Referat Imunisasi PCV [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT PNEUMOCOCCAL CONJUGATE VACCINE



Pembimbing: Dr. Hartono Sp. A Dr. Slamet Widi Sp.A Dr. Zuhriyah Hidajati Sp.A Dr. Lilia Dewiyanti Sp.A



Disusun Oleh: Nikita Rizky Arimami 030.08.180



Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Trisakti Periode 21 Januari-30 Maret 2013 1



HALAMAN PENGESAHAN



Nama



: Nikita Rizky Arimami



NIM



: 030.08.180



Fakultas



: Kedokteran



Universitas



: Trisakti



Tingkat



: Program Pendidikan Profesi Dokter



Bagian



: Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota Semarang



Periode



: 21 Januari – 30 Maret 2013



Judul



: Pneumococcal Conjugate Vaccine



Pembimbing : dr. Zuhriyah Hidajati Sp.A



Telah diperiksa dan disahkan tanggal:



Mengetahui, Kepala SMF Ilmu Penyakit Anak RSUD Kota Semarang dan Pembimbing Referat,



Dr. Zuhriyah Hidajati Sp.A



2



KATA PENGANTAR Dengan penuh rasa syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan petunjuk yang dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat mengenai “Pneumococcal Conjugate Vaccine“ guna memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Referat ini ditulis selama penulis menjalankan kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak dan penulis mendapat kesempatan untuk menjalankan kepaniteraan di RSUD Kota Semarang, mulai tanggal 21 Januari – 30 Maret 2013. Dengan bimbingan serta pengarahan yang telah diberikan sebelum dan selama kepaniteraan ini, penulis mencoba menyusun referat yang berupa Pneumococcal Conjugate Vaccine Pada kesempatan ini juga, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya atas kerjasama yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan referat ini. Ucapan terima kasih ini penulis sampaikan khususnya kepada: 1. Pimpinan beserta staf RSUD Kota Semarang. 2. dr. Z. Hidayati, Sp. selaku kepala bagian/SMF dan pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Kota Semarang. 3. dr. Hartono, Sp. A selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Kota Semarang. 4. dr. Slamet Widi, Sp. A selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Kota Semarang. 5. dr. Lilia Dewiyanti, Sp. A selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Kota Semarang. 3



6. Rekan – rekan anggota Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota Semarang. 7. Semua pihak yang telah membantu meluangkan waktu, tenaga dan pikiran, baik secara langsung maupun tidak langsung selama proses penyusunan referat ini. Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, mengingat terbatasnya kemampuan dan waktu yang ada. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang kiranya dapat membangun. Besar harapan penulis agar referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata, penulis mohon maaf yang sedalam – dalamnya bilamana ada kesalahan dalam penyusunan referat ini, juga selama menjalankan kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Kota Semarang.



Jakarta, Maret 2013



Penulis



4



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL……………………………………………………………..i HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………...ii KATA PENGANTAR………………………………………………………...…iii DAFTAR ISI……………………………………………………………………..v BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………….1 BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………… I.



PNEUMOCOCCAL DISEASE……………………………………...3 I.1 DEFINISI…………………………………………………………3 I.2 EPIDEMIOLOGI………………………………………………...3 I.3 ETIOLOGI……………………………………………………….4 I.4 KLASIFIKASI…………………………………………………...5 I.5 FAKTOR PREDISPOSISI………………………………………6 I.6 PATOFISIOLOGI……………………………………………….7 I.7 GEJALA KLINIS………………………………………………..8 I.8 DIAGNOSIS……………………………………………………..9 I.9 PENULARAN…………………………………………………..12 I.10 TATALAKSANA……………………………………………...12 I.11 PENCEGAHAN……………………………………………….16 5



II. VAKSINASI……………………………………………………………16 II.1 JENIS VAKSIN……………………………………………….16 a. Pneumococcal polysaccharide vaccine (PPV)………………….16



a.1 Cara Pemberian……………………………………………..17 a.2 Rekomendasi………………………………………………..17 b. Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV)....................................17



b.1 Rekomendasi..........................................................................18 b.2 Sediaan...................................................................................18 b.3 Jadwal Pemberian...................................................................21 b.4 Cara Pemberian......................................................................23 III. EFEK SAMPING……………………………………………………...23 IV. KONTRAINDIKASI………………………………………………….23 V. REAKSI KIPI…………………………………………………………..24 BAB III KESIMPULAN…………………………………………………………..25 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………....26



.



6



BAB I PENDAHULUAN



Saat ini, dari sekitar 25 juta balita di Indonesia, sebagian besar berpotensi terkena serangan IPD. Oleh karena itu sangat penting untuk mensosialisasikan bahaya penyakit IPD kepada seluruh masyarakat meski kenyataannya kita masih bergelut dengan berbagai penyakit Infeksi lain seperti demam berdarah dengue dan sebagainya. IPD



