REFERAT GAD Dan Campuran Cemas Dan Depresi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT GANGGUAN PANIK, GANGGUAN CEMAS MENYELURUH, GANGUAN CAMPURAN CEMAS DAN DEPRESI DAN



Pembimbing: dr., Sp.KJ



Disusun Oleh: Airlangga



1618012099



Erisa Senthya Br Surbakti 1618012105 Restu Pamanggih



1618012113



KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI LAMPUNG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2018



KATA PENGANTAR



Pertama penulis ucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Gangguan panik, gangguan cemas menyeluruh, ganguan campuran cemas dan depresi dan post traumatic stress disorder” tepat pada waktunya. Adapun tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Jiwa Propinsi Lampung.



Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Tendry Septa Sp.KJ (K) yang telah meluangkan waktunya untuk kami dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis menyadari banyak sekali kekurangan dalam laporan kasus ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bukan hanya untuk penulis, tetapi juga bagi siapa pun yang membacanya.



Bandar Lampung, Juni 2018



Penulis



BAB I PENDAHULUAN



Gangguan anxietas adalah keadaan tegang yang berlebihan atau tidak pada tempatnya yang ditandai oleh perasaan khawatir, tidak menentu atau takut. Sensasi anxietas sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut ditandai oleh ketakutan yang difus, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh gejala otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan sebagainya. Anxietas merupakan gejala yang umum tetapi non-spesifik yang sering merupakan satu fungsi emosi. Kumpulan gejala tertentu yang ditemui selama kecemasan cenderung bervariasi, pada setiap orang tidak sama. Anxietas yang patologik biasanya merupakan kondisi yang melampaui batas normal terhadap satu ancaman yang sungguh-sungguh dan maladaptive. Gangguan kecemasan adalah salah satu gangguan mental yang paling lazim terjadi di masyarakat umum. Hampir 30 juta orang yang terkena gangguan ini di Amerika Serikat, dengan angka kejadian pada wanita yang dapat terkena hampir dua kali lebih sering dibanding pria. Gangguan kecemasan yang berhubungan dengan kejadian morbiditas yang cukup signifikan, sering menjadi kronis dan cenderung resisten terhadap pengobatan. Gngguan anxietas mencakup gangguan anxietas fobik, gangguan panik, gangguan anxietas menyeluruh, gangguan campuran anxietas dan depresi serta gangguan obsesi kompulsif. Gangguan kecemasan dapat dilihat sebagai bagian dari gangguan mental terkait, yang dapat diklasifikasikan dalam Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSMIV-TR), yaitu : (1) gangguan panik dengan atau tanpa agoraphobia, (2) agoraphobia dengan atau tanpa gangguan panik, (3) fobia spesifik, (4) fobia sosial, (5) obsesif-kompulsif (OCD), (5) gangguan stres pasca trauma (PTSD), (6) gangguan stres akut; dan (7) gangguan kecemasan umum. Dalam referat ini, akan dibahas lebih mendetail mengenai gangguan panik, gangguan cemas menyeluruh, ganguan campuran cemas dan depresi dan post traumatic stress disorder, yakni mencakup definisi, etiologi, gambaran klinis, diagnosis, diagnosis banding, serta penatalaksanaan.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Gangguan Cemas Menyeluruh 1. Definisi Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD) merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekurangkurangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan (Kusumadewi, 2013).



2. Etiologi Terdapat beberapa teori yang menjelaskan faktor yang diduga menyebabkan terjadinya gangguan cemas menyeluruh. Teori-teori tersebut antara lain : 1) Teori Biologi Beberapa penelitian telah memusatkan pada lobus oksipitalis yang mempunyai konsentrasi benzodiazepine tertinggi di otak. Basal ganglia, system limbic dan korteks frontal juga dihipotesiskan terlibat pada etiologi GAD. Pada pasien GAD juga



ditemukan



system



serotogenik



yang



abnormal.



Neurotransmiter yang berkaitan dengan GAD adalah GABA, serotonin, norepinefrin, glutamat, dan kolesistokinin (Sadock, 2010).



