Referat Cleft Lip and Palate [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT BEDAH PLASTIK



CLEFT LIP AND PALATE



Disusun Oleh: Hanny Ardian Cholis



1102012107



Pembimbing: dr. Nur Febriany Nasser Ras Sp.BP-RE



KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI JAKARTA 2019 BAB I PENDAHULUAN 0



Bibir sumbing (cleft lip) adalah kelainan celah pada bibir atas yang didapatkan seseorang sejak lahir. Bila celah berada pada bagian langit-langit mulut (palate), maka kelainan ini disebut cleft palate. Pada cleft palate, celah akan menghubungkan langit-langit rongga mulut dengan rongga hidung. Apabila celah terdapat pada bibir atas hingga langit-langit rongga mulut, disebut labial palate cleft/labiopalatoschisis. Kelainan ini terjadi karena adanya gangguan pada kehamilan trimester pertama yang menyebabkan terganggunya proses tumbuh kembang janin. Faktor yang diduga menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah kekurangan nutrisi, obatobatan, infeksi virus, radiasi, stress pada masa kehamilan, trauma dan faktor genetik. Cleft lip dapat dikoreksi dengan tindakan labioplasti, yaitu tindakan pembedahan untuk menutup celah pada bibir. Rekonstruksi celah bibir bertujuan untuk mengembalikan bentuk anatomi yang senormal mungkin. Deformitas celah didapatkan pada kurang lebih 1 dari setiap 680 kelainan. Pada kebanyakan kasus, celah bibir dan sumbing langit-langit terjadi bersamaan. Gejala utama dari celah bibir dan/atau langit-langit sumbing adalah pembukaan terlihat di bibir atau langit-langit. Gejala lain dapat terjadi sebagai akibat dari sumbing meliputi masalah feeding (terutama dengan sumbing), masalah bicara, gigi yang hilang terutama ketika bibir sumbing meluas ke daerah gusi bagian atas, infeksi berulang telinga bagian tengah, dan masalah pendengaran.



1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEFINISI Celah bibir dan langit-langit (Cleft lip and palate) adalah suatu cacat/kelainan bawaan berupa celah pada bibir, gusi, dan langit-langit. Kelainan ini terjadi karena adanya gangguan pada kehamilan trimester pertama yang menyebabkan terganggunya proses tumbuh kembang janin. Faktor yang diduga menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah kekurangan nutrisi, obat-obatan, infeksi virus, radiasi, stress pada masa kehamilan, trauma dan faktor genetik. Kelainan ini terjadi akibat kegagalan penyatuan tonjolan processus facialis untuk bertumbuh dengan akurat dan saling bergabung satu sama lain, dimana



melibatkan



penutupan



selubung



ektoderma



yang



berkontak



dengannya. Celah bibir merupakan bentuk abnormalitas dari bibir yang tidak terbentuk sempurna akibat kegagalan proses penyatuan processus selama perkembangan embrio di dalam kandungan. Tingkat pembentukkan celah bibir dapat bervariasi, mulai dari yang ringan yaitu berupa sedikit takikan (notching) pada bibir, sampai yang parah dimana celah atau pembukaan yang muncul cukup besar yaitu dari bibir atas sampai ke hidung. Celah langitan terjadi ketika palatum tidak menutup secara sempurna, meninggalkan pembukaan yang dapat meluas sampai ke kavitas nasal. Celah bisa melibatkan sisi lain dari palatum, yaitu meluas ke bagian palatum keras di anterior mulut sampai palatum lunak ke arah tenggorokan. Seringkali terjadi bersamaan antara celah bibir dan celah alveolar atau dapat tanpa kelainan lainnya. Pada kelainan ini dapat terjadi gangguan pada proses penelanan, bicara dan mudah terjadi infeksi pada saluran pernafasan akibat tidak adanya pembatas antara rongga mulut dan rongga hidung. Infeksi juga dapat berkembang sampai ke 2