adalah



penyakit



yang



disebabkan



oleh



bakteri



pneumokokus



(streptoccoccus pneumoniae). Bakteri tersebut secara cepat dapat masuk ke dalam sirkulasi darah dan merusak (invasif) serta dapat menyebabkan infeksi selaput otak (meningitis) yang biasa disebut radang otak. Infeksi yang disebabkan pneumokokus adalah penyebab angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) yang tinggi pada anak-anak di seluruh dunia. Berdasarkan data epidemologis, infeksi pneumokokal menyebabkan lebih dari 1 juta kematian anak-anak terutama di negara berkembang. Pada dasarnya IPD dapat diobati dengan antiobiotik. Akan tetapi pengobatan IPD jadi semakin sulit dengan meningkatnya resistensi bakteri pneumokokus terhadap beberapa jenis antiobiotik, misalnya penisilin. Lagi pula penggunaan antibiotik untuk infeksi telinga dapat mengurangi efektivitas antibiotik itu sendiri selain meningkatkan jumlah carrier terhadap organisma yang resisten di dalam saluran pernapasan. Penelitian menunjukkan, sebagian besar bayi dan anak di bawah usia 2 tahun pernah menjadi pembawa (carrier) bakteri pneumokokus di dalam saluran pernapasan mereka. Oleh karena itu, bayi baru lahir hingga bocah usia 2 tahun berisiko tinggi terkena IPD. Itulah sebabnya, pencegahan lebih diperlukan daripada pengobatan. Vaksinasi dipercaya sebagai langkah protektif terbaik mengingat saat ini resistensi kuman pneumokokus terhadap antibiotik semakin meningkat. Karena anak-anak di bawah usia 1 tahun memiliki risiko paling tinggi menderita IPD, maka amat dianjurkan agar pemberian imunisasi dilakukan sedini mungkin. Saat ini sudah ditemukan vaksin pneumokokus bagi bayi dan anak di bawah 2 tahun.Pengobatan IPD semakin dipersulit dengan adanya peningkatan bakteri pneomokokus terhadap beberapa jenis 7



antibiotik, infeksi bakteri yang sangat cepat dan merusak organ tubuh dan sistem saraf, serta meninggalkan kecacacatan permanen yang akan menurunkan kualitas hidup anak sepanjang usianya. Sangat direkomendasikan upaya preventif sedini mungkin dengan pemberian vaksin pneumokokus kepada bayi dan anak di bawah usia dua tahun.



8



BAB II PEMBAHASAN



I.



Pneumococcal Disease1



I.1



Definisi



Pneumococcal Disease (Penyakit Pneumokokus) merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae (S. pneumoniae), juga dikenal sebagai pneumokokus. Infeksi dapat mengakibatkan pneumonia, infeksi darah (bakteremia / sepsis), menengah-infeksi telinga (otitis media), atau meningitis bakteri. I.2



Epidemiologi2 Penyakit invasif yang paling sering pada anak usia kurang dari 2 tahun dan



pada orang dewasa yang lebih tua dari 65 tahun. Kejadian tahunan keseluruhan penyakit invasif di Amerika Serikat adalah 15 kasus per 100.000 individu tetapi secara luas bervariasi menurut usia, dari 166 kasus per 100.000 anak muda dari 2 tahun sampai 5 kasus per 100.000 orang dewasa muda. Setelah pengenalan vaksin pneumokokus heptavalent terkonjugasi, tingkat penyakit pneumokokus invasif (IPD) telah cenderung terus turun. Dalam surveilans laboratorium aktif dari 1997-2004, IPD menurun sebesar 40% dari 11,8 kasus menjadi 7,2 kasus per 100.000 kelahiran hidup. Di antara bayi hitam, penurunan tajam tercatat dalam kejadian IPD dari 17,1 kasus menjadi 5,3 kasus per 100.000 kelahiran hidup dibandingkan dengan bayi putih dengan penurunan dari 9,6 menjadi 6,8 kasus kasus per 100.000 kelahiran hidup. Dari 1999-2007, penurunan 92% dalam serotipe vaksin telah diamati antara isolat baik invasif dan non-invasif, selama periode yang sama, meningkat 200% telah diamati pada serotipe vaksin-terkait atau non vaksin. Di antaranya, serotipe 19A, 6C, 15, dan 22F yang didominasi dicatat . Kerentanan amoxicillin adalah sekitar 70% dibandingkan dengan 50% di macrolides. Serotipe 6C sering dianggap mulai muncul. Peningkatan frekuensi penyakit dan peningkatan morbiditas dan mortalitas terlihat pada anak-anak usia kurang 2 tahun dan pada anak-anak dengan fungsi kekebalan humoral misalnya, infeksi HIV, agammaglobulinemia, defisiensi 9



pelengkap, limpa tidak ada atau kekurangan misalnya, splenektomi, anemia sel sabit, sindrom nefrotik, gagal ginjal kronis, transplantasi organ, terapi imunosupresif, penyakit paru kronis, cairan tulang belakang otak (CSF) kebocoran setelah patah tulang tengkorak, implan koklea, diabetes mellitus, dan keganasan. Merokok orangtua selalu meningkatkan otitis media akut sekitar 64% dibandingkan dengan tidak ada riwayat merokok orangtua (56%). Kematian akibat komplikasi dari otitis pneumokokus, sinusitis, bakteremia, dan pneumonia jarang terjadi pada anak-anak sehat. Sebagai komplikasi pneumonia, empiema pneumokokus tidak jarang, bahkan di negara-negara maju, dan hal itu tetap menjadi masalah yang signifikan di negara-negara berkembang. Sering pada laki-laki daripada perempuan, dengan rasio laki-laki-keperempuan 3:2 untuk bakteremia pneumokokus. Infeksi pneumokokus yang paling umum pada anak usia 1-24 bulan. Otitis media dan bakteremia yang paling umum pada anak usia 6 bulan sampai 2 tahun . Sinusitis adalah yang paling umum pada anak-anak 2 tahun dan lebih tua. Radang paru dan meningitis yang paling umum pada anak-anak muda dari 5 tahun.3 I.3