2) Teori psikoanalitik Meskipun Freud awalnya diyakini bahwa kecemasan berasal dari penumpukan fisiologis libido, ia akhirnya merumuskan kembali kecemasan sebagai sinyal adanya bahaya di bawah sadar. Dari perspektif psikodinamik, tujuan terapi tidak diperlukan untuk menghilangkan kecemasan semua tapi untuk meningkatkan toleransi kecemasan, yaitu, kemampuan untuk mengalami kecemasan dan menggunakannya sebagai sinyal untuk menyelidiki konflik yang mendasari yang telah menciptakannya.



Kecemasan



muncul



sebagai



respon



terhadap berbagai situasi selama siklus hidup dan, meskipun agen



psychopharmacological



mungkin



memperbaiki



(Kusumadewi, 2013).



3) Teori kognitif-perilaku Penderita GAD berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman, disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal yang negatif pada lingkungan, adanya distorsi pada pemrosesan informasi dan pandangan yang sangat negative terhadap kemampuan diri untuk menghadapi ancaman (Kusumadewi, 2013).



4) Teori Genetik Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan genetik pasien GAD dan gangguan Depresi Mayor pada pasien wanita. Sekitar 25% dari keluarga tingkat pertama penderita GAD juga menderita gangguan yang sama. Sedangkan penelitian pada pasangan kembar didapatkan angka 50% pada kembar monozigotik dan 15% pada kembar dizigotik (Kusumadewi, 2013).



3. Gambaran klinis Gambaran utama GAD adalah anxietas,



ketegangan motorik,



hiperaktivitas autonom, dan kewaspadaan secara kognitif. Kecemasan bersifat berlebihan dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan pasien. Ketegangan motorik bermanifestasi sebagai bergetar, kelelahan, dan sakit kepala. Hiperaktivitas autonom timbul dalam bentuk pernafasan yang pendek, berkeringat, palpitasi dan disertai gangguan saluran pencernaan. Terdapat juga kewaspadaan kognitif dalam bentuk iritabilitas (Kusumadewi, 2013).



4. Diagnosis Kriteria diagnostik gangguan cemas menyeluruh menurut DSM IV-TR : a. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir setiap hari, sepanjanghari, terjadi selama sekurangnya 6 bulan, tentang sejumlah aktivitas atau kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas sekolah) b. Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya c. Kecemasan atau kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala berikut ini (dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi dibandingkan tidak terjadi selama enam bulan terakhir). Catatan : hanya satu nomor yang diperlukan pada anak : 1) Kegelisahan 2) Merasa mudah lelah 3) Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong d) Iritabilitas e) Ketegangan otot f) Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah, dan tidakmemuaskan) d.



Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan aksis I, misalnya kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang menderita suatu serangan panik (seperti pada gangguan panik), merasa malu pada situasi umum (seperti pada fobia sosial), terkontaminasi (seperti pada gangguan obsesif kompulsif), merasa jauh dari rumah atau sanak saudara dekat (seperti gangguan anxietas perpisahan), penambahan berat badan (seperti pada anoreksia nervosa), menderita keluhan fisik berganda (seperti pada gangguan somatisasi), atau menderita penyakit serius (seperti pada



hipokondriasis) serta kecemasan dan kekhawatiran tidak terjadi semata-mata selama gangguan stres pasca trauma. e. Kecemasan,



kekhawatiran,



atau



gejala



fisik



menyebabkan



penderitaan yang bermakna secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain. f. Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi medis umum (misalnya hipertiroidisme), dan tidak terjadi semata-mata selama suatu gangguan mood, gangguan psikotik, atau gangguan perkembangan pervasive (Sadock, 2010).



Kriteria diagnosis gangguan cemas menyeluruh berdasarkan PPDGJ-III sebagai berikut: a. Pasien harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau “mengambang”) b. Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut : 1) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit konsentrasi, dan sebagainya); 2) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan 3) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering dan sebagainya). 3. Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatic berulang yang menonjol. c. Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan cemas Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode.