telinga. Celah bibir dan celah langitan bisa terjadi secara bersamaan atau masing-masing dan tingkat abnormalitas celah bibir dan langitan ini pun bervariasi. Celah langitan yang disertai dengan celah bibir lebih sering terjadi. Prevalensi celah bibir dan langitan sekitar 45% dari keseluruhan kasus, celah bibir saja 25% dan celah langitan saja sekitar 35%. Celah bibir dengan atau tanpa celah langitan lebih sering terjadi pada anak laki-laki sedangkan celah langitan lebih sering terjadi pada anak perempuan. Perbandingan insiden celah bibir dengan atau tanpa celah langitan antara anak laki-laki dan wanita yaitu 2:1, sebaliknya perbandingan insiden celah langitan antara anak laki-laki dan perempuan sekitar 1:2



Gambar 1. Cleft lip and palate



3



B. ETIOLOGI Celah bibir dan celah langit-langit bisa terjadi secara bersamaan maupun sendiri-sendiri. Kelainan ini juga bersamaan dengan kelainan bawaan lainnya. Penyebabnya mungkin adalah mutasi genetik atau teratogen (zat yang dapat menyebabkan kelainan pada janin, contohnya virus atau bahan kimia).Selain tidak sedap dipandang, kelainan ini menyebabkan anak kesulitan ketika makan, gangguan perkembangan berbicara dan infeksi telinga. Faktor resiko adalah riwayat celah bibir atau celah langit-langit pada keluarga serta adanya kelainan bawaan lainnya. Kelainan kongenital muncul dari gabungan antara faktor multigenetik dan faktor lingkungan. CLP disebabkan oleh multigen dan atau pengaruh faktor



lingkungan.



Walaupun



gen



memiliki



peran



penting,



dalam



embriogenesis wajah, faktor lingkungan berperan sama penting. Ada tiga kategori faktor lingkungan yang berpengaruh dalam pembentukan janin, yaitu teratogen, infeksi, dan nutrien serta metabolisme kolesterol. Ibu hamil yang merokok menjadi faktor penting penyebab CLP. Teratogen lainnya yang meningkatkan



risiko



CLP



diantaranya



adalah



obat-obatan,



seperti



antikonvulsan phenytoin dan benzodiazepines, atau pestisida, seperti dioxin. Gen-gen yang diketahui menjadi penyebab terjadinya CLP diantaranya adalah IRF6 (sebagai gen yang berpengaruh dalam Van der Woude syndrome), P63, PVRL1, TGFA, TBX22, MSX1, FGFR1 dan SATB. Namun mutasi pada IRF6, MSX1, dan FGFR1 umumnya terkait dengan kelainan gigi dan CLP yang terjadi lebih dari satu kali dalam suatu silsilah keluarga, hal ini ada kemungkinan diturunkan. Gengen yang ditemukan mempunyai interaksi dengan paparan asap rokok dan menyebabkan timbulnya CLP adalah TGFA, MSX1, TGFB3, RARA, P450, GST, dan EPHX. Dalam sel palatum yang sedang berkembang terdapat reseptor tertentu yang bereaksi terhadap senyawa tertentu. Ahr (aryl-hydrocarbon receptor), 4



misalnya, berperan sebagai reseptor dari senyawa aril hidrokarbon yang terdapat



dalam



asap



rokok.