Etiologi 4 Penyakit pneumokokus invasif (IPD) adalah penyakit bakteri akut yang



disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae. S. pneumoniae adalah gram positif encapsulated diplococci. Meskipun bakteri ini biasanya diamati di pasang (diplococci) mereka juga dapat terjadi tunggal atau dalam rantai pendek. Polisakarida kapsuler merupakan dasar utama untuk patogenisitas organisme. Ada sekitar 90 dikenal serotipe pneumokokus kapsuler. Pneumococci sensitif terhadap panas dan disinfektan banyak. Bakteri dapat bertahan hingga 25 hari dalam debu, 1-11 hari pada kaca, dan tujuh hari dalam dahak.



10



Pneumococci merupakan penghuni umum dari saluran pernapasan. Bakteri dapat diisolasi dari nasofaring. Tingkat kereta tanpa gejala bervariasi dengan usia dan adanya infeksi saluran pernapasan atas. Lamanya pengangkutan bervariasi tetapi umumnya



lebih



panjang



pada



orang



dewasa



daripada



anak-anak.



Masa inkubasi bervariasi menurut jenis infeksi tetapi mungkin sesingkat 1-3 hari. Masa penularan adalah variabel, tapi tetap selama organisme hadir dalam saluran pernapasan. Individu tidak lagi menular 24 jam setelah dimulainya antibiotik.10 Setiap proses yang mempengaruhi integritas anatomi atau fisiologis dari saluran pernapasan bagian bawah (misalnya, influenza, edema paru, penyakit paruparu kronis, dll) meningkatkan kerentanan individu terhadap infeksi pneumokokus gejala. Individu yang paling rentan terhadap infeksi pneumokokus yang serius dan invasif biasanya mereka dengan kondisi medis yang kronis, termasuk asplenia anatomi atau fungsional, penyakit sel sabit, penyakit jantung kronis, diabetes mellitus, sirosis, penyakit Hodgkin, limfoma, multiple myeloma, gagal ginjal kronis, sindrom nefrotik, infeksi HIV, dan transplantasi organ baru-baru ini. Ada juga peningkatan risiko penyakit invasif ketika orang dewasa berada dalam kontak dengan anak-anak sebagai anak-anak lebih mungkin untuk dijajah. Di negara-negara berkembang kekurangan gizi dan berat badan lahir rendah merupakan faktor risiko untuk pneumonia pada bayi dan anak-anak. Infeksi umumnya menganugerahkan kekebalan terhadap serotipe spesifik. Kekebalan ini bisa berlangsung selama bertahun-tahun.10 Klasifikasi 5



I.4



1) Non-invasive Pneumococcal Disease Merupakan enyakit pneumokokus yang terjadi di luar organ utama atau darah. S. pneumoniae dapat menyebar dari nasofaring (hidung dan tenggorokan) ke saluran pernapasan bagian atas dan bawah dan dapat menyebabkan: •



Otitis media - infeksi telinga tengah. Radang telinga tengah, biasanya dengan akumulasi cairan di telinga tengah, pembengkakan gendang telinga, sakit telinga. Jika gendang telinga berlubang adalah drainase nanah ke dalam liang telinga.



11







Non-bacteremic pneumonia - infeksi saluran pernapasan bagian bawah tanpa terdeteksi penyebaran organisme ke aliran darah



2) Invasive pneumococcal Disease (IPD) Jenis ini cenderung lebih serius dan terjadi di dalam organ utama, atau dalam darah. Contoh IPD meliputi: •



Bakteremia (sepsis) - infeksi bakteri darah. Bakteremia mengacu pada kehadiran bakteri hidup dalam darah, sedangkan sepsis berarti infeksi darah yang berhubungan dengan kebocoran kapiler, syok dan peningkatan risiko kematian.







Meningitis - peradangan pada meninges. Meninges adalah tiga membran yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang.







Bacteremic pneumonia - peradangan pada salah satu atau kedua paru-paru, dengan pneumococcus dalam aliran darah.



I.5



Faktor Predisposisi 7 Siapa saja bisa terkena penyakit pneumokokus. Namun, beberapa kelompok berada pada risiko lebih tinggi untuk penyakit pneumokokus atau komplikasinya. Orang-orang yang berisiko tinggi meliputi: •



Bayi dan anak-anak kurang dari dua tahun.







Orang-orang di atas 65 tahun







Anak-anak di daerah miskin dari negara-negara berkembang.







Orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti orang-orang dengan imunosupresi (misalnya steroid dosis tinggi, kemoterapi), HIV, atau AIDS.







Pasien dengan penyakit kronis, seperti: diabetes penyakit paru-paru penyakit jantung Cancer penyakit ginjal Penyakit sel sabit alkoholisme







Pasien yang memiliki riwayat disfungsi limpa atau penyakit limpa. 12







Perokok.







Orang yang memiliki implan koklea (sejenis alat bantu dengar).