5. Diagnosis Banding Diagnosis banding gangguan kecemasan umum adalahsemua kondisi medis yang menyebabkan kecemasan. Kelainan neurologis, endokrin, metabolik dan efek samping pengobatan pada gangguan panik harus dapat dibedakan dengan kelainan yang terjadi pada gangguan anxietas menyeluruh. Selain itu, gangguan cemas menyeluruh juga dapat didiagnosis banding dengan fobia, gangguan obsesif-kompulsif, hipokondriasis, gangguan somatisasi, dan gangguan stres post-trauma (Sadock, 2010).



Gangguan cemas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat kondisi medis umum maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan zat. Diperlukan pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah, elektrokardiografi, dan tes fungsi tiroid. Klinisi harus menyingkirkan adanya intoksikasi kafein, penyalahgunaan stimulansia, kondisi putus zat atau obat seperti alkohol, hipnotiksedatif dan anxiolitik (Kusumadewi, 2013).



6. Terapi a. Farmakoterapi 1) Benzodiazepin Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepine dimulai dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respons terapi. Pengguanaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata 2- 6 minggu, dilanjutkan dengan masa tapering off selama 1-2 minggu (Kusumadewi, 2013).



2) Non-benzodoazepin (Buspiron) Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih efektif dalam memperbaiki gejala kognitif dibanding gejala somatik. Tidak menyebabkan withdrawal. Dosis anjuran 2-3x 10 mg/hari. Kekurangannya adalah, efek klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita GAD yang sudah menggunakan Benzodiazepin tidak akan memberikan



respon yang baik dengan Buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara Benzodiazepin dengan Buspiron kemudian dilakukan tapering Benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi Buspiron sudah mencapai maksimal (Kusumadewi, 2013).



b. Psikoterapi 1) Terapi kognitif perilaku Pendekatan kognitif mengajak pasien secara kangsung mengenali distorsi kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik secara langsung. Teknik utama yang digunakan pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback.



2) Terapi suportif Pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali potensipotensi yang ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.



3) Psikoterapi Berorientasi Tilikan Terapi ini mengajak pasien ini untuk mencapai penyingkapan konflik bawah sadar, menilik egostrength, relasi objek, serta keutuhan self pasien. Dari pemahaman akan komponenkomponen tersebut, kita sebagai terapis dapat memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah untuk menjadi lebih matur, bila tidak tercapai, minimal kita memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan pekerjaannya (Kusumadewi, 2013).



2.2 Gangguan campuran cemas dan depresi 1. Definisi Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik harus ditemukan walaupun tidak terus-menerus, disamping rasa cemas atau kekhawatiran berlebihan. Kecemasan adalah keadaan individu atau kelompok mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivitas sistem saraf autonom dalam berespons terhadap ancaman yang tidak jelas, nonspesifik. Kecemasan merupakan unsur kejiwaan yang menggambarkan perasaan, keadaan emosional yang dimiliki seseorang pada saat menghadapi kenyataan atau kejadian dalam hidupnya. Gangguan depresif merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dengan gejala penyerta termasuk perubahan pola tidur, nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa, tak berdaya dan gagasan bunuh diri (Maria, 2003).



2. Etiologi Empat garis bukti penting mengesankan bahwa gejala ansietas dan gejala depresif terkait secara kausal pada sejumlah pasien yang mengalamigejala ini. Pertama , sejumlah peneliti melaporkan temuan neuroendokrin yang serupa pada gangguan depresif dan ansietas, terutama gangguan panik, termasuk menumpulnya respons kortisol terhadap hormon adenokort, kotropik, respon hormon pertumbuhan yang tumpul terhadap klonidin ( Catapres), dan respon TSH (thyroid stimulating hormone) serta prolaktin yang tumpulterhadap TRH (thyrotropin-relasing hormone).