Masuknya



aril



hidrokarbon



ini



jelas



mempengaruhi perkembangan janin, walaupun ibu hamil hanya berperan sebagai perokok pasif. Selain teratogen, infeksi dan nutrisi juga berperan dalam perkembangan janin. Kekurangan nutrisi asam folat misalnya, menjadi salah satu penyebab bayi lahir dengan cacat kongenital, seperti CLP. Selanjutnya, karena interaksi gen dengan lingkungan maka fenotip CLP muncul sebagai hasilnya. Apabila gen-gen tertentu telah membawa sifat CLP, namun tidak dipicu oleh faktor eksternal, ada kemungkinan fenotip CLP tidak muncul. Ada pula gen yang memang telah mengalami mutasi sejak awal, yaitu dari orang tuanya. Gen yang telah mengalami mutasi ini akan menurunkan sifat kepada keturunannya. Mutasi tertentu dapat diturunkan, dengan syarat terjadi pada sel gamet (ovum atau spermatozoa). Mutasi pada sel somatik tidak diturunkan. C. PATOFISIOLOGI Bibir atas bayi berkembang di sekitar lima minggu kehamilan dan dari sekitar 8-12 minggu, palatum berkembang dari jaringan di kedua sisi lidah. Biasanya jaringan ini tumbuh terhadap satu sama lain dan bergabung di tengah. Ketika jaringan tidak bergabung di tengah, akan terbentuk celah di bibir dan gusi. Celah pada bibir atas mungkin hanya terbatas pada bibir atau dapat juga terjadi pada palatum mole. Celah bibir unilateral terjadi akibat kegagalan fusi dari prominens nasal medial dan prominens maxilla pada satu sisi. Sedangkan celah bibir bilateral merupakan hasil dari kegagalan fusi pada prominens nasal medial dengan prominens maxilla pada sisi yang lain. Celah bibir inferior sangat jarang terjadi, dan biasanya terletak tepat di tengah dan disebabkan oleh ketidaksempurnaan penyatuan prominensia mandibularis.



5



Secara embriologi, celah palatum primer terjadi akibat kegagalan dari mesoderm masuk ke dalam groove di antara hidung medial dan prosessus maxilla, keadaan ini menghambat penyatuan satu dengan yang lainnya. Celah palatum sekunder disebabkan oleh kegagalan lempeng palatine bergabung dengan yang lain, juga meliputi kegagalan lidah turun rongga mulut. Sedang teori lain penyebab celah palatum yaitu teori celah prepalatal menurut Stark, tiga pulau mesensimal yaitu satu sentral dan dua lateral berkembang dan bergabung. Kurangnya perkembangan dari satu atau lebih dari ketiga pulau tersebut menyebabkan kondisi yang tidak stabil. Terjadinya celah lateral tergantung pada kegagalan satu atau lebih mesensimal lateral. Celah pada midline oleh karena kegagalan bagian tengah bibir dan kolumela untuk berkembang dan bergabung dengan ketiga pulau mesensimal.



D. KLASIFIKASI Malformasi kraniofasial, dimana salah satunya adalah facial cleft telah mengalami beberapa tahap klasifikasi. Dimulai dari tahun 1887 oleh Morian, muncullah klasifikasi Morian yang mengklasifikasikan facial cleft menjadi dua tipe yaitu tipe I yang merupakan oculonasal cleft dan tipe II, dari foramen infraorbita hingga aspek luar wajah. Setelah itu, klasifikasi tersebut mengalami beberapa penyesuaian dan pembaharuan seperti klasifikasi AACPR (American Association of Cleft Palate Rehabilitation) pada tahun 1962, klasifikasi Boo-Chai, klasifikasi Karfik, klasifikasi Tessier, dan klasifikasi van de Meulen. Dua klasifikasi yang diterima secara luas adalah sistem klasifikasi Tessier dan van de Meulen. Klasifikasi Tessier didasarkan pada posisi anatomi celah. Pada sistem klasifikasi ini, cleft berdasarkan posisinya diberi nomor 0-14 dengan nomor 30 menunjukkan simfisis media dari mandibula. Penomoran ini memudahkan nomenklatur cleft. Sistem ini murni bersifat deskriptif dan tidak berkaitan 6



dengan faktor-faktor embriologi maupun patologi. Berbeda dengan klasifikasi Tessier, klasifikasi Van de Meulen didasarkan pada hubungan cleft dengan asal embriogenesisnya. Klasifikasi Tessier merupakan cara paling mudah untuk mendeskripsikan cleft dan nomenklaturnya, sehingga menjadi klasifikasi yang paling sering digunakan hingga sekarang.



Gambar 2. Klasifikasi tessier pada tulang tengkorak dan wajah Klasifikasi celah bibir dan celah langit-langit Klasifikasi yang diusulkan oleh Veau dibagi dalam 4 golongan yaitu : -



Golongan I : Celah pada langit-langit lunak (gambar A).