Pasien dengan kebocoran cairan cerebrospinal (misalnya karena fraktur basis cranii)



Patofisiologi 8



I.6



Paru memiliki beberapa mekanisme pertahanan yang efektif yang diperlukan karena sistem respiratori selalu terpajan dengan udara lingkungan yang seringkali terpolusi serta mengandung iritan, patogen, dan alergen. Sistem pertahanan organ respiratorik terdiri dari tiga unsur, yaitu refleks batuk yang bergantung pada integritas saluran respiratori, otot-otot pernapasan, dan pusat kontrol pernapasan di sistem saraf pusat.Pneumonia terjadi jika mekanisme pertahanan paru mengalami gangguan sehingga kuman patogen dapat mencapai saluran napas bagian bawah. Agen-agen mikroba yang menyebabkan pneumonia memiliki tiga bentuk transmisi primer: (1)aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring, (2) infeksi aerosol yang infeksius, dan (3) penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal. Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara



tersering yang menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran secara



hematogen lebih jarang terjadi. Setelah mencapai alveoli, maka mikroorganisme patogen akan menimbulkan respon khas yang terdiri dari empat tahap berurutan: 1. Stadium Kongesti (4± 12 jam pertama): eksudat serosa masuk ke dalamalveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor. 2. Stadium Hepatisasi merah (48 jam berikutnya): paru tampak merah dan bergranula karena sel-sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveoli. 3. Stadium Hepatisasi kelabu (3 sampai 8 hari): paru tampak kelabu karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang. 4. Stadium Resolusi (7 sampai 11 hari): eksudat mengalami lisis dandireabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula



13



I.7



Gejala Klinis Tanda dan gejala dari infeksi pneumokokus tergantung pada jenis infeksi



yang didapat pasien.



Tanda-tanda dan gejala dari penyakit



pneumokokus mungkin non-spesifik. Tanda-tanda yang paling umum dan gejala termasuk: •



Suhu tinggi tubuh (demam)







Panas dingin







Berkeringat







Sakit dan nyeri







Sakit kepala







Malaise (umumnya merasa tidak sehat)



Bakteremia pneumokokus - tanda dan gejala mungkin termasuk: •



Suhu tinggi tubuh (demam)







Sakit kepala







Nyeri Otot







Denyut jantung cepat







Pernapasan cepat



Meningitis pneumokokus - tanda dan gejala mungkin termasuk: •



Suhu tinggi tubuh (demam)







Sakit kepala







Mual







Muntah







Kantuk







Sifat lekas marah







Leher kaku







Kejang







Kadang-kadang koma



Pneumonia pneumokokus , tanda dan gejala mungkin termasuk: •



Batuk







Demam 14







sesak napas (napas cepat)







Nyeri dada



Otitis media akut, tanda dan gejala mungkin termasuk: •



Sakit telinga







Demam







Muntah







Diare







gangguan pendengaran







Keluar cairan dari telinga



Diagnosis3



I.8



Diagnosis penyakit pneumokokus sulit dan membuktikan infeksi mikrobiologis mungkin tidak dapat dilakukan. Ada berbagai cara untuk mencari tahu apakah pasien memiliki infeksi pneumokokus. Diagnosis ditegakkan berdasarkan :



Pemeriksaan Fisik •



Otitis media temuan termasuk menggembung, eritem, atau membran timpani kuning dengan mobilitas miskin dan cairan purulen terlihat di belakang membran timpani.







Temuan sinusitis meliputi: Kelembutan untuk palpasi atas sinus maksilaris atau frontal, Nasal discharge warna apapun, Pembengkakan hidung turbinat, Bakteremia tidak memiliki temuan fisik kecuali demam (suhu 102 ° F atau lebih tinggi) dan takikardia yang berhubungan dengan demam.







Temuan Pneumonia meliputi: Crackles atau penurunan bunyi nafas di daerah konsolidasi lobar pada auskultasi dada, dengan egophony pada pasien dengan konsolidasi parah dan kebodohan untuk perkusi, Retraksi, takipnea, atau keduanya







Meningitis SSP infeksi termasuk yang berikut: penampilan tampak sakit, Kaku kuduk (mungkin tidak timbul pada bayi 0,1-1 mcg / mL) atau sangat tahan (MIC ≥ 2 mcg / mL). Kerentanan terhadap cefotaxime atau ceftriaxone didasarkan pada lokasi isolasi organisme







Kunci sukses terapi antibiotik penyakit pneumokokus adalah mencapai konsentrasi obat di daerah yang terkena tubuh yang beberapa kali lebih tinggi dari MIC organisme.







Beta-laktam antibiotik seperti , amoksisilin, cefuroxime mencapai tingkat tinggi dalam cairan telinga tengah dan dalam saluran pernapasan. Untuk alasan ini, mereka tetap menjadi obat pilihan untuk otitis media dan sinusitis, bahkan ketika infeksi ini disebabkan oleh penisilin-tahan pneumococci. Amoksisilin adalah obat pilihan untuk strain rentan menyebabkan penyakit yang paling invasif seperti otitis media, sinusitis dan untuk pengobatan rawat jalan pneumonia. Amoksisilin dosis tinggi (80-90 mg / kg / d) juga dapat digunakan untuk otitis media, sinusitis, dan radang paru-paru yang disebabkan oleh penisilin-tahan pneumococci dengan resistensi menengah. Jika otitis media gagal untuk merespon setelah dosis tinggi amoksisilin, pilihan 19



berikutnya termasuk amoxacillin / klavulanat (Augmentin), cefdinir, cefpodoxime, atau ceftriaxone intramuskular. Jika pasien gagal dengan rejimen myringotomy mungkin diperlukan. •