Kedua, sejumlah peneliti melaporkan data yang menunjukkan bahwa hiperkatifitas sistem noradrenergik sebagai penyebab relevan pada sejumlah pasien dengan gangguan depresif dan gangguan ansietas. Secara rinci, studi ini telah menemukan adanya konsentrasi metabolit norepnefrin 3-methoxy-4-hydroxyphenylglycol (MHPG) yang meningkat didalam urin, plasma, atau cairan serebro spinal (LCS) pada pasien dengan serangan panik. Seperti pada gangguan ansietas dan gangguan depresif lain, serotonin dan asam γ-aminobutirat (GABA) juga mungkin terlibat sebagaipenyebab di dalam gangguan campuran depresif ansietas. Ketiga, banya studi menemukan bahwa obat serotonergik, seperti fluoxetine (Prozac) dan clomipramine (Anafranil), berguna dalam terapi gangguan depresif dan ansietas. Keempat, sejumlah studi keluarga melaporkan data yang menunjukkanbahwa gejala ansietas dan depresif berhubungan pada secara genetik sedikitnya pada beberapa keluarga (Kusumadewi, 2013). 3. Gambaran klinis Gambaran klinis bervariasi, diagnosis Gangguan Anxietas Menyeluruh ditegakkan apabila dijumpai gejala-gejala antara lain keluhan cemas, khawatir, was-was, ragu untuk bertindak, perasaan takut yang berlebihan, gelisah pada hal-hal yang sepele dan tidak utama yang mana perasaan tersebut mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya, sehingga pertimbangan akal sehat, perasaan dan perilaku terpengaruh. Selain itu spesifik untuk Gangguan Anxietas Menyeluruh adalah kecemasanya terjadi kronis secara terus-menerus mencakup situasi hidup (cemas akan terjadi kecelakaan, kesulitan finansial), cemas



akan



terjadinya



bahaya,



cemas



kehilangan



kontrol,



cemas



akan`mendapatkan serangan jantung. Sering penderita tidak sabar, mudah marah, sulit tidur (Kaplan, 1997).



Untuk lebih jelasnya gejala-gejala umum ansietas dapat dilihat pada tabel di bawah:



Ketegangan Motorik



1. Kedutan otot/ rasa gemetar



2. Otot tegang/kaku/pegal



3. Tidak bisa diam



4. Mudah menjadi lelah



Hiperaktivitas Otonomik



5. Nafas pendek/terasa berat



6. Jantung berdebar-debar



7. Telapak tangan basah/dingin



8. Mulut kering



9. Kepala pusing/rasa melayang



10. Mual, mencret, perut tak enak



11. Muka panas/ badan menggigil



12. Buang air kecil lebih sering



Kewaspadaan berlebihan dan 13. Perasaan jadi peka/mudah ngilu Penangkapan berkurang



14. Mudah terkejut/kaget 15. Sulit konsentrasi pikiran 16. Sukar tidur 17. Mudah tersinggung



VI. DIAGNOSIS



4. Diagnosa Kriteria DSM-IV-TR Gangguan Campuran Ansietas Depresif Mood disforik yang berulang atau menetap dan bertahan sedikitnya 1 bulan Mood disforik disertai empat (atau lebih) gejala berikut selama sedikitnya 1 bulan : 1. Kesulitan berkonsentrasi atau pikiran kosong 2. Gangguan tidur (sulit untuk jatuh tertidur atau tetap tidur atau gelisahm tidur tidak puas) 3. Lelah atau energi rendah 4. Iritabilitas 5. Khawatir 6. Mudah nangis 7. Hipervigilance 8. Antisipasi hal terburuk 9. Tidak ada harapan (pesimis yang menetap akan masa depan) 10. Harga diri yang rendah atau rasa tidak berharga Gejala menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya dalam area fungsi sosial, pekerjaan atau area fungsi penting lain. Gejala tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (cth. Penyalahguanaan obat atau pengobatan) atau keadaan medis umum Semua hal berikut ini : 1. Kriteria tidak pernah memenuhi gangguan depresif berat, gangguan distimik; gangguan panik, atau gangguan ansietas menyeluruh 2. Kriteria saat ini tidak memenuhi gangguan mood atau ansietas lain (termasuk gangguan ansietas atau gangguan mood, dalam remisi parsial) 3. Gejala tidak lebih mungkin disebabkan gangguan jiwa lain.



Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III a. Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan



diagnosis tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik harus ditemukan walaupun tidak terus-menerus, disamping rasa cemas atau kekhawatiran berlebihan. b. Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan, harus dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya atau gangguan anxietas fobik. c. Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk menegakkan masing-masing diagnosis, maka kedua diagnosis tersebut dikemukakan, dan diagnosis gangguan campuran tidak dapat digunakan. Jika karena sesuatu hal hanya dapat dikemukakan satu diagnosis maka gangguan depresif harus diutamakan. d. Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stres kehidupan yang jelas, maka harus digunakan kategori F43.2 gangguan penyesuaian.



5. Diagnosa Banding Diagnosis banding mencakup gangguan ansietas dan depresif lainnya serta gangguan kepribadian. Di anatara gangguan ansietas, gangguan ansietas menyeluruh merupakan gangguan yang lebih besar kemungkinannya untuk bertumpang tindih dengan gangguan campuran ansietas-depresif. Diantara gangguan mood, gangguan dstimik, dan gangguan depresif ringan adalah gangguan yang lebih besar kemungkinannya untuk bertumpang tindih dengan gangguan campuran ansietas-depresif. Diantara ganggguan kepribadian, gangguan kepribadian mengindar, dependen, dan obsesfi kompulsif dapar memliki gejala yang mirip dengan gejala gangguan campuran ansietasdepresif. Diagnosis gangguan somatoform juga harus dipertimbangkan (Tomb, 2000).



6. Tatalaksana Karena studi yang membandingkan modalitas terapi gangguan campuran ansietas-depresif tidak tersedia, klinis mungkin lebih cenderung memberikan terapiberdasarkan gejala yang muncul, keparahannya, dan tingkat pengalaman klinis tersebut dengan berbagai modalitas terapi. a. Farmakoteapi Farmakoterapi gangguan campuran ansietas-depresif dapat mencakup obat antiansietas, obat antidepresif, atau keduanya. Diantara obat ansiolitik,



sejumlah



data



menunjukkan



bahwa



penggunaan



triazolobenzodiazepine ( Alprazolam (Xanax) ) dapat di indikasikan karena efektivitas nya dalam mengobati depresi yang disertai ansietas. Obat yang mempengaruhi reseptor 5-HT, seperti busipron juga dapat di indikasikan. Diantara anti depresan, meskipun teori noradrenergik menghubungkan gangguan ansietas dengan gangguan depresif, anti depresif serotonergik ( contohnya, fluoxetine) dapat menjadi obat yang paling efektif dalam mengobati gangguan campuran ansietas-depresif.



b. Psikoterapi a) Psikoterapi suportif bertujuan untuk memperkuat mekanisme defens (pertahanan) pasien terhadap stres. Perlu diadakannya terapi untuk meningkatkan kemampuan pengendalian diri dan memberikan motivasi



hidup.



b)



Psikoterapi



reedukatif



bertujuan



untuk



meningkatkan pengetahuan keluarga untuk mendukung kesembuhan pasien dengan mengawasi pasien untuk minum obat teratur. c)



Psikoterapi



rekonstruktif



bertujuan



membangun



kembali



kepercayaan diri pasien, menjelaskan kepada pasien bahwa pasien



memiliki semangat hidup dan keinginan kuat untu melihat anak pasien bahagia. Menolak semua pikiran negative (Kusumadewi, 2013).



BAB IV DAFTAR PUSTAKA



Kusumadewi I, Elvira SD. Gangguan Panik. Dalam: Buku Ajar Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi Kedua. Badan Penerbit FKUI. Jakarta: 2013. hal 258-63. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Concise Textbook of Clinical Psychiatry. USA Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2010.



Departeman Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, cetakan pertama. hal. 177-9.



Lydiard RB, Johnson RH. Assessment and Management of TreatmentResistance in Panic Disorder. Focus psychiatry guideline. June 1, 2011. Vol IX ; No. 3. Diunduh tanggal 18 Juli 2014.



Stein MB et al. Practice Guideline For The Treatment of Patients With Panic Disorder. Second Edition. American Psychiatric Association guideline. 2009. Diunduh tanggal 18 Juli 2014.



Maria, Josetta. Cemas Normal atau Tidak Normal. Program Studi Psikologi. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2003.



Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi Ke-2. Surabaya: Airlangga University Press; 2009



Tomb, D. A. Buku Saku Psikiatri Edisi 6. Jakarta : EGC. 2000



17



18