-



Golongan II : Celah pada langit-langit lunak dan keras dibelakang foramen insisivum (gambar B).



-



Golongan III : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang alveolar dan bibir pada satu sisi (gambar C).



7



-



Golongan IV : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang alveolar dan bibir pada dua sisi (gambar D).



Gambar 3 Klasifikasi Veau



Klasifikasi Van der Meulen Van de Meulen membagi klasifikasi berbagai jenis celah didasarkan pada tempat terhentinya perkembangan tulang dalam embriogenesis. Sebuah celah primer dapat terjadi pada tahap awal perkembangan wajah (17 mm panjang embrio). Penghentian perkembangan ini dibagi ke dalam empat



8



kelompok lokasi yang berbeda, yaitu internasal, nasal, nasomaxillar, dan maxillar. Lokasi di maxillar dapat dibagi menjadi belahan median dan lateral. a. Displasia Internasal Displasia



internasal



disebabkan



oleh



penghentian



perkembangan sebelum penyatuan kedua bagian hidung. Celah ini ditandai dengan celah bibir median, lekukan yang median atau duplikasi labial frenulum. Selain bibir sumbing median, Hypertelorism dapat dilihat dalam belahan ini. Atau juga kadang-kadang menjadi bagian perkembangan premaxilla.



Gambar 4. Internasal Displasia b. Displasia Nasal Displasia hidung atau nasoschisis disebabkan oleh terhentinya pengembangan dari sisi lateral hidung, sehingga celah di salah satu bagian hidung, Septum hidung dan rongga dapat terlibat, meskipun ini jarang terjadi. Nasoschisis juga dapat ditandai dengan adanya hypertelorism.



Gambar 5. Nasal Displasia



9



c. Displasia Nasomaxillary Displasia



nasomaxillary



disebabkan



oleh



terhentinya



perkembangan tulang di persimpangan sisi lateral dari hidung dan rahang. Terhentinya perkembangan ini menghasilkan celah yang lengkap atau tidak lengkap antara hidung dan lantai orbital (sumbing nasoocular) atau timbul celah antara mulut, hidung dan lantai orbital (sumbing oronasal-okular). Pada kasus ini, perkembangan bibir adalah normal.



Gambar 6. Nasomaxillary Displasia d. Displasia rahang atas Displasia rahang atas dapat bermanifestasi di 2 lokasi yang berbeda di rahang atas: di tengah atau bagian lateral rahang atas. i. Displasia



rahang



pengembangan



medial,



dari



disebabkan



bagian



penulangan maxila. Hal



ini



medial



menyebabkan



bibir philtrum dan langit-langit



Gambar 7. Maksila Displasia



10



oleh



kegagalan



rahang



atas pusat



celah



sekunder,



ii. Displasia



rahang lateral,



disebabkan



oleh



kegagalan



pengembangan bagian lateral pada pusat penulangan maxilla, yang juga menghasilkan celah sekunder pada bibir dan langitlangit. Adanya celah pada bagian lateral kelopak mata bawah merupakan tanda khas untuk displasia rahang atas lateral. Selain itu pada kasus labioschisis dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi/ jumlah kelainan: a. Unilateral b. Bilateral



Gambar 8. Klasifikasi labioschisis berdasarkan lokasi G. Terapi Terapi untuk deformitas kompleks ini sangat membutuhkan operasi dimana operasi tersebut dapat melibatkan ahli bedah plastik, bedah saraf, dan bedah maksilofasial. Sebagian besar cleft sangat membutuhkan prosedur bedah plastik karena beragam teknik flap dan/ atau ekspansi jaringan diperlukan untuk rekonstruksi lipatan mata, kelopak mata, bibir, sebuah hidung fungsional, dan telinga estetik. Terlebih lagi, beberapa kasus cleft membutuhkan pembedahan 11