Pemberantasan meningitis memerlukan konsentrasi obat dari 8 kali lipat menjadi 15 kali lipat lebih tinggi daripada konsentrasi bakterisida minimum (MBC) di SSP. Awal terapi empirik harus mencakup cefotaxime (225-300 mg / kg / d terbagi tiap 8 jam) atau ceftriaxone (100 mg / kg / d terbagi tiap 12-24 jam) bersama dengan vankomisin (60 mg / kg / d terbagi tiap 6 jam ). Vankomisin harus dihentikan jika organisme rentan terhadap ceftriaxone. Ceftriaxone adalah obat pilihan untuk meningitis disebabkan oleh ceftriaxonerentan pneumococci (MIC DOC untuk meningitis (usia> 1 mo), rawat inap pengobatan pneumonia, bakteremia okultisme, dan infeksi invasif lainnya. Alternatif untuk



20



pengobatan rawat jalan gaib bakteremia dan OM tidak responsif terhadap antibiotik standar. •



Cefotaxime (Claforan) Generasi ketiga cephalosporin. DOC untuk meningitis (semua usia), rawat inap pengobatan pneumonia, bakteremia, dan infeksi invasif lainnya.







Vankomisin (Vancocin) DOC untuk pengobatan awal meningitis semua (dengan sefotaksim atau ceftriaxone) sampai kerentanan dikenal. 0.25 mcg/mL.”>Lanjutkan selain ceftriaxone jika organisme MIC ceftriaxone adalah> 0,25 mcg / mL. Juga pertimbangkan untuk menambahkan untuk nonSSP infeksi invasif jika tidak menanggapi pengobatan standar karena infeksi dapat disebabkan oleh sangat penicillin-resistant strain. DOC untuk pasien alergi terhadap penisilin dengan meningitis (dengan rifampisin) atau infeksi invasif lainnya (sendiri).







Azitromisin (Zithromax) Alternatif untuk pasien alergi terhadap penisilin dengan OM, sinusitis, atau rawat jalan pengobatan pneumonia.







Klindamisin (Cleocin) Alternatif pengobatan untuk OM atau sinusitis tidak responsif terhadap pengobatan standar. Alternatif juga untuk OM, sinusitis, dan rawat inap atau rawat jalan pengobatan pneumonia dan pengobatan infeksi invasif selain infeksi SSP pada pasien yang alergi terhadap penisilin.







Meropenem (Merrem IV) Sebuah alternatif antibiotik carbapenem untuk pasien alergi terhadap penisilin dengan meningitis atau infeksi invasif yang parah (baik CSF penetrasi). Telah berhasil digunakan pada pasien dengan meningitis yang disebabkan oleh penisilin-tahan pneumococci.







Rifampisin (Rifadin) Digunakan bersama dengan vankomisin untuk pasien alergi terhadap penisilin dengan meningitis.







Amoksisilin-asam klavulanat (Augmentin) Antibiotik dengan beta-laktam inhibitor. Alternatif untuk OM atau sinusitis tidak responsif terhadap pengobatan standar. Pada anak-anak ≥ 3 mo, protokol dosis berbasis konten amoksisilin. 40 kg.”>Sebagai hasil dari berbagai amoksisilin-klavulanat ke-



21



rasio asam di 250-mg tab (250/125) vs 250-mg tab kunyah (250/62.5), tidak menggunakan 250-mg tab sampai anak berat> 40 kg. •



Cefprozil (Cefzil) Alternatif untuk OM atau sinusitis tidak responsif terhadap pengobatan standar atau pada pasien dengan alergi penisilin tapi tidak ada alergi sefalosporin. Rawat jalan alternatif pengobatan untuk pneumonia







Sefepim (Maxipime) Generasi keempat cephalosporin dengan baik gram negatif cakupan. Mirip dengan generasi ketiga cephalosporin tetapi memiliki baik gram positif cakupan. Memiliki cakupan pneumokokus yang baik dan menembus CSF dengan baik, dengan demikian, dapat digunakan sebagai alternatif untuk ceftriaxone.







Cefuroxime (Zinacef, Ceftin) Generasi kedua sefalosporin baik untuk pengobatan non-SSP penyakit pneumokokus



I.11



Pencegahan Saat ini diketahui terdapat 90 strain berbeda Streptococcus pneumoniae. Tidak



ada vaksin yang dapat melindungi terhadap semua strain. Namun, tiga vaksin yang tersedia untuk membantu mencegah infeksi dengan strain yang paling umum ; PCV7 PCV10 dan PPS23. Resiko infeksi pada anak-anak terutama balita, dapat dikurangi jauh dengan vaksin yang disebut Prevenar. Di beberapa negara di seluruh dunia vaksin ini diberikan gratis untuk semua bayi. Pneumovax 23, vaksin lain, membantu melindungi kelompok usia lainnya dan melindungi terhadap beberapa strain yang paling virulen penyakit pada orang dewasa. II. Vaksinasi2



Vaksin adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau “liar”. Vaksinasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit dengan memasukan vaksin (antigen) yang dapat merangsang imunitas dari system imun tubuh, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan 22



Tujuan vaksinasi pneumococcus adalah untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas penyakit pneumokokus daripada pengobatan apapun pencegahan dengan vaksinasi - ini berlaku untuk semua usia. Ada dua jenis vaksin pneumokokus: II.1



Jenis vaksin a. Pneumococcal polysaccharide vaccine (PPV)



