. Tetapi kasus yang dermikian dapat diatasi dengan mengajarkan pada mereka berbicara



menggunakan



esofagus



(esofageal



speech),



meskipun



kualitasnya tidak sebaik bila penderita berbicara dengan menggunakan organ laring. Untuk latihan berbicara dengan esofagus perlu bantuan seorang binawicara.12,13



II.10.2 RADIOTERAPI



22



Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis T1 dan T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%). Keuntungan dengan cara ini adalah laring tidak cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan. Dosis yang dianjurkan adalah 200 rad perhari sampai dosis total 6000 – 7000 rad. II.10.3 KEMOTERAPI Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvant ataupun paliatif. Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80–120 mg/m2 dan 5 FU 800–1000 mg/m2.12,13 II.10.4 REHABILITASI SUARA. Laringektomi total yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma laring menyebabkan cacat pada penderita. Dengan dilakukannya pengangkatan laring beserta pita-suara yang ada dalamnya, maka penderita akan menjadi afonia dan bernafas melalui stoma permanen di leher. Untuk itu diperlukan rehabilitasi terhadap pasien, baik yang bersifat umum, yakni agar pasien dapat memasyarakat dan mandiri kembali, maupun rehabilitasi khusus yakni rehabilitasi suara (voice rehabilitation), agar penderita dapat berbicara (bersuara), sehingga berkomunikasi verbal. Rehabilitasi suara dapat dilakukan dengan pertolongan alat bantu suara, yakni semacam vibrator yang ditempelkan di daerah submandibula, ataupun dengan suara yang dihasilkan dari esophagus (esophageal speech) melalui proses belajar. Banyak faktor yang mempengaruhi suksesnya proses rehabilitasi suara ini, tetapi dapat disimpulkan menjadi 2 faktor utama, ialah faktor fisik dan faktor psikososial.13 II.11



PROGNOSIS Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan



kecakapan tenaga ahli. Secara umum dikatakan five years survival rate pada karsinoma laring stadium I 90–98% stadium II 75–85%, stadium III 60–70%



23



dan stadium IV 40–50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan five year survival rate sebesar 50%.13



24



BAB III KESIMPULAN Suara parau merupakan gejala dini dari karsinoma laring. Suara parau lebih dari 4 minggu harus dicari teliti penyebabnya. Gejala lebih lanjut antara lain sesak napas, stridor, rasa nyeri di tenggorok dan batuk/batuk darah. Diagnosis karsinoma laring ditegakkan berdasar anamnesa, pemeriksaan klinis, radiologi dan biopsi. Terapi karsinoma laring tergantung lokasi & stadium, dapat berupa laringektomi parsial atau total dengan atau tanpa diseksi leher, radioterapi, kemoterapi atau kombinasi. Dengan prognosis tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan tenaga ahli.



25



DAFTAR PUSTAKA 1.



Simarak S, Breslow N, Dahl CJ. Cancer of the Oral Cavity, Pharynx/larynx and Lung in North Thailand: Case-Control Study and Analysis of Cigar Smoke.



British Journal of Cancer. 1977;36(130):1-11. 2. Hermani B, Abdurrachman H. Tumor Laring. In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. 7 ed. Jakarta: FKUI; 2012. p. 176-86. 3. The Respiratory System. In: Tortora GJ, Derrickson BH, editors. Principles of Anatomy and Physiology. 2. 12 ed: John Wiley & Sons. Inc; 2009. p. 879-82. 4. Vashishta R. Larynx Anatomy: Medscape; 2015 [updated August 31, 2015]. Available from:



http://emedicine.medscape.com/article/1949369-



overview#showall . Accessed: October 1, 2015. 5. Netter FH. Head and Neck. In: Brueckner JK, Carnichael SW, editors. Atlas of Human Anatomy. 4 ed. Pennysylvania: Elsevier; 2006. p. 69-79. 6. Sasaki CT, Kim Y-H. Anatomy and Physiology of the Larynx. In: Snow JB, Ballegner JJ, editors. Ballenger's Otolaryngology Head and Neck Surgery. 16 ed. London: Becker Inc; 2003. p. 1090-107. 7. Cohen James I. Anatomi dan Fisiologi laring. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997. P. 369-76 8. Simarak S, Breslow N, Dahl CJ. Cancer of the Oral Cavity, Pharynx/larynx and Lung in North Thailand: Case-Control Study and Analysis of Cigar Smoke. British Journal of Cancer. 1977;36(130):1-11. 9. Pira E, Pelucchi C, Buffoni L, Palmas A. Cancer Mortality in a Cohort of Asbestos Textile Workers. British Journal of Cancer. 2005;92:580-6. 10. Qadeer MA, Colabianchi N, Strome M, Vaezi MF. Gastroesophageal Reflux and Laryngeal Cancer: Causation or Association? American Journal of Otolaryngology. 2004(27):119-28. 11. Deschler DG, Day T. TNM Staging of Head and Neck Cancer and Neck Dissection Classification. In: Descher DG, Day T, editors. Pocket Guide to TNM Staging of Head and Neck Cancer and Neck Dissection Classification: Head and Neck Surgery Commitee; 2013. p. 11-23. 12. Laryngeal Cancer Treatment: PubMed Health; 2002 [updated July 31, 2014]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0032515? report=printable. Accessed: October 1, 2015.



26



13. Dhillon RS, East CA. Laryngeal Neoplasia. In: Dhillon RS, East CA, editors.



Ear, Nose and Throat and Head and Neck Surgery. 3 ed: Elsevier; 2001. p. 98-101.



27