ortognatik. Oleh karena itu ahli bedah kraniofasial juga harus memiliki keterampilan dalam osteotomi maksilo-mandibular. Tidak ada satu jenis pengobatan yang ditetapkan untuk untuk cleft lip and palate, karena variasi belahan yang sangat banyak. Jenis operasi yang dilakukan tergantung pada jenis celah dan struktur yang terlibat. Masalah pada rekonstruksi awal adalah kecacatan yang timbul akibat adanya pembatasan pertumbuhan intrinsik. Hal ini memerlukan operasi tambahan pada usia lanjut untuk memastikan semua bagian wajah yang terbentuk proporsional. Rekonstruksi jaringan lunak dapat dilakukan pada usia dini, tetapi hanya jika flap kulit dapat digunakan lagi selama operasi berikutnya. Waktu operasi tergantung pada urgensi dari kondisi yang mendasarinya. Jika operasi diperlukan agar fungsi menjadi baik, hal ini harus dilakukan pada usia dini. Hasil estetika terbaik dicapai bila sayatan ditempatkan di daerah-daerah yang sedikit menarik perhatian. Namun, jika fungsi bagian dari wajah tidak rusak, operasi tergantung pada faktor psikologis dan daerah wajah rekonstruksi. Rencana terapi dari celah wajah dibuat setelah diagnosis. Rencana ini mencakup setiap operasi yang dibutuhkan dalam 18 tahun pertama kehidupan pasien untuk merekonstruksi wajah sepenuhnya. Perlakuan terhadap cleft lip and palate dapat dibagi di berbagai wilayah wajah: anomali tengkorak, anomali orbit dan mata, anomaly hidung dan anomali midface mulut. 1. Terapi pada Anomali Orbital/Mata Anomali pada orbital/mata yang paling umum terlihat pada anak dengan sumbing adalah coloboma dan distopia vertikal. a. Coloboma Coloboma yang sering terjadi di sumbing adalah celah yang terdapat pada kelopak mata bawah atau atas. Ini harus ditutup sesegera mungkin, untuk mencegah kekeringan mata dan hilangnya penglihatan berturut-turut



12



b. Distopia Orbit Vertikal Distopia orbital vertikal dapat terjadi di sumbing pada lantai orbital dan/atau rahang atas. Distopia orbit vertikal berarti bahwa mata tidak terletak pada garis horizontal yang sama di wajah (satu mata lebih rendah dari yang lain). Pengobatan ini didasarkan pada rekonstruksi lantai orbital, dengan menutup celah Boney atau merekonstruksi lantai orbital menggunakan graft tulang. c. Hypertelorism Ada banyak jenis operasi yang dapat dilakukan untuk mengobati hypertelorism. 2 pilihan tersebut adalah: osteotomi dan bipartition wajah (juga disebut sebagai fasiotomi median). Tujuan dari box osteotomy adalah untuk membawa orbita lebih dekat bersama-sama dengan menghapus sebagian dari tulang antara orbit, untuk melepaskan kedua orbit dari struktur tulang di sekitarnya dan menggerakkan orbita lebih ke tengah wajah. Tujuan dari bipartition wajah tidak hanya untuk membawa orbita lebih dekat bersama-sama, tetapi juga untuk menciptakan lebih banyak ruang di rahang atas. Hal ini dapat dilakukan dengan memisahkan rahang dan tulang frontal, menghapus sepotong tulang berbentuk segitiga dari dahi dan tulang hidung dan menarik dua potong dahi bersamasama. Tidak hanya hypertelorism yang akan teratasi setelah dilakukan tarikan tulang frontal secara bersama-sama, tapi karena tindakan ini juga, ruang antara kedua bagian rahang atas akan menjadi lebih luas. 2. Terapi pada Anomali Hidung Anomali



hidung



yang



ditemukan



pada



kelainan



sumbing



bervariasi. Tujuan utama dari perawatan ini adalah untuk merekonstruksi hidung untuk mendapatkan hasil yang diterima secara fungsional dan estetika. Rekonstruksi hidung dengan flap dahi didasarkan pada reposisi penutup kulit dari dahi ke hidung. Kelemahan rekonstruksi ini adalah bahwa setelah dilakukan pada usia yang lebih muda, flap tidak dapat diperpanjang 13