PPV pertama disetujui di Amerika Serikat pada tahun 1977 yang mengandung protein dimurnikan dari 14 jenis bakteri pneumokokus. Pada tahun 1983 vaksin PPV dengan protein dimurnikan dari 23 bakteri pneumokokus disetujui (dikenal sebagai PPSV23). PPSV23 tersebut telah disetujui untuk digunakan pada orang dewasa dan pasien dengan faktor risiko tertentu yang setidaknya 2 tahun. PPSV23 mengandung rantai panjang polisakarida (gula) molekul yang ada pada kapsul permukaan bakteri. 88% dari penyakit pneumokokus invasif yang disebabkan oleh 23 jenis pneumococci yang PPSV23 target - dengan kata lain, PPSV23 membantu melindungi orang dari 88% dari semua penyakit pneumokokus invasif. a.1 Cara Pemberian PPSV23 - diberikan sebagai suntikan baik di otot atau jaringan lemak pada lengan atau kaki. a.2 Rekomendasi (Indikasi) PPSV23, direkomendasikan untuk : -



Semua orang dewasa usia 65 tahun, atau lebih tua.



-



Setiap orang berusia 2 tahun atau lebih yang memiliki masalah kesehatan kronis, seperti penyakit jantung, anemia sel sabit, penyakit paru-paru, diabetes, kebocoran cairan serebrospinal, atau sirosis.



-



Setiap pasien yang memiliki implan koklea, atau akan memiliki satu.



-



Setiap orang berusia 2 tahun atau lebih sistem kekebalan tubuh yang lemah. Contoh termasuk pasien dengan, gagal ginjal penyakit Hodgkin, sindrom nefrotik, leukemia, limfoma, multiple myeloma, HIV / AIDS, limpa rusak atau limpa tidak ada, atau pasien yang telah menerima transplantasi organ.



-



Setiap orang berusia 2 tahun atau lebih yang menerima pengobatan atau perawatan yang melemahkan sistem kekebalan tubuh mereka, seperti radioterapi, kemoterapi, dan jangka panjang steroid 23



-



Pasien dengan asma berusia 19 sampai 64 tahun.



-



Perokok berusia 19 sampai 64 tahun



Vaksin PPV tidak dapat merangsang respons imunologik pada anak usia muda dan bayi sehingga tidak mampu menghasilkan respon booster. Untuk meningkatkan imunogenositas pada bayi dikembangkan vaksin pneumokokus konjugasi. Vaksin ppv yang tersedia di Indonesia adalah Pneumo23. b. Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV)3



mengandung polisakarida kapsuler dimurnikan dari 7 jenis bakteri bergabung (konjugasi) untuk jenis berbahaya dari toksin difteri. Vaksin ini umumnya dikenal sebagai PCV7. PCV7 mengandung polisakarida kapsuler dimurnikan dari 7 jenis bakteri bergabung (konjugasi) untuk jenis berbahaya dari toksin difteri. Pada tahun 2009 10-valent vaksin konjugasi pneumokokus (PCV10) yang mencakup 7 serotipe PCV7 ditambah tiga serotipe tambahan 1, 5 dan 7F ini dilisensikan untuk digunakan pada bayi dan anak-anak sampai usia 2 tahun untuk pencegahan penyakit pneumokokus invasif ( tapi bukan pneumonia atau otitis media) yang disebabkan oleh serotipe yang terkandung dalam vaksin. b.1 Rekomendasi (Indikasi) PCV direkomendasikan untuk: - Setiap bayi harus menerima serangkaian empat dosis vaksin pada usia 2, 4, 6



dan 12-15 bulan. Dalam konteks program imunisasi nasional, tiga dosis yang dianggap cukup. - Sebuah vaksinasi catch-up harus diberikan kepada anak-anak kurang dari 5



tahun yang tidak mendapatkan vaksin PCV7 pada jadwal. -



Anak-anak yang lebih tua lebih sedikit membutuhkan jumlah suntikan



- Seorang anak sehat berusia 24-59 bulan yang belum pernah menerima vaksin



membutuhkan hanya satu suntikan PCV7. - Orang yang berusia 5 tahun atau lebih tidak secara rutin diberikan suntikan



PCV7



24



b.2 Sediaan PCV-7 Prevenar



Prevenar merupakan vaksin PCV-7 yang tersedia di Indonesia. PCV-7 berarti pada prevenar terdapat 7 antigen pneumococcus. Prevenar mempunyai efek proteksi terhadap 7 strain pneumococcus sesuai dengan jenis antigen yang terkandung di dalam prevenar. Meskipun hanya mengandung 7 strain, prevenar efektif menurunkan jumlah penderita dan kematian karena pneumococcus di Amerika. PCV-7 merupakan vaksin yang membantu mencegah penyakit pneumokokus invasif (IPD) pada bayi dan anak di bawah usia 24 bulan. Selain membantu melindungi bayi dan anak di bawah usia 2 tahun, PCV-7 juga dapat diberikan untuk membantu melindungi anak yang berumur hingga 9 tahun. PCV-7 adalah vaksin konjugasi pneumokokus (PCV) pertama yang masuk dalam memori imunologi pada bayi dan anak-anak terhadap Streptococcus (S.) pneumonia. Vaksin ini juga digunakan untuk imunisasi aktif. Prevenar adalah vaksin pneumokokkus (pneumococcal conjugate vaccine) yang diberikan pada anak usia 6 minggu – 2 tahun untuk mencegah infeksi Streptococcus pneumonia. Streptococcus pneumoniae adalah bakteri yang dapat menyebabkan invasive pneumococcal disease (IPD) yaitu meningitis, sepsis, otitis media, dan pneumonia. Adapun antigen yang terkandung di dalam Prevenar (setiap 0,5 ml) adalah :



