Referat DBD Kurnia Halim [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT DEMAM BERDARAH DENGUE



PEMBIMBING : dr. Eddy Mulyono, Sp. PD, FINASIM



DISUSUN OLEH : Kurnia Halim NIM : 406172085



KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT RAA SOEWONDO PATI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA PERIODE : 23 APRIL 2018 - 1 JULI 2018



LEMBAR PENGESAHAN Nama mahasiswa



: Kurnia Halim



NIM



: 406172085



Bagian



: Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara



Periode



: 23 April 2018 – 1 Juli 2018



Judul



: Demam Berdarah Dengue



Pembimbing



: dr. Eddy Mulyono, Sp. PD, FINASIM



Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal : Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit RAA Soewondo Pati.



Pati, Mei 2018



dr. Eddy Mulyono, Sp. PD, FINASIM



KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus, atas segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “ Demam Berdarah Dengue” dengan baik dan tepat waktu. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di Rumah Sakit RAA Soewondo Pati periode 23 April 2018 – 1 Juli 2018. Di samping itu, referat ini ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi kita semua tentang Demam Berdarah Dengue Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada dr. Eddy Mulyono, Sp.PD, FINASIM selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini, serta kepada dokter – dokter pembimbing lain yang telah membimbing penulis selama di Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit RAA Soewondo Pati. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada rekan – rekan anggota Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit RAA Soewondo Pati serta berbagai pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita semua.



Pati, Mei 2018 Penulis



Kurnia Halim



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...........................................................................................................i DAFTAR ISI.....................................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1 BAB II DEMAM BERDARAH DENGUE..............................................................3 2.1 Definisi.................................................................................................................................3 2.2 Epidemiologi..................................................................................................................3 2.3 Etiologi.................................................................................................................................7 2.4 Patogenesis.......................................................................................................................8 2.5 Diagnosis..........................................................................................................................11 2.6 Manifestasi Klinis......................................................................................................13 2.7 Pemeriksaan....................................................................................................................15 2.8 Diagnosis Banding....................................................................................................17 2.9 Penatalaksanaan..........................................................................................................18 2.10 Pemberantasan..........................................................................................................30 BAB III PENUTUP.........................................................................................................................32 DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................33



BAB I PENDAHULUAN Penyakit virus dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue tipe I,II III dan IV golongan arthropod borne virus group B (arbovirus) yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albocpitus. Sejak tahun 1968 penyakit ini ditemukan di Surabaya dan Jakarta, selanjutnya sering terjadi kejadian luar biasa dan meluas ke seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu penyakit ini menjadi masalah kesehatan masyarakat yang awalnya banyak menyerang anak tetapi akhir-akhir ini menunjukkan pergeseran menyerang dewasa.1 Perjalanan penyakit infeksi dengue sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong (Dengue Shock Syndrome / DSS). Sampai saat ini masih sering dijumpai penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang semula tidak tampak berat secara klinis dan laboratoris, namun mendadak syok sampai meninggal dunia. Sebaliknya banyak pula penderita DBD yang klinis maupun laboratoris nampak berat namun ternyata selamat dan sembuh dari penyakitnya. Kenyataan di atas membuktikan bahwa sesungguhnya masih banyak misteri di dalam imunopatogenesis infeksi dengue yang belum terungkap1 Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia cenderung meningkat, mulai 0,05 insiden per 100.000 penduduk di tahun 1968 menjadi 35,19 insiden per 100.000 penduduk di tahun 1998, dan pada saat ini DBD di banyak negara kawasan Asia Tenggara merupakan penyebab utama perawatan anak di rumah sakit. Mengingat infeksi dengue termasuk dalam 10 jenis penyakit infeksi akut endemis di Indonesia maka seharusnya tidak boleh lagi dijumpai misdiagnosis atau kegagalan pengobatan. Menegakkan diagnosis DBD pada stadium dini sangatlah sulit karena tidak adanya satupun pemeriksaan diagnostik yang dapat memastikan diagnosis DBD dengan sekali periksa, oleh sebab itu perlu dilakukan pengawasan berkala baik klinis maupun laboratoris.3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Berdarah Dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis



hemoragik. Pada DBD



terjadi



perembesan plasma



yang ditandai



oleh



hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.2



2.2 Epidemiologi Di Indonesia, demam berdarah dengue (DBD) pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta, kasus pertama di laporkan pada tahun 1968. Sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968 terjadi kecenderungan peningkatan insiden. Sejak tahun 1994, seluruh propinsi di Indonesia telah melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat, namun angka kematian menurun tajam dari 41,3% pada tahun 1968, menjadi 3% pada tahun 1984 dan menjadi 48 tahun) sehingga uji ini baik digunakan pada studi serologi-epidemioligi. Untuk diagnosis pasien, Kenaikan titer konvalesen 4x lipat dari titer serum akut atau titer tinggi (> 1280) baik pada serum akut atau konvalesen daianggap sebagai presumtif (+) atau dugaan keras positif infeksi dengue yang baru terjadi. 2) Uji komplemen fiksasi (uji CF) Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit dan butuh tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi bertahan beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun). 3) Uji neutralisasi Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Biasanya memamkai cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Anti body neutralisasi dapat dideteksi dalam serum bersamaan dengan antibody HI tetapi lebih cepat dari antibody komplemen fiksasi dan bertahan lama (>4-8 tahun). Prosedur uji ini rumit dan butuh waktu lama sehingga tidak rutin digunakan. 4) IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA) Banyak sekali dipakai. Uji ini dilakukan pada hari ke-4-5 infeksi virus dengue karena IgM sudah timbul kamudian akan diikuti IgG. Bila IgM negative uji ini perlu diulang. Apabila hari sakit ke-6 IgM msih negative maka dilaporkan sebagai negative. IgM dapat bertahan dalam darah samapi 2-3 bulan setelah adanya infeksi. Sensitivitas uji Mac Elisa sedikit di bawah uji HI dengan kelebihan uji Mac Elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan spesifitas yang sama dengan uji HI.



5) Identifikasi Virus Cara diagnostic baru dengan reverse transcriptase polymerase chain reaction (RTPCR) sifatnya sangat sensitive dan spesifik terhadap serotype tertentu, hasil cepat didapat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari specimen yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia, dan nyamuk. Sensitifitas PCR sama dengan isolasi virus namun PCR tidak begitu dipengaruhi oleh penanganan specimen yang kurang baik bahkan adanya antibody dalam darah juga tidak mempengaruhi hasil dari PCR.



2.8 Diagnosis Banding a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri virus, atau infeksi parasit seperti demam tifoid,campak, influenza hepatitis, demam, chikungunya, leptospirosis, dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.6 b. Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya (DC). Pada DC biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hamper selalu disertai ruam makulopapular,injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.6



c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis, sejak semula pasien tampak sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas terdapat leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran kekiri pada hitung jenis) pemeriksaan LED dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada meningitis meningokokus, jelas terdapat gejala rangsangan meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinal.6 d. Idiophatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II, oleh karena didapatkan demamdisertai perdarahan dibawah kulit. Pada hari-hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat menghilang, tidak dijumpai leukopeni, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran kekanan pada hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah trombositlebih cepat kembali normal daripada ITP.6 e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelasdiagnosis leukemia. Pada anemia aplastik akan sangat anemic, demam timbul karena infeksi sekunder. Pada pemeriksaan darahditemukan pansitopenia (leukosit, hemoglobin, trombosit menurun). Pada pasien dengan perdarahan hebat pemeriksaan foto toraks dan atau kadar protein dapat membantu menegakkan diagnosis. Pada DBD ditemukan efusi pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda perembesan plasma.6



2.9 Penatalaksanaan a.Pre Hospital7 Penatalaksanaan prehospital DBD bisa dilakukan melalui 2 cara yaitu pencegahan dan penanganan pertama pada penderita demam berdarah. Dinas Kesehatan Kota Denpasar menjelaskan pencegahan yang dilakukan meliputi kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), yaitu kegiatan memberantas jentik ditempat perkembangbiakan dengan cara 3M Plus: 1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi / WC, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1).



2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air/tempayan, dan lain-lain (M2). 3) Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan (M3). Plusnya adalah tindakan memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk dengan cara: 1) Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras atau sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos (abate) atau Altosid. Temephos atau Altosid ditaburkan 2-3 bulan sekali dengan takaran 10 gram Abate ( ± 1 sendok makan peres untuk 100 liter air atau dengan takaran 2,5 gram Altosid ( ± 1/4 sendok makan peres) untuk 100 liter air. Abate dan Altosid dapat diperoleh di puskesmas atau di apotik. 2) Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk. 3) Mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk 4) Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok 5) Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi 6) Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar 7) Melakukan fogging atau pengasapan bila dilokasi ditemukan 3 kasus positif DBD dengan radius 100 m (20 rumah) dan bila di daerah tersebut ditemukan banyak jentik nyamuk. Pada orang yang menderita demam berdarah pada awalnya mengalami demam tinggi. Kondisi demam dapat mengakibatkan tubuh kekurangan cairan karena penguapan, apalagi bila gejala yang menyertai adalah muntah atau intake tidak adekuat (tidak mau minum), akhirnya jatuh dalam kondisi dehidarasi. Pertolongan pertama yang dapat diberikan adalah mengembalikan cairan tubuh yaitu meberikan minum 2 liter/hari (kira – kira 8 gelas) atau 3 sendok makan tiap 15 menit. Minuman yang diberikan sesuai selera misalnya air putih, air teh manis, sirup, sari buah, susu, oralit, shoft drink, dapat juga diberikan nutricious diet yang banyak beredar saat ini. Untuk mengetahui pemberian cairan cukup atau masih kurang, perhatikan jumlah atau frakuensi kencing. Frekuansi buang air kecil minimal 6 kali sehari menunjukkan pemberian cairan mencukupi