pada tahap berikutnya. Operasi kedua sering diperlukan jika operasi dilakukan pada usia dini, karena hidung memiliki pertumbuhan yang terbatas di daerah celah. Perbaikan alae (sayap hidung) sering membutuhkan inset cangkok tulang rawan, biasanya diambil dari telinga. Selain itu, cleft pada nasal juga dapat direkonstruksi dengan menggantikan kartilago lateral bawah yang tidak ada dengan kartilago konka melalui pendekatan endonasal. 3. Terapi pada Anomali Midface Perlakuan bagian jaringan lunak dari anomali midface sering merupakan rekonstruksi dari skin flap pipi. Skin flap ini dapat digunakan untuk operasi lain di lain waktu, karena dapat dibangkitkan lagi dan dialihkan lagi. Pada pengobatan anomali midface umumnya operasi lebih banyak dibutuhkan. Metode yang paling umum untuk merekonstruksi midface adalah dengan menggunakan garis fraktur sayatan atau yang seperti dijelaskan oleh René Le Fort . Bila sumbing melibatkan rahang atas, kemungkinan bahwa terhambatnya pertumbuhan akan menghasilkan tulang rahang yang lebih kecil di seluruh 3 dimensi (tinggi, proyeksi, lebar). 4. Terapi pada Anomali Mulut Ada beberapa pilihan untuk pengobatan anomali mulut seperti sumbing Tessier 2-3-7. Celah ini juga terlihat dalam berbagai gejala seperti sindrom Treacher Collins dan microsomia hemifacial, yang membuat perawatan jauh lebih rumit. Dalam hal ini, perlakuan terhadap anomali mulut merupakan bagian dari pengobatan sindrom.



14



DAFTAR PUSTAKA Arindra PK, Prihartiningsih, Rahardjo BD (2015). Penatalaksanaan repair palatoplasty dengan teknik furlow double opposing z plasty. Maj Ked Gi Ind 1(1): 115-121 Arorasena OA. 2007. Cleft lip and palate. Otolaryngol Clin N Am 40(2007), p. 27-60 Artono MA, Prihartiningsih. 2008. Labioplasti metode barsky dengan pemetongan tulang vomer pada penderita bibir sumbing dua sisi komplit di bawah anastesi umum. Bagian Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Negeri Universitas Gajah Mada; 15(2): 149-152 Behrman, Kliegman. 2000. Ilmu kesehatan Anak Nelson ed.15. Jakarta : EGC Bosch D. 2012. Cleft Lip and Palate : Epidemiology, Aetiology, and Treatment. Karger Chang, C.K, 1994. Feeding Plates for Cleft Lip and Palate Babies. Diajukan pada Seminar Penanganan Terpadu Celah Bibir dan Langit-Langit. PDGI Jateng. SMF gigi dan Mulut FK Undip/RSDK Ellis E, Hupp JR, Tucker MR (2003). Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 4th ed. St Louis: Mosby, pp:656-671 Irawan H, Kartika. 2014. Teknik operasi labiopalatoskizis. Cermin Dunia Kedokteran 41(4), p. 304-8 Margulis A (2007). Cleft palate. Practical Plastic Surgery. Texas: Landes Bioscience, p:348-356 Martelli DRB, Colleta RD, Oliveira EA, Swerts MSO, Rodrigues LAM, Junior HM (2015). Association between maternal smoking, gender and cleft lip and palate. Brazilian Journal of Otorhinolaryngology 81(5):514-519



15



Raulio J et al. 2010. Guidelines for the treatment of cleft lip and palate. Duodecim 2010(126), p. 1286-94 Sjamsuhidajat. Wim De Jong. (2007). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC Suryo (2005). Genetika manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, p:61 Tjiptono TR (1989). Ilmu bedah mulut. Medan: Percetakan Cahaya Sukma, p: 320



16