25



1. Pneumococcal polysaccharide serotype 4 2. Pneumococcal polysaccharide serotype 9V 3. Pneumococcal polysaccharide serotype 14 4. Pneumococcal polysaccharide serotype 18C 5. Pneumococcal polysaccharide serotype 19F 6. Pneumococcal polysaccharide serotype 23F 7. Pneumococcal polysaccharide serotype 6B Serotipe 4, 6B, 9V, 14, 18C, 19F, and 23F merupakan penyebab paling sering (80%) penyakit invasive pneumococcal disease di Amerika. Sayangnya di Indonesia belum ada data serotipe terbanyak yang menyebabkan penyakit IPD. Meskipun demikian, WHO masih merekomendasikan pemberian PCV-7 (Prevenar) di negara berkembang, termasuk Indonesia.



PCV-13 Prevnar 5



26



Ada lebih dari 90 jenis bakteri pneumokokus. Konjugat vaksin pneumokokus baru (PCV13) melindungi terhadap 13 jenis bakteri infeksi pneumokokus yang paling berat diantara anak-anak. PCV13 menggantikan vaksin konjugasi sebelumnya (PCV7), yang dilindungi terhadap 7 jenis pneumokokus dan telah digunakan sejak tahun 2000. Selama waktu itu penyakit pneumokokus parah turun hampir 80% di antara anak di bawah 5 tahun. PCV13 juga dapat mencegah beberapa kasus pneumonia dan beberapa infeksi telinga. PCV13 diberikan kepada bayi dan balita, untuk melindungi mereka ketika mereka berada pada risiko terbesar untuk penyakit serius yang disebabkan oleh bakteri pneumokokus. Synflorix Vaksin Pneumokokkus (Pneumococcal Conjugate Vaccine)



Synflorix adalah vaksin pneumokokkus (pneumococcal conjugate vaccine) yang diberikan pada anak usia 6 minggu – 2 tahun untuk mencegah infeksi Streptococcus pneumonia. Synflorix merupakan vaksin PCV-10 yang sudah tersedia di Indonesia. PCV-10 berarti pada Synflorix terdapat 10 antigen pneumococcus. Synflorix dapat melindungi anak dari 10 antigen/strain pneumococcus. Perlu diketahui bahwa jumlah strain bakteri pneumococcus mencapai lebih dari 90 strain. Synflorix hanya mempunyai efek proteksi terhadap 10 strain pneumococcus sesuai dengan jumlah dan jenis antigen yang terkandung di dalamnya. Meskipun demikian, 10 antigen yang terkandung dalam Synflorix merupakan antigen paling sering yang menyebabkan infeksi pada anak-anak. Sehingga



27



diharapkan imunisasi tersebut mempunyai efek dapat mencegah penyakit invasive pneumoccal disease (IPD). Adapun jumlah dan jenis antigen yang terkandung dalam Synflorix (pada setiap 0,5 ml vaksin) adalah : •



Pneumococcal polysaccharide serotype 1 : 1 microgram







Pneumococcal polysaccharide serotype 4 : 3 microgram







Pneumococcal polysaccharide serotype 5 : 1 microgram







Pneumococcal polysaccharide serotype 6B : 1 microgram







Pneumococcal polysaccharide serotype 7F : 1 microgram







Pneumococcal polysaccharide serotype 9V : 1 microgram







Pneumococcal polysaccharide serotype 14 : 1 microgram







Pneumococcal polysaccharide serotype 18C : 3 microgram







Pneumococcal polysaccharide serotype 19F : 3 microgram







Pneumococcal polysaccharide serotype 23F : 1 microgram



b.3 Jadwal Pemberian 9 Jadwal imunisasi tahun 2012 menurut IDAI :



28



Vaksin pneomokokus diberikan dengan jadwal pemberian empat kali pada usia 2, 4, 6, dan antara 12 hingga 15 bulan. •



< 6 bulan: diberikan dasar 3 kali jarak 2 bulan dan penguat/ulangan



(booster) pada usia 12 – 15 bulan. Total 4 kali. •



6 – 12 bulan diberikan dasar 2 kali, dan penguat seperti diatas. Total 3



kali. •



12 – 24 bulan . Diberikan dasar 2 kali tidak perlu penguat. Total 2



kali. •



> 24 bulan. Diberikan 1 kali. Total 1 kali.



b.4 Cara pemberian •



Synflorix, Pevenar-7 dan Prevnar 13 (yang mengandung 13 antigen, PCV-13) diberikan dengan cara disuntikkan intramuscular (disuntikkan pada otot) dipaha (anak di bawah 1 tahun) atau di lengan atas (anak besar/dewasa).



29







Imunisasi PCV diberikan 4 kali sesuai dengan jadwal yang direkomendasikan oleh IDAI. Dosis setiap pemberian adalah 0,5 ml.







Imunisasi IPD bisa diberikan dua minggu setelah imunisasi lainnya, dan cukup aman.