Ada cara yang bisa ditempuh tanpa harus diopname di rumah sakit, tapi butuh kemauan yang kuat untuk melakukannya. Cara itu adalah sebagai berikut:8 1) Minumlah air putih minimal 20 gelas berukuran sedang setiap hari (lebih banyak lebih baik) 2) Cobalah menurunkan panas dengan minum obat penurun panas. Parasetamol sebagai pilihan, dengan dosis 10 mg/BB/kali tidak lebih dari 4 kali sehari. Jangan memberikan aspirin dan brufen/ibuprofen, sebab dapat menimbulkan gastritis dan atau perdarahan. 3) Beberapa dokter menyarankan untuk minum minuman ion tambahan ( pocari sweet ) 4) Minuman lain yang disarankan: Jus jambu merah untuk meningkatkan trombosit 5) Makanlah makanan yang bergizi dan usahakan makan dalam kuantitas yang banyak 6) Cara penghitung kebutuhan cairan dapat berdasarkan rumus berikut ini : a) Dewasa: 50 cc/kg BB/hari b) Anak: Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari - Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari - Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari Pada pasien anak yang rentan mempunyai riwayat kejang demam maka perlu diwaspadai gejala kejang demam. Seiring dengan kehilangan cairan akibat demam tinggi, kondisi demam tinggi juga dapat mencetuskan kejang pada anak sehingga harus diberikan obat penurun panas. Untuk menurunkan demam, berilah obat penurun panas. Untuk jenis obat penurun panas ini harus dipilih obat yang berasal dari golongan parasetamol atau asetaminophen, jangan diberikan jenis asetosal atau aspirin oleh karena dapat merangsang lambung sehingga akan memperberat bila terdapat perdarahan lambung. Kompres dapat membantu bila anak menderita demam terlalu tinggi sebaiknya diberikan kompres hangat dan bukan kompres dingin, oleh karena kompres dingin dapat menyebabkan anak menggigil. Sebagai tambahan untuk anak yang mempunyai riwayat kejang demam disamping obat penurun panas dapat diberikan obat anti kejang.



IDAI menjelaskan tanda-tanda syok harus dikenali dengan baik karena sangat berbahaya. Apabila syok tidak tertangani dengan baik maka akan menyusul gejala berikutnya yaitu perdarahan. Pada saat terjadi perdarahan hebat penderita akan tampak sangat kesakitan, tapi bila syok terjadi dalam waktu yang lama, penderita sudah tidak sadar lagi. Dampak syok dapat menyebabkan semua organ tubuh akan kekurangan oksigen dan akhirnya menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Oleh karena itu penderita harus segera dibawa kerumah sakit bila terdapat tanda gejala dibawah ini: 1) Demam tinggi (lebih 39oc ataulebih) 2) Muntah terus menerus 3) Tidak dapat atau tidak mauminum sesuai anjuran 4) Kejang 5) Perdarahan hebat, muntah atau berak darah 6) Nyeri perut hebat 7) Timbul gejala syok, gelisah atau tidak sadarkan diri, nafas cepat, seluruh badan teraba lembab, bibir dan kuku kebiruan, merasa haus, kencing berkurang atau tidak ada sama sekali 8) Hasil laboratorium menunjukkan peningkatan kekentalan darah atau penurunan jumlah trombosit Peran serta keluarga dan masyarakat sangat penting untuk membantu dalam menangani penyakit demam berdarah. Dinas Kesehatan Kota Denpasar mengarahkan apabila ada penderita yang terkena demam berdarah maka harus segera melaporkan Kadus/Kaling/Kades/Lurah atau sarana pelayanan kesehatan terdekat bila ada anggota masyarakat yang terkena DBD. Penelitian oleh Kandou, Grace D (2006) pelatihan uji tourniquet bagi kader kesehatan sebagai salah satu cara deteksi dini demam berdarah dengue memberikan gambaran bahwa setelah diberikan penyuluhan dan simulasi pemeriksaan uji tourniquet terjadi perubahan yang bermakna dimana para kader menjadi tahu dan paham tentang penyakit demam berdarah Dengue serta cara deteksi dini sederhana yang dapat dilakukan sebelum merujuk penderita ketempat pelayanan kesehatan.



b.Intra Hospital di Unit Gawat Darurat 7 Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dansebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD dan penyakit lain adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dangangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam tinggi mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan ease awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit Fase kritis



pada umumnya mulai



terjadi



pada hari ketiga



sakit.



Penurunanjumlah trombosit sampai 20% Cairan awal>20% RL/RA/NaCl 0,9% atau RLD5/NaCl 0,9%+D5 6-7 ml/kgBB/jam Monitor tanda vital/Nilai Ht & Trombosit tiap 6 jam Perbaikan Tidak gelisah Nadi kuat Tek.darah stabil Diuresis cukup (12 ml/kgBB/jam)



Tanda vital memburuk Ht meningkat



Tidak ada perbaikan Gelisah Distress pernafasan Frek.nadi naik Ht tetap tinggi/naik Tek.nadi



mmHg



Ht turun



Diuresis 20% 2



20 mmHg Tidak sesak nafas/sianosis Ekstrimitas hangat Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam



Syok Kesadaran menurun Nadi lembut/tidak teraba Tekanan nadi