Anak ibu sudah berusia 6 bulan, maka anak ibu dapat dijadwalkan untuk mendapatkan imunisasi IPD sebanyak 4 dosis (4 kali pemberian). IPD kedua diberikan minimal 4 minggu setelah IPD 1, IPD ketiga diberikan minimal 4 minggu setelah IPD kedua, dan IPD keempat diberikan setelah usia 12 bulan (usia 12 bulan – 59 bulan), dengan interval minimal 8 minggu dari IPD ketiga.







Imunisasi IPD dapat dilakukan secara simultan bersamaan dengan pemberian polio, DaPT (DPaT) dan Hib. Imunisasi sebaiknya diberikan simultan untuk mencegah keterlambatan imunisasi lainnya.



III.



Efek samping Efek samping yang mungkin timbul adalah : •



Nyeri, kemerahan, dan bengkak di tempat suntikan







Demam, suhu bisa mencapai 38o C atau lebih







Anak menjadi rewel







Anak kehilangan nafsu makan



Efek samping yang jarang :



IV.







Reaksi alergi/anafilaksis







Diare







Menangis tanpa sebab yang jelas



Kontraindikasi •



Anak mempunyai riwayat alergi/hipersensitif terhadap zat aktif yang terkandung di dalam vaksin. Tanda alergi adalah kulit kemerahan, gatal, sesak napas, atau bengkak pada wajah dan bibir. 30







Anak sedang sakit infeksi yang ditandai dengan demam tinggi, suhu lebih dari 38 C.



Apabila



ada



infeksi



berat



atau



demam



tinggi,



imunisasi



sebaiknya ditunda. Apabila sakit ringan seperti pilek atau common cold, imunisasi dapat diberikan. V.



Reaksi KIPI3 Vaksin pneumococcus aman diberikan,tidak menyebabkan efek samping yang serius. Reaksi KIPI seringkali terjadi setelah dosis pertama. •



Efek samping berupa eritema, bengkak, indurasi dan nyeri di tempat bekas suntikan







Efek sistemik yang sering terjadi berupa demam, gelisah, pusing, tidur tidak tenang, nafsu makan menurun, muntah, diare, urtikaria. Demam ringan sering timbul, namun demam tinggi diatas 39 o jarang dijumpai setelah pemberian dosis ketiga.







Reaksi berat seperti anafilaksis sangat jarang ditemukan







Pernah dilaporkan kejadian berupa nefrotik sindrom, limfadenopati dan hiper-imunoglobulinemia







Reaksi KIPI biasanya terjadi setelah dosis kedua, namun berlangsung tidak lama, akan menghilang dalam 3 hari.



BAB III 31



KESIMPULAN



Pneumonia adalah salah satu penyakit yang banyak menyerang bayi dan anakanak. Bakteri penyebab pneumonia terbanyak adalah Streptococcus pneumonia, yangd apat menyebabkan Invasive Pneumococcal Disease (IPD). IPD adalah infeksi pneumokokus yang menyerah organ-organ utama atau berada di dalam darah. IPD dapat menyebabkan sepsis, meningitis, dan bacteriemic pneumonia. Imunisasi pneumokokus dimaksudkan untuk menurunkan angka mortalitas dan morbiditas dari penyakit pneumokukus. Terdapat dua jenis vaksin yang digunakan sekarang ini yaitu PPV dan PCV. PCV terdiri dari 3 jenis PCV7 yang berisi 7 antigen, PCV 10 yang berisi 10 antigen, dan PCV 13 yang berisi 13 antigen. Dengan adanya imunisasi ini, diharapkan angka kesakitan IPD akan menurun, atau apabila terkena penyakit ini, tidak menjadi komplikasi yang berat.



DAFTAR PUSTAKA



32



1. Pneumococcal Disease. Available at: http://www.medicalnewstoday.com/info/pneumococcal-disease/ . Accesed March, 17th 2013. 2. Ranuh Gede IGN, Suyitno H, Hadinegoro Srirejeki, Kartasasmita CB, Ismoedijanto, Soedjatmiko. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta. 2011: IDAI. 3. Judarwanto Widodo. IPD (Invasive Pneumococcal Disease) . Available at: http://childrengrowup.wordpress.com/2012/10/10/penilaian-dan-diagnosisipd-invasive-pneumococcal-disease/ . Accesed March, 17th 2013. 4. Alberta Health and Wellness. . Pneumococcal Disease, Invasive (IPD). Available at: http://www.health.alberta.ca/documents/Guidelines-PneumococcalDisease-Invasive-IPD-2011.pdf . Accesed March, 17th 2013. 5. Prevnar13. Available at: http://www.prevnar.ca/Infants/Prevnar--13-ImmunizationSchedule/tabid/136/Default.aspx . Accesed March, 17th 2013 6. Imunisasi. Available at: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16935/4/Chapter%20II.pdf . Accesed March, 17th 2013 7. Pneumococcal polysaccharide vaccine. Available at:



http://en.wikipedia.org/wiki/Pneumococcal_polysaccharide_vaccine . Accesed March, 17th 2013 8. About Pneumococcal Disease. Available at: http://www.pfizer.com/files/health/vaccines/about_pneumococcal_disease.pdf . Accesed March, 17th 2013 9. Vaksin. Available at: http://infoimunisasi.com/vaksin/definisi-vaksin/ . Accesed March, 17th 2013 10. Pneumococcus. Available at: http://www.path.org/vaccineresources/pneumococcusinfo.php . Accesed March, 17th 2013 11. PCV. Available at: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/002029.htm . Accesed March, 17th 2013 33



34